PROCEEDING Seminar Nasional Psikometri SOCIAL STORIES WAYANG PUNAKAWAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI

dokumen-dokumen yang mirip
B.01 PELATIHAN SOCIAL STORIES UNTUK MEMBENTUK PERILAKU ALTRUISME ANAK USIA DINI BAGI GURU PAUD

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wayang orang atau wayang wong dalam bahasa Jawa-nya yang

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

home Identifikasi Batasan Rumusan Konsep video

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, non formal dan informal. Taman Kanak-kanak adalah. pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota. Tuhan yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa membedakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI METODE CERITA BERGAMBAR DI KELOMPOK B TK PERTIWI MOJAYAN I KLATEN TENGAH TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI

Peran Guru dalam Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Anak pada Pendidikan Anak Usia Dini Yanuarita Niken P. I Pendahuluan Pendidikan Anak

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini adalah PTK (Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PELATIHAN PEMANFAATAN MODAL SOSIAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK GURU TK AISYIYAH SE-KECAMATAN NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA

PEMBUATAN FILM ANIMASI 3D PEWAYANGAN PUNAKAWAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

Keywords: arranging short stories text, imaginative method, song media, religion manner, social manner.

BAB VI KESIMPULAN. Dari hasil analisis struktural terhadap unsur intrinsik novel Madogiwa no

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Berbicara Pengertian Kemampuan Berbicara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Keagamaan Anak Usia D ini Melalui Metode Bernyanyi

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

Menumbuhkan. Karakter. menggunakan. Seri

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada anak usia dini dilakukan melalui pemberian rangsangan

BAB V PENUTUP. Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM

BAB I PENDAHULUAN. Rentang usia tiga hingga lima tahun merupakan periode emas anak (golden age),

Analisis Kesalahan Konten Matematika pada Buku Siswa Tematik Sekolah Dasar Kelas V Semester I Kurikulum 2013

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi media hiburan juga berfungsi sebagai media informasi dan sarana

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Pengembangan Konsep Pengembangan konsep dilakukan dengan identifikasi masalah, merumuskan

BAB IV MEDIA DAN TEKNIK PRODUKSI

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. dalam (Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang

STANDAR ISI KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SD/SDLB/MI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 43 B. TUJUAN 43 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 44 D. UNSUR YANG TERLIBAT 44 E. REFERENSI 44 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 44


BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Publikasi

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TABLE MANNERS TERHADAP KARAKTER ANAK KELOMPOK B

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK PRASEKOLAH? Oleh Kartika Nur Fathiyah Dosen PPB FIP UNY

PENGEMBANGAN MEDIA MATIK BILAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV MI MIFTAHUL HUDA 01 (TAHAP UJI TEORITIS)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI KEGIATAN BERMAIN PERAN DI KELOMPOK A

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP KD Bagian D 4.12 Memerankan isi fabel/ legenda daerah setempat yang dibaca dan didengar Indikator

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENANGKAP MAKNA TEKS CERITA PENDEK SECARA LISAN MELALUI MEDIA PAPERCRAFT DAN TEKNIK URAI KEJADIAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Memberdayakan anak adalah dengan menanamkan kelonggaran bagi anak

BAB V PENUTUP. Penelitian yang berjudul Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya kemampuan bahasa bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali bagi

ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PG-PAUD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB III ANALISA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari

JURNAL HUBUNGAN PENERAPAN METODE BERCERITA DENGAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI. Oleh DWI MARLIAWITA ( )

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

30. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SD/MI

Modul 3 PPG-Konten Kurikulum 1

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia

O. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMPLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah

SURAKARTAA. SKRIPSI persyaratan. Sarjana S-1. Disusun Oleh : DWI A USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

