BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK TERHADAP PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE. 1. Pengertian Badan Pertanahan Nasional (BPN)

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Upik Hamidah. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN CARA JUAL BELI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KUDUS

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.D. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

PEMANTAPAN TUGAS KEPALA DESA DALAM BIDANG ADMINISTRASI PERTANAHAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB III BAGAIMANA PROSES HUKUM DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

SURAT EDARAN NOMOR 9/SE/X/2017

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab terakhir ini, penulis akan mengemukakan kembali hal-hal pokok

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

Jurnal Panorama Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB IV PEMBAHASAN. Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan

Transkripsi:

44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 63 Tahun 2013). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Visi dan Misi 1) Visi Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia. 2) Misi Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk: a) Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan. b) peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). c) Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari. 44

45 d) Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas. b. Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. 2) Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan. 3) Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan. 4) Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan. 5) Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan. 6) Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. 7) Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah. 8) Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus. 9) Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan. 10) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah. 11) Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain. 12) Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan. 13) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. 14) Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan.

46 15) Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan. 16) Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan. 17) Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan. 18) Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan. 19) Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan. 20) Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 21) Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. c. 11 Agenda Kebijakan Adapun beberapa Agenda Kebijakan BPN RI adalah sebagai berikut: 1) Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional. 2) Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia. 3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship). 4) Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik. 5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis. 6) Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia. 7) Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 8) Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.

47 9) Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundangundangan Pertanahan yang telah ditetapkan. 10) Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional. 11) Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan. d. Empat Prinsip Pertanahan Nasional Diawali dari tahun 2005, pertanahan nasional dibangun dan dikembangkan atas dasar empat (4) prinsip pengelolaan: 1) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada kesejahteraan masyarakat, 2) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keadilan penguasaan dan pemilikan tanah, 3) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan Kebangsaan Indonesia, 4) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada harmoni sosial. 2. Peran PPAT dalam pendaftaran Peralihan Hak Ata Tanah Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PPAT memiliki beberapa peran di dalamnya. Peran tersebut berupa pelayanan terhadap masyarakat di dalam pembuatan akta tanah dan pendaftaran tanag melalui Notaris PPAT yang memberikan pelayanan reguler serta PPATS (Camat) yang memberikan pelayanan melalui PRONA (Program Nasional Agraria). Selaku Pejabat yang memiliki tugas pokok untuk memberikan pelayanan berupa pembuatan akta tanah dan pendaftaran tanah seperti diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1/2006 PPAT dan PPATS juga memberikan kepastian hukum berupa jaminan atas bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu. Kepastian hukum tersebut

48 berupa diterbitkannya akta peralihan hak milik atas tanah sampai diterbitkannya sertifikat tanah oleh Kantor Pertanahan. B. Pembahasan 1. Pendaftaran Hak Atas Tanah Karena Jual Beli, Harus Memenuhi Ketentuan Peraturan Pasal 37 No. 24 Tahun 1997 Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah. Sebelum melakukan peralihan hak atas tanah, antara kedua pihak terlebih dahulu melakukan perjanjian atau kesepakatan mengenai bidang tanah yang akan dialihkan haknya tersebut. Tetapi jika diteliti lebih lanjut, maka jual beli yang dilakukan menurut Hukum Adat bukanlah suatu perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan KUHPerdata, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli, dan bersamaan dengan itu penjual menyerahkan harganya kepada pembeli. Jadi antara pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan secara bersamaan, dan sejak saat itu pula hak atas tanah yang bersangkutan telah berpindah. Berbeda halnya dengan sistem Hukum Barat, dimana hak milik atas tanahnya tidak dapat langsung berpindah kepada si pembeli selama penyerahan yuridisnya belum dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan penyerahan yuridisnya (balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu penyetoran sejumlah uang di bank untuk si penjual belum berarti tanah yang dijual itu otomatis menjadi milik si pembeli. Tetapi si pembeli masih harus melakukan suatu perbuatan hukum lagi yaitu balik nama untuk dikukuhkan sebagai pemilik tanah yang baru.

49 Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah, yaitu mengenai subyek dan obyek jual beli tanah. Mengenai subyek jual beli tanah adalah para pihak yang bertindak sebagai penjual dan pembeli. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah calon penjual harus berhak menjual yaitu pemegang sah dari hak atas tanah tersebut, baik itu milik perorangan atau keluarga. Sedangkan mengenai obyek jual beli tanah adalah hak atas tanah yang akan dijual. Didalam jual beli tanah, tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah, tetapi secara hukum yang dibeli atau dijual bukan tanahnya tetapi hak atas tanahnya. Dalam subyek jual beli tanah, ada 4 syarat mengenai sahnya suatu pejanjian jual beli hak atas tanah, yaitu: a. Syarat sepakat yang mengikat dirinya Dalam syarat ini berarti kedua pihak sama-sama sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian jual beli yang mutlak dibuatkan sustu perjanjian tertulis berupa akta yang harus dibuat dan dihadapan Pejabat khusus yaitu PPAT b. Syarat cakap Untuk mengadakan suatu perjanjian perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual beli hak atas tanah, maka yang berhak adalah para pihak yang sudah memenuhi syarat dewasa menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada dibawah pengampuan. c. Syarat hal tertentu Apa yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual beli, baik itu mengenai luas tanah, letaknya, sertipikat, hak yang melekat demi mengelakkan ke mulut hukum dan hak-hak serta kewajiban kedua pihak harus terulang dengan jelas. d. Syarat sebab yang hal Di dalam pengadaan suatu perjanjian, isi dan tujuan dalam perjanjian itu harus jelas dan berdasarkan atas keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.

