BAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD)

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL SECARA KOLABORATIF

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

SMP NEGERI 3 MENGGALA

I. PENDAHULUAN. Kehutanan, 2008). Hutan Indonesia sebagai salah satu sub sektor pertanian

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Tantangan Implementasi Peraturan Presiden No. 13/2012 tentang. RTR Pulau Sumatera dalam Upaya Penyelamatan Ekosistem Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

IV APLIKASI PERMASALAHAN

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD) Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum kawasan TNBD yang meliputi sejarah pembentukan TNBD dan usulan penataan zona di kawasan TNBD berdasarkan RPTNBD. 3.1 Sejarah TNBD Kawasan TNBD semula merupakan Cagar Biosfer Bukit Dua Belas yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 46/Kpts-II/1987 tanggal 12 Februari 1997 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Propinsi Jambi seluas ± 2.947.200 ha, diantaranya Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata seluas 602.000 ha, dimana kawasan Cagar Biosfer Bukit Duabelas termasuk didalamnya dengan fungsi HSAW seluas ± 28.705 ha. Tujuan awalnya diusulkan sebagai cagar biosfer adalah untuk mempertahankan kawasan hidup Orang Rimba, yang sebagian besar terkonsentrasi di sana. Namun, surat usulan itu tidak ada tindak lanjut, karena pembentukan cagar biosfer belum diatur dalam peraturan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam perkembangannya, di sebagian Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap disekitar Cagar Biosfer Bukit Duabelas telah dicadangkan untuk beberapa kagiatan antara lain: 1. Pembangunan HTI PT. Sumber Hutan Lestari dengan sistem tebang habis ± 19.100 ha, dimana sebagian kawasannya adalah kawasan hutan produksi terbatas. 2. Pembangunan HTI Rotan PT. Inhutani V seluas ± 10.600 ha letaknya berbatasan langsung dengan Cagar Alam Biosfer Bukit Duabelas, dan 500 ha diantaranya telah berupa tanaman rotan. 3. PT. Limbah Kayu Utama (HTI-Pertukangan) seluas ± 19.300 ha (SK Menhut No. 327/Kpts-II/1998 yang letaknya cukup jauh dari Cagar Biosfer Bukit Dua Belas. 4. PT. Wana Perintis (HTI-Trans) seluas ± 6.900 ha (SK. Menhut No. 781/Kpts- II/1996) telah ada pemukiman transmigrasi. 87

88 5. Disamping itu terdapat juga kegiatan pemanfaatan kayu dengan IPK yang dikeluarkan oleh Kanwil Dephutbun Prop. Jambi. Setelah pencadangan tersebut muncul masalah dimana areal tersebut merupakan wilayah hak ulayat adat/wilayah pengembaraan komunitas adat Orang Rimba. Akibat konversi hutan alam menjadi Hutan Tanaman Industri yang menggunakan Sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan, telah menyebabkan komunitas adat Orang Rimba kehilangan sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupannya. Kekhawatiran terhadap dampak negatif dari pembangunan HTI terhadap kehidupan Komunitas adat Orang Rimba, telah mendorong Komunitas adat Orang Rimba besama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengusulkan penghentian kegiatan pembangunan HTI menjadi perluasan Cagar Biosfir Bukit Duabelas. Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 781/Kpts-VIII/1999 tanggal 27 September 1999 membentuk Tim Peninjau Lapangan Terhadap Kawasan Hutan yang diusulkan untuk Perluasan Cagar Biosfir Bukit Duabelas dengan tugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi yang lengkap dan obyektif atas aspek ekonomi, sosial dan ekologi terhadap kawasan hutan yang diusulkan untuk perluasan Cagar Alam Biosfer tersebut. Hasil akhir dari proses tersebut adalah telah dilakukan perubahan fungsi sebagian Hutan Produksi Terbatas Serengam Hulu seluas ± 20.700 ha (dua puluh ribu tujuh ratus hektar) dan sebagian Hutan Produksi Tetap Serengam Hilir ± 11,400 ha (sebelas ribu empat ratus hektar) serta penunjukan sebagian Areal Penggunaan lainnya seluas ± 1.200 ha (seribu dua ratus hektar) dan kawasan Suaka Alam dan pelestarian alam (Cagar Biosfir Bukit Dua Belas) seluas ± 27.300 ha (dua puluh tujuh ribu tiga ratus hektar) yang terletak di Kab. Sarolangon Bangko, Batanghari dan Bungo Tebo, Prop. Jambi menjadi Taman Nasional Bukit Dua Belas seluas ± 60.500 ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 258/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000. Sejarah TNBD dapat dilihat dalam tabel 3.1.

