TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

PROSES PENYELESAIAN PERKARA UTANG- PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO)

PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

TINJAUAN YURIDIS PROSES PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

KREDIT TANPA JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

Analisis Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Jual Beli Rumah melalui Peralihan Hak Atas tanah. (Studi Kasus Putusan Nomor 73/Pdt.

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN. (Studi Kasus di PT. Bank Danamon Tbk. DSP Cabang Tanjungpandan)

Disusun dan. Oleh : SEPTIAN C

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN UTANG PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KOPERASI SERBA USAHA SARI JAYA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan begitu cepat, dengan berbagai macam jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor penentu dalam pelaksanaan pembangunan. pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KREDIT MACET PADA KOPERASI SENIMAN SANGGAR KEMBANG BANG BANJAR KEDISAN TEGALLALANG GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ULATIDANA RAHAYU DI KABUPATEN GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KASUS WANPRESTASI ANTARA DEBITUR DAN KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK MILIK ATAS

A B S T R A K S I. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Negara Republik Indonesia ditujukan bagi seluruh

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR SURYA UTAMA GROGOL SUKOHARJO

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

PROSES PENYELESAIAN PERKARA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

P U T U S A N Nomor 461/Pdt/2013/PT.Bdg.

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

FEBRIYANA AYU EKA SARI

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

dan kemajuan di bidang ekonomi, karena bank merupakan lembaga keuangan ke taraf peningkatan hidup rakyat banyak.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

BAB I PENDAHULUAN. suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: FATAH AULIA FARHANI C 100.100.145 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

HALAMAN PENGESAHAN Naskah Publikasi ini telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing I Pembimbing II (Nuswardhani, S.H., S.U) (Wardah Yuspin, S.H., P.H.d ) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum.,) i

1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) FATAH AULIA FARHANI C.100.100.145 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 fatahfarhani@yahoo.com ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Agar pihak bank selaku kreditur terlepas dari resiko, bank senantiasa ingin mendapatkan kepastian bahwa kredit yang dilepaskan/diberikan itu dapat dikembalikan dengan aman. Bank meminta kepada calon nasabah (debitur) agar mengikatkan suatu barang tertentu, biasanya sertifikat tanah hak milik sebagai jaminan dalam pemberian kreditnya. Dalam kenyataan yang terjadi kredit yang dijalankan debitur mengalami kemacetan, dan debitur tidak dapat membayar kembali angsuran hutangnya. Kata Kunci: Kredit Bank, Jaminan Kredit, Penyelesaian Sengketa Kredit Bank. ABSTRACT Credit or loan is providing money or resources based on agreement of borrowing and lending loan between banks and other parties which obligates the debtor to reimburse bank on a certain period of time with interest. In order to free the bank from any risk as the creditor, bank has always asked some warranty to secure the debt of the debtor. Bank asks the prospective debtor to mortgage their property, usually land title is used as warranty for the loan. In reality, the reimbursement from debtor is stopped in the middle, and debtor can t repay its debt installment. Keywords: Bank Loans, Credit Warranty, Bank Loans Dispute Settlement.

2 PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11, bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Muchdarsyah Sinungan, berpendapapat: Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi yang berupa bunga. 1 Adanya kasus kredit bermasalah adalah saat debitor dianggap mengingkari janji (wanprestasi) untuk membayar angsuran kredit yang telah jatuh tempo sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kredit bermasalah di dalamnya meliputi kredit macet, meskipun demikian tidak semua kredit yang bermasalah adalah kredit macet. Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang menggolongkan kolektibilitas kredit. Kredit yang masuk dalam golongan lancar dinilai sebagai kredit yang performing loan, sedangkan kredit yang masuk golongan kurang lancar, diragukan dan macet dinilai sebagai kredit non performing loan. 2 Adanya kredit bermasalah apabila macet yang menjadi beban bagi bank, oleh karena itu adanya kredit bermasalah atau macet memerlukan tindakan penyelematan dan penyelesaian dengan segera. Tindakan bank dalam usaha menyelamatkan dan menyelesaikan kredit bermasalah akan sangat bergantung pada kondisi kredit yang bermasalah itu sendiri. Untuk menyelamatkan dan 1 Mgs. Edy Putra Tje Aman, 1989, Kredit Perbankan, Yogyakarta: Liberty, Hal 2. 2 Sutarno, 2003. Aspek- Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung: Alfabeta, hal.263

3 menyelesaikan kredit bermasalah ada dua strategi yang ditempuh melalui jalur non ligitasi dan ligitasi (pengadilan). Proses penyelesaian melalui jalur non ligitasi dilakukan melalui perundingan kembali antara kreditor dan debitor dengan meringankan syarat-syarat dalam perjanjian kredit. Jadi dalam tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitor masih kooperatif dan dari prospek usahanya masih feasible. Penanganan kredit perbankan yang bermasalah menurut ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 dalam usaha mengatasi kredit bermasalah, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut: Pertama, Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitor. Hal tersebut disesuaikan dengan proyeksi aruskas yang bersumber dari kemampuan usaha debitor yang sedang mengalami kesulitan. Penjadualan tersebut bisa berbentuk: memperpanjang jangka waktu kredit, memperpanjang jangka waktu angsuran misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan, atau menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka kredit Kedua, Reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitor dan bank yang kemudian dituangkan dalam perjanjian kredit. Ketiga, Recstructing adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit seperti mengubah komposisi pembiayaan: penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan

4 bunga kredit, perpanjangan waktu kredit, pengambilalihan asset debitor, dan lainlain. 3 Penyelesaian kredit macet melalui jalur litigasi adalah dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata antara lain dalam hal proses beracara di pengadilan yaitu mulai dari pengajuan gugatan, registrasi gugatan, penyusunan majelis hakim, jadwal sidang, pemanggilan para pihak, upaya mendamaikan di antara para pihak, jika tidak ada perdamaian maka dilanjutkan dengan pemeriksaan perkara. 4 Proses pada pemeriksaan perkara dimulai dari pembacaan gugatan yang diajukan penggugat, jawaban tergugat atas gugatan pihak penggugat, jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat (replik), bantahan pihak tergugat melalui duplik, kemudian pembuktian. Hasil pembuktian kemudian disimpulkan oleh majelis hakim untuk mengambil putusan. 5 Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana tanggung jawab salah satu pihak apabila pihak tersebut melakukan wanprestasi dalam perjanjian kredit? (2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian atas perkara kredit macet yang diajukan kreditur? (3) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan putusan atas perkara kredit macet yang diajukan kreditur? Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mendeskripsikan tanggung jawab salah satu pihak apabila pihak tersebut melakukan wanprestasi dalam perjanjian kredit. (2) Untuk menganalisa pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian 3 Lukman Dendawijaya, 2001. Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 87-88 4 Djamanat Samosir. 2012. Hukum Acara Perdata. Bandung: Nuansa Aulia, hal 142 5 Ibid, hal 143

5 atas perkara kredit macet yang diajukan debitur di Pengadilan Negeri Klaten. (3) Untuk menganalisa pertimbangan hakim dalam menentukan putusan atas perkara kredit macet yang diajukan debitur di Pengadilan Negeri Klaten. Manfaat penelitian ini adalah: (1) Manfaat Bagi Penulis, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengembangkan konsep pemikiran secara lebih logis, sistematis dan rasional dalam meneliti permasalahan terkait proses penyelesaian sengketa kredit. (2) Manfaat Bagi Masyarakat, Bagi masyarakat dapat memberikan pengetahuan tentang penyelesaian kredit macet sekaligus memberikan informasi atau jalan keluar mengenai masalah-masalah yang timbul dalam proses penyelesaian sengketa dalam perjanjian kredit. (3) Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan, Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum bisnis yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa kredit macet. Secara metodologis penelitian ini menggunakan metode normatif. Penelitian hukum normatif mengkonsepsikan apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia. 6 Jenis kajian dalam penelitian ini bersifat Deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu obyek tertentu. 7 Data yang dipakai adalah: Data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudj, 2014, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Hal 15. 7 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 35.

6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggung Jawab Salah Satu Pihak Apabila Pihak Tersebut Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur baik yang disebabkan karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi, atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak maka pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. 8 Menurut pendapat Subekti, wanprestasi seorang debitur dapat berupa: (a) Debitur tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; (b) Debitur melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikannya (melaksanakan tetapi salah); (c) Debitur melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; (d) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 9 Dalam ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, menjelaskan bahwa tanggung jawab hukum atas wanprestasi yang dilakukan debitur antara lain: (a) Debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian; (b) Debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian disertai ganti rugi; (c) Debitur diwajibkan hanya membayar ganti rugi saja; (d) Pembatalan perjanjian; (e) Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi. 8 Wanprestasi Dalam Perjanjian, www.shareshare ilmu wordpress.com, Diakses pada tanggal 16 September 2015, Pukul 22.30 WIB. 9 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Hal 45.

7 Sebagaimana yang tertuang dalam putusan perkara Nomor: 26/Pdt.G/2014/PN.Kln, mengenai sengketa kredit macet. Dalam amar putusannya yang berbunyi bahwa Tergugat telah terbutki melakukan wanprestasi serta Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk melunasi hutangnya terhitung sejak bulan Maret 2014 sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah) kepada Penggugat sekaligus dan seketika sampai hutang dan bunga serta denda dibayar lunas; Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Pembuktian Atas Perkara Kredit Macet Yang Diajukan Kreditur Berdasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor: 26/Pdt.G/2014/PN.Kln mengenai penyelesaian sengketa kredit macet. Dalam sidang pemeriksaan perkara Majelis Hakim telah memeriksa gugatan dan jawaban serta bukti-bukti yang telah diajukan oleh Penggugat maupun Tergugat sebagaimana dibawah ini: Dengan demikian setelah Majelis Hakim memeriksa dan meneliti gugatan Penggugat dan Jawaban/Bantahan dari Tergugat serta setelah dihubungkan dengan bukti-bukti tertulis yang diajukan baik oleh Penggugat maupun Tergugat di persidangan, maka berdasarkan pada pemeriksaan persidangan tersebut dapat diambil Kesimpulan tentang Hasil Pembuktian dan telah diperoleh Fakta-fakta Hukum sebagai berikut: Pertama, benar Tergugat I pernah mendapatkan kredit dari Penggugat sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan dikenakan bunga 1,5% perbulan selama jangka waktu 36 bulan dari 31 agustus 2010 sampai dengan 31

8 agustus 2013 dengan jumlah angsuran sebesar Rp 3.208.350,- setiap bulannya yang diketahui Siti Mulyani (Tergugat II) dan sebagai penjaminnya adalah Mira Tania Mulyaningsih (Tergugat III); Kedua, benar kredit yang diperoleh Tergugat tersebut telah dibuat atau tertuang dalam perjanjian kredit yang ditanda tangani oleh Penggugat dan Para Tergugat sebagaimana tertuang dalam Surat Bukti Perjanjian Kredit Nomor: 354/KBPR/PK-INS/VIII/2010 tertanggal 31 Agustus 2010; Ketiga, bahwa benar Tergugat baru bisa membayar/mengangsur hutangnya sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 30 Desember 2010 sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan tanggal 28 Februari 2011 sebesar Rp 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) dan selanjutnya Tergugat I dan Tergugat II menunggak dan tidak melakukan pembayaran angsuran/cicilan lagi kepada Penggugat (kredit macet). Keempat, bahwa sisa hutang + bunga + denda pelunasan yang harus dibayar oleh Tergugat I dan Tergugat II menurut perjanjian yang telah disepakati terhitung sampai bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah); Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Putusan Atas Perkara Kredit Macet Yang Diajukan Kreditur Sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 26/Pdt.G/2014/PN.Kln tentang proses penyelesaian sengketa kredit macet. Bahwa Hakim telah memberikan pertimbangan-pertimbangan hukumnya yang akan dijadikan pedoman dalam menjatuhkan putusan, yaitu sebagai berikut:

9 Berdasarkan bukti P-6 bahwa Tergugat I (Sugiyanto) telah menerima pencairan kredit atas nama Sugianto, alamat Dukuh Ngadisari Rt 02/09, Mrisen, Juwiring, Klaten dengan suku bunga 1,5% perbulan tetap, jangka waktu 36 bulan dari Koperasi BPR Ceper sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan bukti P-4 berupa Surat Pernyataan kesanggupan tertanggal 31 Agustus 2010 dari Mira Tania Mulyaningsih (Tergugat III) apabila terjadi kemacetan kredit bersedia menyerahkan sepenuhnya jaminan Sertifikat SHM Nomor 610/Jaten terletak di Desa Jaten, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. Gambar situasi Nomor: 10516/82 tertanggal 01-06-1982, luas 570 m2, atas nama Mira Tania Mulyaningsih kepada Koperasi BPR Ceper Klaten untuk dijual dan hasilnya dipergunakan untuk melunasi atau menyelesaikan pinjaman kredit atas nama Sugiyanto; Setelah pinjaman atau kredit yang disetujui oleh Penggugat tersebut direalisasi dan telah diterima oleh Tergugat I dan Tergugat II, kemudian setiap tanggal jatuh tempo untuk mengangsurnya Tergugat I dan Tergugat II hanya mengangsur sebanyak 3 (tiga) kali sesuai dengan Bukti P-3 yaitu pada tanggal 30 Nopember 2010 sebesar Rp 3.210.000,- (tiga juta dua ratus sepuluh ribu rupiah), pada tanggal 30 Desember 2010 sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan tanggal 28 Februari 2011 sebesar Rp 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) dan selanjutnya Tergugat I dan Tergugat II menunggak dan tidak melakukan pembayaran angsuran/cicilan sebagaimana yang telah diharuskan sesuai dengan Surat Perjanjian Kredit yang telah disepakati antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II; Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut diatas dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, maka Majelis Hakim berpendapat Tergugat I

10 dan Tergugat II telah terbukti tidak memenuhi prestasinya/kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan sehingga Tergugat I dan Tergugat II dapat dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan ingkar janji atau wanprestasi. Atas kelalaian Tergugat I dan Tergugat II tersebut menurut hukum adalah merupakan wanprestasi atau cidera janji. Maka sisa hutang+bunga+denda pelunasan yang harus dibayar oleh Tergugat I dan Tergugat II menurut perjanjian yang telah disepakati terhitung sampai bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah); Oleh karena Tergugat I dan Tergugat II terbukti lalai atau terbukti tidak menepati isi perjanjian (wanprestasi) yaitu tidak mengangsur atau mencicil atau membayar hutangnya kepada Penggugat sebagaimana diharuskan oleh Surat Perjanjian Kredit tersebut maka kepada Tergugat I dan Tergugat II harus segera membayar sisa hutangnya kepada Penggugat setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; PENUTUP Kesimpulan Tanggung Jawab Salah Satu Pihak Apabila Pihak Tersebut Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Pada dasarnya wanprestasi seorang debitur dapat berupa: (a) Debitur tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; (b) Debitur melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikannya (melaksanakan tetapi salah); (c) Debitur melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; (d) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

11 Terhadap perbuatan ingkar janji atau wanprestasi yang telah dilakukan oleh debitur dapat menimbulkan suatu akibat hukum/tanggung jawab hukum yang harus diterima oleh pihak debitur. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya. Dalam ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, menjelaskan bahwa tanggung jawab hukum atas wanprestasi yang dilakukan debitur antara lain: (a) Debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian; (b) Debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian disertai ganti rugi; (c) Debitur diwajibkan hanya membayar ganti rugi saja; (d) Pembatalan perjanjian; (e) Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi. Sebagaimana yang tertuang dalam putusan perkara Nomor: 26/Pdt.G/2014/PN.Kln, mengenai sengketa kredit macet. Dalam pemeriksaan pembuktian di persidangan Penggugat bisa membuktikan dalil-dalil gugatannya, berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut diatas menurut pendapat Majelis Hakim Tergugat telah terbukti melakukan wanprestasi atas perjanjian kredit Nomor: 354/KBPR/PK-INS/VIII/201. Atas kelalaian Tergugat I dan Tergugat II tersebut menurut hukum adalah merupakan wanprestasi atau cidera janji. Maka sisa hutang+bunga+denda pelunasan yang harus dibayar oleh Tergugat I dan Tergugat II menurut perjanjian yang telah disepakati terhitung sampai bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah);

12 Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Pembuktian Atas Perkara Kredit Macet Yang Diajukan Kreditur Berdasarkan pada pemeriksaan pembuktian persidangan tersebut dapat diambil suatu Kesimpulan tentang Hasil Pembuktian antara Penggugat dan Tergugat telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: Pertama, Tergugat I pernah mendapatkan kredit dari Penggugat sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan dikenakan bunga 1,5% perbulan selama jangka waktu 36 bulan dari 31 agustus 2010 sampai dengan 31 agustus 2013 dengan jumlah angsuran sebesar Rp 3.208.350,- setiap bulannya yang diketahui Siti Mulyani (Tergugat II) dan sebagai penjaminnya adalah Mira Tania Mulyaningsih (Tergugat III). Kedua, kredit yang diperoleh Tergugat tersebut telah dibuat atau tertuang dalam perjanjian kredit yang ditanda tangani oleh Penggugat dan Para Tergugat sebagaimana tertuang dalam Surat Bukti Perjanjian Kredit Nomor: 354/KBPR/PK- INS/VIII/2010 tertanggal 31 Agustus 2010. Selanjutnya Ketiga, benar Tergugat baru bisa membayar/mengangsur hutangnya sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 30 Desember 2010 sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan tanggal 28 Februari 2011 sebesar Rp 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) dan selanjutnya Tergugat I dan Tergugat II menunggak dan tidak melakukan pembayaran angsuran/cicilan lagi kepada Penggugat (kredit macet). Keempat, sisa hutang + bunga + denda pelunasan yang harus dibayar oleh Tergugat I dan Tergugat II menurut perjanjian yang telah disepakati terhitung sampai bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah);

13 Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Putusan Atas Perkara Kredit Macet Yang Diajukan Kreditur Sebagaimana dalam perkara Nomor: 26/Pdt.G/2014/PN.Kln tentang proses penyelesaian sengketa kredit macet. Berdasarkan fakta-fakta yang telah terbukti dan terungkap dipersidangan, maka Majelis Hakim pemeriksa perkara Pengadilan Negeri Klaten berpendapat dan berkesimpulan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah terbukti tidak memenuhi prestasinya/kewajibannya atau melakukan wanprestasi atas Perjanjian Kredit Nomor: 354/KBPR/PK-INS/VIII/2010 tertanggal 31 Agustus 2010. Atas kelalaian Tergugat I dan Tergugat II tersebut menurut hukum adalah merupakan wanprestasi atau cidera janji. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya. Sehingga Majelis Hakim memutuskan menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk melunasi sisa hutang+bunga+denda pelunasan yang harus dibayar terhitung sampai bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 171.888.027,- (seratus tujuh puluh satu juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu dua puluh tujuh rupiah). Saran Penulis akan menyampaikan beberapa saran antara lain sebagai berikut: Pertama, untuk Pihak Kreditur (Bank) dalam hal ini bertindak selaku Penggugat sebaiknya lebih berhati-hati sebelum memberikan kredit terhadap

14 seseorang nasabah, perlu adanya analisis mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah/debitur untuk melunasi utang/kreditnya tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan, sehingga proses pelaksanaan perjanjian kredit dapat berjalan lancar sesuai dengan yang di perjanjikan oleh kedua belah pihak dan tidak mengalami masalah/kredit macet. Kedua, untuk Debitur (Nasabah) yang dalam hal ini selaku Tergugat sebaiknya dalam melaksanakan perjanjian kredit harus beriktikad baik untuk mengembalikan atau membayar angsuran kreditnya sampai selesai/lunas. Agar tidak terjadi kredit macet yang dapat menimbulkan sengketa antara kreditur dengan debitur. Ketiga, untuk Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan sengketa perjanjian kredit harus cermat dan teliti dalam memeriksa perkara tersebut. Sehingga dalam proses pembuktian dipersidangan Majelis Hakim dapat melihat apakah Penggugat bisa membuktikan dalil gugatannya atau tidak. Jika memang Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya maka Majelis Hakim akan mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Keempat, untuk masyarakat secara umum diharapkan tetap berhati-hati dan bijaksana dalam setiap melakukan suatu perbuatan hukum, yang salah satunya mengajukan hutang/kredit di Bank. Sebelum melibatkan diri dalam suatu perjanjian kredit di bank, harus terlebih dahulu mempelajari dan memahami isi dari perjanjian kredit tersebut. Dalam pelaksanaan kredit tersebut bisa berjalan dengan lancar dan dapat menghindari hal-hal yang menyebabkan/menimbulkan sengketa kredit.

15 DAFTAR PUSTAKA Dendawijaya, Lukman, 2001, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia. Putra Tje Aman, Mgs. Edy, 1989, Kredit Perbankan, Yogyakarta: Liberty Samosir, Djamanat, 2012, Hukum Acara Perdata, Bandung: Nuansa Aulia. Subekti, R, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta: Internusa. Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soejono, dan Sri Mamudji, 2014, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Sutarno, 2003. Aspek- Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung: Alfabeta. Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, Diakses dari www.hukumonline.com, pada tanggal 20 April 2015, Pukul 14.30 WIB. Wanprestasi Dalam Perjanjian, www.shareilmuwordpress.com, Diakses pada tanggal 16 September 2015, Pukul 22.30 WIB.