BAB I PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS POLA PERMUKIMAN DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2006

POLA PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008

Disribusi Layanan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Berdasarkan Pola Persebaran Permukiman di Kabupaten Magetan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui perbedaan antara pola-pola pesebaran

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

BAB I PENDAHULUAN. dan melakukan segala aktivitasnnya. Permukiman berada dimanapun di

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Bintarto dalam Trisnaningsih (1998:7) mendefinisikan bahwa geografi

III. METODE PENELITIAN. penelitian serta data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS PERKEMBANGAN DAERAH PEMUKIMAN DI KECAMATAN BALIK BUKIT TAHUN (JURNAL) Oleh: INDARYONO

ANALISIS POLA PERKEMBANGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 DAN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

ANALISIS SEBARAN SMP/SEDERAJAT DI KECAMATAN SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang penelitian ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOHARJO, KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Berdasarkan hasil seminar lokakarya (SEMLOK) tahun 1988 (Suharyono dan Moch. Amien,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya permukiman menurut Daldjoeni (1986). dibandingkan pertimbangan- pertimbangan sosio ekonomik semata Knox (2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. untuk mengarahkan pada penelitian ini maka akan dikemukakan definisi geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN INSENTIF REGULER KOMPETITIF

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. ruang untuk penggunaan lahan bagi kehidupan manusia. Sehubungan dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Kata geografi berasal berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang

PEMETAAN DAN ANALISIS SEBARAN SPBU DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh I KADEK AGUS SETIAWAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 1. Pengetahuan Dasar Geografilatihan soal 1.2

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

ANALISIS KONDISI FISIK WILAYAH TERHADAP POLA KERUANGAN LOKASI PERUMAHAN KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI SOSIAL EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Pemukiman sebagai suatu kebutuhan dasar hidup manusia yang harus dipenuhi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

ANALISIS SEBARAN FASILITAS KESEHATAN DI KECAMATAN BATURAJA TIMUR TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh: RETNO WULANDARI

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Tujuan penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal

commit to user BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN KEBAKKRAMAT KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 1996 DAN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Kertamaya Kondisi Fisik. A. Letak Geografis

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

Transkripsi:

BAB I PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi permasalahan utama dalam masalah permukiman. Selain hal tersebut yang juga merupakan suatu masalah yang mendapat perhatian nasional bagi Indonesia adalah cepatnya pertumbuhan penduduk di samping persebarannya yang tidak merata dan tidak seimbang, (Wiradisuria, 1976). Penduduk Indonesia yang berjumlah besar merupakan aset sumber daya manusia yang dapat digerakan dalam rangka pengelolaan sumber-sumber alam Indonesia yang beraneka ragam untuk kepentingan kesejahteraan penduduk itu sendiri. Kebutuhan dan keinginan manusia tidak terbatas, sedangkan sumbersumber alam selalu terbatas adanya. Masalahnya adalah bagaimana untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas itu dengan sumber-sumber alam yang terbatas. Akibat berikutnya meluas pada masalah ekologi dimana banyaknya manusia menekan dengan begitu kuatnya pada lingkungan, terutama di lahan yang subur, dan terjadinya ketidak seimbangan antara penduduk dunia dengan sumber daya material yang ada, (Hammod 1985). Sayangnya semakin tingginya teknologi yang dikuasai manusia pemanfaatan lingkungan sebagai sumber daya dan sebagai ruang semakin intensif. Tentunya ini akan menimbulkan masalah jika tidak ada perencanaan yang baik. Penatagunaan lingkungan yang baik di bumi, yaitu pengaturan yang efektif dan efisien atas tata ruang bumi menurut konsep ekologi penting diusahakan. Doxiadis (1985 dalam Hadi Sabari Yunus, 1987), menyusun gagasan tentang tata ruang ekologi dengan dasar luas lahan yang diperlukan untuk hidup manusia. Menurut Doxiadis lingkungan dibedakan menjadi 4 lingkungan dasar yaitu: 1. Lingkungan alam (natural area)untuk melestarikan nilai alam (82 %) 2. Lingkungan pengusaha tanah(cultiverea) untuk pertanian dalam arti luas (10,5 %) 1

