TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANG BANGUN ALAT PENGERING DENGAN MEMANFAATKAN PANAS KONDENSOR AC RUANGAN (KASUS PENGERINGAN CHIPS KENTANG) DEDY EKO RAHMANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Panas Kondensor Ac Untuk Pengeringan Bahan Pangan: Studi Pengeringan Chips Kentang

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Tahapan Perancangan Alat Pengering Gagasan Awal

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KESETIMBANGAN ENERGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

Campuran udara uap air

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

Maka persamaan energi,

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

KESETIMBANGAN ENERGI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

KARAKTERISTIK MESIN PENGERING PAKAIAN MENGGUNAKAN AC (AIR CONDITIONER) DENGAN SIKLUS KOMPRESI UAP SISTEM UDARA TERBUKA

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB II LANDASAN TEORI

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Lampiran 1 Kecepatan udara dalam ruang pengering. Kecepatan udara dalam ruang pengering (m/detik)

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PAKAIAN SISTEM HIBRIDA DENGAN KAPASITAS RUANG PENGERING SATU METER KUBIK

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Gambar 19. Variasi suhu input udara

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING DEHUMIDIFIKASI TERINTEGRASI DENGAN PEMANAS UDARA SURYA UNTUK MENGERINGKAN TEMULAWAK

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Bab IV Analisa dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan. Uap air akan berdifusi melalui lapisan udara sekeliling dan akan terbawa bersama pergerakan udara pengering. Proses ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih rendah dibandingkan dengan tekan uap air pada permukaan bahan. Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya untuk memindahkan kandungan air dari dalam bahan. Karakteristik dari udara pengering yang diperlukan untuk keberhasilan pengeringan yaitu: suhu yang tinggi, kelembaban relatif yang rendah dan kecepatan udara yang tinggi (Hui 1992). Driving force merupakan perbedaan kelembaban mutlak pada kesetimbangan dengan permukaan bahan yang dikeringkan dan udara pengering. Adanya driving force ini yang yang menyebabkan pengeringan dapat berjalan. Driving force dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: D f = Y s Y a... (1) Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban mutlak kondisi jenuh pada suhu permukaan bahan (kg/kg udara kering) dan Y a adalah kelembaban mutlak udara pengering (kg/kg udara kering). Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006). Psikometri dalam Pengeringan Tekanan Uap dan Kelembaban relatif Tekanan uap air adalah tekanan parsial dari moleku-molekul uap air dalam udara lembab. Apabila udara sepenuhnya dijenuhi oleh uap air, maka tekanan uap tersebut dinamakan tekanan uap jenuh (Sherwin 1996). Kelembaban relatif adalah perbandingan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara dengan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara jenuh pada suhu

6 yang sama dan tekanan atmosfir. Kelembaban relatif ditunjukan dalam desimal atau bila dikalikan seratus dalam persen. Kelembaban spesifik (mutlak) adalah massa uap air yang terdapat dalam setiap satuan massa udara kering dari campuran udara dan uap air. Kelembaban spesifik udara biasanya tetap selama tidak ada penambahan maupun pengurangan kandungan uap air dalam udara (Brooker et al. 1992). Pemanasan Udara dan Entalpi Terjadinya pemanasan udara ditandai dengan naiknya suhu udara. Pada keadaan ini kelembaban mutlak udara konstan. Akan tetapi bila dilihat pada psychrometric chart, suhu udara bergerak ke kanan yang menyebabkan turunnya kelembaban relatif (Gambar 1). Gambar 1 Psychrometric chart Entalpi adalah kandungan panas dalam udara yang dinyatakan dalam kj/kg udara kering. Volume dari 1 kg udara kering bersama uap air yang terkandung di dalamnya dinamakan volume spesifik udara. Satuan yang digunakan adalah m 3 /kg udara kering (Sherwin 1996; Singh 2009).

7 Penentuan Kadar Air Bahan Kadar air bahan dapat ditentukan secara langsung dengan metode oven dengan cara sebagai berikut: cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering suhu 105ºC selama 6 jam. Cawan dan isinya didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan. w2 w1 Kadar air (% bk) = 100%... (2) w 2 w2 w1 Kadar air (% bb) = 100%... (3) w 1 w 1 adalah berat sampel sebelum dikeringkan (g), w 2 adalah berat sampel setelah dikeringkan (g) (AOAC 1995). Efisiensi Pengeringan dan SMER Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Efisiensi pengeringan merupakan salah satu parameter dari kinerja alat pengering, semakin tinggi nilai efisiensi maka alat pengering tersebut semakin baik. Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini : Qp η = 100%... (4) Q η adalah efisiensi pengeringan (%), Qp adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kj), Q adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kj)(taib et al. 1987). Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan dengan energi listrik yang digunakan tiap jam yang dinyatakan dengan kg/kwh. Perhitungan nilai SMER menggunakan persamaan berikut ini.