50 Dengan adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru akan mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan setempat, yang sebelumnya dibuat dahulu aktanya dihadapan PPAT. Di dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan : Bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Pemindahan Hak dan Penolakan Pendaftaran peralihan Hak Di dalam peralihan pemindahan hak adanya pemindahan hak dan penolakan pendaftaran peralihan hak, yaitu : a. Pemindahan Hak 1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalm perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37). b. Penolakan Pendaftaran Peralihan Hak Dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diadakan ketentuan yang mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan menolak melakukan

51 pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang dimohon. Penolakan itu harus dilakukan secara tertulis, yang disampaikan kepada yang berkepentingan, dengan menyebut alasan-alasannya, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan tembusan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak dipenuhi : 1) sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan ; 2) perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); 3) dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap; 4) tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan yang bersangkutan; 5) tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan; 6) perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau 7) perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan. Proses pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah setelah dikeluarkan Surat Edaran Kepala BPN RI Nomor 1/SE-100/2013, yaitu : a. Pendaftaran Peta Zona Nilai Tanah dan Aset Properti. b. Pengecekan Sertipikat. c. Pendaftaran Peralihan Hak Milik Karena Jual Beli.

52 Setelah permohonan Peta Zona Nilai Tanah dan Aset Properti dan Pengecekan Sertifikat telah selesai maka keduanya merupakan syarat dalam pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena jual beli. Dalam pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena jual beli, wajib melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya diatas materai cukup, b. Surat Kuasa apabila dikuasakan, c. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, d. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum, e. Sertifikat Asli, f. Akta Jual Beli dari PPAT, g. Fotocopy KTP dan para pihak penjual-pembeli dan/atau kuasanya, h. Ijin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang, i. Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti pemasukan (pada saat pendaftaran hak), dan j. Peta Zona Nilai Tanah dan Aset Properti. Sebelum berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah didasarkan pada : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) b. Overschrijvings Ordonantie Staatsblad 1834 Nomor 27. c. Hukum adat. Setelah berlakunya UUPA, maka peralihan hak atas tanah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 10 Tahun 1961) sebagaimana telah diubah

53 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997). Dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa, ''Pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.''. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pendaftaran hak atas tanah karena jual beli, harus memenuhi ketentuan Peraturan Pasal 37 No. 24 Tahun 1997. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin perlindungan hukum bagi pihak pembeli khususnya. 2. Akibat Hukum Apabila Pendaftaran Hak Tanah Karena Jual Beli Tidak Dilakukan di Hadapan PPAT Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena jual beli. Karena dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan hak milik tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Ada dua bentuk peralihan hak atas tanah atau hak milik yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Urip Santoso, 2010:301) : a. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah atau hak milik ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek dalam beralihnya hak atas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik.

54 b. Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Dalam dialihkan/pemindahan hak disini, pihak yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah atau hak milik. Bentuk-bentuk perbuatan hukum yang melahirkan hak atas tanah yaitu dengan cara beralih dan dialihkan sebagaimana diuraikan diatas antara lain dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan dan lelang. Penerima peralihan hak milik atas tanah atau pemegang hak milik atas tanahyang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Pokok Agraria dan pasal 21 ayat (1) UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara laki-laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Simbol untuk hukum modern adalah kepastian hukum setiap orang akan melihat fungsi hukum modern sebagai yang menghasilkan kepastian hukum. Dalam masyarakat yang awam dan masyarakat modern sangat membutuhkan adanya kepastian dalam berbagai interaksi antara para anggotanya. Kepastian hukum atau Rechtssicherkeit Security, Rechtssicherkeit adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu dituliskan, dipositifkan dan menjadi publik. Kepastian hukum itu adalah Sircherkeit des Rechts Selbst (kepastian tentang hukum itu sendiri), ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum : a. Bahwa hukum itu positif artinya bahwa ia adalah peraturan perundang

