Peningkatan Unjuk Kerja Motor Diesel dengan Penambahan Pemanas Solar

dokumen-dokumen yang mirip
Peningkatan Performance dengan Pendingin Udara Masuk pada Motor Diesel 4JA1

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

BAB III METODE PENELITIAN. Daya motor dapat diketahui dari persamaan (2.5) Torsi dapat diketahui melalui persamaan (2.6)

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

PENGARUH TEMPERATUR BAHAN BAKAR BIO-SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN

Peningkatan Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah dengan Penggunaan Busi Splitfire SF392D dan Kabel Busi Hurricane

Peningkatan Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah dengan Penggunaan Busi Dua Elektrode dan Busi Tiga Elektrode

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin Dengan Turbojet Accelerator

PENGARUH PENGGUNAAN FREKUENSI LISTRIK TERHADAP PERFORMA GENERATOR HHO DAN UNJUK KERJA ENGINE HONDA KHARISMA 125CC

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

OPTIMALISASI KINERJA MOTOR DIESEL DENGAN SISTEM PEMANASAN BAHAN BAKAR

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.


Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar terhadap Unjuk Kerja Mesin

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc

PENGARUH PERUBAHAN TITIK BERAT POROS ENGKOL TERHADAP PRESTASI MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

KARAKTERISASI PERFORMA MESIN DIESEL DUAL FUEL SOLAR-CNG TIPE LPIG DENGAN PENGATURAN START OF INJECTION DAN DURASI INJEKSI

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

Peningkatan Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah Dengan Penggunaan Methyl Tertiary Buthyl Ether Pada Bensin

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller


KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGGUNAAN PORT FUEL INJECTION (PFI) SEBAGAI SISTEM SUPLAI BAHAN BAKAR MOTOR BENSIN DUA-LANGKAH SILINDER TUNGGAL

ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH

Abstract. Keywords: Performance, Internal Combustion Engine, Camshaft

UNJUK KERJA MESIN BENSIN 4 SILINDER TYPE 4G63 SOHC 2000 CC MPI

Pengaturan Kondisi Idle dan Akselerasi pada Motor Berbahan Bakar Gas

KARAKTERISASI UNJUK KERJA SISTEM DUAL FUEL GASIFIER DOWNDRAFT SERBUK KAYU DAN DIESEL ENGINE GENERATOR SET 3 KW

PENGARUH TEMPERATUR SOLAR TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECK INJECTION PUTARAN KONSTAN. Murni *)

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TIMING INJECTION TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL 1 SILINDER PUTARAN KONSTAN DENGAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR

UPAYA PENINGKATAN DAYA MOTOR DENGAN MERUBAH BESARNYA LUBANG KELUARAN GAS BUANG

: ENDIKA PRANNANTA L2E

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisasi Unjuk Kerja Mesin Diesel Generator Set Sistem Dual- Fuel Solar dan Biogas dengan Penambahan Fan Udara Sebagai Penyuplai Udara

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

PENGARUH INJEKSI GAS HIDROGEN TERHADAP KINERJA MESIN BENSIN EMPAT LANGKAH 1 SILINDER

Ahmad Nur Rokman 1, Romy 2 Laboratorium Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau 1

PENAMBAHAN ADITIF PRESTONE, REDEX DAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PRESTASI MESIN DIESEL, TORSI, DAYA, DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR CAIR SPESIFIK.

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA AKHIR. pengujian Dynotest dan Uji Konsumsi Bahan Bakar Pada RPM Konstan untuk

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Andik Irawan, Karakteristik Unjuk Kerja Motor Bensin 4 Langkah Dengan Variasi Volume Silinder Dan Perbandingan Kompresi

PENGARUH IGNITION TIMING DENGAN BAHAN BAKAR LPG TERHADAP UNJUK KERJA MESIN BENSIN EMPAT LANGKAH SATU SILINDER

Bagaimana perbandingan unjuk kerja motor diesel bahan bakar minyak (solar) dengan dual fuel motor diesel bahan bakar minyak (solar) dan CNG?

