I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam jangka waktu yang lama (Noer, Soemyarso, 2006). Menurut (Brunner

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit sehinggga dapat menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) Gagal ginjal kronik adalah merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai GFR 25%-10% dari nilai normal. (Suryanto, 2007) Kasus penyakit ginjal kronik (GGK) saat ini meningkat dengan cepat terutama di negara-negara berkembang. GGK telah menjadi masalah utama kesehatan di seluruh dunia, karena selain merupakan factor resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah, meningkatkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit bukan infeksi, GGK juga akan menambah beban social dan ekonomi baik bagi penderita, keluarga dan juga pemerintah (Barsoum, 2006)

2 Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) yang melibatkan populasi dewasa Amerika Serikat, terjadi peningkatan prevalensi PGK stadium 1 sampai 4 dari tahun 1988-1994 sebanyak 10% menjadi 13,1 % pada tahun 1999-2004. NHANES juga mendapatkan peningkatan prevalensi PGK pada setiap stadium dari tahun 1988-1994 ke tahun 1994-2004, yaitu PGK stadium 1 dari 1,7% menjadi 1,8% stadium 2 dari 2,7 % menjadi 3,2 %, stadium 3 dari 5,4 % menjadi 7,7 % dan stadium 4 dari 0,21% menjadi 0,35%. (Coresh, 2007) Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi gagal ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per satu juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya, di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per satu juta penduduk pertahun. Di Indonesia belum diketahui angka kejadiannya secara pasti karena, masih kurangnya penelitian yang dilakukan. Akan tetapi, dapat dilihat dari peningkatan jumlah penderita gagal ginjal dari data kunjungan ke poliklinik ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani cuci darah (hemodialisis). Dari data dari wilayah Jabar dan Banten dua tahun terakhir ini, bisa terlihat peningkatan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada tahun 2007 tercatat hanya 2148 pasien dan meningkat menjadi 2260 pada tahun 2008. Dari jumlah itu, sekitar 30 persen pasien berusia produktif, yakni kurang dari 40 tahun (Suwitra, 2007).

3 Gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana fungsi ginjal sudah rusak sehingga diperlukan terapi seperti cuci darah (dialisa) setiap jangka waktu tertentu atau transplantasi. Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC, 2006) hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronis. Terapi hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia, seperti urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultra filtrasi (Nettina, 2001). Di Amerika dilaporkan pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang telah memasuki tahap akhir 91% di antaranya menjalani terapi hemodialisis. Hal ini menggambarkan tingginya angka penggunaan hemodialisis sebagai terapi pada pasien gagal ginjal terutama gagal ginjal kronik yang sudah memasuki tahap akhir. Tetapi biaya yang dikeluarkan cukup mahal, di Amerika biaya per tahun yang dikeluarkan untuk biaya hemodialisis mencapai 77.000 USD sehingga dapat membebani pasien, terutama yang berasal dari ekonomi kelas menengah ke bawah (Levy et al., 2004). Beberapa kelainan yang sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik meliputi kelainan hematologi, jantung, metabolisme mineral dan elektrolit, tulang, saraf, sistem pencernaan, dan beberapa kelainan kulit. (Price dan Wilson, 2007).

4 Penderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) sering mengalami anemia yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah penurunan produksi eritropoetin, kehilangan darah waktu dialisis dan pembatasan diet pada terapi (Segal, 1988). Salah satu penyebab anemia pada penderita GGK yang menjalani hemodialis regular adalah kehilangan darah selama proses dialisis, perdarahan tersembunyi (occult blood loss),meningkatnya tendensi untuk terjadinya perdarahan,seringnya pengambilan darah untuk pemeriksaan labora torium dan meningkatnya konsumsi besi dengan pemberian rhuepo. Hilangnya sel darah merah pada membrane hemodializer berjumlah 0,5-11,0 ml dalam sekali hemodialisis (o,5-11,0 mg besi), rata-rata 5 ml sel darah merah ( 5 mg zat besi), sehingga untuk satu tahun akan kehilangan zat besi lebih dari 1200 mg, lebih dari semua cadangan zat besi dalam tubuh. Edward melakukan penelitian dan menghitung jumlah zat besi yang hilang pada penderita GGT yang menjalani HR adalah 1,5 gram hingga 2,0 gram setiap tahunnya, jumlah ini jauh lebih besar daripada zat besi yang dapat diserap melalui makanan oleh saluran cerna yaitu 1-2 mg per hari atau dapat meningkat sampai 4 mg pada keadaan defisiensi zat besi. Defisiensi besi fungsional adalah keadaan di mana besi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan untuk eritropoeisis bila diberikan EPO dari luar (rhuepo). Hal ini terjadi karena terdapat blockade pada system retikuloendotelial yang disebabkan oleh adanya infeksi atau inflamasi. Infeksi atau inflamasi akan menginduksi sitokin dalam sirkulasi. (Bandiara, 2003)