SOCIAL STORIES WAYANG PUNAKAWAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI Listyo Yuwanto, Cyntia Maria, Sonya Septine, & Meliawati Santoso Fakultas Psikologi Universitas Surabaya listyo@ubaya.ac.id / yuwanto81@gmail.com Abstrak. Social stories Punakawan merupakan media pendidikan karakter anak usia dini berbasis kearifan lokal dengan keunikan a) cerita pendek memuat karakter positif dalam kehidupan sehari-hari, b) konkret dan lucu menggunakan media wayang kulit punakawan memungkinkan interaksi secara langsung dengan anak-anak melalui dialog dan sentuhan fisik, c) mengandung sisipan permainan dan tembang/lagu tradisional bermuatan karakter. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan proses social stories punakawan dan mengevaluasi kemanfaatan social stories Punakawan untuk pendidikan karakter anak usia dini. Subjek penelitian 14 pendidik anak usia dini di Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman dari total 35 pendidik anak usia dini yang telah mendapatkan pelatihan dan menerapkan social stories Punakawan sebagai media pendidikan karakter anak usia dini. Kemanfaatan social stories punakawan diukur menggunakan self repport secara kualitatif terdiri atas a) kesulitan yang dialami saat memberikan social stories punakawan, b) manfaat metode social stories untuk pendidikan karakter anak usia dini, c) perubahan perilaku sebelum dan setelah mendapatkan social stories punakawan. Hasil penelitian menunjukkan 11 (78,6%) subjek menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam memberikan social stories punakawan, dan 3 (21,4%) mengalami kesulitan. Seluruh pendidik anak usia dini menyatakan social stories memberikan manfaat dengan indikasi adanya perubahan perilaku anak sebelum dan setelah mendapatkan social stories punakawan. Beberapa hal yang mendukung kemanfaatan social stories Punakawan sebagai media pendidikan karakter : a) Kesesuaian konteks punakawan dan budaya anak-anak usia dini, b) kreativitas pendidik anak usia dini dalam menyampaikan social stories punakawan, c) cerita yang dirancang sesuai kehidupan seharihari anak usia dini, dan d) kesesuaian metode dengan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini. Saran yang dapat diberikan a) perlu adanya penyesuaian social stories punakawan anak-anak usia dini dengan latar belakang budaya yang berbeda (misalnya bahasa, konteks cerita), b) perlu adanya pengembangan alat ukur kemanfaatan social stories secara kuantitatif, dan c) perlunya alternatif media wayang sehingga social stories punakawan tetap dapat diterapkan. Kata Kunci : Pendidikan karakter, social stories punakawan, anak usia dini A. Pendahuluan Pendidikan tidak hanya menitikberatkan pada pengembangan area kognitif atau intelektual namun juga pengembangan afeksi. Harus terjadi keseimbangan antara pendidikan intelektual dan pendidikan karakter untuk terjaminnya generasi penerus bangsa yang berkarakter. Bentuk pendidikan dan perlunya keseimbangan pendidikan intelektual dan karakter diilustrasikan pada gambar 1 dan 2. Head Start Pendidikan Heart Gambar 1. Dua komponen Start pendidikan, intelektual (Head Start) dan Karakter (Heart Start) 34

Gambar 2. Perlunya keseimbangan pendidikan kognitif dan karakter Pendidikan karakter menekankan pada pembentukan ataupun pengembangan karakter positif, kemampuan sosial dan emosi individu (Richardson, Tolson, Huang, & Lee, 2009). Beberapa bentuk karakter positif antara lain berpikir kritis, kejujuran, keadilan, bertanggungjawab, komitmen untuk pengembangan karakter positif lainnya (Battistich, Schaps, Watson, Solomon, & Lewis, 2000). Usia dini merupakan masa emas (golden age) dalam mempelajari sesuatu yang dapat menjadi prediksi keberhasilan /perilaku yang positif anak pada tahap berikutnya. Diharapkan dapat mengembangkan potensi positif anak untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan bersama dengan dimilikinya karakter yang bertanggungjawab, disiplin, jujur, peduli, serta tangguh. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2005 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan non formal (Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2010). Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia memiliki batasan usia yaitu pendidikan bagi anak-anak berusia 0-6 tahun (Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2011). Aplikasinya dalam pendidikan karakter anak usia dini harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini yang meliputi proses belajar, bentuk stimulasi, ataupun target belajar yang ditetapkan. Karakteristik anak usia dini berada pada tahap perkembangan kognitif konkret praktis sehingga membutuhkan media pembelajaran yang bersifat konkret. Salah satu cara pendidikan karakter melalui social stories Punakawan yang dikembangkan Yuwanto (2012). Social stories Punakawan merupakan media pendidikan karakter anak usia dini berbasis kearifan lokal dengan keunikan a) cerita pendek memuat karakter positif dalam kehidupan sehari-hari, b) konkret dan lucu menggunakan media wayang kulit punakawan memungkinkan interaksi secara langsung dengan anak-anak melalui dialog dan sentuhan fisik, c) mengandung sisipan permainan dan tembang/lagu tradisional bermuatan karakter. B. Kajian Pustaka Social Stories Rangkaian cerita pendek yang dibuat dengan memperhatikan sudut pandang siswa. Dalam cerita tersebut terdapat instruksi-instruksi perilaku positif. Terdiri atas 4-6 kalimat pendek yang menggambarkan informasi mengenai suatu situasi sosial, kemungkinan reaksi orang lain dalam situasi tersebut dan pernyataan direktif mengenai respon sosial yang diharapkan ataupun yang seharusnya dilakukan. Memberikan informasi mengenai sesuatu yang terjadi pada suatu situasi, penyebabnya, dan apa yang seharusnya dilakukan yang dirancang/dibuat disesuaikan batasan tingkat perkembangan individu (Gray & Garand, sitat dalam Crozier & Rileo, 2005; Thieman & Goldstein, 2001). Social stories dapat disajikan dalam bentuk Teks /Bacaan dan dapat dipadukan dengan gambar sederhana, clip art atau foto untuk mendukung pemahaman anak-anak. Dapat 35

