Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : Surabaya, 25 Pebruari 2012

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPTUAL CHANGE UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK ASAM DAN BASA DI KELAS XI IA SMAN 2 BOJONEGORO

Abstrak. Kata Kunci: Miskonsepsi, Model Pembelajaran PDEODE Terbimbing, Laju Reaksi. Abstact

Muhammad Agus Al Arief, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran sains yang sangat erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kompleksnya tingkat berpikir siswa,

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Cahaya Melalui Pembelajaran Science-Edutainment Berbantuan Media Animasi

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya ada tiga hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2, No. 2, pp , May 2013

I. PENDAHULUAN. pendidikan adalah agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

Unesa Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017

PROFIL MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK PECAHAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anissa Dwi Ratna Aulia, 2014

2016 PENERAPAN TEKNIK MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SAINS SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tinta hitam tergantung yang menuliskannya. No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PDEODE TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA SISWA SMA

Unesa Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 02, pp.88-98, May 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EKSPERIMENTASI ALAT PERAGA SIMETRI LIPAT DAN SIMETRI PUTAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI RESPON SISWA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh individu/kelompok tertentu melalui kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISKUSI KELAS DENGAN STRATEGI BEACH BALL PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DI SMAN 22 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DAN RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI BANGUN DATAR SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Sisdiknas Pasal 4 ayat 4 menyatakan bahwa Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ivo Aulia Putri Yatni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat. Sesuai dengan UU Republik

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

Arif Widiyatmoko Jurusan IPA Terpadu, FMIPA Universitas Negeri Semarang

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan dalam dunia pendidikan. Pembangunan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat,

Transkripsi:

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PDEODE (PREDICT, DISCUSS, EXPLAIN, OBSERVE, DISCUSS, EXPLAIN) UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM DI SMAN 2 BOJONEGORO Ghoniyatus Sa idah, Suyono Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil miskonsepsi dan sumber penyebab miskonsepsi,. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XI IA 1 SMA Negeri 2 Bojonegoro. Rancangan penelitian yang digunakan adalah One Group Pre-Test Post- Test Design yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 39 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pelacakan miskonsepsi siswa dan panduan wawancara penyebab miskonsepsi siswa. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) Profil miskonsepsi siswa dominan pada konsep contoh garam yang terhidrolisis sebagian bersifat basa dan contoh garam asam yang terhidrolisis sebagian dilihat dari persentase miskonsepsi siswa sebesar 59% dan 54%. (2) Sumber penyebab miskonsepsi antara lain prakonsepsi siswa yang salah: asam mempunyai rentang ph < 7, basa mempunyai rentang ph > 7, dan garam pasti mempunyai ph = 7; penjelasan guru yang kurang lengkap: siswa menyimpulkan sifat garam yang terhidrolisis diketahui dari anion ataupun kation yang terhidrolisis; dan contoh dari buku yang kurang lengkap dan LKS yang kurang jelas: siswa hanya dapat menyebutkan contoh garam yang terdapat didalam buku seperti NaCl, CH 3 COONa. (3) Strategi pembelajaran PDEODE mampu mereduksi miskonsepsi. Kata Kunci: PDEODE; Miskonsepsi; Hidrolisis Garam PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan akan menghasilkan manusia yang berkualitas dalam hal pengetahuan dan keterampilan, memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk memajukan pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006), pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003 Bab I pasal 1 (1) yang berbunyi yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya sendiri. Secara teoritis disebut pembelajaran berpusat siswa yang B - 106