2 3. Lingkungan permukiman (antroparea) untuk permukiman (7,3 %) 4. Lingkungan industri berat (industrarea) untuk industri berat (0,2 %) Pola persebaran permukiman, secara jelas dipengaruhi oleh variasi penggunaan lahan, kondisi topografi, ketinggian tempat dan faktor aksesibilitas daerah kondisi sosial-ekonomi penduduk maupun fasilitas sosial-ekonomi, yang dalam perkembangannya akan sangat mempengaruhi pola maupun persebaran permukiman di suatu daerah. Pada hakekatnya luas permukaan bumi tidak akan bertambah, bahkan secara relatif akan semakin bertambah sempit karena manusia yang menghuninya semakin bertambah. Mula-mula orang memilih ruang untuk permukimannya di wilayah-wilayah yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Manusia memilih tempat yang banyak air seperti tepi pantai atau sungai, tanah yang subur dan aman dari gangguan binatang buas. Tetapi akibat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat daerah-daerah yang kurang mendukungpun (habitable) dijadikan tempat tinggal mereka. Lahan yang tidak stabil, miring, kotor tidak sehat pun dijadikan bermukim. Akibat pertumbuhan dan perluasan permukiman yang tidak teratur dan tidak terencana, daerah yang tidak habitable dijadikan habitable (Hadi Sabari Yunus, 1987). Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan meningkatnya aktifitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya lahan yang didorong oleh meningkatnya kebutuhan sandang, pangan dan perumahan. Nursid Sumaatmaja, (1982) mengatakan bahwa: Masalah yang berkenaan dengan permukiman tidak akan terpecahkan secara tuntas, mengingat pertumbuhan penduduk di permukaan bumi tidak akan berhenti. Beberapa kondisi tersebut di atas, yaitu penggunaan lahan terutama permukiman, secara jelas dipengaruhi oleh variasi penggunaan lahan, kondisi topografi, kondisi sosial penduduk maupun fasilitas sosial-ekonomi dan faktor aksesibilitas daerah, yang dalam perkembangannya akan sangat mempengaruhi pola maupun persebaran permukiman di suatu daerah. Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas 46.666 ha dengan topografi datar hingga bergunung dengan kemiringan lereng 0-40 %. Secara administrasi

3 Kabupaten Sukoharjo dibagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 167 desa/ kelurahan. Kecamatan yang paling luas adalah Polokarto dan yang paling kecil adalah Kartasura. Berdasarkan data monografi tahun 2007 Kabupaten Sukoharjo mempunyai jumlah penduduk 831.613 jiwa terdiri dari 411.340 laki-laki dan 420.273 perempuan. Kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2002-2007) cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk penduduk dengan kepadatan penduduk pada tahun 2007 tercatat sebesar 1.782 jiwa/km 2. Di sisi lain penyebaran penduduk masih belum merata, Kecamatan Kartasura yang merupakan kecmatan paling kecil mempunyai jumlah penduduk paling padat, yaitu 4.627 jiwa/ km 2, sedangkan Kecamatan Nguter yang paling jarang kepadatan penduduknya, yaitu 1.171 jiwa/ km 2. Kondisi ini yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian di daerah penelitian dan sekaligus ingin mengkaji apakah faktor fisik (kemiringan lereng dan kependudukan (kepadatan dan jumlah penduduk) serta fasilitas sosial sosial (tempat peribadatan, tempat pendidikan, tempat kesehatan), ekonomi (pasar, bank), ekonomi berpengaruh terhadap pola permukiman di daerah penelitian. Berdasarkan latar belakang dan kondisi daerah penelitian tersebut, penulis mencoba mengadakan penelitian di Kabupaten Sukoharjo dengan judul : ANALISIS FAKTOR FISIK SOSIAL-EKONOMI DAN KEPENDUDUKAN DENGAN POLA PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui pola permukiman di daerah penelitian. 2. Mengetahui kekuatan hubungan faktor fisik (topografi/ kemiringan) dan kependudukan (kepadatan dan jumlah penduduk) serta penyebaran fasilitas sosial (tempat peribadatan, tempat pendidikan, tempat kesehatan), ekonomi (pasar, bank) terhadap pola persebaran permukiman di daerah penelitian.

