MODEL PERKIRAAN BANJIR DAS BESAR DARI SINTESA BEBERAPA PERSAMAAN TERPILIH

dokumen-dokumen yang mirip
PERSOALAN PROSES KALIBRASI MODEL PERKIRAAN BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BESAR Studi Kasus DAS Bengawan Solo

HIDROLOGI. 3. Penguapan 3.1. Pendahuluan 3.2. Faktor-faktor penentu besarnya penguapan 3.3. Pengukuran Evaporasi 3.4. Perkiraan Evaporasi

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG

MODEL HIDROLOGI. Sobriyah. UNS Press. commit to user

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM-JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di DAS Tirtomoyo)

PERUBAHAN KECEPATAN ALIRAN SUNGAI AKIBAT PERUBAHAN PELURUSAN SUNGAI

Bab V Analisa dan Diskusi

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

TINJAUAN DEBIT BANJIR KALA ULANG TERHADAP TINGGI MUKA AIR WADUK KRISAK KABUPATEN WONOGIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

PENELUSURAN BANJIR DI SUNGAI NGUNGGAHAN SUB DAS BENGAWAN SOLO HULU 3

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PERSEMBAHAN... III PERNYATAAN... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI...

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

REKAYASA HIDROLOGI II

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

(Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed)

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

Bab III Metodologi Penelitian

RANCANGAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH HIDROLOGI. Disusun Oleh : SUROSO, ST NIP

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

: Bagi mahasiswa Prodi D3 TS telah menempuh kuliah Matematika. : Drs. Sukadi, MPd., MT.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS KEDUNG GONG, KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

SKRIPSI MARIA ANISA NAULITA NIM I

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

ANALISIS POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN (RUN OFF) DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN MENGGUNAKAN METODE SCS

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

HIDROLOGI. Dr.Ir.RACHMAD JAYADI, M.Eng. JURUSAN TEKNIK

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL PENELITIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

TRANSFORMASI HUJAN HARIAN KE HUJAN JAM- JAMAN MENGGUNAKAN METODE MONONOBE DAN PENGALIHRAGAMAN HUJAN ALIRAN (Studi Kasus di Das Tirtomoyo)

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS (STUDI KASUS DAS TEMPE SUNGAI BILA KOTA MAKASSAR)

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KALIBRASI PARAMETER TERHADAP DEBIT BANJIR DI SUB DAS SIAK BAGIAN HULU

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. sampai 2013, kecuali tahun 2012 karena data tidak ditemukan. Jumlah ketersediaan

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Tinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. juga tidak luput dari terjadinya bencana alam, mulai dari gempa bumi, banjir,

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

PENGARUH JUMLAH STASIUN HUJAN TERHADAP KINERJA METODE STORAGE FUNCTION DALAM PENENTUAN DEBIT BANJIR RANCANGAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

VALIDASI MODEL KESETIMBANGAN AIR BEKEN DAN BYLOOS UNTUK PREDIKSI VOLUMETRIK HASIL AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin

EVALUASI TINGGI MUKA AIR KALI MUNGKUNG SRAGEN TERHADAP ELEVASI BANJIR SUNGAI BENGAWAN SOLO

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

STUDI ALIRAN BANJIR PADA PERTEMUAN MUARA SUNGAI TONDANO DAN SUNGAI SAWANGAN

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

ABSTRAK Faris Afif.O,

DAERAH ALIRAN SUNGAI

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

Analisis hidrograf aliran sungai dengan adanya beberapa bendung kaitannya dengan konservasi air

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

Transkripsi:

MODEL PERKIRAAN BANJIR DAS BESAR DARI SINTESA BEBERAPA PERSAMAAN TERPILIH Sobriyah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik - UNS Surakarta Jln Ir. Sutami No.36A Surakarta 57126 Abstract The Rational model is one of the simple rainfall-runoff models for predicting flood discharge. This model is suitable for small basins with time of concentration equal or less than duration of rainfall. The model development is predicting the flood discharge of large basin based on the Rational model. The calibrations on several events in Bengawan Solo basin with control points of Jurug, Kajangan, Ketonggo, Bojonegoro, and Babat show that 98.7% of the highest peak floods are in accordance with the established criterions. As for the volume of simulated flood, 86.8% of them fulfill the criterions. But for the time to peak, only 59.5% of them fulfill the criterion. Keywords: large catchments area, rainfall-runoff model. PENDAHULUAN Kegiatan pengendalian banjir selalu memerlukan informasi tentang karakter banjir yang terjadi. Informasi yang diperlukan menyangkut besarnya debit banjir, lama waktu sampai ke puncak, lama penggenangan, dan volume aliran banjirnya. Informasi ini akan diperoleh dengan mudah jika di lokasi banjir terdapat pengamatan tinggi muka air banjir pada periode yang cukup panjang dan mempunyai data pengukuran debit pada saat-saat tertentu. Namun sayangnya, pengamatan tinggi muka air banjir otomatis belum tentu ada di lokasi banjir yang akan dikendalikan. Keterbatasan data pengamatan tinggi muka air banjir otomatis dan pengukuran debit sesaat tersebut mendorong pengembangan model respon Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap hujan. Dalam penyusunan model tersebut, titik berat analisis dipusatkan pada proses pengalihragaman (transformation) hujan menjadi aliran melalui sistem DAS. Komponen-komponen yang berpengaruh dalam proses perlu diamati dan ditelaah dengan baik karena konsep dasar model hidrologi yaitu daur hidrologi (hydrologic cycle) dan neraca air (water balance). Proses hujan menjadi aliran yang sebenarnya terjadi di alam sangat rumit, sehingga sulit untuk disimulasikan seluruh kejadiannya ke dalam sebuah model. Model hujan-aliran sederhana, penggunaannya mudah, yang sampai saat ini masih digunakan yaitu model Rasional. Model ini berorientasi pada banjir dengan keluaran berupa debit puncak. Penerapan model ini terbatas pada DAS kecil (Iman Subarkah, 1978 dan Ponce, 1989). Pengembangan model Rasional untuk DAS sedang (Viessman, 1977, Ponce, 1989, Wanieliesta, 1990) yaitu metode time-area dilakukan dengan membagi DAS menjadi sub DAS sub DAS dengan garis isochrone yang melintang sungai. Waktu konsentrasi sub DAS sama dengan interval waktu hujannya. Metode ini tidak dapat diterapkan jika waktu konsentrasi arah melebar DAS lebih besar dari interval waktu hujannya yang pada umumnya terjadi pada DAS besar. Permasalahan menarik yang kemudian muncul yaitu bagaimana memperkirakan debit banjir DAS besar menggunakan model hujan-aliran yang berbasis model Rasional dengan pemodelan yang mudah dan sederhana. Keluaran yang diharapkan berupa hidrograf banjir dengan nilai kebenaran yang cukup. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk dasar perhitungan hidrograf banjir rencana DAS besar yang mudah walaupun ketersediaan data pencatatan tinggi muka air dan pengukuran debit sesaat terbatas. Dengan demikian, pengendalian banjir yang dilakukan dapat lebih baik. Lokasi Penelitian Daerah Aliran Sungai yang dipilih yaitu DAS Bengawan Solo sampai titik kontrol Babat dengan pertimbangan ketersediaan data, memiliki luas DAS besar dan belum pernah dilakukan penelusuran aliran baik di lahan maupun sungai dari hulu sampai titik kontrol Babat. Pertimbangan yang lain yaitu muka air sungai di Babat belum terpengaruh pasang-surut laut Jawa. Luas DAS Bengawan Solo MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/71

