GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188 / 193 / KPTS / 013 / 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

penyebab terjadinya erosi tanah Posted by ariciputra - 29 May :25

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI. Perlakuan Konservasi Tanah (Reklamasi) Guludan. bangku. Guludan - Teras Kredit

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 71 TAHUN 1996

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 89 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Topik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/12/KPTS/013/2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSIJAWA TIMUR, NOMOR 8 TAHUN 2001

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

Transkripsi:

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN URUSAN EROSl, SEDIMENTASI DAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LINTAS KABUPATEN/ KOTA Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a) bahwa dalam upaya pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di wiiayah DAS Brantas, Sampean-Madura dan Solo khususnya mengenai penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produksi lahan lintas Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur harus ada keterpaduan program penanganan kegiatan di wilayah hulu dan hilir; b) bahwa dalam mewujudkan keterpaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipandang perlu menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Urusan Erosi, Sedimentasi Dan Produktivitas Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Lintas Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Timur dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria ; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistimnya; 4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman : 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ; 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ; 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 1

8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ; 9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ; 10.Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air ; 11.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai ; 12.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang ; 13.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1998 tentang Perlindungan Hutan ; 14.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1 999 tentang Analisis Dampak Lingkungan ; 15.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom ; 16.Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Kerusakan Tanah dan Bio Massa ; 17.Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan ; 18.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ; 19.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 20/Kpts-11/2001 tentang Pola Umum dan Standar Serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan ; 20.Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-lI/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS; 21.Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2000 tentang Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN URUSAN EROSI, SEDIMENTASI DAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) LINTAS KABUPATEN/ KOTA Dl PROPINSI JAWA TIMUR Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 2

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah aliran sungai adalah suatu daerah tertentu yang karena bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut, dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemucijan mengalirkannya melalui sungai utamanya. 2. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. 3. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan meningkatkan kelestarian dengan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. 4. Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan untuk memberikan hasil pada tingkat optimum sesuai dengan fungsi dan pemanfaatannya. 5. Lahan kritis adaiah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukkannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. 6. Erosi adaiah suatu proses dimana tanah dan partikel tanah / batuan dilepaskan dan dihancurkan yang selanjutnya diangkut atau tercuci oleh gaya-gaya air, angin atau gaya berat partikei tanah / batuan itu sendiri 7. Sedimentasi adafah peristiwa tertimbun / terkumpulnya partikelpartikei tanah / batuan hasil erosi atau tanah larutan disuatu tempat yang lebih rendah. 8. Pengurusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan adalah upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk mengendalikan erosi dan sedimentasi guna meningkatkan produktivitas lahan. 9. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 3

10.Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 11.Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 12.Konservasi dan rehabilitasi lahan (KRL) adaah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan peruntukkannya. 13.Penghijauan adaiah upaya memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan kritis diluar kawasan hutan melalui kegiatan tanam menanam dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik, serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukkanya. 14.Terasering adalah bangunan konservasi tanah ( pengawetan tanah ) yang dibuat sejajar garis kontur yang dilengkapi saluran peresapan, saluran pembuangan air (SPA) serta tanaman penguat teras. 15.Hutan rakyat adaiah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik atau hak lainnya dengan penutupan tajuk tanaman kayu - kayuan lebih dari 50 %. 16.Kebun rakyat adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon pohonan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik atau hak lainnya dengan penutupan tajuk didominasi oleh jenis pohon buah-buahan/ industri. 17.Dam pengendali ( DP ) adalah bangunan konservasi tanah dan air berupa bendungan kecil dengan kontruksi urugan tanah dan batu/ beton, dibuat pada alur curam atau sungai kecil yang berfungsi sebagai pengendali sendimen atau penampung air. 18.Dam penahan ( DPn ) adalah bangunan konservasi tanah dan air yang berupa bendungan kecil dengan kontruksi bronjongan kawat dibuat pada alur jurang yang berfungsi sebagai penahan sendimen. 19.Saluran pembuangan air ( SPA ) adalah saluran dengan ukuran tertentu yang tegak lurus kontur dilengkapi bangunan terjunan yang berfungsi menampung dan penyalurkan air permukaan. 20.Budidaya pertanaman lorong ( Alley cropping ) adalah salah satu teknik konservasi tanah secara vegetatif dimana tanaman pokok ditanam pada lorong - lorong yang berbentuk diantara larikan-larikan tanaman pagar ( semak atau jenis leguminosae) mengikuti kontur. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 4

21.Budidaya strip rumput ( grass barrier ) adalah pola usaha tani dengan cara menanam tanaman pokok diantara strip rumput secara berselang-seling yang dilakukan pada bidang yang mengikuti kontur. 22.Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan atau air rembesan di lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik. 23.Pola KRL adalah rencana umum jangka panjang yang memuat arahan teknis penggunaan lahan, arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah serta urutan tingkat kekritisan Sub DAS di dalam suatu DAS / wilayah DAS. 24.Rencana teknik lapangan (RTL KRL) adalah rencana jangka menengah (5 tahun) yang memuat tentang rencana tehnik rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang memuat lokasi, jenis, dan volume kegiatan, serta proyeksi tahunannya yang disusun untuk setiap DAS / Sub DAS. 25.Rencana teknik penghijauan adalah suatu rencana jangka pendek (tahunan) yang terdiri dari rencana indikatif dan rancangan teknik detail/ setiap kegiatan dalam penghijauan input langsung, penghijauan areal dampak, dan penghijauan swadaya dan memuat mengenai lokasi, jenis dan volume kegiatan, jenis tanaman penghijauan dan kelompok tani. 26.Tanaman semusim pada kegiatan reboisasi adalah merupakan tanaman sementara pada kegiatan reboisasi yang perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok maupun tanaman sela. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam menyelenggarakan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan yang disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam pelaksanaan pembangunan wilayah yang berkelanjutan. (2) Pedoman ini disusun dengan tujuan terwujudnya suatu pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan karateristik ekosistimnya, sehingga sumber daya aiam dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 5

BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup kegiatan meliputi: a. Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi dan rehabilitasi lahan ; b. Pengelolaan vegetasi, khususnya pengefofaan hutan yang memiliki fungsi perfindungan terhadap tanah dan air; c. Remtpaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan pada upaya rehabilitasi lahan dan kqnservasi tanah DAS umumnya dan pengendalian erosi, sedimentasi dan peningkatan produktivitas lahan pada khususnya. Pasal 4 Dalam pedoman ini diatur beberapa ketentuan khusus terkait dengan ruang lingkup kegiatan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 3, yaitu : a. Perencanaan; b. Pengorganisasian; c. Pembiayaan; d. Pelaksanaan; e. Monitoring dan Evaluasi. BAB IV PERENCANAAN Pasal 5 Perencanaan adalah proses kegiatan pemikiran dan penentuan prioritas yang harus dilakukan secara rasional sebelum melakukan tindakan dalam rangka mencapai tujuan serta merupakan suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan, diacu oleh semua pihak yang terkait dan di evaluasi secara berkala. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 6

Pasal 6 Perencanaan mengatur aktivitas-aktivitas penanganan erosi, sedimentasi, produktrvitas lahan DAS lintas Kabupaten / Kota termasuk rencana monitoring dan evaluasi. Pasal 7 Perencanaan dalam penyelenggaraan penanganan erosi, sendimentasi dan produktivitas lahan DAS lintas Kabupaten / Kota dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuan sebagai berikut: a. Reneana jangka panjang (25 tahun) bersifat indikatif seperti rencana pengelolaan terpadu pola konservasi dan rehabilitasi lahan (pola KRL); b. Rencana jangka menengah (5 tahun) bersifat teknik pelaksanaan misalnya rencana teknik lapangan konservasi dan rehabilitasi lahan (RTL KRL); c. Rencana kegiatan jangka pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan rancangan setiap kegiatan seperti rencana teknik penghijauan yang memuat informasi lokasi, jenis kegiatan, volume pekerjaan dan biaya kegiatan serta dilengkapi peta lokasi. Pasal 8 Dalam pembuatan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Identifikasi karakteristik daerah aliran sungai (DAS) lintas Kabupaten/ Kota yang antara lain mencakup batas - batas dan luas, topografi, geografi, tanah, iklim, kondisi hidrologi, penggunaan lahan, kerapatan drainase, sosial ekonomi; b. Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan lahan, tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan ; c. Perumusan tujuan dan sasaran secara jeias dan terarah ; d. Identifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penyelenggaraan penanganan erosi, sendimentasi dan produktivitas lahan dalam OAS lintas Kabupaten / Kota ; e. Implementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 7

f. Sedimentasi dan produktivitas lahan DAS lintas Kabupaten / Kota ; g. Legitimasi dan sosialisasi rencana yang telah tersusun. BAB V PENGORGANISASIAN Pasal 9 Penanganan erosi, sedimentasi dan produktifitas lahan DAS lintas Kabupaten / Kota merupakan suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari satu lembaga (baik Pemerintals maupun non pemerintah), oleh karenanya diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik agar terwujud suatu sinergi dan jaringan kerja yang harmonis. Pasal 10 Kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan di areal hutan menjadi tanggung jawab Pemerintah Propinsi (cq. Pengelola/ PT, Perhutani Unit II, dengan pembinaan dari Dinas Kehutanan Propinsi ) sedangkan di luar kawasan hutan atau pada tanah milik menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan tanggung jawab pemanfaatan saat ini atau arahan pemanfaatan lahan dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 11 Untuk menunjang keberhasilan program, masyarakat luas harus dilibatkan baik dalam tahap perencanaan, pembuatan keputusan, implementasi maupun pada tahap evaluasi. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 12 Pembiayaan pengurusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan pada : a. Daerah aliran sungai yang terdapat dalam satu Kabupaten/Kota menjadi beban Pemerintah Kabupaten/Kota bersama pihak terkait setempat dan dana lain termasuk pengguna lahan; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 8

b. Daerah aliran sungai Iintas Kabupaten/Kota menjadi beban Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaluinya dengan perbandingan yang adil berdasarkan Iuasan lahan kritis dan tingkat kekritisannya serta dampak/manfaat hasil kegiatan, pihak terkait setempat dan dana lain termasuk pengguna lahan. Pasal 13 (1) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota bersama pihak terkait setempat dan dana lain termasuk pengguna lahan belum mampu membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 maka Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengajukan bantuan anggaran ke Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Pusat. (2) Dalam hal Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaluinya, pihak terkait setempat dan dana lain termasuk pengguna lahan belum mampu membiayai kegiatan seperti dimaksud pada Pasal 12 maka Pemerintah Propinsi dapat mengajukan bantuan anggaran ke Pemerintah Pusat. BAB VII PELAKSANAAN Pasal 14 Penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sehingga dalam implementasinya harus dilaksanakan secara terpadu. Pasal 15 Secara umum penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas iahan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 14 dalam implementasinya diwujudkan dalam kegiatan konservasi dan rehabiiitasi lahan. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 9

Pasal 16 Kegiatan konservasi dan rehabiiitasi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diarahkan pada dua perlakuan pokok, yaitu : a. perlindungan tanah dari butir-butir hujan dengan cara meningkatkan jumlah penutupan tanah dengan bahan organik dan tajuk tanaman (secara vegetatif); b. pengurangan jumlah dan kecepatan aliran permukaan melalui peningkatan infiltrasi dan kandungan bahan organik (secara sipil teknis); Pasal 17 (1) Kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan secara vegetatif dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman, penggunaan mulsa, penanaman searah kontur, penanaman tanaman penutup tanah, strip rumput (grass barier), tanaman lorong (alley cropping), tanaman penguat teras, kebun rakyat, hutan rakyat dan lain-lain. (2) Kegiatan konservasi dan rehabiiitasi lahan secara sipil teknis dapat dilakukan dengan pengolahan tanah minimum, manajemen teras (teras datar, teras gulud, teras kredit, teras individu, teras kebun, teras bangku), manajemen pembuangan/pengaliran air (saluran pembuangan air, saluran sisi lereng, saiuran diversi, rorak, embung, pembuatan terjunan air), manajemen erosi (dam pengendali, dam penahan, bangunan pengendali jurang) dan lain-lain. Pasal18 (1) Untuk mendukung upaya kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan, pemilihan cara pengolahan tanah dan pengaturan jenis dan jumlah tanaman harus memperhatikan tingkat kemiringan lahan ; (2) Kriteria pemilihan cara pengoiahan tanah yang memperhatikan tingkat kemiringan lahan diatur sebagai berikut: a. untuk tingkat kemiringan > 40% sebaiknya tanpa pengolahan atau cukup ditugal pada lubang tanaman ; b. untuk tingkat kemiringan 25% - 40% dapat dilakukan pengolahan tanah minimum, satu kali pengolahan tanah setiap tahun dan atau pengolahan maksimum; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 10

c. untuk tingkat kemiringan < 25% dapat dilakukan pengolahan tanah secara intensif dan atau pengolahan tanah lebih dari dua kali setiap tahunnya. (3) Kriteria pengaturan jenis dan jumlah tanaman yang memperhatikan tingkat kemiringan lahan diatur sebagai berikut: a. ujntuk tingkat kemiringan 0-15%, komposisi tanaman yang dianjurkan adalah 75% tanaman semusim dan 25% tanaman tahunan dan rumput-rurhputan; b. untuk tingkat kemiringan 15-25%, komposisi tanaman yang dianjurkan adalah 50% tanaman semusim dan 50% tanaman tahunan, rumput-rumputan serta tanaman semusim tahan naungan ; c. untuk tingkat kemiringan 25% - 40%, komposisi tanaman yang dianjurkan adalah 25% tanaman tahunan dan 75 % tanaman tahunan, rumput-rumpirtan dan tanaman semusim tahan naungan; d. untuk tingkat kemiringan > 40%, komposisi tanaman yang dianjurkan adalah 100% tanaman tahunan, rumput-rumputan dan tanaman semusim tahan naungan. BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI Pasal19 Monitoring pada penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan adalah proses pengamatan data dan fakta yang pelaksanaannya dilakukan secara periodik dan terus menerus terhadap jalannya kegiatan, penggunaan input, hasil kegiatan dan kendala yang mempengaruhinya. Pasal 20 Evaluasi pada penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan adalah proses pengamatan dan analisis data serta fakta mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan program penyeienggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan termasuk output, benefit, impact dan outcome. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 11

Pasal 21 Hasil monitoring dan evaluasi digunakan sebagai masukan dalam penyusunan rencana berikutnya maupun untuk pengambilan keputusan sela terkait dengan perkembangan terkini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 PEdoman penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) lintas Kabupaten/Kota ini disusun sebagai dasar acuan Bupati/ Walikota untuk menyusun petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis penyelenggaraan urusan erosi, sedimentasi dan produktivitas lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah kerjanya masing masing. Pasal 23 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut. Pasal 24 (1) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan ; (2) Keputusan ini diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 12 Nopember 2002 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd IMAM UTOMO S. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 12