BAB VI LOKASI LANDFILL

dokumen-dokumen yang mirip
Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi Tempat Pembuangan Sampah di Desa Tulaa, Bone Bolango

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

ANALISIS DATA GEOLISTRIK UNTUK IDENTIFIKASI PENYEBARAN AKUIFER DAERAH ABEPURA, JAYAPURA

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

MENENTUKAN AKUIFER LAPISAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN GRIYO PUSPITO DAN BUMI TAMPAN LESTARI

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012,

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

REVISI, PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

Identifikasi Sebaran Aquifer Menggunakan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Desa Bora Kecamatan Sigi Biromari Kabupaten Sigi

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No.2, (2017) ( X Print) B-29

INTERPRETASI LAPISAN BATUAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN ANALISIS DATA GEOLISTRIK

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

APLIKASI TEKNOLOGI EKSPLORASI UNTUK MEMAHAMI KONDISI AIR TANAH DI DAERAH PADANG LUAS KABUPATEN TANAH LAUT

ISBN : Oleh: Ir. Setiyono, MSi

III. METODE PENELITIAN

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

ANALISA KONDUKTIVITAS HIDROLIKA PADA SISTIM AKUIFER

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III METODA PENELITIAN. mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun tahapan yang dilakukan teruraikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS BATUAN BAWAH PERMUKAAN SEBAGAI KAJIAN AWAL PERENCANAAN PEMBUATAN PONDASI BANGUNAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

DETEKSI KEBERADAAN AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN SOFTWARE IP2Win DAN ROCKWORK 2015

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data

SURVAI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER DI DESA BANJAR SARI, KEC. ENGGANO, KAB.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

IDENTIFIKASI AKUIFER DI ZONA PATAHAN OPAK PASCA GEMPA YOGYAKARTA 2006 DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

Cara arus mengalir di bumi Elektronik (Ohmik) Arus mengalir lewat media padat (logam, batuan, dll.)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M.

POLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI ELEKTRODA SCHLUMBERGER

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

BAB III METODA PENELITIAN. Bab ini akan menjelaskan bebarapa tahapan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

Oleh : Dwi Wahyu Pujomiarto. Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Abstrak

ANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK

Cristi * ), Kerista Sebayang * ), Mester Sitepu ** ) Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, MEDAN

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

KATA PENGANTAR. Kupang, Oktober Penulis

EKSPLORASI SUMBERDAYA AIR TANAH DI DAERAH HANDIL BABIRIK KABUPATEN TANAH LAUT

IDENTIFIKASI POTENSI AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK 1-DIMENSI DI DESA SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D

Transkripsi:

BAB VI LOKASI LANDFILL 6.1. Syarat-Syarat Lokasi Pengelolaan Limbah B3 Syarat-syarat lokasi pengelolaan limbah B3 yang meliputi lokasi untuk penyimpanan, lokasi untuk pengumpulan, lokasi untuk pengolahan dan lokasi untuk penimbunan/landfill telah diatur di dalam: - Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, - Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-01/Bapedal/09/1999 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, - Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-03/Bapedal/09/1999 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, - Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-04/Bapedal/09/1999 tentang Tatacara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Secara singkat persyaratan-persyaratan lokasi pengelolaan limbah B3 seperti yang tersebut di dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Kepala Bapedal itu dapat dilihat pada Tabel 6.1. dan Tabel 6.2. 81