di Babat = 14.250 km 2 dengan sungai utamanya Sungai Bengawan Solo. Tata letak DAS Bengawan Solo ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Tata letak DAS Bengawan Solo. METODE Metode Rasional dengan Sistem Grid Metode yang dikembangkan tetap berprinsip pada konsentrasi aliran sesuai dengan metode Rasional, tetapi dapat diterapkan untuk DAS besar (Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998). Daerah Aliran Sungai dibagi rata menjadi sel-sel kecil yang mempunyai konsentrasi aliran kecil, lebih kecil dari durasi hujannya. Pembuatan sel dan hidrograf aliran sel ditunjukkan pada Gambar 2. Debit aliran sel dihitung dengan rumus Rasional. Nilai C untuk sel pada seluruh DAS berbeda-beda tergantung tata-guna lahan yang ada pada sel tersebut. Intensitas hujan yang digunakan dapat berupa intensitas hujan jam-jaman. Aliran air dari setiap sel kemudian menuju ke titik kontrol, melalui proses aliran limpasan dan aliran di sungai. Penerapan pada DAS Goseng memberikan hasil yang cukup baik (Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998). a. DAS dibagi rata oleh grid-grid menjadi sel sel kecil b. Hidrograf aliran dari sel Gambar 2. Pembuatan sel dan hidrograf aliran sel. Limpasan Permukaan Crawford dan Linsley (Fleming, 1975) menyatakan bahwa aliran turbulen lebih dominan.pada aliran limpasan, sehingga koefisien gesekan hanya tergantung pada kekasaran permukaan tanah. Oleh karena itu rumus Manning dapat diterapkan pada aliran limpasan yang merupakan aliran di saluran yang lebar dengan kedalaman air kecil. Kedalaman aliran y dapat dianggap sama dengan radius hidrolik yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 0, 6 nq y =...[1] 0, 5 S dengan y = kedalaman aliran (m), n = koefisien Manning (dt/m 1/3 ), Q = debit aliran (m 3 /dt), dan S = kemiringan lahan. Waktu konsentrasi dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan air terjauh sampai di titik kontrol. Penyelesaian aliran limpasan cara hidraulika ini sudah ditest dengan metode Izzard, Ponce, Viessman dan secara ilmiah dapat diterima (Sobriyah, dkk., 2001). Penelusuran banjir di sungai metode O Donnel dan Muskingum-Cunge O Donnel (1985) menganggap bahwa jika ada aliran lateral yang masuk sebesar αi, pada penelusuran banjir sungai, pertambahan aliran lateral tersebut dapat langsung dijumlahkan pada aliran masukan (I), sehingga alirannya menjadi I(1+α) sebagai ditunjukkan pada Gambar 3. Analog dengan anggapan ini, hidrograf aliran sungai bagian hilir dari pertemuan sungai dengan anak sungai, sama dengan penjumlahan hidrograf aliran sungai dan anak sungai pada titik pertemuan tersebut. Gambar 3. Aliran lateral yang masuk sungai. Hidrograf aliran di C merupakan penjumlahan hidrograf aliran A dan hidrograf aliran B. Secara umum hidrograf aliran di hilir pertemuan sungai dengan anak sungai dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut I = I + I [2] S hi i S hu i As i dengan I hi I = debit aliran sungai di hilir pertemuan sungai pada waktu ke i, I hu I = debit aliran sungai di hulu pertemuan sungai pada waktu ke i, dan I As I = debit aliran anak sungai yang masuk ke sungai pada waktu ke i. Rumus-rumus yang digunakan dalam penelusuran sama dengan penelusuran banjir cara Muskingum- Cunge pada suatu penggal sungai. Metode ini memasukkan parameter kecepatan aliran untuk 72/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005