KARAKTERISASI UNJUK KERJA MESIN DIAMOND TYPE Di 800 DENGAN SISTEM INJEKSI BERTINGKAT MENGGUNAKAN BIODIESEL B-20

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

UJI PERFORMANSI MESIN DIESEL BERBAHAN BAKAR LPG DENGAN MODIFIKASI SISTEM PEMBAKARAN DAN MENGGUNAKAN KONVERTER KIT SEDERHANA

M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya

Pengaruh Naphtalene Terhadap Perubahan Angka Oktan Bensin, Unjuk Kerja Motor dan Gas Buangnya

UJI EKSPERIMENTAL BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DENGAN ZAT ADITIF TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI ELEKTRODA BUSI TERHADAP PERFORMA MOTOR BENSIN TORAK 4 LANGKAH 1 SILINDER HONDA SUPRA-X 125 CC

PENGUJIAN PRESTASI MESIN ISUZU PANTHER MENGGUNAKAN ALAT PENGHEMAT BBM ELEKTROLIZER AIR

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA SEPEDA MOTOR SISTEM INJEKSI DAN KARBURATOR

PEMBAHASAN. 1. Mean Effective Pressure. 2. Torque And Power. 3. Dynamometers. 5. Specific Fuel Consumption. 6. Engine Effeciencies

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015

PENGARUH PENGGUNAAN BLOWER ELEKTRIK TERHADAP PERFORMA MESIN SEPEDA MOTOR SISTEM INJEKSI

Analisa Turbocharger pada Motor Bensin Daihatsu Tipe CB-23

EFISIENSI GAS ENGINE PADA BERBAGAI PUTARAN: STUDI EKSPERIMEN PADA JES GAS ENGINE J208GS

BAB II TINJAUAN LITERATUR

PENGARUH PEMASANGAN SUPERCHARGER TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR BENSIN SATU SILINDER

PENGARUH VARIASI ELEKTROLIT KALIUM HIDROKSIDA (KOH) PADA GENERATOR HHO TERHADAP UNJUK KERJA & EMISI GAS BUANG MESIN SUPRA X PGMFi 125 cc

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

Pengaruh Perubahan Pemajuan Waktu Penyalaan Terhadap Motor Dual Fuel (Bensin-BBG)

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

BAB III PROSES MODIFIKASI DAN PENGUJIAN. Mulai. Identifikasi Sebelum Modifikasi: Identifikasi Teoritis Kapasitas Engine Yamaha jupiter z.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin

Abstrak. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh keausan ring piston terhadap kinerja mesin diesel

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNIK MESIN 9

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid

PENGARUH PENAMBAHAN GENERATOR HHO TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL OTOMOTIF KAPASITAS BESAR. Tugas Akhir Konversi Energi TEKNIK MESIN FTI-ITS

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Pengaruh Variasi Tekanan Injektor Dan Putaran Terhadap Performa Dan Gas Buang Pada Motor Diesel

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

KINERJA MESIN DIESEL AKIBAT PEMASANGAN THERMOSTAT PADA NANCHANG TYPE 2105A 3

Jurnal ENGINE Vol.1 No.1, Mei 2017, pp e-issn:

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUJIAN PENGARUH MUTU BAHAN BAKAR BENSIN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MOTOR BENSIN

PETUNJUK PRAKTIKUM MESIN KAPAL JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN MARINE ENGINEERING

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

Transkripsi:

Peningkatan Unjuk Kerja Motor Diesel dengan Penambahan Pemanas Solar Rahardjo Tirtoatmodjo, Willyanto Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Febrian Willyanto Alumnus Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Abstrak Tidak sempurnanya proses pembakaran merupakan masalah yang akan dijumpai dalam usaha peningkatan kinerja motor diesel. Proses pencampuran udara dan bahan bakar yang kurang baik menjadi salah satu faktor penyebab ketidak sempurnaan tersebut. Dengan melakukan pemanasan terhadap solar sampai temperatur tertentu sebelum masuk ke dalam pompa tekanan tinggi akan menyebabkan penurunan density dan viskositas solar, sehingga bila diinjeksikan ke dalam ruang bakar akan membentuk butiran kabut bahan bakar yang lebih halus yang akan menyebabkan proses pencampuran bahan bakar dan udara menjadi lebih homogen. Disamping itu, dengan temperatur yang lebih tinggi akan membuat solar menjadi lebih mudah terbakar sehingga dapat mengimbangi singkatnya waktu yang tersedia untuk pembakaran pada putaran tinggi. Pemanasan solar dapat dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menyempurnakan proses pembakaran sehingga dihasilkan peningkatan daya dan penurunan konsumsi bahan bakar yang optimal. Kata kunci : peningkatan daya, penurunan konsumsi bahan bakar, motor diesel, proses pembakaran Abstract The imperfect combustion process will be a problem in the development effort of diesel engine s performance. Nonhomogen air fuel mixing process is one of the factors which cause the imperfect combustion. By heating up the diesel fuel up to a certain temperature before it goes through the high pressure injection pump will lower its density and viscosity. Therefore, when injected in the combustion chamber, it will formed smaller droplets of fuel spray which result in a more homogenious air fuel mixture. Also by using higher temperature will make the diesel fuel easier to ignite in order to compensate the limited time which is available in high speed operating conditions. Diesel fuel heating can improve the combustion process to increase the power and decrease the fuel consumption optimally. Keywords: increase power, decrease fuel consumption, diesel engine, combustion process 1. Pendahuluan Kendaraan dengan tenaga penggerak motor diesel menjadi salah satu pilihan yang banyak disukai di Indonesia mengingat kemampuan yang dimilikinya dan terutama karena harga bahan bakarnya (solar) yang lebih murah dibanding dengan bahan bakar motor bensin. Catatan : Diskusi untuk makalah ini diterima sebelum tanggal 1 Januari. Diskusi yang layak muat akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Mesin Volume 2 Nomor 1 April. Dalam kenyataannya pembakaran dalam motor diesel tersebut sering tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Jumlah bahan bakar dalam ruang bakar yang tidak sesuai dengan kebutuhan, proses penginjeksian bahan bakar yang kurang baik atau kurang baiknya proses pencampuran bahan bakar dengan udara dalam ruang bakar seringkali menjadi penyebab ketidak sempurnaan proses pembakaran. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pemanasan terhadap solar sebelum dinjeksikan ke dalam ruang bakar dengan 127

JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 127-133 tujuan untuk menurunkan viskositasnya agar nantinya setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar dapat membentuk butiran-butiran yang lebih halus dan menghasilkan campuran bahan bakar udara yang lebih homogen. Setelah itu dilakukanlah pengujian pada motor diesel untuk melihat bagaimana perubahan yang terjadi pada unjuk kerja motor jika dilakukan pemanasan terhadap bahan bakar yang digunakan dengan tujuan untuk menghasilkan daya yang lebih besar dan konsumsi bahan bakar yang lebih hemat dibandingkan dengan sebelum modifikasi. pada sebuah multimeter digital yang digunakan sebagai display. Elemen pemanas yang digunakan dihubungkan dengan suplai listrik arus bolak-balik namun sebelumnya dilewatkan dulu ke sebuah rangkaian potensiometer yang digunakan untuk mengatur besarnya panas yang dihasilkan oleh elemen pemanas tersebut. Alat ini dipasang antara filter solar dan pompa tekanan tinggi, sehingga dengan demikian solar yang akan masuk ke pompa tekanan tinggi ini dapat diatur temperaturnya. 2. Alat-alat Percobaan 2.1 Motor diesel dengan spesifikasi : Motor diesel Isuzu - Direct Injection : Model / tipe : 4JA1, 4 cylinder, OHV diesel Tipe mesin : Empat langkah, katup atas, pendingin air Tipe ruang bakar : Pengabutan langsung Tipe silinder liner : Tipe kering dilapisi chrome, stainless steel Sistem gigi timing : Penggerak gigi Jumlah silinder : 4 Garis tengah x langkah : 93 mm x 92 mm (3,66 in x 3,62 in) Jumlah ring piston : 2 ring kompresi dan 1 ring oli. Isi silinder : 2499 cm 3 ( 152,4 in 3 ) Perbandingan dingin kompresi ( terhadap 1 ) : 18,4 Tekanan kompresi : 31 kg/cm 2 / 441 psi Urutan pengabutan bahan bakar : 1-3 - 4-2 Timing pengabutan bahan bakar : 12 sebelum TMA Tipe bahan bakar yang digunakan : SAE No. 2 diesel fuel Putaran stasioner : 750 rpm Daya maksimum : 86 Ps / 3900 rpm Torsi maksimum : 17,5 kg.m / 2300 rpm 2.3 Alat pemanas solar Pemanas solar ini terdiri dari sebuah tabung yang mempunyai 1 saluran masuk dan 1 saluran keluar, dan terdapat elemen pemanas yang dipasang pada bagian bawahnya serta dilengkapi juga dengan sensor pengukur temperatur yang diletakkan di dekat saluran pipa keluar dalam tabung yang kemudian dihubungkan pada sebuah rangkaian pengkondisi sinyal supaya besarnya pengukuran dapat terbaca Gambar 1. Rangkaian Peralatan yang Digunakan dalam Percobaan 3. Teori Dasar 3.1. Pengukuran Daya Daya yang diukur oleh dynamometer dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 2π BHP = P R Nd X ( dk) di mana : BHP = brake horse power (dk) P = gaya aksi dynamometer (Newton) R = panjang lengan dynamometer (m) Nd = putaran motor (rpm) X = faktor pengonversi ft. lb / det = 33000 dk kg. m / det = 4500 dk N. m / det = 45000 dk Sedangkan tekanan efektif rata-rata (Brake Mean Effective Pressure) yang merupakn tekanan rata-rata yang bekerja pada piston 128

selama langkah kerja dapat dihitung berdasarkan rumus : 0,45 N Z bmep = A L i Nd 2 ( kg / cm ) di mana : N = tenaga kuda poros (dk) A = luas penampang torak(m 2 ) L = panjang langkah torak (m) i = jumlah silinder Z = 1 untuk motor 2 langkah 2 untuk motor 4 langkah Hubungan antara BHP dan bmep adalah sebagai berikut : bmep V BHP = X sil Np di mana : Vsil = Volume pergeseran piston Np π 4 = D 2 L = jumlah langkah kerja permenit = i. Nd/Z 3.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption) Merupakan ukuran pemakaian bahan bakar oleh suatu motor, biasanya diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan keluaran daya. Atau juga bisa didefinisikan sebagai jumlah bahan bakar yang dipakai oleh motor untuk menghasilkan tenaga satu HP selama satu jam. Besarnya Specific Fuel Comsumption dapat dihitung dengan persamaan : m sfc = 3600. kg Bahan bakar BHP. t HP. jam di mana : sfc = Specific Fuel Consumption m = massa bahan bakar yang dikonsumsi (kg) = ρ. v BHP = daya yang dihasilkan motor (HP) t = waktu yang diperlukan oleh motor untuk mengkonsumsi bahan bakar sebanyak m kg. (detik) 3.3 Effisiensi Thermis (Brake Thermal Efficiency) Effiensi thermis didefinisikan sebagai efisiensi pemanfaatan panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi kerja mekanis. Effiensi thermis dapat dihitung dengan persamaan : η th = 641,567 sfc. LHV x 100 di mana : ηth = Effisiensi thermis ( % ) LHV = Kalor Pembakaran Bawah (Low Heating Value) dalam kkal / kg. Nilai kalor pembakaran bawah dapat dihitung dengan persamaan : kal LHV = ( 16610 + 40. API ). 555,361552 kg 141, 5 di mana : API = 131, 5 SG SOLAR ( 60 F ) % dengan SGSOLAR = specific gravity solar = 0,815 4. Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang ditempuh dalam pengambilan data : 1. Sebelum motor dihidupkan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap minyak pelumas, air pendingin, bahan bakar dan semua perlengkapan percobaan yang lain. 2. Menghidupkan motor pada putaran idle rpm selama 5 menit agar motor mencapai kondisi kerjanya. 3. Membuka kran pemasukan air ke dynamometer dengan tekanan air antara 3 4 bar, posisi pengereman pada 0 %. 4. Melakukan pencatatan data mengenai putaran motor, temperatur solar, jumlah return flow solar pada gelas ukur 2, dan waktu konsumsi bahan bakar untuk 50 ml pada gelas ukur 1 dan gaya aksi dynamometer. 5. Meningkatkan posisi pengereman hingga 30 % dan dibiarkan konstan. 6. Menaikkan putaran motor secara bertahap rpm, rpm, rpm, rpm, rpm, rpm dan rpm. 7. Sekali lagi melakukan pencatatan data mengenai putaran motor, temperatur solar, jumlah return flow solar pada gelas ukur 2, waktu konsumsi bahan bakar untuk 50 ml pada gelas ukur 1 dan gaya aksi dynamometer untuk setiap perubahan putaran motor. 8. Setelah langkah 7 selesai, beban diturunkan hingga mencapai 0 %, dan putaran motor diturunkan hingga putaran idle-nya, kemu- 129

JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 127-133 dian mematikan pompa saluran air dynamometer lalu motor dimatikan dan dibiarkan hingga temperaturnya turun menjadi 40 C. 9. Setelah temperatur motor 40 C, motor dihidupkan kembali dan percobaan diulangi lagi mulai dari langkah 3 dengan temperatur solar dinaikkan 10 C dan dijaga konstan. 10. Penambahan temperatur ini dilakukan sampai terlihat adanya penurunan daya motor atau bila sampai temperatur yang cukup tinggi tetapi masih belum menunjukkan adanya penurunan daya. 11. Setelah pengujian selesai, beban dibebaskan dengan mengembalikan posisi pengereman ke 0%, kemudian putaran motor dikembalikan ke putaran idle lagi. 120 4. Hasil Percobaan Dan Analisa Grafik torsi fungsi putaran motor untuk beberapa temperatur solar. Daya motor / Brake Horse Power ( HP ) 40 35 30 25 20 15 10 Grafik daya fungsi putaran motor untuk beberapa temperatur solar. 5 100 0 Torsi ( N.m ) 80 60 40 20 0 Gambar 2. Grafik Torsi Fungsi Putaran Motor untuk Beberapa Temperatur Solar T = 30 C T = 40 C T = 50 C T = 60 C T = 70 C T = 30 C T = 40 C T = 50 C T = 60 C T = 70 C Gambar 3. Grafik Daya Fungsi Putaran Motor untuk Beberapa Temperatur Solar Dari grafik di atas (gambar 2 dan gambar 3) tampak bahwa perubahan temperatur solar akan diiringi dengan perubahan torsi serta daya motor, dan terlihat bahwa dengan meningkatnya temperatur solar akan meningkatkan torsi dan daya motor. Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa peningkatan ini disebabkan oleh pemanasan solar yang mengakibatkan kekentalan/viskositas solar akan menurun sehingga saat diinjeksikan ke dalam ruang bakar dapat membentuk butiran-butiran kabut bahan bakar yang lebih halus, dengan kondisi seperti ini maka proses pencampuran bahan bakar dengan udara akan lebih homogen sehingga bahan bakar akan lebih mudah terbakar dan menyebabkan persentase bahan bakar yang terbakar akan meningkat. Dengan semakin besarnya jumlah bahan bakar yang terbakar maka peningkatan tekanan yang terjadi dalam ruang bakar akibat pembakaran akan membesar yang pada 130