8 SMER = MER... (5) W e MER adalah kandungan air yang diuapkan (kg) dan W e (kwh). adalah energi listrik Sumber Panas Pengering Mekanis Proses pengeringan bahan hasil pertanian dapat menggunakan beberapa sumber panas. Pengering mekanis memerlukan sumber energi panas yang biasanya berasal dari uap panas, udara panas ataupun pembakaran langsung bahan bakar (Heldman & Lund 2007; Smith 2010). Jumlah panas yang dihasilkan tiap satuan berat bahan bakar disebut sebagai panas pembakaran (Richey 1961). Pengering yang lain menggunakan energi listrik untuk memanaskan elemen pemanas serta menggerakan blower yang mengalirkan udara pengering. Elemen pemanas biasanya berupa kumparan kawat tahan panas dengan hambatan jenis kawat yang cukup besar dan dapat dialiri listrik. Aliran udara setelah melalui elemen pemanas digunakan untuk proses pengeringan (Araullo 1976). Sistim Pendingin AC AC adalah alat pendingin ruangan dengan sistem terkendali menggunakan fluida kerja (refrigerant) yang menyerap panas dari dalam ruangan dan mengeluarkannya ke luar ruangan. Refrigerant mengalir dari tangki penampung masuk ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Di dalam evaporator, refrigerant cair dipaksa menguap dengan cara menurunkan tekanannya menggunakan kompresor. Uap refrigerant yang terhisap oleh kompresor kemudian dimanpatkan dan masuk kedalam kondensor untuk diembunkan (didinginkan) oleh udara di luar ruangan. Refrigerant yang kembali menjadi cair ditampung kembali dalam tangki penampung untuk kemudian diuapkan kembali ke dalam evaporator. Siklus tersebut berjalan berulang-ulang sehingga dapat mendinginkan ruangan. Siklus dalam sistem kerja mesin AC dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

9 Q 2 Kondensor Katup expansi Evaporator Kompresor Gambar 2 Mekanisme kerja mesin pendingin Kondensor berfungsi untuk melepaskan kalor uap refrigerant tersebut ke sekelilingnya. Kondensor adalah alat untuk membuat kondensasi refrigerant dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Refrigerant di dalam kondensor dapat mengeluarkan kalor yang diserap dari evaporator dan panas yang ditambahkan oleh kompresor. Kondensor membuang kalor dan mengubah wujud refrigerant dari gas menjadi cair. Kondensor diletakkan antara kompresor dan alat pengatur refrigerant yaitu pada sisi tekanan tinggi dari sistem. Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan agar dapat membuang panasnya ke lingkungan di luar ruangan. Untuk memperbesar perpindahan kalor, maka pada konstruksi pipa-pipa penukar panas diberi sirip sirip (fins). Selain untuk memperluas permuakaan pipa, sirip-sirip ini juga berfungsi untuk menambah kekuatan konstruksi dari kondensor karena refrigerant meninggalkan kompresor dalam bentuk uap yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi (Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2003). Jumlah panas yang dapat diserap dari lingkungan sekitar/ruangan dingin oleh refrigerant di dalam evaporator, maupun jumlah panas yang dapat dilepas/ dikeluarkan oleh refrigerant ke lingkungan sekitar/ruangan panas di dalam kondensor sangat tergantung pada efektifitas kerja evaporator serta kondensor yang merupakan unit-unit penukar kalor (heat exchanger) (Sugiyatno et al. 2004) Koefisien prestasi pendinginan (COP) akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan udara pendingin pada kondensor. Kecepatan udara akan terus meningkat sehingga mencapai optimal pada kondisi tertentu yang selanjutnya kenaikan kecepatan udara tidak memberikan banyak pengaruh terhadap koefisien prestasi pendinginan mesin pendingin (Effendi 2005). Q 1

