KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) Hazairin 1, Bernardinus Herbudiman 2 dan Mukhammad Abduh Arrasyid 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung e-mail: herin@itenas.ac.id 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung e-mail: herbudiman@itenas.ac.id; herbudimanb@yahoo.com 3 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung ABSTRAK Pemanfaatan keramik beton (Keraton) yang ringan dalam pelat akan mereduksi berat sendiri pelat dan akan secara signifikan mereduksi berat struktur secara keseluruhan. Segmen keramik berongga diproduksi secara pracetak dengan ukuran panjang 25 cm, lebar 21 cm, dan tebal 11 cm. Segmensegmen keramik berongga tersebut kemudian dirakit menjadi bagian dasar (half-slab) pelat lantai yang dilengkapi dengan tulangan tarik longitudinal sepanjang rongga bawah keramik yang dilekatkan dengan mortar. Setelah segmen keramik pracetak terangkai, kemudian dilakukan pengecoran toping beton cast in situ setebal 6 cm. Melalui sistem komposit pada elemen lentur ini, diharapkan bagian beton di daerah atas akan berfungsi menahan tekan dan tulangan akan berfungsi menahan tarik. Daerah di bawah garis netral yang kurang berkontribusi menahan tarik secara signifikan akan diisi oleh keramik berongga. Penelitian ini menggunakan spesimen pelat keramikbeton berongga segmental semi-pracetak dengan ukuran total panjang 175 cm, lebar 63 cm, dan tebal 17 cm, yang dipasang pada perletakan sederhana dengan bentang 170 cm. Pelat tersebut diperkuat dengan enam tulangan tarik berdiameter 9 mm di bagian bawah, dan enam tulangan tarik berdiameter 6,5 mm di bagian atas. Pelat tersebut diuji lentur dengan metoda third point loading. Momen lentur hasil pengujian adalah 7,1 knm, yang menunjukkan persentase 60,99% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur elastis atau 29,39% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur batasnya. Terjadi keruntuhan pada sambungan antar segmen blok keramik dan terjadi slip antara tulangan dengan mortar penutup. Untuk meningkatkan kinerja sistem komposit keramik-beton ini, disarankan untuk melakukan stressing tulangan dan penggunaan material grout yang lebih baik dari mortar biasa. Kata kunci: pelat beton ringan, keramik beton (Keraton), kapasitas lentur 1. PENDAHULUAN Pelat merupakan elemen struktur dengan berat terbesar dengan waktu pelaksanaan konstruksi yang relatif lama. Kedua hal tersebut menuntut inovasi untuk mereduksi berat struktur dan mereduksi waktu pelaksanaan. Pemanfaatan keramik beton (Keraton) yang ringan akan mereduksi berat sendiri pelat dan akan secara signifikan mereduksi berat struktur secara keseluruhan. Pemanfaatan Keraton juga dapat mempercepat pelaksanaan konstruksi karena sebagai bagian dasar half-slab, instalasi Keraton mereduksi penggunaan bekesting. Keraton di bagian bawah half-slab dan toping beton di bagian atas, akan membentuk sistem komposit pada elemen lentur ini. Bagian beton daerah atas diharapkan akan berfungsi menahan tekan dan tulangan di sela-sela Keraton bagian bawah akan berfungsi menahan tarik. Daerah di bawah garis netral yang tidak berkontribusi menahan tarik secara signifikan akan diisi oleh keramik berongga yang secara signifikan akan mereduksi berat sendiri elemen struktur. 2. KERAMIK BETON Keramik beton atau disingkat Keraton merupakan elemen pelat yang terbuat dari komposit keramik segmental dan toping beton. Bentuk dan bahan pembuat keraton menyerupai batu bata, tetapi bagian tengahnya berlubang-lubang. Keberadaan lubang atau rongga dapat mengurangi berat Keraton dibanding beton masif konvensional. Keraton ini terbuat dari bahan dasar tanah liat yang dicetak dengan cetakan khusus. Keramik ini mempunyai rongga seperti ditunjukan pada Gambar 1. Terdapat dua tipe Keraton yaitu tipe CB 9 dengan tebal 9 cm hingga 10 cm dan tipe CB 12 dengan tebal 12 cm hingga 13 cm. Dimensi panjang 24 cm hingga 25 cm dan lebar 21 cm hingga 22 cm. M - 39
Gambar 2 menunjukan Keraton yang dirangkai memanjang dengan campuran semen pasir dan direkatkan dengan mortar sebagai bagian bawah half-slab. Untuk memperkuat strukturnya, Keraton juga diberi tulangan baja yang diletakkan di keempat sisinya, dengan diameter tulangan 6 mm untuk bagian atas dan diameter 8 mm untuk bagian bawahnya. Pemberian tulangan dilakukan untuk sistem penulangan searah karena hanya dikaitkan dengan dua balok yang berhadapan. Segmen-segmen Keraton yang telah dirangkai menjadi pelat kemudian dicor bagian atasnya dengan toping beton seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3. Gambar 4 menunjukan Keraton yang telah tersusun sebagai pelat yang menumpu pada balok. Terlihat pula tulangan segmen Keraton yang mengikat pada rangkaian tulangan balok. Gambar 1. Penampang pelat keramik beton Gambar 2. Keraton yang sudah dirangkai sebagai bagian bawah half-slab Gambar 3. Pelat Keraton setelah toping beton M - 40
