2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;



dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: 70/Kpts-II/2001. Tentang PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 70 tahun KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: 70/Kpts-II/2001. Tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.41/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 28/Menhut-II/2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.43/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.27/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

Nomor : S.678/VI-BPHT/2008. Nomor : S.726/VII-KP/2008. Nomor : 276/P4TRANS/XII/2008. Nomor : 1861/P2MKT/XII/2008.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tukar Menukar. Kawasan. Hutan.

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

MENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.15/MEN/VI/2007 TENTANG PENYIAPAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 T E N T A N G

Transkripsi:

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : PER-23/MENIXI/2007 NOMOR : P.52 IVIENHUT-II/2007 TENTANG PELEPASAN KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI Menimbang i a. bahwa Keputusan Bersama Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan dan Menteri Kehutanan Nomor SKB.l26/MEN/1994, Nomor 422lKpts-llll994 tentang Pelepasan Areal Hutan Untuk Pemukiman Transmigrasi, sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pembangunan; b, bahwa sehubungan dengan butir a, maka perlu diatur kembali dengan Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kehutanan tentang Pelepasan Kawasan Hutan Dalam Rangka Penyelenggaraan Transmi grasi ; Mengingat 1, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasu Pokokpokok Agraria; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3. Undang-Undang Nomor I 5 Tahun I 997 tentang Ketransmigrasian; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-Undang Nomor 4l Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004; 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005; tt0

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; I l. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 14. Keputusan Presiden RI Nomor 187/lr4 Tahun 2004 tentang Pembgntukan Kabinet Indonesia Bersatu, yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 3llP Tahun 2007; 15. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 16. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 292/Kpts-lVl995 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26A4ENHUT -1112007 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan; 17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.05A,IEN/IV/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; l8.peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.l3llvlenhut-ll/2}ll tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.l7llr4enhuttu2007; 19. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.23l\4enhut-W2007 tentang Tata Cara Permohonan lzin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman; lil

20. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/MENHUT-1I12007 tentang Standard Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat; MEMUTUSKAN: MenetaPKaN : PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PELEPASAN KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud dengan : L Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 2. Pelapasan kawasan hutan adalah mengubah peruntukan kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) menjadi bukan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi. 3. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi. 4. Permukiman transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran. 5. Rencana Teknik Satuan Permukiman (RTSP) adalah acuan untuk membangun satuan permukiman baru yang berdaya tampung 300 KK sampai 500 KK. 6. Rencana Teknik Satuan Permukiman Transmigrasi Terintegrasi (RTSPT) adalah acuan untuk membangun satuan permukiman yang merupakan integrasi dengan desa yang ada dan berdaya tampung antara 100 KK sampai 300 KK' 7. Persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan adalah persetujuan awal pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi yang diberikan oleh Menteri Kehutanan. 8. Tukc menukar kawasan hutan adalah suatu kegiatan melepaskan kawasan Hutan Produksi Tetap untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan lahan pengganti yang berasal dari tanah bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan. Pada wilayah provinsi, kabupatervkota yang mempunyai Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dilakukan dengan relokasi fungsi kawasan hutan, tt2

9. Relokasi fungsi kawasan hutan adalah perubahan fungsi Hutan Produksi Tetap (HP) menjadi HPK dan HPK menjadi HP. 10. Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pemancangan patok batas, pengumuman inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketig4 pemasangan pal batas, pengukwan dan pemetaan serta pembuatan Berita Acara Tata Batas atas kawasan hutan yang akan dilepaskan untuk penyelenggaraan transmigrasi. I l. Panitia Tata Batas Kawasan Hutan adalah Panitia yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. 12. Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (UPT Departemen Kehutanan) adalah instansi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang pengukuran dan penataan batas kawasan hutan. 13.Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non-hayati dan turunannya, sertajasa yang berasal dari hutan. 14. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. 15. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. BAB II TATA CARA PELEPASAN Prsal2 (l) Pada dasamya kawasan hutan yang dapat dilepaskan untuk penyelenggaraan transmigrasi adalah kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dan tidak dibebani ijin penggunaan kawasan hutan dan atau [ji pemanfaatan hutan. (2) Kawasan hutan yang dapat dilepaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diutamakan kawasan hutan yang berupa lahan kosong, padang alang-alang, dan semak belukar. Pasal 3 Hasil hutan berupa kayu dan atau non-kayu yang terdapat pada kawasan hutan yang dilepaskan, pemanfaatannya diatur oleh Menteri Kehutanan sesuai ketentuan yang berlaku. I 13