setiap debit yang ditelusur. Penerapan metode ini pada DAS Goseng memberikan hasil yang cukup baik (Sobriyah dan Sudjarwadi, 2000) Penelusuran waduk imajiner Informasi banjir DAS Bengawan Solo yang diperoleh menunjukkan bahwa di bagian hilir sering terjadi genangan, yaitu di daerah Bojonegoro dan Babat. Proses ini disimulasikan sebagai penelusuran banjir di waduk imajiner karena datanya tidak diperoleh. Bentuk waduk disederhanakan sebagai ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Penyederhanaan bentuk waduk imajiner. Penelusuran waduk yang digunakan pada penelitian ini menggunakan cara hidrologi yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan mengabaikan adanya penambahan air oleh curah hujan dan kehilangan air karena evaporasi. Spillwaynya dianggap berbentuk segi empat, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut: 2 / 3 Q= C B H [3] p p p dengan Q = debit aliran (pelimpah), C p = koefisien aliran debit pelimpah, B p = lebar ambang pelimpah, H p = kedalaman air di atas pelimpah. Nilai C p, B p dan H p diperoleh dari kalibrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Stasiun Hujan Data hujan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data hujan harian pada DAS besar, sehingga cara Evaluasi maupun Kagan tidak tepat digunakan untuk pemilihan setasiun hujan. Oleh karena itu, pemilihan setasiun hujan pada penelitian ini didasarkan pada hubungan kedekatan antara kejadian hujan dan alirannya yang dianalisis dengan cara regresi. Kerapatan jaringan setasiun hujan di DAS Bengawan Solo cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan pemilihan setasiun hujan untuk penyederhanaan analisis lanjutan (Sobriyah, dkk., 2001). Hasil analisis setasiun hujan harian terpilih yaitu Jurug=28, Kajangan=43, Ketonggo=24, Bojonegoro=89, Babat=99 setasiun. Pemilihan kejadian aliran Pemilihan kejadian aliran ini tidak sederhana karena beberapa kejadian menunjukkan bahwa di bagian hulu terjadi aliran yang besar, tetapi di Bojonegoro atau Babat tidak terjadi aliran yang signifikan, atau sebaliknya. Tabel 1. Kejadian banjir terpilih Jurug Kajangan Ketonggo Bojonegoro Babat Januari 1985 6-10 7-10 7-10 8-11 8 11 12-14 12-14 12-14 13-15 13-16 18-22 18-23 18-22 19-23 20 25 Desember 1990 18-20 18-20 20-23 20-24 Januari 1991 17-20 17-20 17-20 18-21 Maret 1991 1 2 2-3 1-3 28/2-3 Januari 1996 12 15 13-15 11-14 12-16 17 18 18-19 17-19 17-24 Maret 1996 4 6 4-6 5-6 5-8 Januari 1997 10-20 10-21 11-21 9-23 9-23 24-26 23-26 23-26 23-27 23-28 Februari 1997 3-10 4-11 4-12 3-13 3-17 Selain itu, ada juga tanggal kejadian terpilih tetapi datanya tidak lengkap. Masalah lain yang timbul, hampir pada seluruh kejadian terpilih, jumlah volume aliran setasiun Kajangan dan Ketonggo lebih besar dari volume aliran setasiun Bojonegoro. Fenomena alamnya memang menunjukkan bahwa jika terjadi banjir di daerah Bojonegoro terjadi genangan di sekitar sungai Bengawan Solo yang cukup lebar dan air tetap tertahan walaupun banjir sudah surut. Kemungkinan lain yang dapat terjadi yaitu elevasi muka air banjir tinggi, sementara elevasi muka air tanahnya rendah, sehingga air sungai masuk ke dalam air tanah. Masalah-masalah di atas menyebabkan sulitnya pemilihan kejadian banjir yang akan digunakan untuk kalibrasi model, walaupun data yang diperoleh cukup banyak. Input Data Hujan dengan Sistem Grid pada Sistem Poligon Thiessen Pada penelitian ini dibutuhkan hujan sel, yang diperoleh dari hujan titik di setasiun pengamat hujan. Cara Thiessen dipandang cukup baik karena memberikan koreksi kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang diwakili. Data hujan yang digunakan tidak selalu baik, tetapi Sobriyah, dkk.(2001) menunjukkan bahwa data yang hilang atau rusak tidak perlu diisi. Pendekatan ini diambil karena pengalaman yang diperoleh dari pengisian data memberikan kesalahan yang besar jika hasil pengisian dibandingkan dengan data asli maupun nilai hujan rerata daerahnya. Pendekatan ini MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/73