4 1.3. Urgensi Penelitian Pola persebaran permukiman, secara jelas dipengaruhi oleh variasi penggunaan lahan, kondisi topografi, ketinggian tempat dan faktor aksesibilitas daerah kondisi sosial-ekonomi penduduk maupun fasilitas sosial-ekonomi, yang dalam perkembangannya akan sangat mempengaruhi pola maupun persebaran permukiman di suatu daerah. Pola atau sifat persebaran ini sangat menarik untuk dikaji dan dianalisis, mengingat urgensi pemecahan masalah permukiman seperti penempatan sarana dan prasana permukiman dan fasilitas sosial-ekonomi masih sering tidak sesuai dengan konsentrasi persebaran penduduk di setiap permukiman. Hal ini berakibat pada tidak seimbangnya antara sarana dan prasarana yang tersedia dengan penduduk yang dilayani. Perbedaan pola persebaran permukiman di berbagai daerah terkait erat dengan sifat persebaran penduduk. Mengingat jumlah penduduk semakin meningkat yang tentunya juga menuntut ketersediaan permukiman dan fasilitasnya memungkinkan terjadinya pemusatan permukiman di daerah/ wilayah tertentu. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai informasi kepada pemerintah dan masyarakat setempat tentang kecendrungan pola permukiman di daerah penelitian. 2. Diharapkan dapat sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijaksanaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan. 1.5. Studi Pustaka dan Penelitian Sebelumnya Geografi dalam studinya menggunakan tiga pendekatan, yaitu keruangan, ekologi dan kompleks wilayah. Dalam pendekatan ini, perpaduan elemen geografi merupakan ciri khas sehingga disebut sebagai geografi terpadu, (Bintarto dan Surastopo Hadisumarmo,1979). Menurut Bintarto, (1977) ada tiga hal dalam mempelajari obyek formal geografi, yaitu : (1) pola dan sebaran gejala tertentu di

5 muka bumi, (2) keterkaitan atau hubungan antar gejala dan (3) perubahan atau perkembangan dari gejala yang ada. N. Daldjoeni, ( 1982 ) menyebutkan bahwa geografi sebagai relasi timbal balik manusia dengan alam. Dengan demikian yang dimaksud dengan kondisi geografis adalah suatu kondisi yang menggambarkan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam yang dihuninya. Geografi memandang bumi sebagai habitat manusia dan habitat ini terdiri atas bingkai alami dan bingkai insani. Sebenarnya yang ditempati oleh manusia sebagai tempat tinggal di permukaan bumi itu hanyalah kulit bumi yang perbandingannya dengan bola bumi secara relief lebih tipis dari pada kulit telur. Habitat manusia itu terbentuk oleh koeksistensi yaitu beradanya secara berdampingan berbagai unsur alam yaitu iklim, tanah, air, batu, tanaman, hewan serta interelasi unsur-unsur tersebut. Kondisi georafis mencerminkan suatu integrasi wilayah yaitu bagaimana wilayah-wilayah itu tersusun oleh gejala-gejala fisik dan sosial. Pengaruh bumi terhadap kehidupan manusia dapat dilihat dari kondisi-kondisi faktor geografisnya yang meliputi: relasi (lokasi, posisi, bentuk, luas dan jarak) atau topografi (tinggi rendahnya permukaan bumi), iklim (dengan permusimannya), jenis tanah (kapur. liat, pasir, gambut), flora dan fauna, air, tanah dan kondisi pembuangan air, sumber-sumber mineral dan relasi dengan laut. Faktor-faktor tersebut adalah jenis-jenis faktor alam dimana mempunyai pertalian langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan manusia dalam arti memberikan fasilitas fasilitas kepadanya untuk menghuni bumi sebagai wilayah. Permukiman adalah kelompok manusia berdasarkan satuan tempat tinggal atau kediaman, mencakup fasilitas-fasilitasnya seperti bangunan rumah serta jalur jalan yang melayani manusia tersebut. D. Van der zee, (1979) dalam bukunya Human Geographi of Rural Areas Settlement and Population mengatakan, The world settlement means : 1. The process where by people become sendentary within an areans ; 2. the result of this proces. Menurut definisi tersebut,arti kata settlement berarti proses dengan cara apa orang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah dan hasil atau akibat dari proses tersebut.