dikombinasikan dengan boneka dalam penyampaiannya sehingga menjadi lebih konkret dan menarik minat bagi anak-anak Social Stories Punakawan Sebagai Media Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Cerita dalam social stories ini bukan seperti cerita pewayangan pada aslinya karena cerita asli masih kompleks untuk dipahami anak usia dini. Pendidikan karakter akan disesuaikan dengan konteks kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai moral yang pernah ditemui anak-anak. Hal ini memungkinkan proses belajar anak-anak yang melibatkan asimilasi (anak-anak merespon sesuai dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki) dan akomodasi (anak-anak menyerap pengetahuan baru tentang karakter). Karakteristik Punakawan Dalam proses pembuatan social stories, tidak dapat dilepaskan dari karakteristik tokoh wayang yang kerapkali dikaitkan dengan nilai-nilai moral dan nilai luhur budaya Jawa yang mendasari sikap dalam kehidupan sehari-hari. Social stories punakawan menjadi lebih terlihat menggambarkan budaya bangsa karena dipadukan dengan menggunakan lagu dan permainan tradisional Punakawan adalah karakter yang unik dan khas dalam pewayangan Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya memuat bermacam-macam peran seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritis sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Jika melihat ke latar belakang karakterkarakter Punakawan, mereka asalnya adalah orang-orang yang menjalani metamorfosis (perubahan karakter yang berangsurangsur) hingga menjadi sosok yang sederhana namun memiliki kedalaman ilmu yang luar biasa. Semar digambarkan dengan bentuknya yang samar-samar dan bermuka pucat. Karakter semar menyimbolkan kesederhanaan, kejujuran, menyayangi orang lain, tidak terlalu senang ketika mendapatkan kebahagiaan dan tidak terlalu sedih ketika mendapatkan kesulitan. Gareng digambarkan sebagai figur yang tidak lengkap bagian tubuhnya seperti adanya kekurangan pada bagian kaki, tangan, dan matanya. Karakter Gareng adalah selalu berhati-hati dalam hidup menjaga perkataan dan perbuatan. Figur Petruk digambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang panjang sebagai simbol berpikir panjang sebelum berperilaku dan sabar dalam menjalani kehidupan. Bagong memiliki bentuk seperti Semar namun berwarna hitam sebagai simbol kesederhanaan, kesabaran, dan selalu melakukan refleksi terhadap perilaku. C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan proses social stories punakawan dan mengevaluasi kemanfaatan social stories Punakawan untuk pendidikan karakter anak usia dini. Subjek penelitian 14 pendidik anak usia dini di Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman dari total 35 pendidik anak usia dini yang telah mendapatkan pelatihan dan menerapkan social stories Punakawan sebagai media pendidikan karakter anak usia dini. Kemanfaatan social stories punakawan diukur menggunakan self repport secara kualitatif terdiri atas a) kesulitan yang dialami saat memberikan social stories punakawan, b) manfaat metode social stories untuk pendidikan karakter anak usia dini, c) perubahan perilaku sebelum dan setelah mendapatkan social stories punakawan. Analisis data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan analisis frekuensi. D. Diskusi dan Bahasan Langkah-langkah dalam membuat social stories untuk pendidikan karakter anak usia dini sebagai berikut : 1. Lakukan pengamatan (observasi) terhadap perilaku anak-anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari. Melalui observasi tersebut dapat ditentukan karakter positif atau negatif yang ditampilkan anak dalam bentuk perilaku. Karakter yang diperoleh melalui hasil observasi menjadi dasar penyusunan social stories. 36