memang mengakibatkan perubahan poligon Thiessen, tetapi dengan penerapan sistem grid pada sistem Poligon Thiessen kesulitan ini dapat diselesaikan secara sederhana dengan hasil yang cukup baik (Sobriyah, dkk., 2001). Ukuran sel pada DAS Bengawan Solo besar yaitu 5x5 km 2. Menurut Sujono (1990), semakin kecil ukuran sel maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi. Dalam hal ini belum ada kepastian berapa ukuran sel yang tepat pada luasan DAS tertentu. Oleh karena itu, dalam program perhitungan sel 5x5 km 2 dibagi lagi menjadi sel-sel kecil ukuran 1x1 km 2. Keluaran program berupa hujan sel 5x5 km 2 yang dapat digunakan sebagai input dalam analisis selanjutnya. Penetapan Waktu Antar Hujan, Durasi dan Distribusi Hujan Jam-jaman Daerah Aliran Sungai yang memberi kontribusi pada aliran sungai kadang-kadang hanya mempunyai setasiun pengamat hujan otomatis yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Setasiun pengamat hujan yang banyak terdapat di DAS yaitu setasiun pengamat hujan harian. Untuk mengatasi kesulitan ini dibuatlah pola distribusi hujan rencana untuk mengubah hujan harian menjadi hujan jamjaman (Chow,1988 dan Sujono,1999). Untuk DAS Bengawan Solo yang merupakan DAS besar, kejadian aliran di hilir merupakan akumulasi beberapa kejadian hujan, sehingga dibutuhkan waktu antar hujannya. a. Waktu antar hujan Distribusi waktu antar kejadian hujan menurut Grace, Eagleson, dan Sariahmed (Eagleson, 1978) mengikuti distribusi Weibull, sehingga hubungan antara waktu antar hujan dengan probabilitas kejadiannya dapat diperkirakan. Waktu antar hujan akan ditetapkan dengan mengambil beberapa setasiun hujan otomatis yaitu setasiun Tawangmangu, Sragen, Sooko dan Nepen. Dipilih kejadian hujan dua dan tiga hari berturut-turut. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu antar hujan 24 jam mempunyai probabilitas kejadian untuk bulan Januari, Februari, Maret, April, Nopember dan Desember lebih besar dari 75%. Oleh karena itu digunakan untuk analisis selanjutnya (Sobriyah, dkk., 2001). b. Pola Distribusi Hujan Data hujan harian diubah menjadi data hujan jamjaman dengan menetapkan durasi dan pola distribusi hujannya. Duraasi hujan ditetapkan berdasarkan data otomatis, walaupun datanya sedikit. Dipilih kejadian hujan yang diperkirakan mengakibatkan banjir. Menurut Tanimoto (Monenco, 1986) hujan tersebut mempunyai kedalaman 60 200 mm. Dari data yang terkumpul, diperoleh 245 kejadian hujan yang mempunyai kedalaman 60 200 mm. Hujan-hujan ini diklasifikasikan untuk durasi 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa durasi 4 jam mempunyai frekuensi tertinggi sehingga dipilih untuk analisis selanjutnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5. frequensi kejadian hujan 60 50 40 30 20 10 0 36 45 51 45 34 1 2 3 4 5 6 7 durasi hujan (jam) Gambar 5. Frekuensi durasi hujan dengan kedalaman 60 200 mm. Pola distribusi hujan dianalisis dengan metode event analysis berdasarkan data hujan otomatis, walaupun data tersedia terbatas. Salah satu pola distribusi hujan yaitu tahun 1995 ditunjukkan pada Gambar 6. % h ujan k um u latif 100 80 60 40 20 0 0 20 40 60 80 100 % waktu hujan kumulatif Gambar 6. Pola distribusi hujan DAS Bengawan Solo tahun 1995. Derivasi Karakteristika Hidrograf Sel 5x5 km 2 dari 0,1x0,1 km 2 Penerapan model Rasional dengan sistem grid pada DAS Bengawan Solo sampai titik kontrol Babat akan memberikan jumlah sel yang sangat banyak. Akibatnya pembacaan dan penulisan data tata-guna lahan, kemiringan dan jenis tanah pada setiap sel. sangat melelahkan sehingga dapat menambah kesalahan pembacaan. Oleh karena itu dilakukan derivasi karakteristika hidrograf satuan sel 5x5 km 2 dari sel 0,1x0,1 km 2, sehingga jumlah selnya menjadi lebih sedikit. Tata-guna lahan yang dominan di DAS Bengawan Solo yaitu hutan, 34 74/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005