89 TABEL III.1 SEJARAH TNBD NO. TAHUN STATUS LUAS (HA) LANDASAN HUKUM 1. Sebelum Kawasan hutan yang termasuk Tidak - 1984 areal Hak Pengusahaan Hutan Diketahui (HPH) 2. 1984 Cagar Biosfer Bukit Duabelas 29.485 SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No. 552.51/1973/1984 3. 2000 Taman Nasional Bukit Duabelas 60.500 SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 258/Kpts-II/2000 Sumber: Hasil Analisis, 2007 GAMBAR 3.1 KAWASAN TNBD Sumber: Hasil survei, 2007

90 3.2 Usulan Penataan Zona Di Kawasan TNBD Berdasarkan RPTNBD Sesuai dengan yang dijelaskan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penataan zona di kawasan TNBD mengacu pada sistem zonasi tunggal dengan beberapa tipe zona. 3.2.1 Pertimbangan dan Kriteria Penetapan Tipe Zona Dalam penetapan sistem zonasi TNBD, faktor-faktor pertimbangan dan ukuran/kriteria yang dipakai adalah sebagai berikut: a. Aspek-Aspek Pertimbangan Aspek-aspek penting yang dipertimbangkan dalam perancangan tipe zona meliputi: Daya tahan ekosistem kawasan terhadap gangguan. Penyebaran sumber daya alam Tekanan dan ancaman (eksisting dan potensial) terhadap ruang dan sumber daya alam TNBD. Fungsi hidrologi kawasan terhadap kawasan bawahan. Kebutuhan ruang kehidupan dan penghidupan komunitas adat Orang Rimba. Potensi perolehan manfaat ekonomi dan sosial bagi warga masyarakat desa interaksi. Kelayakan penerapan. b. Kriteria Penentuan Ukuran atau kriteria yang dipakai dalam perancangan pembagian tipe zona adalah sebagai berikut: 1. Zona Inti Areal kawasan dengan ekosistem yang rapuh dan sangat rentan terhadap gangguan. Areal kawasan dengan ekosistem yang merupakan perwakilan semua ekosistem kawasan. Areal kawasan yang memiliki sumberdaya utama bagi kehidupan fauna. Areal kawasan habitat/tempat berlindung satwa yang terancam punah.

91 Areal kawasan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi kawasan bawahan. Areal kawasan yang memiliki nilai sakral bagi komunitas adat Orang Rimba, dan ditabukan/tertutup untuk pengunjung dari luar. 2. Zona Rimba Areal kawasan dengan ekosistem yang peka terhadap gangguan. Areal kawasan dengan ekosistem yang merupakan perwakilan sebagian besar ekosistem kawasan. Areal kawasan yang memiliki sumberdaya utama bagi kehidupan fauna kawasan. Areal kawasan habitat sebagian besar species yang ada di dalam kawasan. Areal kawasan habitat/tempat berlindung species satwa yang toleran terhadap ganguan terbatas. Areal kawasan habitat cadangan sumber genetik/plasma nutfah penting. Areal kawasan yang merupakan daerah tangkapan air bagi kawasan bawahan. Areal kawasan yang merupakan ruang kehidupan dan penghidupan komunitas adat Orang Rimba. 3. Zona Pemanfaatan Areal kawasan perladangan/perkebunan tradisional komunitas adat Orang Rimba dan atau yang diperuntukkan bagi kepentingan pemberdayaan komunitas adat Orang Rimba. Areal kawasan yang dulunya dirambah dan dijadikan lahan perladangan oleh warga masyarakat desa interaksi. Areal kawasan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi. Kriteria peruntukkan areal pariwisata alam dan rekreasi, meliputi: Memiliki ekosistem yang relatif kenyal Memiliki contoh representatif jenis flora dan fauna kawasan. Memiliki akss langsung (buatan atau alam) dengan pintu masuk kawasan.