2. Susunlah social stories dalam bentuk rancangan (script) dalam bentuk dialog. 3. Satu script social stories harus mengandung 1 karakter yang akan disampaikan. 4. Social stories yang dibuat disesuaikan dengan karakter masing-masing tokoh punakawan. Maksudnya jika karakter positif yang hendak ditanamkan maka disesuaikan dengan tokoh punakawan yang memiliki karakter positif. 5. Dalam social stories usahakan terjadi dialog antara pembawa social stories dan anak-anak usia dini. Sehingga dalam script harus terdapat bagian yang memungkinkan terjadinya interaksi. 6. Buatlah narasi sebagai penutup memuat rangkuman karakter yang ditanamkan. Panduan menerapkan social stories Punakawan untuk pendidikan karakter bagi anak usia dini sebagai berikut : 1. Pemateri tidak dituntut untuk menjadi dalang sehingga saat menerapkan social stories Punakawan dapat melibatkan beberapa. Satu orang dapat memainkan satu tokoh punakawan. 2. Materi social stories dapat diterapkan dengan menggunakan panggung boneka ataupun tanpa panggung boneka. Agar lebih menarik dapat menggunakan panggung boneka dengan suasana riang, hal ini dapat dicapai dengan cara menggunakan panggung dengan warna-warna cerah. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak-anak usia dini yang memiliki ketertarikan terhadap warna-warna cerah. 3. Saat memberikan materi dapat disertai dengan alunan musik yang sesuai. Secara ideal musik yang dipiih adalah musik gamelan ataupun musik anakanak. Volumenya tidak terlalu keras karena sifatnya hanya pengiring dan jangan sampai mengaburkan suara dari pemberi materi social stories. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak-anak usia dini yang mudah beralih perhatiannya dari suatu objek ke objek yang lain. 4. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyamapaian social stories Punakawan adalah suara harus jelas, cerita ringkas, tidak bertumpuktumpuk, memuat kondisi kehidupan sehari-hari yang dijumpai anak-anak usia dini, satu cerita menekankan satu karakter yang ditanamkan, alur cerita sistematis. Hasil penelitian menunjukkan 11 (78,6%) subjek menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam memberikan social stories punakawan, dan 3 (21,4%) mengalami kesulitan. Subjek yaitu guru anak usia dini yang menyatakan mengalami kesulitan disebabkan tidak memiliki wayang kulit punakawan sehingga ketika hendak memberikan materi kepada anak usia dini harus meminjam terlebih dahulu kepada gugus. Kesulitan yang dialami pendidik anak usia dini ini dapat dikategorikan sebagai hambatan teknis yaitu kurangnya fasilitas penunjang dilakukannya social stories punakawan sebagai media pendidikan karakter anak usia dini. Seluruh pendidik anak usia dini menyatakan social stories memberikan manfaat dengan indikasi adanya perubahan perilaku anak sebelum dan setelah mendapatkan social stories punakawan. Perubahan perilaku meliputi perilaku menolong, menjaga kebersihan, menghormati orang lain, dan lebih disiplin dalam belajar. E. Simpulan, Saran, dan Keterbatasan Penelitian Social stories punakawan dapat digunakan sebagai media alternatif untuk pendidikan karakter anak usia dini. Beberapa hal yang mendukung kemanfaatan social stories Punakawan sebagai media pendidikan karakter : a) Kesesuaian konteks punakawan dan budaya anak-anak usia dini, b) kreativitas pendidik anak usia dini dalam menyampaikan social stories punakawan, c) cerita yang dirancang sesuai kehidupan sehari-hari anak usia dini, 37

dan d) kesesuaian metode dengan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini. Saran yang dapat diberikan a) perlu adanya penyesuaian social stories punakawan anak-anak usia dini dengan latar belakang budaya yang berbeda (misalnya bahasa, konteks cerita), b) perlu adanya pengembangan alat ukur kemanfaatan social stories secara kuantitatif, dan c) perlunya alternatif media wayang sehingga social stories punakawan tetap dapat diterapkan. Referensi Battistich, V., Schaps, E., Watson, M., Solomon, D., & Lewis, C. (2000). Effects of the child development project on students drug and other problem behaviors. Journal of Primary Prevention, 21,75-99. Crozier, S. & Sileo, N. M. (2005). Encouraging positive behavior with social stories. Teaching Exceptional Children, 37(6), 26-31. Richardson, R.C., Tolson, H., Huang, T.Y., & Lee, Y.S. (2009). Character education : Lessons for teaching social and emotional competence. Children & Schools, 31(2), 71-78. Sanchez, T.R. (2006). The man who could have been king : A storyteller s guide for character education. Journal of Social Studies Research, 30(2), 3-9. Thiemann, K. S., & Goldstein, H. (2001). Social stories, written text cues, and video feed back: Effects on social communication of children with autism. Journal of applied behavior analysis, 34(4), 425-446. Yuwanto, L. (2012). Ruang Pertemuan Dusun Jambu : Asal Ide Pendidikan Karakter Melalui Punakawan. Dalam L. Yuwanto & K. Batuadji (Eds.). Untaian bunga-bunga kesadaran dan butir-butir mutiara pencerahan : Kumpulan catatan reflektif kami di Merapi (pp 14-16). Jakarta : Dwiputra Pustaka Jaya. Yuwanto, L. (2012). Pengungsi Merapi dan Etika Hidup Orang Jawa. Dalam L. Yuwanto & K. Batuadji (Eds.). Untaian bunga-bunga kesadaran dan butir-butir mutiara pencerahan : Kumpulan catatan reflektif kami di Merapi (pp 74-81). Jakarta : Dwiputra Pustaka Jaya. Yuwanto, L. (2012). Social Stories Punakawan. Dalam L. Yuwanto (Ed.). Social stories ala punakawan : Media pendidikan karakter anak usia dini (pp 23-27). Jakarta : Dwi Putra Pustaka Jaya. 38