BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional. merupakan kegiatan yang akan terus-menerus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sektor pajak merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang sedang. peningkatan taraf hidup yang lebih baik untuk perkembangan negara juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan di Indonesia berubah yang awalnya official assessment system menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan. Tiap tahunnya, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak sebagai sumber utama negara perlu ditingkatkan sehingga. pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudannya melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini, pemerintah sangat mengandalkan penerimaan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Pajak. penerimaan negara terbesar adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pajak ini sangat berperan dalam kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sendiri. Semua potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus digali dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali di Indonesia. Dari hari- kehari pengaruh globalisasi semakin kuat

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

IDENTIFIKASI MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempuyai umur tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku di berbagai negara. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu proses yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional secara merata di berbagai penjuru daerah di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus

BAB I PENDAHULUAN. dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

Abstrak. Kata Kunci: administrasi perpajakan, kesadaran, kepatuhan, Wajib Pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan nasionalnya, yang diantaranya ialah memajukan dan. memenuhi berbagai macam kebutuhan segenap bangsanya.

BAB I PENDAHULUAN. membayar pengeluaran umum (Siti, 2011: 1). pendanaan APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang paling besar sekitar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). Sumber penerimaan APBN adalah penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Pada tabel 1.1, terlihat ringkasan APBN dari tahun 2006 sampai dengan 2012. Tabel 1.1 Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2006-2012 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P RAPBN A. Pendapatan Negara dan Hibah 637.987,2 707.806,2 981.609,4 848.763,2 995.271,5 1.169.914,6 1.292.877,7 I. Penerimaan Dalam Negeri 636,153,1 706.108,3 979.305,4 847.096,6 992.248,5 1.165.252,5 1.292.052,6 1. Penerimaan Perpajakan 409,203,0 490.988,6 658.700,8 619.922,2 723.306,6 878.685,5 1.019.332,4 a. Pajak Dalam Negeri 395.971,5 470.051,8 622.358,7 601.251,8 694.392,1 831.745,3 976.898,8 b. Pajak Perdagangan Internasional 13.231,5 20.936,8 36.342,1 18.670,4 28.914,5 46.939,9 42.433,6 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 226.950,1 215.119,7 320.604,6 227.174,4 268.941,9 286.567,3 272.720,2 II. Hibah 1.834,1 1.697,8 2.304,0 1.666,6 3.023,0 4.662,1 825,1 B. Belanja Negara 667.128,7 757.649,9 985.730,7 937.382,1 1.042.117,2 1.320.751,3 1.418.497,7 I. Belanja Pemerintah Pusat 440.032,0 504,623,3 693.355,9 628.812,4 697.406,4 908.243,4 954.136,8 1. K/L 216.179,9 225.014,2 262.003,3 306.999,5 332.920,2 461.508,0 476.610,2 2. Non K/L 223.937,6 279.609,1 431.352,7 321.812,9 364.486,2 446.735,4 477.526,7 II. Transfer ke Daerah 226.179,9 253.263,2 292.433,5 308.585,2 344.727,6 412.507,9 464.360,9 1. Dana Perimbangan 222.130,6 243.967,2 278.714,7 287.251,5 316.711,4 347.538,6 394.138,6 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 4.049,3 9.296,0 13.718,8 21.333,8 28.016,2 64.969,3 70.222,3 III. Suspen 916,8 (236,5) (58,7) (15,6) (16,8) 0,0 0,0 C. Keseimbangan Primer 49.941,1 29.962,7 84.308,4 5.163,2 41.537,5 (44.252,9) (2.548,1) D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B) (29.141,5) (49.843,7) (4.121,3) (88.618,8) (46.845,7) (150,836,7) (125.620,0) % terhadap PDB (0,9) (1,3) (0,1) (1,6) (0,7) (2,1) (1,5) E. Pembiayaan 29.415,6 42.456,5 84.071,7 112.583,2 91.552,0 150.836,7 125.620,0 I. Pembiayaan Dalam Negeri 55.982,1 69.032,3 102.477,6 128.133,0 96.118,5 153.613,3 125.912,3 II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) (26.566,5) (26.575,8) (18.405,9) (15.549,8) (4.566,5) (2.776,6) (292,3) Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan (dalam milyaran rupiah) 274,1 (7.387,1) 79.950,4 23.964,4 44.706,3 0,0 0,0 Sumber: Data APBN, diolah kembali