Tabel 6.1 : Syarat-syarat Lokasi Pusat Pengelolaan Limbah B3 Menurut PP 18 84 Jenis Kegiatan Pengelolaan Bebas Banjir Tdk Rawan Bencana Bukan Kaw. Lindung Sesuai RTR Mrpk Kaw. Industri menurut RTR Besarnya Permeabilitas Secara Geologis Bukan daerah resapan air Lokasi Penyimpanan Lokasi Pengolahan Lokasi Penimbunan Ditetapkan sbg lks penimb lb B3 Lokasi Penyimpanan (Kep 01) Max 10 7 cm/det Tabel 6.2 : Syarat-syarat Lokasi Pusat Pengelolaan Limbah B3 Sesuai Dng Kep. Kepala Bapedal Lokasi Pengumpulan (Kep 01) Lokasi Pengolahan di dlm lks penghasil (Kep-03) Lokasi Pengolahan di luar lks penghasil (Kep-03) Dinyatakan:-aman stabil tdk rawan bencana Lokasi Landfill (Kep-04) a. Daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir; b. Jarak minimum dengan fasilitas umum 50 meter. a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya min 1 (satu) Ha b. Daerah bebas banjir tahunan c. Cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah: 1. 50 m dari jalan utama/ tol; 50 m dari jalan lainnya; 2. 300 m dari fasum spt: pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fas. keagamaan, fas. pendidikan, dll. 3. 300 m dari perairan spt: garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air,sumur penduduk, dll. 4. 300 m dari daerah yang dilindungi spt: cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll. a. Daerah bebas banjir, b. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasum min 50 m. a. daerah bebas banjir; b. Min 150 m dari jalan utama/ tol dan 50 m untuk jalan lainnya; c. Min 300 m dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; d. Min 300 m dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk; e. Mmin 300 m dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lainlainnya). a. Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan. b. Geologi lingkungan: 1. Litologi batuan dasar adalah batuan sedimen berbutir sangat halus (seperti serpih, batu lempung), batuan beku, atau batuan malihan yang bersifat kedap air (k <10-9 m/detik), tdk berongga, tdk bercelah dan tdk berkekar intensif. 2. Bukan daerah berpotensi bencana alam: longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi & patahan aktif. c. Hidrogeologi: 1. Bukan daerah resapan (recharge) air tanah tidak tertekan yang penting dan air tanah tertekan. 2. Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan air tanah (aquifer). Jika di bawah lokasi tersebut terdapat lapisan air tanah maka jarak terdekat lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter. d. Hidrologi Permukaan: Bukan daerah genangan air, berjarak min 500 m dari: aliran sungai yang mengalir spj tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih. e. lklim dan curah hujan: Diutamakan lokasi dengan : 1. Curah Hujan : kecil, daerah kering; 2. Angin : kec. tahunan rendah, berarah dominan ke daerah tidak berpenduduk / berpenduduk jarang. f. Sesuai dng RTR yg merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah. Flora dan fauna: 1. Flora : daerah dng kesuburan rendah, tidak ditanami tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan lindung; 2. Fauna : bukan daerah margasatwa / cagar alam. 82

6.2. Pemilihan Calon Lokasi Alternatif Pusat Pengelolaan Limbah B3 (PPL-B3) Yang Dikembangkan P3TL-BPPT 6.2.1. Langkah-langkah Penentuan Lokasi PPL-B3 Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan lokasi pusat pengelolaan limbah B3 (PPL-B3). Sebelum menentukan lokasi, terlebih dahulu harus dipelajari jenis limbah apa yang akan dikelola dan bagaimana karakteristik dan sifat-sifat (fisika, kimia, biologi dan radio aktifitas) dari limbah tersebut. Setelah diketahui karakteristik dan sifat-sifatnya, dilakukan pemilihan teknik pengolahannya sampai penangangan akhir (landfill). Pada waktu penentuan lokasi PPL-B3 perlu dipikirkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan penimbunan. Lokasi PPL-B3 harus laik dipandang dari sudut kesehatan, lingkungan, sosial ekonomi dan budaya maupun dari segi estetika yang berlaku. Pertimbangan lain adalah upaya pengelolaan lokasi bekas penimbunan setelah ditutup (telah penuh), sebab timbunan limbah B3 dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan dalam jangka waktu yang sangat panjang (meskipun kegiatan penimbunan telah selesai). Langkah-langkah yang perlu diambil dalam penentuan calon lokasi PPL-B3 antara lain: 1. penentuan kriteria lokasi, 2. identifikasi calon-calon lokasi yang memenuhi kriteria, 3. review dan evaluasi calon-calon lokasi, 4. pemilihan lokasi untuk evaluasi terakhir, 5. evaluasi teknis dan penentuan rangking lokasi, 6. review terakhir. Secara sistematis langkah-langkah penentuan lokasi PPL-B3 seperti pada Gambar 6.1. 83