6 Dalam batasan ini terlihat adanya dua arti settlement yang berbeda namun saling berkaitan, dimana arti yang pertama mengacu kepermukiman yakni proses bagaimana orang bermukim atau bertempat tinggal, sedang yang kedua mengacu kepermukiman yakni tempat tinggal yang merupakan hasil dari proses orang menempati suatu wilayah. Djemabut Blaang, (1977) menyebutkan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan. Pemukiman tersebut juga memberikan ruang gerak sumber daya dan pelayanan bagi peningkatan mutu kehidupan serta kecerdasan warga penghuni, yang berfungsi sebagai ajang kegiatan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Nursid Sumaatmaja, (1998) menjelaskan pemukiman pada konsep ini adalah bagian dari permukaan bumi yang dihuni manusia yang meliputi pula segala prasaran dan sarana yang menunjang kehidupan penduduk yang menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan. Pengertian permukiman menurut Hadi Sabari Yunus, (1987) lebih ke arah fisik, di mana permukiman diartikan sebagai suatu bentukan artifisial maupun natural, dengan segala kelengkapannya yang dipergunakan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Pengertian permukiman yang bersifat artifisial berkaitan erat dengan campur tangan manusia dalam pembentukannya, sedangkan permukiman alami berkaitan dengan proses-proses alami dalam pembentukannya. Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, (1979) mengatakan bahwa pola permukiman dan agihan permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Agihan permukiman membicarakan hal di mana terdapat permukiman, dan dimana tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah. Di samping itu juga membahas bagaimana terjadi agihan permukiman, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan persebaran permukiman tersebut. Dengan pernyataan lain agihan permukiman membincangkan tentang persebaran baik lokasi persebaran, proses

7 terjadinya persebaran serta faktor-faktor peyebab terjadinya persebaran permukiman. Pengertian pola permukiman (settlement patterns) sering dirancukan degan pengertian pola persebaran permukiman (distribution patterns of settlemant). Pada dasarnya pengertian-pengertian tersebut sangat berbeda. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Pola permukiman, membahas pola permukiman perlu memperhatikan tinjauan individual atau kelompok. - Tinjauan pola permukiman dari aspek individual, lebih mengarah ke bahasan-bahasan bentuk-bentuk permukiman secara individual sehingga dapat dibedakan pola permukiman memanjang, melingkar, sejajar, bujur sangkar dan kubus. - Tinjauan pola permukiman dari aspek kelompok, lebih mengarah ke bahasan sifat persebaran dari individu-individu permukiman dalam satu kelompok. Oleh karenanya dari sifat persebarannya tersebut dapat dibedakan menjadi pola permukiman menyebar dan mengelompok. 2. Pola persebaran permukiman membahas sifat persebaran kelompok permukiman sebagai unit permukiman, yang juga dapat dibedakan menjadi dua: - Tinjauan pola persebaran permukiman dari aspek bentuk persebaran kelompok permukiman, sehingga dapat dibedakan pola persebaran permukiman memanjang, melingkar, sejajar, bujur sangkar dan kubus. - Tinjauan pola persebaran permukiman dari aspek sifat persebaran dari kelompok-kelompok permukiman, sehingga sifat perbedaannya tersebut dapat dibedakan menjadi pola persebaran permukiman menyebar dan mengelompok. Menurut Bintarto dan Surastopo (1979) mengemukakan bahwa pola persebaran permukiman dapat ditentukan seragam (uniform), acak (random), mengelompok (clustered) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat kuantitatif. Dengan cara demikian maka perbandingan antara pola persebaran dapat dilakukan dengan baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dapat segi