92 4. Zona Rehabilitasi Areal kawasan yang sudah mengalami kerusakan ekosistem dan akan dipulihkan kembali melalui proses intervensi. GAMBAR 3.2 AKSES MENUJU KAWASAN TNBD Sumber: Hasil Survei, 2007 3.2.2 Pembagian Tipe Zona Melalui kajian komprehensif dengan sejumlah variabel yang terkait dengan aspek-aspek penting dan dengan mengacu pada kriteria-kriteria yang ditetapkan, penataan zona di dalam TNBD dibagi dalam enam tipe zona.

93 a. Zona Inti Zona inti mencakup seluruh areal perbukitan kawasan ex Cagar Biosfer dan sebagian dataran di kaki perbukitan. Fungsi utama zona inti adalah sebagai ruang pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistem kawasan dan merupakan areal yang dilindungi sangat ketat. Kegiatan yang diperbolehkan pada zona ini hanya bersifat penelitian terbatas, atau yang berkaitan dengan kehidupan budaya komunitas adat Orang Rimba. b. Zona Rimba Zona Rimba melingkari areal zona inti sampai ke sisi batas luar kawasan, kecuali bagian-bagian ruang yang diperuntukkan untuk tipe zona lainnya. Fungsi utama zona rimba adalah sebagai: 1. Ruang pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 2. Ruang kehidupan dan penghidupan komunitas adat Orang Rimba. 3. Ruang kegiatan penelitian dan pendidikan. 4. Ruang kegiatan pariwisata terbatas/penyelenggaraan program interpretasi. c. Zona Pemanfaatan Untuk memfasilitasi kegiatan pemanfaatan, dirancang tiga tipe zona pemanfaatan, masing-masing: Zona Pemanfaatan Tradisional Zona ini diperuntukkan khusus untuk memfasilitasi kebutuhan kehidupan dan penghidupan komunitas adat Orang Rimba. Fungsi utama zona pemanfaatan tradisioanl adalah sebagai berikut: Ruang budidaya tanaman pangan, komoditi jual dan biota obat hutan (agroforesty). Ruang interaksi komunitas adat Orang Rimba dengan masyarakat luar. Ruang penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan komunitas adat Orang Rimba. Pada zona ini akan dikemabngkan agroforestry dan fasilitas untuk menunjang program pendidikan dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan lainnya (Orang Rimba community center) termasuk introduksi program interpretasi berikut sarana dan prasarana wisata untuk dikelola oleh komunitas itu sendiri.

94 Pemikiran di belakang konsep memasukkan kegiatan pariwisata di zona ini adalah untuk pengembangan kemampuan berusaha/bisnis parakader (meminjam istilah LSM SOKOLA) di bidang jasa lingkungan sekaligus memperluas kontak dengan masyarakat luar. Melalui konsep pengembangan zona pemanfaatan tradisional, akan terbangun suatu sistem pemberdayaan terpadu menuju pembentukan kemandirian dan keberdayaan. Zona Pemanfaatan Terbatas Fungsi utama zona pemanfaatan terbatas adalah untuk mengakomodasi pemanfaatan areal kawasan (ex cagar biosfer) yang dirambah pada masa-masa lalu dan sudah dijadikan lahan perkebunan rakyat oleh warga masyarakat desa interaksi. Dan, areal ex PT INHUTANI V dan PT Sumber Hutan Lestari yang sudah terlanjur dijadikan perkebunan rakyat sebelum TNBD. Pengecualian diberlakukan terhadap hal-hal berikut: Lahan perkebunan yang berada di Zona Inti Apabila lahan perkebunan berada di zona inti maka tegakan-tegakan tanaman akan dimusnahkan dan dilakukan pemulihanlingkungan melalui proses rehabilitasi. Pihak penggarap akan mendapatkan areal baru di zona pemanfaatan terbatas seluas lahan yang digarap sebelumnya, dan tidak mendapatkan ganti rugi atas tanaman yang dimusnahkan. Lahan perkebunan yang berada di Zona Rimba Lahan perkebunan yang berlokasi di zona rimba akan diizinkan sampai pada masa pemanenan produktif berakhir. Selanjutnya tegakan tanaman akan dimusnahkan dan dilakukan rehabilitasi untuk pemulihan lingkungan. Dan, untuk pihak penggarap tidak akan diberikan penggantian lahan. Pemberlakuan pengendalian yang ketat akan diterapkan di zona ini, seperti antara lain: tidak diperkenankan untuk diperluas, diperjualbelikan dan diwajibkan untuk melakukan pengkayaan jenis dengan menambahkan jenis-jenis tegakan endemik kawasan.

