BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 14/2003, PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan memperhatikan :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. untuk mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi pada perusahaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN (BRUTO)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 32 TAHUN 1999 (32/1999) Tanggal: 23 AGUSTUS 1999 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 75 / HUK / 2006 TENTANG

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2002 (21/2002) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Anggaran Perusahaan. Disusun oleh : Dadang Hendra Winata ( ) Indra Kusuma Putra ( ) MP 14 B UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Ne

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan.

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 2000 (22/2000) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

UU 3/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.06/2006 TENTANG MODUL PENERIMAAN NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2001 (17/2001) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 3/1996, PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemerintah dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

LAPORAN ARUS KAS PER AKUN TINGKAT KPPN UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR TANGGAL 31 OKTOBER 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 11/1997, PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan Negara Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.17 tahun 2003, penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Penerimaan negara berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Jenis-jenis sumber pendapatan negara (pemerintah pusat) meliputi: 1. Penerimaan dalam negeri yang terdiri dari: a. Penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. 1) Pajak dalam negeri Terdiri atas pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai, serta pajak lainnya. 2) Pajak perdagangan internasional. Terdiri atas bea masuk, pajak/pungutan ekspor. 5

6 b. Penerimaan Bukan Pajak 1) Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) terdiri atas migas (minyak bumi dan gas alam, nonmigas (pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan sebagainya). 2) Laba Badan Usaha Milik Negera (BUMN). 3) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya. 2. Hibah Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan swasta luar negeri dan pemerintah luar negeri. 2.2 Pengertian dan Jenis PNBP Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 1997 pasal (1) angka (1). Instansi pemerintah yang mempunyai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dapat menggunakan sebagian dana tersebut untuk kegiatan tertentu setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan, hal itu diatur dalam PP No. 73 tahun 1999. BPS sebagai salah satu instansi pemerintah yang juga mempunyai PNBP, disetujui penggunaan dananya oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 493/KMK.02/2009 sehingga sah BPS merealisasikan dana PNBP untuk menjalankan beberapa kegiatannya. Adapun besarnya dana PNBP yang

7 boleh digunakan sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 493/KMK.02/2009 sebagai berikut: 1. Penjualan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah dan peta digital wilayah, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 94,91% (sembilan puluh empat koma sembilan puluh satu persen). 2. Penyeleksian calon mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 98,82% (sembilan puluh delapan koma delapan puluh dua persen). 3. Jasa pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik bagi pegawai tugas belajar non-badan Pusat Statistik, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 98,04% (sembilan puluh delapan koma nol empat persen). 4. Jasa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 98,12% (sembilan puluh delapan koma dua belas persen). 5. Jasa sewa sarana dan prasarana Badan Pusat Statistik, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 90,20% (sembilan puluh koma dua puluh persen). 6. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain, dengan izin penggunaan paling tinggi sebesar 98,26% (sembilan puluh delapan koma dua puluh enam persen).

8 PNBP yang dipungut pada Kementerian/Lembaga dapat digolongkan menjadi dua yaitu penerimaan umum dan penerimaan fungsional. 1. Penerimaan Umum adalah jenis PNBP yang pada umumnya terdapat pada semua Kementerian/Lembaga. Tergolong dalam penerimaan ini antara lain: hasil penjualan barang yang telah rusak/berlebih/dihapuskan, sewa rumah dinas, jasa giro, dan sebagainya. 2. Penerimaan Fungsional adalah penerimaan yang diperoleh Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan tugas pokoknya. Tergolong dalam penerimaan ini antara lain: uang denda dari Kejaksaan Agung, pendaftaran tanah dari Badan Pertanahan Nasional, uang leges dari Kementerian Kehakiman, dan sebagainya. Penerimaan ini bersifat khusus, artinya dilihat dari sifatnya mempunyai ciri tersendiri/khas dan lazimnya tidak terdapat pada Kementerian/Lembaga lain. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun 1997 tentang jenis dan penyetoran PNBP pada lampiran I dan II berisi tentang jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Kementerian/Lembaga termasuk BPS yang terdiri dari:

9 No Mata Anggaran Uraian 1 423117 Penjualan Dokumen Pelelangan 2 423119 Penjualan Lainnya 3 423122 Penjualan Kendaraan Bermotor 4 423129 Penjualan Asset yang Berlebih/Rusak/Dihapuskan 5 423141 Sewa Tanah, Bangunan dan Gedung 6 423221 Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro Bendaharawan) 7 423752 Denda Keterlambatan Pekerjaan 8 423911 Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL 9 423913 Penerimaan Kembali Belanja Lainnya Rupiah Murni TAYL 10 423922 Penerimaan Kembali/Ganti Rugi yang Diderita oleh Negara Sedangkan menurut pasal 3 ayat (2) UU. No. 20 Tahun 1997 tarif PNBP yang diatur dalam UU atau PP harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu: 1. Dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya. 2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP yang bersangkutan. 3. Aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.