sawah, tegal, perkebunan dan perkampungan. Hidrograf satuan sel 5x5 km 2 akan digunakan untuk mendapatkan hidrograf aliran sel jika hujan efektif yang terjadi di sel telah diperoleh. Karakteristika Hidrograf Satuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Derivasi sel 5x5 km 2 dari sel 0,1x0,1 km 2 0,0 < f c < 4 t c = 0,91174 n 1,06627 g p 0,78467 g sl -0,3729 g..[4] t b = 0,00005446 t 0,3267 c p 7,1242 g sl -0,0855 g Q p = 3,5167 t -0,19368 c f -0,40164 c L 0,01702 g f c > 4,0 t c = 4,15.10 6 n g 0,688 p g 6,8539 sl g -0,7266 t b = 0,0273 t c 0,0262 p g 2,9829 sl g (-0.1375) Q p = 0,0782 t c (-0,0405) f c (-1,3388) L g 1,9732..[5] dengan t c = waktu mencapai debit puncak, t b = waktu dasar hidrograf, Q p =debit puncak, n g = koefisien Manning sel, p g = panjang sel, sl g = kemiringan sel, f c = koefisien infiltrasi Horton tetap, L g = luas sel. Untuk mengetahui validitas karakteristika hidrograf satuan tersebut, maka dianalisis hidrograf keluaran dari DAS berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10X10 km 2. Dilakukan perhitungan dengan dua cara yaitu menggunakan ukuran sel 0,1X0,1 km 2 dan 5X5 km 2 dengan nilai hujan dan tata-guna lahan yang ditetapkan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa perbedaan debit puncak pada perhitungan dengan menggunakan sel 0,1x0,1 km 2 dan sel 5x5 km 2 cukup kecil sehingga secara ilmiah perbedaan ini dapat diterima ( Sobriyah dkk, 2002). Struktur Model Terpilih Gambar 7. Struktur model hujan-aliran DAS besar dari sintesa beberapa persamaan terpilih. Model hujan-aliran yang mensimulasikan proses hujan menjadi aliran membutuhkan masukan beberapa parameter. Hasil model akan baik atau jelek tergantung pada anggapan-anggapan yang dibuat untuk parameternya. Parameter yang terukur dapat ditetapkan langsung dari peta topografi, peta tanah, peta tata-guna tanah, catatan data hidrologi, pengukuran sungai. Parameter yang ditetapkan berdasarkan anggapan, dikontrol dengan cara kalibrasi. Model perkiraan banjir yang dikembangkan dalam penelitian ini mempunyai 11 parameter yang dikalibrasi yaitu depression storage, infiltrasi awal, lebar muka air alur kecil, koefisien Q p, t c, t b hidrograf satuan sel, koefisien untuk mensimulasikan hilangnya/ tambahan aliran di Bojonegoro dan Babat, koefisien aliran pelimpah waduk imaginer, lebar pelimpah, lebar dan panjang waduk. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan sintesa dari rumus Rasional, infiltrasi Horton, Manning, Muskingum-Cunge dan O Donnel. Rumus-rumus tersebut sudah dikenal secara luas, sehingga pemakaiannya relatif mudah. Penyederhanaan bagian-bagian yang rumit akibat kompleksitas kondisi hidraulika di lapangan diantaranya didekati dengan (1) derivasi sel 5x5 km 2 dari sel 0,1x0,1 km 2 dan (2) konsep waduk imajiner. Proses kalibrasi DAS Bengawan Solo dengan titik kontrol Jurug, Kajangan, Ketonggo, Bojonegoro dan Babat harus dimulai dari Jurug. Setelah aliran di setasiun Jurug cocok, secara berturut-turut mencocokkan aliran di setasiun Kajangan, Ketonggo, Bojonegoro dan Babat. Pada beberapa kejadian, genangan di Bojonegoro dan Babat disimulasikan sebagai waduk imajiner. Waduk ini hanya berfungsi untuk mengatur nilai debit puncak dan waktu puncak, sehingga hasil simulasi mendekati hasil pengamatan. Salah satu hasil simulasi pada kejadian terpilih ditunjukkan pada Gambar 8. Kalibrasi pada beberapa kejadian yang telah dilakukan untuk DAS Bengawan Solo di setasiun Jurug, Kajangan, Ketonggo, Bojonegoro dan Babat memberikan hasil cukup baik. Ukuran baik ini dilihat dari kesesuaian hidrograf aliran hasil simulasi dan pengamatan. Pada penelitian ini ditetapkan batas kesesuaian yaitu jika perbedaan debit dan volume aliran lebih kecil dari10%, dan perbedaan waktu puncaklebih kecil dari 20%. Hasil kalibrasi pada beberapa kejadian terpilih memberikan nilai debit puncak terbesar yang memenuhi kriteria sebesar 98,7% dan volume aliran yang memenuhi kriteria 86,8%, tetapi waktu MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/75

mencapai puncaknya hanya 59,5% yang memenuhi kriteria. Perbedaan waktu mencapai puncak terjadi karena berbagai faktor kombinasi yang kompleks di lapangan diantaranya, (1) awal waktu hujan, (2) distribusi hujan di lapangan yang tidak merata, (3) berbagai variasi kedatangan debit anak sungai ke sungai induk tidak mengikuti pola tetap karena pola sebaran hujan yang tidak tetap. Hal ini masih merupakan peluang untuk diteliti lebih lanjut. Gambar 8. Kejadian aliran tanggal 3 17 Februari 1997 76/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005