Keterangan: LKPP RAPBN-P RAPBN : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat : Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan : Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Sejak akhir tahun 1983, pajak menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan menggantikan dominasi penerimaan negara dari penjualan minyak dan gas bumi yang menurun seiring dengan rendahnya harga minyak internasional. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang menyatakan bahwa sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan. Dari tahun ke tahun kegiatan pemerintah dalam pembangunan nasional semakin meningkat, hal ini berpengaruh pada kebutuhan akan anggaran belanja negara. Dapat terlihat pada tabel 1.2, bahwa peran pajak terhadap APBN sejak tahun anggaran 2006 sampai dengan 2012 rata-rata diatas 60%, bahkan pada tahun 2012 mencapai 71,85%. Tabel 1.2 Peran Pajak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2006-2012 Tahun Jumlah (dalam milyaran rupiah) Persentase (%) Anggaran APBN Pajak Pajak terhadap APBN 2006 667.128,7 409.203,0 61,33% 2007 757.649,9 490.988,6 64,80% 2008 985.730,7 658.700,8 65,80% 2009 937.382,1 619.922,2 66,13% 2010 1.042.117,2 723.306,6 69,40% 2011 1.320.751,3 878.685,2 66,52% 2012 1.418.497,7 1.019.332,4 71,85% Sumber: Data APBN, diolah kembali

Semakin meningkat jumlah anggaran belanja negara maka membutuhkan sumber penerimaan yang semakin besar pula. Direktorat Jendral Pajak (DJP) sebagai salah satu instansi pemerintah yang secara struktural berada dibawah Departemen Keuangan mengemban tugas untuk berupaya membangkitkan kesadaran pajak (tax consciousness) bagi wajib pajak (WP) untuk menjadi wajib pajak patuh. Namun dalam pelaksanaan tugasnya, DJP masih menemui berbagai kendala, baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal yaitu dilihat dari kinerja pihak fiskus yang melakukan pelayanan dan pengawasan pajak, sedangkan dari sisi eksternal yaitu dilihat dari kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Adanya berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa tahun terakhir menjadi kendala nyata yang menimbulkan skeptisisme wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Contohnya, kasus salah satu pegawai pajak yang tergolong pegawai muda bisa bermain dengan uang miliaran rupiah, apalagi pejabat di atasnya. Ini yang menjadi kerisauan masyarakat, dan mereka khawatir pajak yang mereka bayarkan selama ini dikorupsi para pegawai pajak yang tidak bertanggung jawab. Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) menurut Norman D. Nowak dalam Rahayu (2010:138) bahwa, Kepatuhan wajib pajak sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: 1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas; 3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar; 4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Dirjen Pajak menyatakan bahwa masyarakat cenderung hanya mendaftarkan diri menjadi wajib pajak tetapi enggan dalam melaporkan SPT, sehingga total dari semua pajak terutang yang seharusnya disetor oleh wajib pajak menjadi tidak sesuai dengan target penerimaan pajak. Semakin tinggi tingkat rasio penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan menunjukkan semakin meningkatnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Dalam melakukan kewajiban perpajakan, dilakukan penyetoran pajak terutangnya terlebih dahulu baru melakukan pelaporan SPT, sehingga wajib pajak yang melapor SPT sudah dipastikan bahwa dirinya sudah menyetor pajak terutang dan dinyatakan patuh. Tabel 1.3 Persentase Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Melaporkan SPT Tahun Pajak 2008-2011 pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung Tahun Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (%) Bojonagara Cibeunying Cicadas Karees Tegalega 2008 28,75% 32,20% 38,13% 31,62% 41,16% 2009 30,57% 27,94% 41,02% 39,53% 36,47% 2010 32,24% 19,03% 43,04% 30,62% 37,33% 2011 69,44% 59,31% 59,27% 56,45% 76,14% Sumber: Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I Dapat dilihat pada tabel 1.3, data rasio tingkat kepatuhan pelaporan SPT Badan pada KPP Pratama wilayah kota Bandung pada tahun pajak 2008-2011. Dari persentase tingkat kepatuhan wajib pajak Badan tahun pajak 2008-2011 tersebut, pada KPP Pratama wilayah kota Bandung rata-rata 64,72% yang melaporkan SPT. Sisanya, 35,38% tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Ketidakpatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak akan berdampak pada kurang terpenuhinya target penerimaan pajak yang telah dirancang pemerintah untuk mendanai anggaran belanja negara. Apabila anggaran pendapatan negara yang didominasi oleh pajak tidak terpenuhi, hal ini akan menyebabkan bertambahnya hutang negara kepada luar negeri untuk mengisi kekosongan dana guna memenuhi kebutuhan negara. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Mengutip dari Laela Sari, menurut Setiaji dan Amir dalam majalah Berita Pajak tahun 2005 (2011), administrasi perpajakan diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia yang berdampak pada tidak optimalnya penerimaan pajak. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan. Semenjak tahun 2002, DJP telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut modernisasi. Adapun inti dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good government, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang dilakukan dalam modernisasi ini adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak.