8 ruang (space). Penentuan pola persebaran permukiman ini dilakukan dengan pendekatan yang disebut pendekatan analisis tetangga terdekat. Analisis seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu obyek dengan obyek tetangganya yang terdekat. Pada hakekatnya analisis tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk hambatan alamiah yang belum dapat teratasi. Pendekatan yang berkaitan dengan pengertian tersebut adalah pendekatan yang digunakan untuk mengkaji permukiman dari aspek geografi. Dalam hal ini memberikan dasar digunakannya pendekatan yang menekankan pada analisis ekologis. Menurut Bintarto dan Surastopo (1979) mengemukakan bahwa pendekatan ekologis tidak hanya tertarik pada kajian tanggapan dan interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya tetapi juga mengkaji tanggapan dan interaksi manusia dengan lingkungan manusia dalam ruang sosial. Disatu pihak dinamika yang terdapat pada lingkungan manusia dapat menimbulkan perubahan gagasan manusia sehingga dapat menimbulkan penyesuaian dan pembaharuan sikap serta tindakan terhadap lingkungan fisik dimana manusia itu hidup, dapat mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan campur tangan manusia........................... T = 0 T = 1 T = 2,15 Mengelompok Rondom Seragam Gambar 1. Jenis Pola Persebaran Dalam menggunakan analisis tetangga terdekat harus diperhatikan beberapa langkah sebagai berikut : a) Menentukan batas wilayah yang akan diselidiki b) Ubah pola persebaran obyek menjadi pola persebaran titik c) Berikan nomor urut bagi tiap titik untuk mempermudah analisis d) Ukur jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catat ukuran jarak ini

9 e) Hitung besar parameter tetangga terdekat atau T dengan formula : ju T = Jh... (Sumber: Bintarto, 1979) Keterangan : T = Indeks penyebaran tetangga terdekat ju = Jarak rata rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat jh = Jarak rata rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai = pola random 1 2 p P = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah (A) Berdasarkan dua pengertian yang telah dikemukan oleh Bintarto dan Surastopo (1979) tentang pengertian pola permukiman (settlement patterns) dan pola persebaran permukiman (distribution patterns of settlemant), peneliti membahas pola persebaran permukiman dari aspek sifat persebaran kelompok permukiman (kelompok dusun) yang membentuk atuan permukiman desa atau kelurahan yang secara umum dibedakan menjadi pola persebaran permukiman seragam (uniform), acak (random), mengelompok (clustered). Agus Dwi Martono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul: Analisis Pola Persebaran Permukiman di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah, bertujuan: 1) mengetahui perbedaan pola persebaran permukiman antara daerah sebelah barat dengan sebelah timur sungai Bengawan Solo, 2) mengetahui pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi penduduk (kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, sarana dan prasarana kegiatan sosial ekonomi) terhadap pola persebaran permukiman antara daerah sebelah barat dengan sebelah timur sungai Bengawan Solo Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data skunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen dan catatan