SIMPULAN Hasil kalibrasi pada beberapa kejadian di DAS Bengawan Solo dengan titik kontrol Jurug, Kajangan, Ketonggo, Bojonegoro dan Babat menunjukkan bahwa 98,7% debit puncak tertinggi memenuhi kriteria yang ditetapkan. Volume aliran yang memenuhi kriteria sebesar 86,8%. Tetapi waktu mencapai debit puncaknya hanya 59,5% yang memenuhi kriteria. Perbedaan waktu mencapai puncak terjadi karena berbagai faktor kombinasi yang kompleks di lapangan diantaranya, (1) awal waktu hujan, (2) distribusi hujan di lapangan yang tidak merata, (3) berbagai variasi kedatangan debit anak sungai ke sungai utama tidak mengikuti pola tetap. Faktor-faktor tersebut tidak mengikuti pola tetap karena pola sebaran hujan yang tidak tetap dalam ruang dan waktu. Hal ini masih merupakan peluang untuk diteliti lebih lanjut. Model perkiraan banjir DAS besar merupakan sintesa rumus-rumus Rasional, infiltrasi Horton, Manning, Muskingum-Cunge dan O Donnel. Rumus-rumus tersebut sudah dikenal secara luas sehingga pemakaiannya relatif mudah. Bagianbagian yang rumit akibat kompleksitas kondisi hidraulika di lapangan diantaranya didekati dengan derivasi sel 5x5 km 2 dari sel 0,1x0,1 km 2 dan konsep waduk imajiner. Model ini dapat diterapkan pada DAS Bengawan Solo dengan hasil yang baik. REFERENSI Eagleson P.S., 1970, Dynamic Hydrology, McGraw-Hill, United States of America. Fleming G., 1975, Computer Simulation Techniques in Hydrology, Elseveir, New York. Iman Subarkah, 1978, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung. Joko Sujono, 1990, Prakiraan Hujan Rata-rata Daerah Aliran Sungai dengan Reciprocal Distance Method, Laporan Penelitian Fak. Teknik UGM, Yogyakarta O Donnel T., 1985, A Direct Three-parameter Muskingum Procedure Incorporating Lateral Inflow, Hydrological Sciences Journal, Vol.30, No.4, hal. 479-496. Ponce V.M., 1989, Engineering Hydrology Principles and Practices, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998, Unjuk Hasil Model Hujan Aliran Berbasis Rasional dan Sistem Grid, PIT dan Konggres HATHI, 10 12 Desember, Bandung. Sobriyah dan Sudjarwadi, 2000, Penggabungan Metode O Donnel dan Muskingun-Cunge untuk Penelusuran Banjir pada Jaringan Sungai, Media Teknik, Fakultas Teknik UGM, No.4 Th XXII, Edisi November. Sobriyah dan Sudjarwadi, 2001, Kalibrasi Model Hujan-Aliran EPPL, Studi Kasus DAS Wuryantoro, Forum Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada, Vol. X/1 Januari. Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Input Data Hujan dengan Sistem Grid Menggunakan Cara Pengisian Data dan Tanpa Pengisian Data Hilang pada Sistem Poligon Thiesen, PIT XVII HATHI 23-24 Oktober, Malang. Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Pendekatan Pemilihan Stasiun Hujan untuk Dasar Perhitungan Debit Banjir Kasus DAS Bengawan Solo, Forum Teknik, Jurnal Teknologi, Universitas Gadjah Mada, Jilid 25, No. 2, Juli. Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Penetapan Waktu Antar Hujan, Durasi dan Distribusi Hujan Jamjaman untuk DAS Bengawan Solo, Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 9 No. 3, Edisi XXI/Oktober. Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Transformasi Karakteristika Hidrograf Grid 5x5 km 2 dari Grid 0,1x0,1 km 2 Berdasarkan Model Rasional, PIT XVIII HATHI, 24-25 Oktober 2002, Pekanbaru- Riau. Viessman W., Knapp J.W., and Harbaugh T.E., 1977, Introduction to Hidrology, Harper & Row Publishers, New York. Wanielista, M.P., 1990, Hydrology and Water Quantity Control, John Wiley and Sons, New York. MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/77

78/MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005