95 Zona Pemanfaatan Pariwisata Alam Fungsi utama zona pemanfaatan pariwisata alam adalah untuk: 1. Pengembangan sarana dan prasarana ekowisata dan penyelenggaraan progrma interpretasi. 2. Pengembangan laboratorium alam terbuka. 3. Pengembangan budidaya biota obat hutan dan tanaman hias. 4. Pengembangan pusat penyelamatan satwa endemik Sumatera. 5. Sebagai wadah penampungan satwa liar endemik Sumatera bermasalah dan hasil sitaan dari masyarakat. 6. Pengembangan penangkaran satwa (endemik Sumatera). 7. Sebagai wadah pengadaan stok untuk: (1) kebutuhan masyarakat yang berminat mengembangkan kegiatan usaha penangkaran, dan (2) keperluan intervensi jenis satwa yang terancam, baik untuk kawasan TNBD maupun kawasan lainnya. Kedua wadah ini akan dimanfaatkan pula sebagai laboratorium untuk menunjang pendidikan dan penelitian serta untuk memperkenalkan kepada masyarakat akan jenis-jenis satwa endemik Sumatera. d. Zona Rehabilitasi Zona ini tertutup untuk semua kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan program pemulihan lingkungan. Setelah proses intervensi berakhir, tipe zona untuk ex areal rehabilitasi akan disesuaikan dengan keperluan konservasi kawasan. 3.2.3 Pengaturan-Pengaturan Kegiatan di dalam Zona TNBD Ketentuan-ketentuan yang diberlakukan untuk masing-masing tipe zona dan sub tipe zona adalah sebagai berikut: a. Zona Inti Areal kawasan ini tertutup untuk pengunjung, kecuali untuk keperluan: 1. Ritual adat komunitas Orang Rimba 2. Penelitian terbatas 3. Pemantauan oleh petugas TNBD Tidak diperkenankan untuk memamen, memindahkan atau menganggu sumber daya alam, kecuali untuk keperluan ritual adat komunitas Orang Rimba.

96 Tidak diperkenankan untuk mendirikan sarana dan prasarana umum, kecuali untuk kepentingan pengamanan kawasan. b. Zona Rimba Tidak diperkenankan memanen, memindahkan atau menganggu sumber daya alam, kecuali untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup akan komoditi pangan, komoditi jual dan biota obat hutan. Penyelenggaraan kegiatan pariwisata di zona ini bersifat terbatas (program interpretasi). c. Zona Pemanfaatan Tradisional Pemanfaatan zona ini terbatas hanya untuk kepentingan pemberdayaan komunitas Orang Rimba. d. Zona Pemanfaatan Terbatas Pemanfaatan zona ini terbatas hanya untuk perkebunan rakyat yang sudah ada selama ini serta tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan atau diperluas dan wajib melakukan pengkayan jenis dengan tanaman endemik kawasan. Kesepakatan pemanfaatan dilakukan melalui akte kesepakatan antara UPT TNBD dan penggarap bersangkutan dengan diketahui oleh pemerintah daerah bersangkutan. e. Zona Pemanfaatan Pariwisata Alam Pemanfaatan zona ini diperuntukkan bagi: Pengembangan saran dan prasarana ekowisata. Penyelenggaraan program interpretasi dan kegiatan rekreasi. Pengembangan laboratorium alam terbuka. Pengembangan budidaya tanaman hias dan biota obat hutan. Pengembangan pusat penyelamatan sata endemik Sumatera. Pengembangan penangkaran satwa liar. Semua kegiatan pemanfaatan tersebut diverifikasi berdasarkan hasil-hasil AMDAL. f. Zona Rehabilitasi Zona ini tertutup bagi semua kegiatan kecuali intervensi pemulihan, pendidikan dan penelitian.