Pasal 4 (l) Kawasan hutan mangrove dan kawasan hutan bergambut dengan kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, tidak dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan transmigrasi. (2) Dalam rangka konservasi tanah, air dan lingkungan, wajib dipertahankan keadaan vegetasi hutan dan dihindarkan pembukaan lahan untuk penyelenggaraan transmigrasi pada areal dengan radius ataujarak sampai dengan : a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; c. d. e. f. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 2 (dua) kali kedalamanjurang dari tepi jurang; 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. (3) Dalam hal pengamanan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, perencanaan calon lokasi penyelenggaraan transmigrasi agar disediakan daerah penyangga (bulfer zone) dengan jarak minimal 1.000 (seribu) meter terhadap kawasan hutan yang belum tata batas dan minimal 500 (lima ratus) meter terhadap kawasan hutan yang telah tata batas. Pasal 5 (1) Permohonan pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi diajukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada Menteri Kehutanan dengan dilengkapi persyaratan : a. Surat rekomendasi/penetapan lokasi dari Bupati/Walikota berdasarkan hasil pencermatan lapangan yang dilakukan oleh tim teknis; b. Pertimbangan teknis Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggungiawab di bidang kehutanan kepada Gubernur; c. Keputusan Pencadangan tanah dari Gubernur beserta lampiran peta lokasi yang digambarkan pada peta dasar skala I : 50.000 dan apabila tidak tersedia dapat menggunakan peta dasar skala terbesar; ' d. Peta areal yang dimohon berupa peta tata ruang hasil studi RKSKP dan atau RTSP/RTSPT yang telah memperoleh klarifikasi status dan fungsi kawasan hutan dari UPT Departemen Kehutanan sesuai dengan penetapan lokasi dari Bupati/Walikota dan pencadangan tanah dari Gubernur; e. Hasil studi RKSKP dan atau RTSP/RTSPT yang telah memperoleh persetujuan program dari unit teknis yang bertanggungiawab di bidang penyiapan permukiman. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diajukan selambat-lambatnya satu tahun sebelum penetapan program pemukiman transmigrasi baru. (3) Tata waktu permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) dalam hal-hal tertentu yang terkait dengan penangguiangan bencana aiam dan kegiatan transmigrasi yang bersifat strategis dapat dilakukan percepatan dengan tetap memenuhi prosedur yang telah ditetapkan. n4

Pasal 6 (l) Terhadap permohonan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (l), Badan Planologi Kehutanan mencermati kelengkapan persyaratan administrasi dan melakukan telaahan teknis yang selanjutnya dilaporkan kepada Menteri Kehutanan. (2) Dalam hal permohonan ditolak, Menteri Kehutanan menerbitkan surat penolakan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (3) Dalam hal permohonan disetujui, Menteri Kahutanan menerbitkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmi grasi. Pasal T (l) Berdasarkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Badan Planologi Kehutanan menyiapkan peta rencana tata batas pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi dan selanjutnya menugaskan kepada UPT Departemen Kehutanan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tata batas. (2) Penataan batas pelepasan kawasan hutan untuk penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Apabila terdapat perbedaan letak dan posisi batas rencana tata batas yang diusulkan oleh Panitia Tata Batas dengan peta rencana tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (t) dilakukan dengan cara : a. Dalam letak dan posisi batas masih di dalam peta rencana tata batas, maka pelaksanaan tata batas dapat dilanjutkan; b. Dalam hal letak dan posisi batas berada di luar peta rencana tata batas, maka UPT Departemen Kehutanan meneruskan usulan Panitia Tata Batas Hutan kepada Menteri Kahutanan untuk mendapatkan persetujuan. (4) Hasil penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Pelepasan Kawasan Hutan untuk Penyelenggaraan Transmigrasi dan peta hasil tata batas. (5) Berita Acara Tata Batas dan peta hasil tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh UPT Departemen Kehutanan kepada Menteri Kahutanan cq. Badan Planologi Kehutanan untuk disahkan. Pasal 8 (1) Berdasarkan Berita Acara Tata Batas dan peta hasil tata batas yang telah disahkan, Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan untuk Permukiman Transmigrasi. ll5

T \ (2) Keputusan pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk selanjutnya diproses titel hak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 Pembangunan permukiman transmigrasi dapat dilakukan setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Kahutanan tentang Pelepasan Kawasan Hutan. Pasal 10 (1) Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan peruntukan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) untuk permukiman transmigrasi apabila memenuhi persyaratan : Penutupan lahannya tidak berhutan yang dibuktikan dengan hasil penafsiran citra satelit terbaru atas areal yang dimohon dan disahkan oleh instansi yang berwenang di Departemen Kehutanan dan atau hasil survei lapangan. b. Hasil skorsing berdasarkan tiga atribut alam (kelerengan, jenis tanah dan intensitas hujan) mempunyai nilai kurang dari 125. Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak untuk satu unit pengelolaan. Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan 30% dari luas pulau lebih dari L000 (seribu) hektar, wilayah Daerah Aliran sungai (DAS), kabupaten/kota atau provinsi. e. Pada wilayah Kabupaten/Kota atau Provinsi yang mempunyai kawasan HpK harus didahului dengan relokasi fungsi kawasan HP dengan HPK. Pada wilayah Kabupater/Kota atau Provinsi yang tidak mempunyai HpK dilakukan melalui proses tukar menukar kawasan hutan dengan menyediakan tanah pehgganti berasal dari bukan kawasan hutan yang clear and clean dengan ratio l:1. Dilakukan pengkajian oleh Tim Terpadu. (2) Prosedur dan tata cara perubahan peruntukan kawasan Hutan Produksi Tetap sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB III PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI DALAM KAWASAN HUTAN Pasal l1 (l) Pelaksanaan penyelenggaraan transmigrasi dapat dilaksanakan di dalam kawasan hutan melalui program pembangunan kehutanan antara lain hutan kemasyarakatan (HKm), hutan tanaman rakyat (HTR) dan kegiatan pemanfaatan kawasan hutan lainnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai program dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh pejabat eselon I terkait di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Departemen Kehutanan sesuai ketentuan yang berlaku. 11,6

BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 12 (l) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama dengan Departemen Kehutanan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan pelepasan kawasan hutan dan penyelenggaraan transmi grasi dalam kawasan hutan. (2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurangkurangnya satu kali dalam satu tahun oleh Kelompok Kerja (Pokja) yang unsur-unsumya terdiri atas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Departemen Kehutanan. (3) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah berkoordinasi dengan Menteri Kehutanan. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 13 (l) Pembiayaan yang berhubungan dengan pelepasan Lawasan hutan untuk permukiman transmigrasi dibebankan pada anggaran Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2) Pembiayaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan transmigrasi dalam kawasan hutan dibebankan pada anggaran Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemcn Kehutanan, BUMN/BUMS dan tansmigran yang bersangkutan. (3) Pombiayaan untuk kcgiatan monitoring dan evaluasi dibebankan pada anggaran Departemen Tenaga Keda dan Transmigrasi dan Departemen Kehutanan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 (l) Pclaksanaan pelapasan kawasan hutan untuk permukiman transmigrasi yang prosesnya masih bedalan sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini diselesaikan berdasarkan pcraturan sebelumnya, (2) Penyelesaian permasalahan pelepasan kawasan hutan untuk permukiman transmigrasi pola usaha tanaman pangan/perkebunan, HTI-Trans, dan Hutan Rakyat (HR) yang terjadi sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Pelaksanaan Bersama oleh pejabat eselon I terkait di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Departemen Kehutanan. il7

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Posal 15 Dengan ditetapkannya Peraturan Bersama ini, maka Keputusan Bersama Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan dan Menteri Kehutanan Nomor SKB.126A4EN/1994 dan Nomor 422Kpts-lVl994 tanggal 27 September 1994 tentang Pelepasan Areal Hutan untuk Pemukiman Transmigrasi, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI ttd ERMAN SUPARNO Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 27 Nopember 2007 MENTERIKEHUTANAN ttd H.M.S. KABAN SALINAN Peraturan Bersama ini disampaikan kepada Yth.: l. Presiden RI; 2. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 4. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 5, Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 6. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia; 8. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 9. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Provinsi di seluruh Indonesia; 10. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang ketransmigrasian di wilayah Provinsi di seluruh Indonesia; I I. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 12. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang ketransmigrasian di wilayah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 13. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan di seluruh Indonesia. I l8