akhirnya akan meningkatkan torsi dan daya yang dihasilkan oleh motor bakar. Peningkatan daya yang terjadi ini tidak berlanjut seiiring dengan peningkatan temperatur, seperti yang terlihat pada tabel bahwa peningkatan daya motor hanya terjadi sampai solar mencapai temperatur 50 C dan selebihnya bila solar terus dinaikkan temperaturnya maka daya yang dihasilkan motor lebih kecil jika dibandingkan dengan saat menggunakan solar yang bertemperatur 50 C. Penurunan ini dapat terjadi karena dengan meningkatnya temperatur solar akan menyebabkan solar menjadi lebih mudah terbakar sehingga akan mempersingkat periode persiapan pembakaran (ignition delay). Periode persiapan pembakaran dapat didefinisikan sebagai waktu persiapan bahan bakar yang diukur dari saat penginjeksian bahan bakar sampai bahan bakar tersebut mencapai kondisi penyalaan sendirinya (220 C). Dengan meningkatkan temperatur solar akan menyebabkan solar lebih cepat untuk mencapai kondisi penyalaan sendirinya. Perubahan daya ini tidak terlalu nampak pada putaran motor di bawah rpm terlihat dari kurva-kurvanya yang berimpitan, namun untuk putaran motor yang lebih tinggi dari rpm perubahan ini nampak semakin besar ditandai dengan kecenderungan kurva-kurva yang semakin berjauhan. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa pemakaian solar yang telah dipanasi akan lebih berpengaruh pada putaran motor yang lebih tinggi, mengingat pada putaran motor yang lebih tinggi diperlukan bahan bakar yang lebih cepat terbakar karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk pembakaran yang semakin singkat. Dalam hal ini perlu juga diperhatikan saat dimulainya penginjeksian bahan bakar pada saat mendekati akhir langkah kompresi, dan hal ini harus disesuaikan dengan lamanya periode persiapan pembakaran. Jika periode persiapan pembakaran terlalu singkat sedangkan saat penginjeksian bahan bakar cukup jauh sebelum piston mencapai Titik Mati Atas (TMA) maka tekanan puncak akibat pembakaran bahan bakar akan terjadi sebelum piston mencapai TMA, hal ini merupakan suatu kerugian karena tenaga ledakan yang seharusnya digunakan untuk mendorong piston pada langkah ekspansi/kerja menjadi berkurang karena sebagian terbuang saat piston belum mencapai TMA, selain itu bila kenaikan tekanan dalam ruang bakar terlalu besar melebihi kekuatan konstruksi motor tersebut maka dapat menyebabkan kerusakan pada motor itu sendiri, kenaikan tekanan yang terlalu besar ini dapat terjadi karena ledakan bahan bakar terjadi dalam ruangan yang semakin menyempit karena gerakan piston ke TMA. Oleh karena itu diharapkan dengan penyesuaian antara temperatur solar yang disuplai dengan saat penginjeksian bahan bakar akan dapat menghindari kerugian tenaga yang terbuang sehingga tenaga yang tersedia untuk langkah kerja akan semakin besar. Bahkan mungkin saja dengan kombinasi temperatur solar dan pengaturan saat penginjeksian yang tepat dapat dihasilkan tenaga yang lebih besar dibanding percobaan saat menggunakan solar dengan temperatur 50 C (yaitu peningkatan daya sebesar 4,1%). sfc ( kg/hp.jam ) 0.6000 0.5000 0.4000 0.3000 0. 0. 0.0000 Grafik sfc fungsi putaran motor untuk beberapa temperatur solar. Gambar 4. Grafik Sfc Fungsi Putaran Motor untuk Beberapa Temperatur Solar Dari grafik di atas nampak adanya peningkatan sfc bila solar dipanaskan lebih dari temperatur 50 C (penurunan sfc rata-rata sebesar 23,4%). Peningkatan ini dapat terjadi karena pada temperatur yang lebih tinggi periode persiapan pembakaran akan semakin singkat. Dan bila terlalu singkat maka periode pembakaran cepat akan terjadi jauh sebelum piston mencapai TMA (pada langkah kompresi) sehingga tekanan puncak juga terjadi saat piston belum mencapai TMA dan ini merupakan kerugian karena tekanan tersebut seharusnya digunakan untuk langkah kerja. Dengan demikian daya yang dihasilkan akan berkurang dan meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik. Bila motor bekerja pada putaran yang semakin tinggi harga sfc-nya cenderung semakin membesar, hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi putaran motor maka semakin singkat pula waktu yang tersedia untuk pembakaran, singkatnya waktu yang tersedia T = 30 C T = 40 C T = 50 C T = 60 C T = 70 C 131

JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 127-133 ini menyebabkan sebagian bahan bakar tidak sempat terbakar dan akhirnya terbuang begitu saja, dengan demikian maka semakin meningkatlah harga sfc yang terukur. Sedangkan pada saat motor bekerja pada putaran yang semakin rendah harga sfc-nya juga cenderung membesar hal ini dapat disebabkan karena adanya beban motor untuk menjalankan peralatan penunjang misalnya pompa injeksi bahan bakar, dimana besarnya beban ini adalah konstan. Pada saat putaran motor masih rendah maka daya yang dihasilkan juga masih kecil sehingga jika diberi beban maka akan semakin kecil lagi daya yang dapat digunakan dan pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi bahan bakar spesifik. Pada saat putaran motor sudah cukup tinggi maka daya yang dihasilkan juga semakin tinggi sedangkan besarnya beban ini tetap konstan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap harga konsumsi bahan bakar spesifik. Pada grafik sfc terhadap juga nampak adanya kecenderungan garis sfc untuk solar yang dipanasi mempunyai harga yang lebih rendah untuk putaran motor yang tinggi (> rpm) bila dibandingkan dengan solar yang tidak dipanasi. Kecenderungan ini dapat disebabkan karena dengan pemanasan akan membuat solar menjadi lebih mudah terbakar sehingga membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai kondisi penyalaan sendirinya dan hal inilah yang nantinya akan mengkompensasi keterbatasan waktu yang tersedia untuk pembakaran pada saat putaran motor yang tinggi sehingga persentase bahan bakar yang tidak terbakar dapat dikurangi dan daya yang dihasilkan juga lebih besar yang pada akhirnya akan menurunkan harga sfc. Brake Thermal Efficiency ( % ) 70 60 50 40 30 20 10 Grafik efisiensi thermis fungsi putaran motor untuk beberapa temperatur solar. Gambar 5. Grafik Efisiensi Thermis Fungsi Putaran Motor untuk Beberapa Temperatur Solar T = 30 C T = 40 C T = 50 C T = 60 C T = 70 C Efisiensi thermis suatu motor bakar dapat didefinisikan sebagai besarnya pemanfaatan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar menjadi kerja mekanis. Panas/tenaga yang diberikan oleh bahan bakar dapat dilihat melalui besarnya konsumsi bahan bakar, sedangkan besarnya kerja mekanis dapat dilihat dari daya motor yang dihasilkan. Sehingga harga dari efisiensi thermis ini akan dipengaruhi oleh perubahan daya motor dan perubahan laju bahan bakar yang dikonsumsi oleh motor tersebut. Dimana peningkatan daya yang disertai dengan penurunan laju konsumsi bahan bakar suatu motor akan meningkatkan efisiensi thermis, sebaliknya penurunan daya serta peningkatan laju konsumsi bahan bakar akan menyebabkan penurunan efisiensi thermis motor bakar tersebut. Dengan demikian sesuailah bila dalam grafik nampak bahwa garis-garis sfc mempunyai bentuk yang berbalikan dengan garis garis efisiensi thermis, garis-garis sfc membentuk parabola yang terbuka ke atas sedangkan garis-garis efisiensi thermis membentuk parabola yang terbuka ke bawah. Dan dari grafik diatas terlihat bahwa efisiensi maksimum terjadi pada termperatur solar 50 0 C (dengan kenaikan efisiensi rata-rata sebesar 36,67%). 6. Kesimpulan dan Saran Setelah dilakukan pemanasan solar pada motor diesel Isuzu tipe 4JA1 ternyata membawa beberapa perubahan terhadap torsi, daya, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi thermis. Perubahan temperatur solar yang akan diinjeksikan ke dalam ruang bakar sebuah motor diesel akan mempengaruhi torsi, daya, konsumsi bahan bakar spesifik serta efisiensi thermisnya. Temperatur solar yang paling ideal untuk motor diesel Isuzu tipe 4 JA 1 supaya menghasilkan peningkatan daya dan penurunan harga sfc yang optimal berdasarkan penelitian ini yaitu dengan range putaran dari rpm sampai rpm adalah 50 C, dimana dihasilkan peningkatan daya rata rata sebesar 4,1 % dan penurunan sfc rata rata sebesar 23,4 % bila dibandingkan dengan tanpa pemanasan solar (T solar = 30 C) Saat ini jenis alat pemanas solar yang banyak terdapat di pasaran ialah dengan memanfaatkan panas dari air radiator. Masalah yang dapat timbul ialah jika alat tersebut tidak dapat menghasilkan output solar dengan 132