Gambar 4. Sketsa pelat Keraton yang menumpu pada balok 3. PELAT SEGMENTAL Pelat merupakan elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban ke rangka struktur bangunan. Pelat keraton segmental pracetak tidak dicetak di tempat melainkan dicetak di tempat lain atau di pabrik khusus. Setelah elemen tersebut jadi, kemudian dibawa ke lokasi untuk disusun menjadi struktur yang utuh sesuai fungsinya. Keunggulan pelat pracetak antara lain waktu pelaksanaan proyek bisa lebih cepat, pemakaian bekisting yang lebih sedikit, mutu yang terjamin, mereduksi biaya konstruksi, tidak berpengaruh pada cuaca, juga lebih ramah lingkungan karena lokasi proyek tidak banyak kotoran dari sisa-sisa beton dan bekisting. Sementara kekurangan beton pracetak segmental adalah tidak menyatunyaa elemen pelat segmental sehingga kemampuan pelat memikul beban ditentukan dari lekatan antara beton dan elemen pelat pada sambungannya. Pelat half-slab adalah kombinasi antara pelat pracetak di bagian bawah dan toping beton di bagian atas. Keuntungan pelat half-slab merupakan kombinasi keuntungan dari konstruksi pelat pracetak yang relatif cepat, mudah, mutu terkendali dan reduksi bekisting, serta keuntungan dari konstruksi pelat cast in situ yang menjamin kualitas sambungan pelat-balok yang monolit. 4. METODE PENGUJIAN Pabrikasi Spesimen Bahan-bahan seperti segmen keramik, baja tulangan diameter 8 mm dan 6 mm, semen, air dan pasir sebagai pembentuk mortar disiapkan dahulu. Selanjutnya, 6 buah pelat keramik disusun secara memanjang dan dirakit menjadi seperti balok memanjang. Pelat keramik tersebut direkatkan dengan mortar. Kemudian 4 buah balok disusun berjajar menjadi pelat keramik beton. Baja tulangan diameter 8 mm diletakkan pada bagian bawah pelat keramik dan baja tulangan 6 mm pada bagian atas keramik. Mortar digunakan untuk memegang baja tulangan tersebut agar berada pada posisi yang diharapkan pada pelat keramik. Setelah menunggu hingga mortar tersebut benar-benar kering, ke-empat balok tersebut direkatkan juga dengan mortar agar balok balok tersebut saling terekat. Setelah kembali menunggu hingga mortar tersebut benar-benar kering, kemudian bagian bawah half-slab dengan ukuran panjang 230 cm, lebar 63 cm, dan tebal 16,5 cm ini siap digunakan. Setelah mengecor toping beton setebal 6 cm, maka spesimen Keraton selesai dipabrikasi, seperti tampak pada Gambar 5. Detail letak tulangan yang dipakai yaitu 6,5 mm untuk tulangan atas dan 9 mm untuk tulangan bawah ditunjukkan pada Gambar 6. Penampang melintang spesimen setelah toping beton ditunjukkan pada Gambar 7. Setup Pengujian Sketsa set-up alat sistem pembebanan seperti yang ditunjukan Gambar 8. Pelat diletakan diatas dua tumpuan dengan jarak antar tumpuan 170 cm. Dua buah batang penerus beban diletakan di atas pelat dengan jarak 58 cm dari tumpuan. Dial gauge diletakan pada posisi tengah di bawah pelat uji. Alat enerpac compression test digunakan untuk mengukur beban tekan pelat uji tersebut. Set up penempatan beban uji, enerpac compression test dan dial gauge ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar 10 menunjukan pengujian lentur benda uji yang sedang dilakukan. M - 41
Gambar 5. Spesimen Segmen Keramik Tulangan 6,5 Tulangan 9 mm Gambar 6. Letak penulangan longitudinal 21 cm 21 cm 21 cm 11 cm Gambar 7. Potongan melintang Keraton 1 2 3 4 5 Keterangan gambar: 1) loading frame, 2) hidraulic jack, 3) batang penerus beban, 4) pelat keramik beton, 5) tumpuan, 6) dial gauge Gambar 8. Set-up pengujian pelat keramik beton 6 M - 42
(a) (b) (c) Gambar 9. (a) penempatan benda uji pada loading frame, (b) enerpac compression test, (c) dial gauge Gambar 10. Pengujian lentur benda uji 5. PEMBAHASAN Kapasitas Lentur Perhitungan kapasitas momen pelat keramik berdasarkan data terdiri dari kuat tekan karakteristik beton f c ' = 20 MPa, tebal toping beton 6 cm, kuat tarik baja tulangan f y = 400 MPa dengan 6 buah tulangan atas berdiameter 6,5 mm dan 6 buah tulangan bawah berdiameter 9 mm;. Perhitungan kapasitas momen pelat keramik berdasarkan perhitungan kapasitas momen ultimit dan kapasitas momen elastik. Kapasitas momen ultimit adalah 24,,15 knm dengan garis netral terletak pada c = 38.2 mm jatuh pada toping beton, segmen keramik beton tidak mengalami gaya tekan hanya mengalami gaya tarik dan tulangan atas pada keramik beton juga berfungsi sebagai tulangan tarik. Kapasitas momen elastik didasarkan pada kuat tekan sebesar = 0,45 = 9 MPa, modulus elastisitas beton E c = 21.019,03, dan tegangan baja sebesar 266,67 MPa. Berdasarkan data tersebut, maka garis netral c = 43 mm jatuh di toping beton. Kapasitas momen elastis adalah sebesar 13,59 knm. Hasil uji eksperimen menunjukkan beban maksimum adalah 24,65 kn. Hasil tersebut kemudian dianalisis berdasarkan metode third point loading untuk mendapatkan nilai momen yang terjadi pada pelat uji, yaitu sebesar 7,1 knm. Analisis momen perhitungan cara ultimit dan momen perhitungan cara elastis kemudian dibandingkan dengan analisis momen hasil percobaan. Persen kemampuan kapasitas penampang berdasarkan cara ultimit diperoleh sebesar 29,39% dan cara elastis diperoleh sebesar 52,2 %. Lendutan Riwayat pembebanan (historical loading) dari specimen Keraton ditunjukkan padaa Gambar 11. Pada fase pembebanan awal sampai beban (P) 3 kn terlihat pelat masih berperilaku elastik dan cukup kaku. Hal ini terlihat dari deformasi vertikal yang terjadi sangat kecil kurang dari 1 mm. Pada fase kedua deformasi yang terjadi cukup besar hal ini terjadi setelah modulus keruntuhan mortar beton pada sambungan segmental telah terlampaui. Hal ini mengakibatkan lepasnya sambungann segmental antar elemen keramik beton sebelum kapasitas penampang bekerja secara penuh. M - 43
Gambar 11. Riwayat pembebanan Penyebab penurunan kapasitas momen dikarenakan pembebanan yang terjadi terpusat hanyaa pada satu balok yang berada di tengah pelat saja sementara kedua balok lainnya terangkat, seperti tampak pada Gambar 12. Hal tersebut diperkirakan karena kekuatan campuran mortar antar balok tidak mampu merekat kuat untuk menahan balok agar tidak terangkat. Daerah yang dibebani juga tidak menyeluruh sehingga kekuatan spesimen menjadi tidak maksimal. perekat mortar antar balok Batang penerus beban Daerah pembebanan yang terjadi Gambar 12. Area pembebanan yang terjadi dalam percobaan Dari hasil dari pengujian yang telah dilakukan di laboratorium, tampak bahwa: 1) retak yang terjadi disebabkan lepasnya sambungan antar balok keramik; 2) besarnya deformasi yang terjadi dikarenakann lepasnya sambungan antar keramik; 3) bentuk tulangan tetap bulat, tidak menunjukan lelehnya tulangan; 4) pelat beton runtuh masih di daerah elastik. Perilaku Pola Retak Pelat Pola retak ditunjukkan pada Gambar 13. Pola retakan longitudinal terjadi pada daerah tengah bentang pelat antara dua titik beban dan tidak terjadi retak geser yang ditandai dengan retak tarik diagonal pada pelat. Selain itu, retakan terjadi pula pada sambungan antar keramik beton dan penampang keramik beton itu sendirii jika dilihat dari posisi bawah pelat. (a) (b) (c) (d) Gambar 13. (a) retak lentur, (b) retak pada sambungan keramik beton, (c) retak pada keramikk beton bagian bawah, (d) retakan antar balok keramik beton M - 44
6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan - Kapasitas penampang keramik beton segmental hanya sebesar 52,2% dari kapasitas elastis dan 29,39% dari kapasitas ultimitnya. - Keruntuhan terjadi pada sambungan antar segmental pelat. - Terjadi slip antara tulangan dengan mortar penutup tulangan. - Pola retak yang terjadi yaitu pola retak longitudinal dan tidak terjadi retak geser. Namun terjadi retakan pada sambungan keramik beton pada bagian bawah sampel percobaan. Saran - Perlu dilakukan stressing / penegangan diantara segmental pelat. - Tempat tulangan pada keramik beton dibuat agar dapat dijamin terjadinya lekatan sempurna antara tulangan dan mortar beton. - Bahan mortar penutup tulangan menggunakan material grout yang baik. - Diperlukan penambahan jumlah sampel untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. - Diperlukan pembuatan standar nasional indonesia (SNI) pada produk keramik beton ini agar menjadi standar acuan dalam keamanan dan penggunaannya. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, S. 2012. Perilaku Pelat Beton Ringan Bertulang.Bandung:ITENAS. Dipohusodo,I 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Philipianto, M. 2001.Sistem Sambungan Pelat Beton Bertulang Pracetak Dengan Balok.Bandung:ITENAS. SNI 03-1727-1989 Pembebanan untuk rumah dan gedung:badan Standar Nasional http://dakbetonkeraton.blogspot.com. M - 45