10 yang telah tersedia di suatu instansi tertentu, baik ditingkat lokal (desa), maupun di tingkat kecamatan dan kabupaten. Data sekunder tersebut meliputi; data sosial kependudukan Kabupaten Sragen. Metode analisa data dengan menggunakan analisis tetangga terdekat dan analisa statistik, yaitu analisa korelasi sederhana (r). Hasil yang diharapkan adalah: 1) terdapat perbedaan pola persebaran permukiman antara daerah sebelah barat dengan sebelah timur sungai Bengawan Solo. Daerah yang berada di sebelah barat dan sebagian utara Bengawan solo cenderung mempunyai pola persebaran rondom, sedangkan pola persebaran permukiman di sebelah timur dan sebagian selatan Bengawan Solo cenderung mempunyai pola persebaran permukiman rondom dan seragam, 2) berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara nilai tetangga terdekat ternyata ada perbedaan yang sangat mendasar/ jelas yang paling mempengaruhi pola persebaran permukiman. Untuk faktor yang paling berpengaruh terhadap pola penyebaran permukiman rondom di sebelah barat sungai Bengawan Solo adalah kepadatan penduduk. Hal ini disebabkan kepadatan penduduk mempunyai nilai korelasi ( r ) paling besar dibandingkan faktor yang lain, yaitu 0,374. Faktor yang paling berpengaruh paling berpengaruh terhadap pola penyebaran permukiman rondom di sebelah timur sungai Bengawan Solo adalah tersedianya fasilitas ekonomi. Hal ini disebabkan fasilitas ekonomi mempunyai nilai korelasi ( r ) paling besar dibandingkan faktor yang lain, yaitu 0,514. 1.6. Metode Penelitian Dalam pembahasan metode penelitian ini meliputi jenis data yang dibutuhkan, cara pengumpulan data dan analisa data adapu uraian secara singkat adalah sebagai berikut: a. Jenis data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data skunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen dan catatan yang telah tersedia di suatu instansi tertentu, baik ditingkat lokal (desa), maupun di tingkat kecamatan dan kabupaten.

11 Data sekunder lain yang digunakan sebagai sumber data maupun sebagai alat analisa data adalah peta-peta tematik yang terkait dengan tujuan penelitian antara lain: a. Peta administrasi, untuk memperoleh data letak tiap-tiap desa penelitian b. Peta penggunaan lahan, untuk untuk analisa agihan permukiman sehingga dapat dihitung harga T (parameter tetangga terdekatnya) sebagai sifat penyebaran permukiman c. Peta topografi atau Rupa Bumi Indonesia, untuk memperoleh gambaran secara umum karakteristik fisik daerah penelitian. d. Kemiringan lereng dan aksesibilitas dan kependudukan (kepadatan dan jumlah penduduk) serta penyebaran fasilitas sosial (tempat peribadatan, tempat pendidikan, tempat peribadatan, tempat kesehatan), ekonomi (pasar, bank). Berhubung dalam penelitian ini obyek penelitian adalah permukiman di mana penduduk atau manusia bertempat tinggal, maka populasi penelitiannya berujud daerah permukiman dengan satuan (unit) terkecil adalah dusun. Sebenarnya dusun sebagai unit terkecil kurang tepat, namun karena keterbatasan data pada unit administrasi, maka untuk tujuan penelitian pola persebaran permukiman, unit desa digunakan sebagai satuan pengelompokkan permukiman. b. Cara pengumpulan data Dalam pengumpulan data-data sekunder ini dengan membaca, meng copy dan mempelajari berbagai referensi yang berhubungan dengan obyek penelitian dan pengumpulan data statistik yang berhubungan dengan penelitian. c. Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Analisa pola permukiman digunakan analisis tetangga terdekat dengan formula sebagai berikut:

12 ju T = Jh... (Sumber: Bintarto, 1979) Keterangan : T = Indeks penyebaran tetangga terdekat ju = Jarak rata rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat jh = Jarak rata rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random = 1 2 p P = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah (A) Dalam menggunakan analisis tetangga terdekat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut : 1. Menentukan batas wilayah yang akan diselidiki 2. Mengubah pola persebaran obyek menjadi pola persebaran titik 3. Memberikan nomor urut bagi tiap titik untuk mempermudah analisis 4. Mengukur jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catat ukuran jarak ini 2. Teknik analisa data pola persebaran permukiman kaitannya dengan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan menggunakan analisa statistik analisa korelasi product moment (r), untuk menganalisa kekuatan hubungan antar variabel. Secara singkat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola persebaran permukiman dapat dilihat dalam diagram alir sebagai berikut:

13 Faktor Fisik - Kemiringan lereng Faktor kependudukan - Kepadatan - Jumlah Penduduk Faktor Sosial dan Ekonomi - tempat peribadatan - tempat pendidikan - tempat kesehatan - pasar - bank Pola persebaran permukiman Pola Mengelompomk T = 0 Pola Acak T = 1 Pola Menyebar T = 2,15 Gambar 2. Beberapa Faktor Pengaruh Terhadap Pola Permukiman