97 Ringkasan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini. TABEL III.2 RINGKASAN PEMBAGIAN ZONA DI TNBD No. Zona Kegiatan yang Diizinkan Kegiatan yang Dilarang 1. Semua Zona Penelitian Introduksi tanaman ex luar kawasan, kecuali Pemulihan habitat untuk: (1) pengkayaan jenis laboratorium alam terbukan; (2 menunjang penghidupan komunitas adat Orang Rimba; dan (3) regenrasi tanaman perkebunan rakyat. Introduksi satwa ex luar kawasan, kecuali untuk: (1) keperluan penangkaran; (2) ditampung di rescue center; (3) menujang penghidupan komunitas adapt Orang Rimba melalui sistem pemeliharaan dengan cara dikandang. Membuang limbah, kecuali ditempat ditentukan. Memanen, memindahkan, menganggu sumberdaya alam, kecuali untuk: (1) kebutuhan penghidupan Orang Rimba; (2) penangkaran atau satwa bermasalah; (3) laboratorium alam tebuka dan budidaya tanaman hias dan biota obat hutan; (4) penelitian; (5) keperluan intervensi pemulihan habitat. 2. Zona Inti Penelitian Terbatas Semua kegiatan lain dilarang kecuali hal-hal yang Pemulihan Habitat berkaitan dengan penyelenggaraan ritual adapt komunitas Orang Rimba 3. Zona Rimba Pendidikan dan penelitian Pariwisata terbatas Semua kegiatan lain dilarang kecuali hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan: Pemulihan habitat Komunitas adat Orang Rimba Laboratorium alam terbuka dan budidaya biota hutan dan tanaman hias Penangkaran atau satwa bermasalah Keperluan intervensi pemulihan habitat 4. Zona Semua kegiatan yang Semua kegiatan lainnya dilarang Pemanfaatan terkait dengan Tradisional pemberdayaan komunitas adapt Orang Rimba Pendidikan dan Penelitian Pariwisata yang dikelola Orang Rimba

98 No. Zona Kegiatan yang Diizinkan Kegiatan yang Dilarang Zona Pemulihan habitat Semua kegiatan lainnya dilarang kecuali yang Pemanfaatan Terbatas Perkebunan rakyat terkait dengan kepentingan komuntas adapt Orang Rimba Zona Pemanfaatan Pariwisata Pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, rekreasi, program interpretasi laboratorium alam terbuka Budidaya tanaman hias dan biota obat hutan Semua kegiatan lainnya dilarang kecuali yang terkait dengan kepentingan komunitas adat Orang Rimba Zona Rehabilitasi Pusat penyelamatan satwa dan penangkaran Pemulihan habitat Pendidikan dan penelitian Sumber: RPTNBD 2005-2029 Semua kegiatan lainnya dilarang 3.2.4 Penataan Batas Antar Zona TNBD Mengingat masing-masing tipe zona mempunyai fungsi tersendiri dan menuntut perlakuan yang spesifik, maka untuk menghindari terjadinya tumpang tindih (fungsi dan perlakuan) batas antar zona perlu dipertegas secara visual, khususnya di bagian-bagian areal batas yang strategis dan atau raan terjadi tumpang tindih (fungsi dan perlakuan). Perlakuan yang sama diterapkan pula untuk mennadai batas luar kawasan TNBD. Adapun untuk penandaan batas kawasn dan antar tipe zona, dipakai jenis tegakan seperti terlihat dalam tabel 3.6 berikut ini. TABEL III.3 PENATAAN BATAS KAWASAN DAN ANTAR ZONA KAWASAN TNBD Batas Jenis Tegakan Batas Luar Kawasan TNBD Pinang, Bambu, Aren Antar Tipe Zona Zona Inti-Zona Rimba Sialang (kempas) Zona Rimba-Zona Pemanfaatan Gaharu, rotan, jernang, jelutung, petai Tradisional hutan, damar Zona Rimba-Zona Pemanfaatan Rotan Interval Tegakan (meter)

99 Terbatas Zona Rimba-Zona Pemanfaatan Pariwisata Antar Zona Pemanfaatan (ZP) ZP Pariwisata-ZP Tradisioanal ZP Pariwisata-ZP terbatas Sumber: RPTNBD 2005-2029 Durian hutan, tampuy, rambay sama kandis Durian hutan, tampuy, rambay asam kandis Rotan Penting untuk dicatat bahwa seiring dengan berjalannya waktu, sejumlah pal batas di bagian selatan ex cagar biosfer tidak ditemukan lagi. Masalah ini menimbulkan kerancuan interpretasi di kalangan masyarakat desa atas letak batas kawasan. Untuk menghindari konflik tata batas, perlu segera dilakukan rekonstruksi (penataan ulang) tata batas di bagian kawasan ini. Sekaligus mengganti kode tegakan pal batas yang sekarang masin menggunakan kode CB.