diadopsi ke dalam sistem pendidikan nasional. Pengertian ini merupakan perwujudan perubahan mendasar dari pengajaran menjadi pembelajaran pada UU Sisdiknas No. 20/2003. Istilah pengajaran mewakili peranan dominan guru sebagai pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk peranan siswa aktif. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa aktif berbicara atau menulis, secara interaktif mengkomunikasikan buah pikiran kepada siswa yang lain, mengklarifikasi, mempertahankan, mengembangkan, dan menjelaskan pikiran siswa (Dananjaya, 2010). Pembelajaran membangun pengetahuan siswa dengan membuat hubungan makna antara konsep baru yang diperoleh dengan pengetahuan awal (prakonsepsi) yang dimiliki siswa. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang mempelajari tentang sifat, struktur materi, komposisi materi, perubahan, dan energi yang menyertai perubahan materi (Sudarmo, 2007). Kimia merupakan salah satu rumpun IPA yang menyajikan materi yang tidak dapat lepas dari rumitnya operasi hitung, banyaknya rumus untuk mencari suatu pemecahan masalah, dan tidak sedikit konsep-konsep yang harus dikuasai. Menurut Lia Yuliati, proses belajar alam dapat diperoleh seseorang sejak orang tersebut berinteraksi dengan alam melalui pengalaman. Banyak hal yang dapat diperoleh melalui pengalaman dan hal tersebut menjadi sebuah pengetahuan awal ketika seseorang tersebut memasuki pendidikan formal. Peran guru ditinjau dari standar proses adalah sebagai motivator. PP No. 19/2005 pasal 19 berbunyi sebagai berikut: satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psokologi peserta didik (Dananjaya, 2010). Guru berperan penting dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk mengenali dan menggali pengetahuan awal siswa, terutama pengetahuan awal yang salah agar tidak terjadi miskonsepsi yang berkepanjangan. Selain itu, harus memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Penanaman konsep yang benar dalam proses pembelajaran akan menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas. Jika tidak dilakukan dengan benar, maka akan mengakibatkan miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan tafsiran (persepsi) yang kurang memadai terhadap suatu konsep. Miskonsepsi pada siswa yang muncul secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa. Pandangan tradisional yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju pandangan konstruktivisme yang berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru (Nur, 1998). Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi) kimia akan memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan B - 107

pembenahan. Hal inilah yang membuat kimia termasuk pelajaran sains yang lain mempunyai image yang buruk di kalangan mayoritas pelajar. Akibatnya, guru yang mengajarkannya pun menemui kesulitan saat menyampaikan materi tentang kimia atau ilmu sains lainnya karena para siswanya sudah terlanjur negative thinking. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk dapat mentransfer ilmu pada siswa dengan kondisi seperti itu. Hasil survey dari 38 siswa SMA Negeri 2 Bojonegoro diperoleh 61% siswa tidak suka dengan pelajaran kimia. Kimia dianggap pelajaran yang sulit. 78,9% siswa menganggap materi asam basa sebagai materi pelajaran yang sulit, 81,6% siswa memilih materi larutan penyangga sebagai materi yang dirasa sulit, 84,2% siswa menganggap materi hidrolisis garam sebagai materi yang sulit, 81,6% siswa memilih materi hasil kali kelarutan sebagai materi yang sulit, dan 65,8% siswa memilih koloid sebagai materi yang sulit. Materi hidolisis garam kelas XI SMA semester genap, memuat konsep-konsep yang abstrak tentang ciri-ciri sifat larutan garam yang terhidrolisis, konsep hidrolisis, dan menghitung ph larutan garam. Persentase siswa yang mengalami kesulitan pada materi hidrolisis garam sebagai berikut 89,7% siswa memilih ciri-ciri sifat larutan garam, 81,6% siswa memilih konsep hidrolisis, dan 74,3% siswa kesulitan untuk menentukan rumus yang digunakan untuk menghitung ph larutan garam. Reaksi asam dengan basa membentuk garam merupakan reaksi penetralan. Garam tidak selalu bersifat netral, ada yang bersifat asam dan ada yang bersifat basa. Sifat larutan garam ini dibahas dalam konsep hidrolisis. Materi hidrolisis garam ini menyajikan konsep yang memerlukan pembuktian melalui observasi atau pengamatan langsung, seperti sifat larutan garam. Berdasarkan analisis tentang materi hidrolisis garam, salah satu strategi pembelajaran yang cocok adalah strategi pembelajaran PDEODE (predict-discuss-explain-observediscuss-explain). Peneliti menggunakan strategi pembelajaran PDEODE karena sangat sesuai dalam membantu siswa memahami konsep dengan baik, dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama dalam eksperimen atau percobaan, membantu teman, dan berfikir kritis (Costu, 2008). Strategi pembelajaran PDEODE mampu melatih siswa untuk membangun konsep-konsep yang ilmiah karena siswa dapat berfikir mandiri, siswa aktif berbicara atau menulis, secara interaktif mengkomunikasikan buah pikiran kepada siswa yang lain melakukan dan mengamati percobaan secara langsung, mengklarifikasi, mempertahankan, mengembangkan, dan menjelaskan pikiran siswa. Pembelajaran ini membangun pengetahuan siswa dengan membuat hubungan makna antara konsep baru yang diperoleh dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan teknik deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan One Group Pre-test Post-test Design. Rancangan ini dilaksanakan satu kelompok tanpa kelompok pembanding. Desain ini dilakukan pre-test diawal pembelajaran untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa. Kemudian diberikan pengajaran konvensional wajar dan baik seperti yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan tes pelacakan miskonsepsi awal untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Setelah itu diberikan suatu perlakuan B - 108