SKEMA PENENTUAN CALON LOKASI PUSAT PENGELOLAAN LIMBAH B3 Survai &inventarisasi limbah industri di wilayah studi Kriteria lokasi Pemilihan calon lokasi Tdk Masuk dalam kategori limbah B-3 Ya Analisis kelayakan lokasi secara teknis (Geologi, topogafi, hidrogeologi, iklim dll) Tdk Tdk Jumlahnya layak dikelola secara terpusat Ya Calon lokasi terpilih Buat peta pelayanan regional Ya Dikelola sendiri oleh Pemda/Swasta Analisis masalah teknis (Transportasi dll) Dapat memenuhi syarat secara teknis & ekonomisteknis Ya Disetujui Tdk Ya LOKASI TERPILIH Tdk Gambar 6.1. Skema Penentuan Calon Lokasi Pusat Pengolahan Limbah B3 6.2.2. Penerapan Teknik Geolistrik Untuk Analisis Lokasi Untuk menentukan lokasi PPL-B3 yang aman sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, diperlukan teknologi yang dapat digunakan untuk analisis kondisi calon lokasi dengan tepat. Salah satu teknologi yang dapat digunakan dan dapat memberikan hasil analisis yang akurat serta dapat memberikan banyak masukkan (data) adalah teknologi pengukuran dengan teknik geolistrik 84

(investigasi tahan jenis). Ada berbagai data yang dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran dengan teknik ini, antara lain adalah : dapat mengetahui muka air tanah, dapat mengetahui penyebaran (distribusi) air tanah, dapat mengetahui arah aliran air tanah, dapat mengetahui permeabilitas lapisan batuan, dapat menafsirkan kedalaman batuan dasar, dapat mengetahui porositas batuan dan dapat mengetahui ketebalan akuifer air tanah dan penyebarannya. Prinsip Dasar Analisis Geolistrik Metoda Geolistrik Tahanan Jenis merupakan metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat terjadi melalui konduksi secara elektronik, elektrolitik dan dielektrik. Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan oleh elektron-elektron bebas tersebut. Konduksi elektrolitik terjadi jika batuan bersifat porous dan poriporinya terisi oleh fluida elektrolitik sehingga arus listrik dialirkan oleh ion-ion elektrolitik. Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri listrik. Tahanan jenis formasi batuan dibatasai oleh sejumlah arus yang melewati formasi batuan tersebut ketika potensial listrik diberikan. Secara sederhana tahanan jenis didefinisikan sebagai tahanan dalam ohms antara permukaan yang berlawanan dari suatu unit kubus pada suatau material. Jika material dengan tahanan R 85

mempunyai luas penampang A dan panjang L, maka tahanan jenisnya dapat diekspresikan sebagai berikut : ρ = RA/L Satuan tahanan jenis adalah ohm-m/m 2, disederhanakan menjadi ohm-m. Tahanan jenis formasi batuan mempunyai jangkauan harga yang bervarisai, tergantung kepada jenis materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori, kandungan dan kualitas air serta temperatur. Dalam hubungannya dengan media yang porous, tahanan jenis lebih dikontrol oleh kandungan dan kualitas air di dalam formasi, dari pada oleh tahanan jenis batuannya. Prinsip pengukuran dalam metoda tahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus listrik (dalam satuan ma) ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang terjadi (dalam satuan mv) diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi nilai tahanan jenis (ρ) masing-masing lapisan di bawah titik ukur dalam satuan ohm-m. Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-lektroda potensial dan elektroda-elektroda arus, dikenal ada beberapa konfigurasi elektroda antara lain: Konfigurasi Wenner, Konfigurasi Schlumberger, Konfihurasi Dipole-dipole, Lee Partition, Konfigurasi Rectangle, dll.. Masing-masing konfigurasi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan ditentukan berdasarkan target yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini konfigurasi elektroda yang dipakai adalah dengan konfigurasi Schlumberger. 86

Pada metoda tahanan jenis diasumsikan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan demikian tahanan jenis yang terukur merupakan tahanan jenis sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda ρ = K [ V/I ]. Tetapi kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang berbeda, oleh karena itu harga tahanan jenis yang diperoleh bukan harga satu lapisan saja, melainkan tergantung pada spasi elektroda. Atau dapat dikatakan bahwa harga tahanan jenis yang diperoleh dari ρ = K [ V/I ] adalah harga tahanan jenis ( ρ ) semu yang besarnya dipengaruhi oleh faktor geometri ( K ). Ada beberapa metoda untuk memperoleh harga tahanan jenis sebenarnya dari harga tahanan jenis semu tersebut. Salah satunya adalah dengan pencocokan kurva. Pada tahap ini ada tiga tahapan penting yaitu interpretasi lapangan dengan tujuan menentukan bentangan maksimal dan menentukan tipe kurva lapangan. Tahapan yang kedua adalah interpretasi pendahuluan dengan tujuan menentukan harga tahanan jenis dan kedalaman masingmasing lapisan dengan menggunakan kurva standar dan kurva bantu. Tahapan terakhir adalah interpretasi dengan keadaan geologi daerah penelitian. Hubungan antara tahanan jenis dan porositas di dalam batuan sedimen, dapat dijelaskan melalui Hukum Archie (Archie, 1942 op.cit. Ward, 1992) dan diformulasikan sebagai berikut : F ρ ρe r m = = aφ dimana F = ρ r / ρ e adalah faktor formasi, ρ r tahanan jenis batuan, ρ e tahanan jenis fluida yang mengisi pori di dalam batuan dan φ adalah porositas, sedangkan a dan m adalah konstanta yang tergantung kepada jenis batuannya. (Di sini digunakan simbol ρw sebagai ρe untuk air atau elektrolit di dalam pori). Konstanta m 87

biasanya mengacu kepada faktor sementasi sedangkan konstanta a mengacu kepada koefisien saturasi. Harga numerik untuk a umumnya berkisar antara 0,6 s.d. 1,0 sedangkan untuk m antara 1,4 s.d. 2,20. Tingkat sementasinya makin tinggi, maka harga m akan semakin tinggi juga. Bentuk khusus dari persamaan Archie untuk batupasir adalah sebagai berikut : 2,15 F 0,62 (Formula Humble) = φ dan untuk karbonat dengan porositas yang rendah : F m = φ (Formula Shell) Baik Formula Humble maupun Shell biasanya digunakan untuk kondisinya yang memang cocok, tetapi formula lainnya juga biasa digunakan. Contohnya untuk batuan yang gampingan digunakan persamaan F = 1/φ 2. Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume air di dalam batuan yang tersaturasi, Ve φ = Vr dimana Ve dan Vr menggambarkan volume terukur dari air dan batuan. Pengambilan Data Pengambilan data di lapangan meliputi penentuan posisi titik pengukuran, ketinggian dan pengukuran tahanan jenis. Penentuan posisi titik pengukuran merupakan pekerjaan yang sangant penting dan fundamental dalam setiap pengukuran. Karena dengan mengetahui posisi secara akurat, maka hasil pengukuran dapat di plot di peta dan kemudian siap untuk dilakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut. Waktu pengambilan data, posisi lokasi titik 88

pengukuran tahanan jenis dapat ditentukan dengan alat GPS Garmin 12 XL (Global Positioning System). Peralatan yang digunakan untuk mengukur tahanan jenis adalah Resistivitymeter McOHM Mark-2 Model-2115A yang mempunyai resolusi sangat tinggi yaitu 1 µ Ohm-m, dilengkapi dengan elektroda arus, elektroda potensial, kabel, baterai dan perlengkapan lainnya. Konfigurasi elektroda yang dipakai dalam pengambilan data tahanan jenis adalah konfigurasi Schlumberger yang dapat divisualisasikan sebagai berikut : C1 I P1 P2 C2 V Resistivitymeter Permukaan Tanah A M N B l L Gambar 6.2.: Pengambilan data tahanan jenis dengan metoda Schlumberger Dimana M, N adalah elektroda potensial, sedangkan A dan B adalah elektroda arus. Untuk Konfigurasi Schlumberger, tahanan jenis didapatkan dari persamaan sebagai berikut : π ρs = K V s dan Ks = I 2 2 ( L l ) Bentangan elektroda arus maksimum yang digunakan adalah 250 m, dengan demikian target penetrasi kedalamannya adalah ± 80-100 m. 2l 89

Contoh Hasil Analisis Dengan Teknik Geolistrik; Berikut ini diberikan contoh hasil analisis lokasi dengan memanfaatkan teknik geolistrik untuk menentukan calon lokasi PPL-B3. Lokasi ini merupakan daerah lembah dengan ketinggian ± 40 m di atas permukaan laut, merupakan persawahan tadah hujan yang tandus dan dikelilingi oleh bukit-bukit kecil. Data hasil pengukuran tahanan jenis di lokasi penelitian dapat dilihat di lampiran. Interpretasi Data Harga tahanan jenis yang diperoleh dari pengukuran adalah harga tahanan jenis ( ρ ) semu yang besarnya dipengaruhi oleh faktor geometri ( K ). Pengolahan dan interpretasi data bertujuan untuk memperoleh harga tahanan jenis yang sebenarnya dan kedalaman dari tiap lapisan di bawah titik pengukuran. Metoda yang digunakan adalah metoda pencocokan kurva ( curve matching) dengan bantuan program komputer Resist. Pengolahan dan interpretasi data juga didasarkan pada data-data geologi, terutama untuk menentekan parameter lapisan yang dianggap tetap (fix/unlock layers-parameter). Dari hasil pengolahan dan interpretasi tersebut diperoleh parameter-parameter tahanan jenis yang sebenarnya dan kedalaman dari tiap lapisan. Dengan mengacu ke data geologi dan referensi harga tahanan jenis beberapa batuan kemudian diinterpretasikan jenis lapisannya. Tahanan jenis dan interpretasi litologi. Nilai tahanan jenis yang diperoleh dari hasil survey di lapangan bervariasi dari 1 Ohmm s.d. 48 Ohm. Dengan mengacu ke kondisi geologi daerah penelitian disertai dengan data 90

referensi harga tahanan jenis beberapa batuan maka dari harga-harga tahanan jenis tersebut dapat ditafsirkan jenis litologi yang ada di daerah penelitian sebagai berikut : ρ (Ohmm) Litologi 1-26 Lempung (lapisan impermeabel) 29,2 48,5 Pasir/Pasir lempungan (lapisan permeabel) Dari hasil survey tahanan jenis tersebut tampak di daerah penelitian didominasi oleh nilai tahanan jenis yang rendah (lihat hasil interpretasi) yang berarti didominasi oleh lapisan lempung. Pada lokasi pengukuran SM-1 diketemukan dominasi lempung sebagai lapisan penutup sampai kedalaman 108 m dan di bagian bawah dibatasi oleh pasir sampai kedalaman tertentu tertentu. Sedangkan pada lokasi SM-2 lapisan atas merupakan lempung sampai kedalaman lebih dari 49 m dan masih menunjukkan kemenerusan dari lempung tersebut. Pada SM-3 tebal lapisan lempung sampai kedalaman 37 m, diteruskan dengan lapisan pasir dengan batas yang jelas. Pada lokasi SM-4 lempung merupakan lapisan teratas hingga langsung berbatasan dengan pasir pada kedalaman 84 m. Secara lengkap hasil pengolahan dan interpretasi data di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.3 s/d 6.10. 91

Gambar 6.3 S/d. 6.10 Ada 8 lembar gambar Visio 2000 94

99

Sampai dengan bentangan 250 m (target kedalaman > 80 m) hasil survey tahanan jenis belum menunjukkan adanya batuan dasar. Hal ini kemungkinan disebabkan letak batuan dasar berada pada kedalaman lebih dari 100 m. Lapisan lempung secara geologi dikenal sebagai lapisan batuan yang mempunyai sifat impermeabel sehingga sering menjadi lapisan dasar dan atau lapisan penudung dalam suatau aquifer air tanah ataupun reservoir minyak bumi. Sedangkan lapisan pasir merupakan lapisan batuan dengan sifat sangat permeabel dan sering menjadi aquifer air tanah yang baik. Tahanan jenis dan porositas. Dortman (1964) op.cit. Mazac et. al. (1990) memberikan hubungan antara porositas dengan harga tahanan jenis sebagai berikut : P = 33.7 X ρ -0.268 Dengan menggunkan hubungan Dortman di atas maka lapisan batuan yang ada di daerah penelitian mempunyai porositas sebagai berikut : Lapisan ρ (Ohmm) Porositas (%) Lempung 1,0 26 14,07 33,7 Pasir/pasir lempungan 29,2 48,5 11,91 13,64 Tahanan jenis dan permeabilitas. Mazac et. al, 1990 telah menemukan hubungan langsung antara tahanan jenis batuan dengan permeabilitas. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.11. Dengan didasarkan pada hubungan Mazac (1990), maka dapat diinterpretasikan harga permeabilitas lapisan batuan di daerah penelitian hasil dari survei tahanan jenis adalah sebagai berikut: 100

Lapisan ρ (Ohmm) Permeabilitas (m/s) Lempung 1,0 26 10-9 - 3x10-9 Pasir 29,2 48,5 2x10-7 - 3x10-7 Lapisan lempung secara geologi dikenal sebagai lapisan batuan yang mempunyai sifat impermeabel (tidak meloloskan fluida), sehingga sering menjadi lapisan dasar dan atau lapisan penudung dalam suatu aquifer air tanah ataupun reservoir minyak bumi. Sedangkan lapisan pasir merupakan lapisan batuan dengan sifat permeabel (dapat meloloskan fluida) dan sering menjadi aquifer air tanah yang baik. Gambar 6.11: Hubungan permeabilitas dan resistivitas untuk beberapa jenis batuan (Mazac et. al., 1990). 101

Tahanan jenis dan Air Tanah. Lapisan batuan yang berpotensi sebagai akuifer air tanah adalah batuan yang mempunyai porositas dan permeabilitas cukup besar (misalnya lapisan pasir/batupasir). Hasil survey dan interpretasi tahanan jenis di daerah penelitian menunjukkan lapisan batuan yang berpotensi sebagai akuifer air tanah adalah di lokasi SM-1 pada kedalaman > 108,6 m, SM-3 pada kedalaman > 37,2 m dan SM-4 pada kedalaman > 84,4 m. Dari data tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian mempunyai akuifer air tanah yang relatif dalam, karena lapisan permukaannya mempunyai lapisan lempung yang tebal (37,2 108,6 m). Berdasarkan pengamatan geologi regional dan hasil pengukuran tahanan jenis, di lokasi penelitian tidak diketemukan struktur patahan sehingga dapat di katakan sebagai daerah yang stabil. Korelasi antar lapisan batu lempung yang berbatasan dengan batu pasir yang dimungkinkan oleh hubungan menjari meskipun sebagian ada yang merupakan perlapisan. Hasil analisis geolistrik ini secara lengkap juga dapat dilihat pada Tabel 6.3, sedangkan aktivitas pengambilan data analisis geolistrik dapat dilihat pada foto 1 dan foto 2. 102

Foto 1: Persiapan di lapangan untuk analisis Foto 2: Aktivitas pengukuran tahanan jenis batuan 6.2.3. Penilaian Peringkat/Ranking Calon Lokasi PPL-B3 Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar landfill, maka landfill harus ditempatkan pada lokasi yang memenuhi kriteria-kriteria persyaratan yang telah ditetapkan dan diupayakan untuk ditempatkan pada lokasi terbaik sebagai pusat pengelolaan limbah B3 agar dampaknya dapat diminimalisasikan. Untuk menentukan lokasi terbaik di suatu wilayah, perlu dilakukan survai dan analisis calon lokasi. Kemudian dengan memperhatikan syaratsyarat lokasi PPL-B3 dan hasil analisis dari tiap-tiap calon lokasi ditabelkan untuk penilaian. Kriteria penilaian harus ditentukan 103

dengan jelas dan setiap parameter kondisi wilayah diberikan nilai yang sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah semua parameter kondisi fisik wilayah diberi nilai, kemudian nilai dari setiap calon lokasi dijumlahkan. Calon lokasi yang mempunyai nilai tertinggi merupakan calon lokasi terbaik PPL-B3 di wilayah tersebut. Contoh penilaian dapat dilihat pada Tabel 6.4. 104

Tabel 6.4. Hasil Analisis Geolistrik di Lokasi Penelitian No Lokasi (Titik pengukuran) Jenis Batuan Kedalaman (m) Porositas (%) Permeabilitas (m/s) Sifat Lapisan Potensi Air Tanah Arah Aliran Air Tanah Arah Aliran Air Permukaan SM-3 1 SM1 lempung 0-108 14.07 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman >108.6 m TA SM-1 pasir > 108 11.91-13.64 2.10-7 3.10-7 permeabel SM-2 SM-4 2 SM2 lempung 0 49.5 14.07 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel TA TA 3 SM3 lempung 0 37.2 14.07 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman pasir > 37.2 11.91-13.64 2.10-7 3.10-7 permeabel > 37.2 m TA 4 SM4 lempung 0 84.4 14.07 37.7 10-9 - 3x10-9 impermeabel Pada kedalaman Pasir > 84,4 > 84,4 m TA Keterangan: Titik pengukuran Arah aliran air permukaan Catatan : TA = Tidak Ada. Sumber : Hasil Analisis Lokasi 105 105

Tabel 6.5 : Contoh Tabel Penilaian Kondisi Fisik Wilayah Persyaratan Kondisi Fisik Lokasi Landfill Sesuai Kep. Kepala Bapedal No. 04/BAPEDAL/09/1995 Nilai Kondisi Fisik Calon Lokasi Lokasi I Lokasi II Lokasi III 1. Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan. -- -- -- 2. Geologi lingkungan: a. Litologi batuan dasar adalah batuan sedimen berbutir sangat halus (seperti serpih, batu lempung), batuan beku, atau batuan malihan yang bersifat kedap air (k <10-9 m/detik), tdk berongga, tdk bercelah dan tdk berkekar intensif. b. Bukan daerah berpotensi bencana alam: longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi & patahan aktif. -- -- -- -- -- -- 3. Hidrogeologi: a. Bukan daerah resapan (recharge) air tanah tidak tertekan yang penting dan air tanah tertekan. b. Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan air tanah (aquifer). Jika di bawah lokasi tersebut terdapat lapisan air tanah maka jarak terdekat lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter. -- -- -- -- -- -- 4. Hidrologi Permukaan: a. Bukan daerah genangan air, -- -- -- b. Berjarak min 500 m dari: aliran sungai yang mengalir spj tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih. -- -- -- 5. lklim dan curah hujan: Diutamakan lokasi dengan : 1. Curah Hujan : kecil, daerah kering; 2. Angin : kec. tahunan rendah, berarah dominan ke daerah tidak berpenduduk / berpenduduk jarang. -- -- -- 6. Kesesuaian dengan RTRW yg ada -- -- -- 7. Kesuburan tanah Merupakan tanah kosong yang tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah. 8. Flora dan fauna: a. Flora : daerah dng kesuburan rendah, tidak ditanami tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan lindung; b. Fauna : bukan daerah margasatwa/cagar alam Keterangan Nilai : -- -- -- Total Nilai -- -- -- 0 : Tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan; 1 : Dapat dimodifikasi/diubah fungsinya/tidak menimbulkan dampak yang besar; 2 : Cukup memenuhi persyaratan; 3 : Memenuhi persyaratan yang diperlukan; 4 : Sangat memenuhi persyaratan yang diperlukan. -- -- -- -- -- -- 106