temperatur seperti yang diharapkan. Sehingga perlu ada suatu perubahan terhadap desain dari alat tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah dengan membuat saluran by pass air radiator sebelum masuk ke alat pemanas. Kemudian dengan memasang kran pada saluran tersebut maka dapat diatur seberapa besar laju aliran volume air panas yang melalui alat pemanas sehingga temperatur keluaran dari solar dapat diubah ubah sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan sistem pemanas seperti ini ialah pemanasan solar hanya dapat terjadi bila air radiator telah cukup panas, sehingga bila air radiator masih belum panas sistem ini belum dapat berfungsi. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan pemanas solar elektrik (menggunakan elemen pemanas), dengan demikian pemanasan solar dapat dilakukan tanpa tergantung pada temperatur air radiator. Dan akan lebih baik lagi bila dilengkapi juga dengan sistem kontrol yang dapat mengatur keluaran temperatur solar agar sesuai dengan keinginan. 10. Sorensen, H. A., Energy Conversion System, Canada : John Wiley & Sons, 1983 11. Stone, R., Introduction to Internal Combustion Engine, Warrendale, Pennsylvania: SAE, 1993. 12. Tirtoatmodjo, R., Penggerak Mula, Surabaya : Penerbit Universitas Kristen Petra, 1996. 13. Tirtoatmodjo, R., Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar, Surabaya : Jurusan Teknik Mesin UK Petra, 1995. 14. Willyanto, F., Analisis Pengaruh Pemanasan Solar Terhadap Unjuk Kerja Motor Diesel Isuzu CC Tipe 4JA1. Surabaya: U.K. Petra, 1999. Daftar Pustaka 1. Arismunandar, W., Motor Diesel Putaran Tinggi, Bandung : Pradnya Paramita, 1975. 2. Arismunandar, W., Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Bandung : Penerbit ITB, 1977. 3. Bosch, Diesel Fuel Injection, Germany : Robert Bosch GmbH, 1994. 4. Gill, P. W., Fundamentals of Internal Combustion Engine, New Delhi : Oxford & IBH Publishing Company, 1967. 5. Haupais, A., Contribution à l étude de la combustion dans un moteur Diesel, Lyon : Universite Claude Bernard, 1981. 6. Heywood, J. B., Internal Combustion Engine Fundamentals, Singapore : Mc Graw Hill, 1989. 7. Maleev, V. L., Internal Combustion Engine, Singapore : Mc Graw Hill, 1985. 8. Nursuhud, D., Diktat Pengantar Mesin Mesin Konversi Energi, Surabaya : Fakultas Teknologi Industri ITS, 1990. 9. Obert, E. F., Internal Combustion Engine and Air Pollution, New York : Harper and Row Publisher, 1973. 133