yaitu penerapan strategi pembelajaran PDEODE yang diakhiri dengan pemberian tes pelacakan miskonsepsi akhir diakhir pembelajaran. Setelah itu dilakukan analisis dan menggunakan tes pelacakan miskonsepsi awal dan tes pelacakan miskonsepsi akhir sebagai pembandingnya. Perbandingan antara kedua tes diasumsikan sebagai efek dari treatment yang diberikan, yaitu PDEODE. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tes Awal Tes awal bertujuan untuk mengecek pengetahuan awal siswa pada konsep hidrolisis garam. Hasil tes awal ini merupakan data pendukung yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber penyebab miskonsepsi siswa. Berdasarkan perbandingan persentase jawaban benar dan salah pada tes awal konsep hidrolisis garam dapat diketahui bahwa pengetahuan awal siswa pada konsep hidrolisis garam masih sangat kurang. Hal ini sangat wajar karena siswa belum menerima pembelajaran. Kurangnya pengetahuan awal siswa pada konsep hidrolisis garam dapat memungkinkan munculnya miskonsepsi pada konsep hidrolisis garam. 2. Tes Pelacakan Miskonsepsi Awal Tes pelacakan miskonsepsi awal bertujuan untuk mengetahui profil miskonsepsi siswa pada konsep hidrolisis garam setelah dilakukan pembelajaran non PDEODE. Tes pelacakan miskonsepsi awal ini berupa 16 soal pilihan ganda yang disertai certainty of respons indeks (CRI). Profil miskonsepsi siswa diidentifikasi secara individu untuk mengetahui persentase siswa yang tahu konsep, siswa yang tidak tahu konsep, dan siswa yang miskonsepsi dalam satu kelas. Identifikasi profil miskonsepsi secara individu bertujuan untuk mengetahui persentase miskonsepsi siswa masingmasing konsep. Data hasil identifikasi profil miskonsepsi siswa secara individu ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis terhadap Gambar 1 adalah sebagai berikut: a. Persentase miskonsepsi terbesar adalah pada konsep 8 tentang Contoh garam yang terhidrolisis sebagian bersifat basa, yaitu sebesar 59%. Miskonsepsi terbesar kedua adalah pada konsep 4 tentang contoh garam asam yang terhidrolisis sebagian, yaitu sebesar 54%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedua konsep ini sebagian besar siswa menjawab salah, tetapi siswa yakin jawaban tersebut benar. b. Persentase miskonsepsi paling rendah sebesar 8% pada konsep 2 tentang contoh garam yang terhidrolisis tidak tergantung konsentrasi garamnya, konsep 3 tentang sifat garam yang terhidrolisis total, dan konsep 15 tentang ph garam yang terhidolisis sebagian bersifat basa. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep ini sebagian besar siswa sudah menguasai konsep dengan baik. c. Berdasarkan hasil analisis profil miskonsepsi secara individu diketahui bahwa setelah pembelajaran dengan strategi non PDEODE ditemukan adanya miskonsepsi pada konsep hidrolisis garam. Untuk menetapkan konsep mana yang diantara ke 16 konsep hidrolisis garam yang paling kuat miskonsepsinya maka perlu dilakukan identifikasi profil miskonsepsi siswa secara kelompok. Identifikasi profil miskonsepsi siswa secara kelompok dianalisis berdasarkan rata-rata nilai CRI yang menjawab benar dan rata-rata nilai CRI yang menjawab salah serta fraksi siswa yang menjawab benar. Rata-rata nilai CRI yang menjawab benar dan rata-rata nilai CRI yang menjawab salah serta fraksi siswa yang menjawab benar dapat dilihat pada Gambar 2. B - 109

Persenrase Jumlah Siswa (%) 80 70 60 50 40 30 20 10 - Tidak Tahu Konsep Miskonsepsi Tahu Konsep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nomor Konsep Gambar 1 Grafik Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep, Tidak Tahu Konsep, dan Miskonsepsi pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Awal Certainly of Response Index (CRI) g 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Average CRI-Correct answers Average CRI-Wrong answers Correct Answer (fraction) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Fraksi Benar (Fb) Gambar 2 Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan Salah dengan Fraksi Benar pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Awal Berdasarkan Gambar 2 diperoleh hasil analisis sebagai berikut: a. Rata-rata CRIS lebih dari 2,5 menunjukkan terjadinya miskonsepsi. Pada tes pelacakan miskonsepsi awal ini CRIS terbesar adalah pada konsep nomor 4 contoh garam asam yang terhidrolisis sebagian sebesar 2,81. CRIS yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi dalam menjawab soal, tetapi jawaban B - 110

tersebut salah. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep ini miskonsepsi yang dialami siawa paling kuat dibanding konsep lainnya. b. Miskonsepsi terjadi jika rata-rata 2,5< CRIS 5. Pada tes pelacakan miskonsepsi awal ini terjadi pada konsep nomor 8 tentang contoh garam yang terhidrolisis sebagian bersifat basa diperoleh CRIS sebesar 2,58. CRIS yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa siswa yang menjawab salah mempunyai tingkat keyakinan yang sangat tinggi dalam menjawab soal. Jadi, pada konsep ini miskonsepsi yang dialami siswa paling kuat dibanding konsep lainnya. 3. Hasil Wawancara Penetapan Sumber Penyebab Miskonsepsi Hidrolisis Garam Untuk menelusuri sumber penyebab miskonsepsi pada konsep hidrolisis garam ini maka dilakukan wawancara terhadap lima siswa yang paling banyak mengalami miskonsepsi pada masing-masing indikator. Sumber penyebab miskonsepsi tersebut antara lain buku, LKS, dan catatan yang diberikan, serta guru yang enggan untuk membahas kesalahpahaman siswa seperti yang terjadi pada konsep sifat garam yang terhidrolisis. 4. Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir Tes pelacakan miskonsepsi akhir bertujuan untuk mengetahui kondisi akhir miskonsepsi setelah dilaksanakan strategi pembelajaran PDEODE. Dari tes ini akan dapat diketahui apakah melalui penerapan strategi pembelajaran PDEODE dapat mereduksi miskonsepsi. Tes pelacakan miskonsepsi siswa diidentifikasi secara individu dan kelompok dengan ketentuan CRI untuk membedakan antara siswa yang tahu konsep, siswa yang tidak tahu konsep, dan siswa yang miskonsepsi. Tes pelacakan miskonsepsi siswa diidentifikasi secara individu untuk mengetahui persentase siswa yang tahu konsep, siswa yang tidak tahu konsep, dan siswa yang miskonsepsi dalam satu kelas Data hasil identifikasi profil miskonsepsi siswa secara individu ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis terhadap Gambar 3 adalah sebagai berikut: a. Persentase miskonsepsi terbesar adalah pada konsep nomor 1 tentang contoh garam yang terhidrolisis total (10%). Persentase miskonsepsi terbesar kedua adalah pada konsep nomor 11 tentang hidrolisis garam basa terbentuk dari basa kuat dengan asam lemah dengan jumlah mol yang sama. (8%). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep tersebut, hanya sedikit siswa di kelas masih mengalami miskonsepsi. b. Pada konsep nomor 5 tentang garam yang terhidrolisis sebagian bersifat asam, persentase miskonsepsi adalah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep ini semua siswa sudah menguasai konsep dengan baik. c. Berdasarkan hasil analisis profil miskonsepsi secara individu diketahui bahwa setelah penerapan strategi pembelajaran PDEODE masih ditemukan adanya miskonsepsi pada konsep hidrolisis garam, tetapi dengan jumlah yang lebih kecil. Untuk menetapkan konsep mana yang diantara ke 16 konsep hidrolisis garam yang paling kuat miskonsepsinya maka perlu dilakukan identifikasi profil miskonsepsi siswa secara kelompok. Identifikasi tes pelacakan miskonsepsi siswa secara kelompok dianalisis berdasarkan rata-rata nilai CRI yang menjawab benar dan rata-rata nilai CRI yang menjawab salah serta fraksi siswa yang menjawab benar. Rata-rata nilai CRI B - 111

yang menjawab benar dan rata-rata nilai CRI yang menjawab salah serta fraksi siswa yang menjawab benar dapat dilihat pada Gambar 4 berikut: Persenrase Jumlah Siswa (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 - Tidak Tahu Konsep Miskonsepsi Tahu Konsep 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nomor Konsep Gambar 3 Grafik Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep, Tidak Tahu Konsep, dan Miskonsepsi pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir Average CRI-Correct answers Average CRI-Wrong answers Certainly of Response Index (CRI) 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Gambar 4 Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan Salah dengan Fraksi Benar pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir Hasil analisis Gambar 4, semua konsep dari tes pelacakan miskonsepsi akhir menunjukkan bahwa CRIS rendah (WH < 2,5) dan fraksi benar tinggi (Fb > 0,5) tidak menunjukkan adanya miskonsepsi sehingga siswa dikatakan sudah tahu konsep. SIMPULAN 1. Profil miskonsepsi pada materi pokok asam-basa terjadi pada hampir semua konsep. Persentase miskonsepsi terbesar terdapat pada konsep nomor 8 tentang contoh garam yang terhidrolisis sebagian B - 112

bersifat basa yaitu sebesar 59%. Persentase miskonsepsi terbesar kedua adalah pada konsep nomor 13 tentang contoh garam asam yang terhidrolisis sebagian (54%). Persentase miskonsepsi terkecil adalah pada konsep nomor 15 tentang ph garam yang terhidolisis sebagian bersifat basa yaitu sebesar 8%. Miskonsepsi paling kuat yang dialami siswa adalah pada konsep contoh garam asam yang terhidrolisis sebagian yang diketahui dari nilai CRIS = 2,81. 2. Miskonsepsi pada konsep hidrolisis garam disebabkan oleh prakonsepsi siswa yang salah, penjelasan guru yang kurang lengkap, dan contoh dari buku yang dan LKS yang kurang jelas dan lengkap. 3. Penerapan strategi pembelajaran PDEODE dapat mereduksi miskonsepsi yang terjadi pada materi pokok hidrolisis garam. SARAN Dari hasil penelitian ini, yang dapat disarankan peneliti sebagai masukan adalah: 1. Pada lembar wawancara penyebab miskonsepsi perlu ditambah pertanyaan mengenai penyebab miskonsepsi di tiap-tiap pertanyaan konsep. 2. Saat melakukan praktikum dalam pembelajaran, sebaiknya guru lebih memperhatikan pengelolaan waktu sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran selanjutnya. 3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi pada konsep-konsep dalam pembelajaran kimia lainnya untuk mencegah terjadinya miskonsepsi lebih jauh dalam mempelajari kimia. DAFTAR PUSTAKA Costu, Bayram. 2008. Learning Science through the PDEODE Teaching Strategi: Helping Student Make Sence of Everyday Situations. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education Vo. l4. No. 1, hal 3-9, http://www.researchgate.net/publicat ion/26497833, diakses tanggal 25 November 2010 Dananjaya, Utomo. 2010. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Nur, Muhammad, dkk. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: University Press Sudarmo, Unggul. 2007. Kimia untuk Kelas X. Jakarta: Phibeta B - 113