Menurut Rahayu (2010: 110), modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi 1) Restruktur organisasi, 2) Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, 3) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia, 4) Pelaksanaan good governance. Dalam pemberlakuan sistem ini, kepatuhan wajib pajak diharapkan dapat meningkat ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak secara sukarela. Tetapi dalam kenyataannya, kesadaran yang ditunggu-tunggu tidak juga muncul, tercermin dari masih banyaknya wajib pajak terdaftar yang belum membayar pajak. Tahun 2012, tercatat dari 60.271 wajib pajak badan yang terdaftar, yang membayar pajak hanya sekitar 50%. Dalam hal modernisasi, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami benar e-system dan cara penggunaanya serta sering terjadinya kendala dari segi teknis dalam sistem online, masih sering terjadi bertumpuknya data yang akhirnya sistem online tersebut mengalami hambatan. Sering terjadinya gangguan atau masalah dari segi teknis atau jaringan dalam sistem online salah satunya jika terjadi gangguan pada pendaftaran wajib pajak melalui e-registration yang mengakibatkan data wajib pajak yang akan mendaftar tidak tercantum. Dengan gangguan teknis dari segi teknologi informasi maka data wajib pajak yang seharusnya dapat di-input atau dimasukan ke dalam media komputer menjadi terhambat dan mengalami penumpukan.

Dilihat dari aspek sumber daya manusia, jumlah pegawai pajak yang masih kurang, pengetahuan pegawai pajak mengenai teknologi informasi yang masih minim dan terjadinya kesalahan petugas pajak pada saat memasukkan atau menginput data wajib pajak menjadi kendala yang cukup berarti. Ditambah lagi dengan modernisasi administrasi perpajakan yang masih terfokus pada aspek reorganisasi dengan memperbesar struktur organisasi, memperbanyak jumlah pegawai dan memperbanyak jalur prosedur menjadi penyebab lemahnya sistem administrasi perpajakan modern sehingga menyebabkan reformasi administrasi pajak masih kurang optimal (Agus Hendroharto, 2007). Namun, dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan, wajib pajak lebih dapat diawasi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada KPP Pratama wilayah kota Bandung. 2. Bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung.

3. Bagaimana pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka maksud dan tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Maksud Penelitian Maksud diadakannya penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah dengan diterapkannya sistem perpajakan modern pada KPP Pratama wilayah kota Bandung akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak jika dilihat dari persepsi wajib pajak sebagai pengguna (user) dari modernisasi sistem tersebut. 2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada KPP Pratama wilayah kota Bandung 2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis

a. Bagi Peneliti Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung. b. Bagi Instansi Dengan penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi instansi tentang pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung. c. Bagi Peneliti Lain Dapat dijadikan sebagai tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama yaitu pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung. d. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama wilayah kota Bandung, sehingga akan menjadi lebih baik dan berkembang.