5 Sebelum ditemukannya terapi eritropoietin sebagai pengganti suplementasi besi dan transfusi yang berulang, pada pasien HD sering dijumpai penimbunan besi yang berlebihan. Keadaan ini akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi (Pusparini, 2000). Zat besi berhubungan dengan transferin plasma ( protein ) yang bertanggung jawab terhadap transportasi zat besi ke sumsum tulang untuk sintesa hemoglobin. Nilai besi serum meningkat bila ada destruksi sel sel darah merah yang berlebihan ( hemolisis ) dan nilai menurun pada anemia akibat kekurangan besi. Fe serum/tibc ditentukan bersaaman. TIBC mengukur jumlah tambahan besi yang dapat dikombinasi oleh transferin (Joyce LeFever Kee, 1997). Tingginya prevalensi anemia pada penderita GGK serta banyaknya parameter status besi yang dapat dipakai untuk melihat perubahan metabolisme besi pada penderita tersebut diperlukan suatu parameter yang spesifik dan sensitif untuk menetapkan status zat besi yaitu parameter Fe dan TIBC (Total Iron Binding Capaity). Kedua parameter itu lebih baik dibandingkan jika hanya memeriksa kadar hemoglobin, yang kurang sensitif untuk menetapkan status zat besi terutama pada anemia ringan pada pasien gagal ginjal kronik. (Yendriwati, 2008).. Telah diketahui, bahwa kehilangan zat besi dapat terjadi akibat terapi hemodialisa. Dan, mungkin saja semakin lama mengidap GGK dan mendapatkan terapi hemodialisa, semakin banyak terjadi kehilangan darah dan zat besi. Padahal

6 zat besi sangat dibutuhkan pasien gagal ginjal kronik untuk melakukan proses eritropoesis. Kondisi di mana besi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan eritropoeisis bila diberikan rhuepo inilah yang dinamakan defisiensi besi fungsional. Apabila kondisi defisiensi zat besi ini terus dibiarkan, tentu bisa mengakibatkan anemia pada pasien GGK. Dan, kondisi anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik dapat menentukan prognosis penyakit ini. Atas dasar ini, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar serum besi & TIBC berdasarkan lama menjalani hemodialisa pada penderita GGK yang menjalani hemodialisa. Sehingga dapat diketahui angka kejadian defisiensi besi fungsional akibat hemodialisa dan hubungan lamanya menjalani hemodialisa dengan terjadinya defisiensi besi, yang secara tidak langsung akan menggambarkan efektivitas hemodialisis, selain masih jarangnya penelitian yang dilakukan di bidang ini. B. Rumusan Masalah Beberapa kelainan yang sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik meliputi kelainan hematologi, jantung, metabolisme mineral dan elektrolit, tulang, saraf, sistem pencernaan, dan beberapa kelainan kulit. (Folege et al., 2010). Penderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) sering mengalami anemia yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah penurunan produksi eritropoetin, kehilangan darah waktu dialysis dan pembatasan diet pada terapi ( Segal, 1988).

7 Berdasarkan uraian diatas dapat terlihat bahwa hemodialisis merupakan terapi yang tersering digunakan dalam penatalaksanaan gagal ginjal terutama yang telah memasuki tahap akhir akan tetapi terapi hemodialisis dapat pula menimbulkan terjadinya kekurangan zat besi (defisiensi besi fungsional) yang disebabkan oleh kehilangan darah pada proses hemodialisa dan hal ini juga dapat dipengaruhi oleh lamanya mendapatkan terapi hemodialisa. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.Bagaimana gambaran kadar besi serum pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUDAM? 2. Bagaimanakah gambaran TIBC pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalaani hemodialisa di RSUDAM? 3. Adakah perbedaan kadar besi serum dan TIBC pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUDAM berdasarkan lamanya menjalani hemodialisa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui profil kadar besi serum dan TIBC pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

8 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran kadar besi serum penderita gagal ginjal kronik sesudah menjalani hemodialisa. b. Untuk mengetahui gambaran nilai TIBC pada penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. c. Untuk mengetahui perbedaan kadar besi serum dan TIBC pada penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa berdasarkan lamanya menjalani hemodialisa D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi peneliti Menambahkan pengetahuan dan informasi bagi peneliti tentang penyakit gagal ginjal, terapi hemodialisa dan pemeriksaan status besi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 2. Bagi para klinisi Sebagai sumber informasi kepada para klinisi di rumah sakit tentang hubungan lamanya menjalani hemodialisa dengan kadar besi serum & TIBC pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

9 3. Bagi penelitian lain Sebagai sumber referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan status besi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. E. Kerangka Teori Ginjal Sehat GGK Pemberian rhu EPO Pemakaian besi untuk Eritropoeisis Dialisis Kehilangan Darah Gangguan pengeluaran cadangan besi dari makrofag & hepatosit Mortbiditas & Mortalitas Defisiensi Besi (SI, TIBC atau normal) Tranfusi Darah Berulang Suplementasi Besi Risiko Kelebihan Zat Besi Gambar 1. Kerangka Teori (Ria Bandiara, 2003, Nurko, 2006.).

10 F. Kerangka Konsep Gagal Ginjal Kronik Menjalani hemodialisa <1 tahun Menjalani hemodialisa 1 tahun Kadar Serum Besi & TIBC Kadar Serum Besi & TIBC Gambar 2. Kerangka Konsep G. Hipotesis Terdapat perbedaan bermakna kadar besi serum & TIBC pada penderita Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa berdasarkan lamanya menjalani hemodialisa.