10 Berkaitan dengan aspek tersebut, pendekatan dalam penentuan besarnya tarif PNBP dapat dikelompokkan menjadi: 1. Pendekatan Zero or Cost Minus Tarif Tarif PNBP yang dikenakan adalah nol (gratis) atau lebih rendah dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan atau penyediaan jasa yang dikeluarkan oleh pemerintah. 2. Pendekatan Just Cost Tarif Tarif PNBP yang dikenakan sama dengan biaya penyelenggaran atau penyediaan jasa yang dikeluarkan oleh pemerintah. 3. Pendekatan Cost Plus Tarif Tarif PNBP yang dikenakan lebih tinggi dibandingkan biaya penyelenggaraan atau penyediaan jasa oleh pemerintah. 2.3 Fungsi PNBP Pada hakekatnya PNBP mempunyai dua fungsi yaitu pertama sebagai fungsi budgetair (pembiayaan), yang dimaksudkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan sumber pembiayaan, karena itu diupayakan untuk memasukkan uang yang sebesar-besarnya ke dalam Kas Negara untuk menunjang tugas pemerintah. Fungsi kedua sebagai fungsi reguler (pengaturan) yang dimaksudkan bahwa PNBP mampu dipergunakan sebagai sarana untuk mengatur

11 kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek dalam rangka menggerakkan roda pembangunan potensial dan belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan. Pada fungsi budgetair, PNBP sangat penting untuk ditingkatkan penerimaannya, antara lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP. Intensifikasi PNBP sangat penting dilakukan mengingat fungsinya sebagai sumber pendapatan negara yang sangat berpengaruh pada APBN, yang nantinya juga menunjang pelaksanaan belanja negara. Intensifikasi dapat dilakukan dengan jalan: 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan ke publik. 2. Penyesuaian tarif pungutan. 3. Peningkatan kualitas pengelolaan PNBP dengan tertib administrasi dan tata cara penyetorannya. 4. Peningkatan pengawasan. 5. Peningkatan kerja sama antarinstansi yang terkait dalam penetapan kebijaksanaan yang berkaitan dengan PNBP lainnya. Ekstensifikasi PNBP berarti penambahan jenis PNBP baru, yang dapat digali dari masing-masing Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang tentunya mempunyai PNBP yang bersifat fungsional. Intensifikasi dan Ekstensifikasi ini merupakan kewajiban dari masing-masing Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, antara lain dengan jalan: 1. Pemungutan sewa atas barang milik negara yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga.

12 2. Pemungutan sewa atas penghunian rumah dinas milik negara. 3. Melaksanakan penjualan barang milik negara yang berlebih atau sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi. 4. Pengenaan sanksi terhadap kelalaian pelaksanaan pembayaran piutang negara. 2.4 Pengelolaan PNBP Pengelolaan keuangan khususnya dana PNBP menggunakan pendekatan earmarking/earmarked budget yaitu suatu kondisi dimana sumber pendapatan negara tertentu dialokasikan kepada kegiatan atau pelayanan publik tertentu. PNBP dalam pelaksanaannya tentu perlu dikelola, berikut adalah tata pengelolaan PNBP: 1. Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara. 2. Seluruh PNBP masuk dalam sistem APBN. 3. Suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan, kegiatan tertentu tersebut meliputi: a. Penelitian dan Pengembangan Teknologi. b. Pelayanan Kesehatan. c. Pendidikan dan Pelatihan. d. Penegakan Hukum. e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu. f. Pelestarian sumber daya alam.

13 4. Instansi dapat menggunakan sebagian dana PNBP setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan. 5. Permohonan Penggunaan PNBP diajukan oleh Pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan, permohonan penggunaan PNBP dilengkapi dengan: a. Tujuan penggunaan PNBP. b. Rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP. c. Jenis PNBP beserta tarif yang berlaku. d. Laporan realisasi dan perkiraan tahun berjalan serta perkiraan untuk 2 (dua) tahun anggaran mendatang. 6. Pasal 5 PP No. l tahun 2004 tentang tata cara perencanaan dan pelaporan PNBP disebutkan bahwa Kementerian/Lembaga wajib membuat perencanaan tentang target PNBP untuk tahun berkenaan. 2.5 Anggaran Pasal 1 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 dijelaskan pengertian Keuangan Negara yaitu Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.(undang-undang No.17 tahun 2003). Aplikasi lebih lanjut dalam mewujudkan masalah keuangan negara tertuang dalam sebuah anggaran.