55 b. Bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti kemauan baik, kesopanan c. Bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping itu juga mudah dijalankan. d. Hukum positif itu boleh sering berubah-ubah. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan pada real action atau das sein nya. Kepastian hukum secara normatif merupakan suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan-raguan (multitafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak menimbulkan kekaburan norma. Dalam realitas kehidupan kita ditengahtengah masyarakat terdapat fakta bahwa masih banyak persoalan /sengketa tanah yang berawal dari belum terciptanya kepastian hukum atas sebidang tanah seperti masih adanya sengketa/perkara dibidang pertanahan sebagai akibat baik karena belum terdaftarnya hak atas tanah maupun setelah terdaftarnya hak atas tanah, dalam artian setelah tanah itu bersertifikat. Persoalan kepastian hukum masih menjadi hambatan dalam kegiatan penyelenggaraan negara dan pembangunan. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang tumpang tindih, tidak konsisten, tidak jelas sehingga terjadi multitafsir. Terkait peralihan hak atas tanah karena jual beli yang tidak didaftarkan pada kantor pertanahan diatas maka akibat hukum yang timbul adalah secara materiil hak dan kewajiban pewaris langsung beralih pada para pembeli tersebut, tetapi para pembeli tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Dapat dikatakan bahwa para pembeli tersebut tidak mendapatkan kepastian hukum apabila peralihan hak atas tanah karena jual beli tersebut tidak didaftarkan pada kantor pertanahan. Dengan kata lain bahwa dengan terdaftarnya hak kepemilikan atas tanah seseorang warga masyarakat maupun badan hukum oleh negara

56 dan dengan diterbitkan tanda bukti kepemilikan berupa sertifikat hak atas tanah, negara akan memberikan jaminan keamanan terhadap pemilikan tanah serta agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya terhadap tanah-tanah yang tidak didaftarkan maka negara tidak menjamin kepastian hukum dan haknya bagi pemilik atau yang menguasainya. Dalam proses jual beli tentu tidak selamanya dapat berjalan dengan baik, suatu saat pasti akan timbul hal-hal yang tidak dapat diduga atau di luar dugaan dan biasanya hal ini akan terjadi pada saat jual beli sudah berlangsung dan berdampak dikemudian hari. Contohnya adalah dalam jual beli tanah yang tidak dilakukan dihadapan Notaris/PPAT, kemudian masalah tersebut menjadi lebih rumit karena pihak penjual tidak diketahui lagi keberadaannya. Sebaik apapun dalam membuat perjanjian tidak dapat dipungkiri adanya celah-celah/kelemahan yang suatu hari jika terjadi sengketa menjadi celah-celah untuk dijadikan alasan-alasan dan pembelaan diri dari pihak yang ingin membatalkan, bahkan mencari keuntungan sendiri dari perjanjian tersebut. Dengan berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya, maka penyerahan benda tidak bergerak berupa tanah dan yang melekat diatasnya dilakukan dengan akta otentik di muka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Bila disuatu daerah tidak dimungkinkan untuk menemui PPAT, maka dapat menemui camat selaku PPAT sementara berdasarkan daerah kerja masing-masing. Kemudian akta PPAT tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat. Atas akta tersebut, kantor pertanahan menerbitkan sertifikat, sebagai tanda bukti hak. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria mengatur tentang peralihan hak atas tanah. Pasal-pasal yang mengatur tentang peralihan hak tersebut adalah Pasal 20 sampai dengan pasal 43. Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum yang sengaja dilakukan untuk mengalihkan hak atas tanah kepada orang lain yang menerima pengalihan. Perbuatan hukum peralihan itu dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemisahan dan pembagian harta biasa (bukan warisan) dan pembagian harta warisan, penyerahan hibah

57 wasiat (legaat), dan penyerahan tanah sebagai modal perusahaan (aktiva tetap) (Budi, Harsono, 2002:550). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah pasal 1 angka 1 menyatakan: Pejabat Pembuat Akta Tanah, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Kemudian disebutkan juga dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: a. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melaui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Dalam pasal 38 mengatakan sebagai berikut: (1) Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. (2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri. Kemudian dalam Pasal 39 mengatakan sebagai berikut: (1) PPAT menolak untuk membuat akta jika, untuk membuat akta: a. Mengenai

58 bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun kepadanya tidak bisa disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; b. Mengenai daftar tanah yang belum terdaftar kepadanya tidak disampaikan: 1. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan 2. Surat keterangan yang mengatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau e. Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh ijin pejabat atau instansi yang berwenang, apabila ijin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau f. Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai fisik dan atau data yuridisnya; atau g. Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalamperaturan perundang-undangan yang bersangkutan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya (R. Subekti, 2005:161-162). Dalam perjanjian cukup apabila kedua belah pihak sudah mencapai persetujuan tentang barang dan harganya. Dalam KUHPerdata pasal 1474 Pihak penjual mempunyai dua kewajiban utama yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.

59 Sedangkan pihak pembeli wajib melakukan kewajibannya sesuai dengan ketentuan pasal 1513 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Menurut pendapat Boedi Harsono, jual beli yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tetap sah, jadi hak miliknya berpindah dari si penjual kepada si pembeli, asal saja jual beli itu memenuhi syarat-syarat materiil (baik yang mengenai penjual, pembeli maupun tanahnya) (Budi Harsono dalam Sonang, 2013: 113). Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan PP No. 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pendaftaran tanah merupakan tugas pemerintah yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Sehingga dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya. Maka memperoleh sertipikat, bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin oleh undangundang. Pengertian sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis (keterangan tentang status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun

60 yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya) dan data fisik (keterangan tentang letak, batas dan luas bidang tanah satuan tanah yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya) suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib adsministrasi di bidang pertanahan.