10 Pemanfaatan Panas Kondensor AC untuk Pengeringan Selama ini panas dari kondensor AC terbuang belum termanfaatkan secara optimal. Suntivarakon et al. (2009) telah meneliti tentang pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan baju dengan laju pengeringan 1.1 kg/jam tanpa kipas tambahan dan 2.26 kg/jam dengan kipas tambahan. Potensi panas keluaran dari kondensor AC yang digunakan sebesar 12648 BTU/jam atau setara dengan 3.71 kj/detik. Mahlia et al. (2009) melaporkan penelitian pengeringan baju dengan menggunakan kondensor AC tipe split berkapasitas 10000BTU/jam. Laju pengeringan yang dihasilkan sebesar 0.56 0.75 kg/jam dengan nilai specific moisture extraction rate (SMER) 0.1809-0.2205 kg/kwh. SMER merupakan perbandingan dari kandungan air yang dapat diuapkan dengan energi listrik yang digunakannya. Desain Sistim Pengering Desain suatu sistim pengering melibatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kapasitas sistim pengering yaitu jumlah dan karakteristik udara yang diperlukan untuk pengeringan serta lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk masingmasing jenis produk yang akan dikeringkan. Faktor-faktor tersebut memerlukan beberapa analisis pendekatan di antaranya yaitu kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi. Penerapan kesetimbangan massa dan energi pada keseluruhan sistim pengering diilustrasikan seperti pada Gambar 3 dengan melibatkan beberapa parameter yang mempengaruhi desain sistim pengering. Analisis yang diilustrasikan tersebut digunakan untuk sistem countercurrent dan melalui suatu pendekatan yang sama juga dapat diterapkan untuk sistim yang lain. Udara m a, T a2, ω 2 T a1, ω 1 Produk T p2, W 2 M p, T p1, W 1 Gambar 3 Kesetimbangan massa dan energi dalam sistim pengering

11 Suatu kesetimbangan air yang masuk dan keluar dari sistim pengering dapat dirumuskan sebagai berikut ini. m a ω 2 + m p W 1 = m a ω 1 + m p W 2... (6) m a adalah laju aliran udara ( kg udara kering/jam), m p adalah laju aliran produk (kg padatan kering/jam), ω adalah kelembaban mutlak (kg air/kg udara kering) dan W adalah kandungan air produk basis kering (kg air/kg padatan kering) Kesetimbangan energi dalam sistim pengering dapat dijelaskan dengan hubungan berikut ini. m a H a2 + m p H p1 = m a H a1 + m p H p2 + ql... (7) ql adalah energi panas yang hilang dari sistim pengering, Ha adalah kandungan energi panas udara atau entalpi udara (kj/kg udara kering), Hp adalah kandungan energi panas dari produk (kj/kg produk kering) Berdasarkan persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan selama pengeringan, jumlah produk yang dapat dikeringkan dan karakteristik udara keluaran jika faktor-faktor yang lain juga diketahui (Singh & Heldman 2009). Kentang dan Chips Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) dapat tumbuh dan banyak dibudidayakan lebih dari 100 negara di dunia sebagai salah satu bahan pangan utama. Kentang merupakan bahan yang penting bagi industri pangan. Kondisi pertumbuhan, sifat genetik, umur dan penaganan pasca panen dapat mempengaruhi kualitas kentang (Singh & Kaur 2009). Proses pembuatan chips kentang dilakukan melalui proses pengupasan, pemotongan, blansing dan pengeringan. Kentang dapat dikupas dengan menggunakan panas, kimiawi maupun secara mekanis. Kentang yang telah dikupas dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dilakukan blansing. Setelah itu potongan kentang diblansing dengan uap atau air panas pada suhu 93 100 o C. Blansing akan menginaktifasi enzim dan mengurangi kontaminasi mikroba. Setelah blansing, kentang dikeringkan dengan alat pengering seperti kabinet, tunel, maupun conveyor dryer dengan suhu udara lebih dari 55 o C (Mujumdar 2006).

12 Analisis Kelayakan Ekonomi Investasi Analisis kelayakan ekonomi suatu investasi dapat dilakukan dengan cara diantaranya dengan menghitung nilai net present value (NPV) dan benefit cost ratio (BCR). NPV adalah nilai sekarang bersih dan BCR adalah perbandingan total nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: P = F (P/F,i,n) dengan faktor bunga 1 (1 + i) n... (8) NPV = Σ Nilai P penerimaan - Σ Nilai P pengeluaran... (9) Bila nilai NPV lebih dari nol berarti layak. BCR = (Σ Nilai P penerimaan ) / (Σ Nilai P pengeluaran )... (10) Bila nilai BCR lebih dari satu berarti layak P adalah nilai sekarang (Rp), i adalah faktor bunga dalam desimal dan n adalah lama kegiatan (tahun) (Humphreys 1991; Kastaman 2006).