14 Anggaran adalah rencana kuantitatif yang meliputi aspek keuangan dan non keuangan (Alim, 2008). Dari pengertian tersebut, maka fungsi utama anggaran adalah sebagai salah satu instrumen perencanaan. Sistem penganggaran merupakan prosedur dan kebijakan seperangkat (set) komponen anggaran yang saling terkait satu dengan yang lain. Komponen anggaran meliputi penyusunan anggaran, penentuan sasaran anggaran, revisi anggaran, evaluasi anggaran, dan umpan balik anggaran. Lebih spesifik lagi anggaran dalam penyelenggaran negara tertuang dalam anggaran negara. Pengertian anggaran negara yang ada pada berbagai literatur, namun para ahli di bidang anggaran sepakat memberikan pengertian umum sebagai berikut: anggaran negara merupakan rencana keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun mendatang, yang satu pihak memuat jumlah pengeluaran setinggi-tingginya untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang dan di lain pihak memuat jumlah penerimaan negara yang diperkirakan dapat menutup pengeluaran tersebut dalam periode yang sama (Nordiawan, dkk, 2007). Proses penyusunan anggaran terkait kebijakan dan prosedur penentuan sasaran anggaran dengan mekanisme antara partisipatif atau instruktif. Proses revisi anggaran merupakan kebijakan dan prosedur untuk merevisi sasaran anggaran baik secara reguler atau di bawah kejadian khusus. Sedangkan evaluasi anggaran adalah kebijakan dan prosedur untuk mengevaluasi antara sasaran dan realisasi. Evaluasi yang dilakukan secara periodik menjadi proses pengendalian anggaran dan hasil evaluasi anggaran menjadi umpan balik bagi pelaksana

15 anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa anggaran juga berfungsi sebagai instrumen pengendalian manajemen. Sistem anggaran memiliki fungsi manajerial yang meliputi perencanaan, koordinasi, evaluasi (pengendalian), dan umpan balik. Terkait dengan fungsi manajerial, anggaran sebagai alat perencanaan dimanifestasikan dalam proses penyusunan anggaran. Fungsi koordinasi tercermin dalam tahapan revisi anggaran. Pada tahapan revisi anggaran akan diketahui bahwa pelaksanaan anggaran antara satu divisi dengan yang lain dapat saling overlap serta tercapai atau tidaknya sasaran yang ditentukan (Alim, 2008). Dalam prosedur revisi juga dapat diketahui apakah asumsi anggaran yang telah ditetapkan pada saat penyusunan anggaran tidak berubah karena faktor internal maupun eksternal. Adapun fungsi anggaran sebagai berikut: 1. Fungsi perencanaan Sebelum perusahaan ataupun instansi melakukan operasinya, pimpinan dari perusahaan ataupun instansi tersebut harus lebih dahulu merumuskan kegiatan-kegiatan apa yang akan dilaksanakan di masa datang dan hasil yang akan dicapai dari kegiatan-kegiatan tersebut, serta bagaimana melaksanakannya. Dengan adanya rencana tersebut, maka aktifitas akan dapat terlaksana dengan baik. 2. Fungsi Pengawasan Anggaran merupakan salah satu cara mengadakan pengawasan dalam perusahaan maupun instansi. Aspek pengawasan yaitu dengan membandingkan antara prestasi dengan yang dianggarkan, apakah dapat

16 ditemukan efisiensi atau apakah para manajer pelaksana telah bekerja dengan baik dalam mengelola perusahaan atu suatu instansi. 3. Fungsi Koordinasi Fungsi koordinasi menuntut adanya keselarasan tindakan bekerja dari setiap individu atau bagian dalam perusahaan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan adanya koordinasi diperlukan perencanaan yang baik, yang dapat menunjukkan keselarasan rencana antara satu bagian dengan bagian lainnya. 4. Anggaran Sebagai Pedoman Kerja Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan pengalaman masa lalu dan taksir-taksiran pada masa yang akan datang, maka ini dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan untuk menjalankan kegiatannya. Sementara itu tujuan anggaran yang paling utama adalah untuk pengawasan luar, yaitu untuk membatasi sumber-sumber daya keseluruhan yang tersedia untuk suatu instansi dan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran bagi hal-hal atau aktivitas-aktivitas yang tidak dibenarkan oleh undang-undang. Lalu selain fungsi dan tujuan, tentunya anggaran memiliki manfaat. Adapun manfaat anggaran menurut Marconi dan Siegel dalam Hehanusa (jurnalsdm.blogspot.com) manfaat anggaran adalah: 1. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, berarti anggaran mewakili kesepakatan negosiasi di antara partisipan yang dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan dimasa yang akan datang.

17 2. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. 3. Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan departemen (divisi) yang satu dengan departemen (divisi) lainnya dalam organisasi maupun dengan manajemen puncak. 4. Anggaran menyediakan informasi tentang hasil kegiatan yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. 5. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarah manajemen untuk menentukan bagian organisasi yang kuat dan lemah, hal ini akan dapat mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus diambil. 6. Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian tujuan antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan.