KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA. Demikian untuk maklum.

dokumen-dokumen yang mirip
Untuk : PERTAMA : Melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi dan menghentikan segala bentuk penyalahgunaan pada penyediaan dan pelayanan bahan bakar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS. NOMOR 11 Tahun 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF PENANGANAN MASALAH POSO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi dan Arah Kebijakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 7 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

sasaran dalam rangka penanggulangan kemiskinan tahun 2009, dengan ini

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG KOORDINASI STRATEGIS LINTAS SEKTOR PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 89 TAHUN 1990 TENTANG IZIN USAHA EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) MENTERI PERHUBUNGAN,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DARI BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PROVINSI SULAWESI UTARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KEBIJAKSANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 518 /KPTS/013/2011 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA BARAT KEPALA KEPOLISIAN DAERAH JAWA BARAT KEPALA KEPOLISIAN DAERAH METRO JAYA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 98 /KPTS/013/2015 TENTANG TIM KOORDINASI RASKIN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SOSIALISASI KEBIJAKAN PENYESUAIAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1996 TENTANG DEWAN KELAUTAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Transkripsi:

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-01/E.4/Epl/02/2000 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) Eksemplar Perihal : Kebijakan dan program aksi penanggulangan masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Jakarta, 15 Pebruari 2000 KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di - SELURUH INDONESIA Dengan ini kami teruskan fotocopy surat dari Menteri Pertambangan dan Energi R.I. Nomor : 113/07/MPE.1/2000 tanggal 21 Januari 2000 perihal tersebut pada pokok surat, untuk bahan kajian dalam menangani kasus di daerah Saudara. Demikian untuk maklum. AN. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM DIREKTUR TINDAK PIDANA UMUM LAIN ttd PUTU SUTEDJA, SH. JAKSA UTAMA MADYA NIP. 230006545 Tembusan: 1. Yth. Bapak JAM Pidum (sebagai laporan); 2. Yth. Sesjam Pidum; 3. Arsip.

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Januari 2000 Nomor : 113/07/MPE.1/2000 Sifat : Segera Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Kebijakan dan program aksi penanggulangan masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) KEPADA YTH. Para Kepala Kejaksaan Tinggi Di SELURUH INDONESIA Yang terhormat, 1. Menteri Dalam Negeri 2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan 3. Menteri Hukum dan, Perundang-undangan 4. Menteri Keuangan 5. Menteri Perhubungan 6. Menteri Tenaga Kerja 7. Menteri Kesehatan 8. Menteri Negara Ungkungan Hidup 9. Menteri Negara Otonomi Daerah 10. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah 11. Panglima Tentara Nasional Indonesia selaku Ketua Kakorstanas 12. Jaksa Agung 13. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 14. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat 15. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan 16. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur 17. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat 18. Gubernur kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah 19. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara 20. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Barat Di Tempat

Sehubungan dengan telah dilaksanakannya rapat koordinasi penanganan masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Departemen Pertambangan dan Energi pada tanggal 6-7 Desember 1999, dengan ini kami sampaikan Pokok-pokok kesimpulan rapat koordinasi sebagai berikut : 1. Masalah PETI merupakan masalah kompleks sebagai akumulasi dari masalah sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang perlu dipecahkan dengan konsep yang terintegrasi secara lintas sektoral, melalui pendekatan yang berpihak pada masyarakat; 2. Program penanggulangan PETI akan berhasil dengan adanya penegakan dan penaatan hukum berdasarkan pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah yang bersih (clean government) dan praktek-praktek pertambangan yang baik (good mining practice); 3. Upaya penaatan dan penegakan hukum perlu dilaksanakan seiring dengan upaya pengembangan masyarakat (Community Development) yang maksimal, sehingga kegiatan pertambangan menjadi bagian yang tidak terpisah dari kegiatan masyarakat khususnya di sekitar wilayah pertambangan; 4. Agar kegiatan pertambangan dapat berpihak kepada masyarakat dan ramah lingkungan, diperlukan landasan peraturan perundang undangan yang tepat. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi acuan di dalam penyusunannya. Berdasarkan pokok-pokok kesimpulan tersebut di atas Departemen Pertambangan dan Energi telah merumuskan kebijaksanaan dan program aksi penanggulangan PETI seperti terlampir Kebijaksaan dan program aksi penanggulangan masalah PETI tersebut diharapkan sebagai pedoman suatu Tim Terpadu baik tingkat pusat maupun daerah Mengingat pentingnya, penanggulangan PETI tersebut, kami telah melaporkan kepada Bapak Presiden permasalahan dan rencana penanganan yang berkaitan denga PETI tersebut. Sambil menunggu pengarahan lebih lanjut dari Bapak Presiden, kan harap bantuan Saudara untuk dapat melaksanakan penertiban secara fungsional sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dan perkembangan hasil kegiatannya dapat disampaikan kepada kami sebagai bahan evaluasi secara komprehensif Atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih Tembusan : 1. Presiden Republik Indonesia 2. Wakil Presiden Republik Indonesia 3. Sekretaris Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi 4. Inspektur Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi 5. Direktur Jenderal Pertambangan Umum Menteri Pertambangan dan Energi ttd Susilo Bambang Yudhoyono, M.A.

KEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM AKSI PENANGGULANGAN MASALAH PERTAMBANGAN TANPA IJIN (PETI) TAHUN 1999-2004 DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA 1999

A. Latar Belakang KEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM AKSI PENANGGULANGAN MASALAH PERTAMBANGAN 1. Pada akhir-akhir ini kegiatan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) marak di mana-mana. Kegiatan PETI berdampak luas terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan, hilangnya pendapatan negara dari pajak dan pungutan lainnya, hilangnya wibawa pemerintah, hilangnya kepercayaan investor dan munculnya pelanggaran atas tatanan sektor lain. Adanya PETI mengakibatkan antara lain: - Turunnya wibawa pemerintah di mata masyarakat karena pelanggaran hukum nampak dibiarkan terus menerus, yang mengakibatkan minat investor menurun. - Berkurangnya pendapatan negara dari sektor pertambangan karena pelaku PETI tidak terkena kewajiban untuk membayar royalti, pajak, iuran, dan sebagainya. - Berkembangnya praktek-praktek pelacuran dan pornografi di wilayah-wilayah PETI serta secara tidak sadar berkembang budaya maling dalam bentuk penjarahan bahan galian pada wilayah pertambangan yang legal - Munculnya peraturan/perizinan secara sepihak tanpa mengindahkan peraturan perundangan yang berlaku ch bidang pertambangan, sehingga terjadi kasus-kasus kecelakaan tambang, perkelahian antar kelompok pelaku PETI. - Terjadinya kerusakan dan tercemarnya lingkungan karena tidak dilakukannya reklamasi dan penggunaan air raksa yang tidak terkontrol sehingga mengganggu kesehatan masyarakat dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya kasus Minamata. 2. Faktor-faktor penyebab maraknya PETI antara lain krisis ekonomi, kemiskinan dalam berbagai aspek, hubungan perusahaan dengan masyarakat setempat kurang harmonis, kecemburuan sosial masyarakat, lokal deposit tersebar, masih kurang tersedianya perangkat lunak (Perda/Hukum), adanya perijinan yang dikeluarkan secara sepihak, pemutusan hubungan kerja, terbatasnya kesempatan kerja, backing dari pejabat dan aparat, serta kurangnya kesungguhan usaha penertiban dari semua pihak/ instansi terkait 3. Dilihat dari segi permasalahannya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) masalah pokok: a. Masalah menambang tradisional yang dilakukan masyarakat setempat secara turun temurun dan bersifat sub sistem pada suatu daerah/wilayah baik di dalam maupun di luar wilayah Kuasa Pertambangan (KIP). b. Masalah PETI yang sebenarnya dalam arti kegiatan penambangan tanpa ijin secara -kecil-kecilan dengan melibatkan cukong atau penadah dan oknum aparat sebagai backing. c. Masalah PETI yang dilakukan oleh Pengusaha-pengusaha yang memanfaatkan masyarakat tertentu dalam skala besar dengan via peralatan mekanis plus cukong dan oknum 4. Untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilakukan upaya yang sistematis dengan berbagai pendekatan baik yang menyangkut aspek teknis hukum, sosial. kemasyarakatan, lingkungan, maupun aspek ekonomi yang dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi. B. VISI dan MISI 1. Visi Terwujudnya usaha pertambangan yang serasi dengan kaidah hukum dan etika bisnis yang berlaku, yang mampu mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat disekitar kawasan Pertambangan sejalan dengan program penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Misi a. Menertibkan para pelaku PETI yang dilaksanakan secara manusiawi. arif, adil dan menyeluruh.

C. Sasaran b. Mengupayakan pemberlakuan dan penegakan hukum secara tegas. c. Mensejahterakan masyarakat sekitar tambang dengan menciptakan peluang lapangan kerja dan lapangan usaha yang selanjutnya mampu meningkatkan pendapatan masyarakat luas. 1. Terakomodasikannya kepentingan masyarakat disekitar kegiatan usaha pertambangan dari aspek sosial ekonomi dan kemasyarakatan 2. Terwujudnya hubungan yang harmonis antara perusahaan tambang dengan masyarakat sekitarnya. 3. Berfungsinya kegiatan seluruh instansi yang terkait sesuai dengan tugas pokoknya. 4. Berjalannya penegakan hukum dalam kegiatan usaha pertambangan. 5. Terjaminnya seminimal mungkin dampak kerusakan lingkungan dalam kegiatan usaha pertambangan. 6. Berkurangnya kegiatan PETI secara signifikan. D. Strategi 1. Mendorong seoptimal mungkin praktek-praktek pertambangan yang baik (good mining practices). 2. Mengupayakan kegiatan pertambangan yang berpihak kepada masyarakat dan ramah lingungan. 3. Mendorong perusahaan pertambangan untuk melaksanakan pengembangan masyarakat (Community Development) yang sesuai dengan kondisi sosial budaya, ekonomi dan ekologi setempat. 4. Mengupayakan adanya keterpaduan usaha kegiatan Pertambangan tradisional, skala kecil, menengah dan skala besar melalui kemitraan yang saling menguntungkan. 5. Mengupayakan adanya penegakkan hukum (law enforcement) guna terjaminnya kepastian usaha. E. Kebijaksanaan 1. Mewujudkan adanya pola kemitraan antara para pengusaha besar dengan masyarakat di sekitar penambangan dengan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan 2. Memutuskan rantai kegiatan bisnis PETI secara tepat dan hulu (penambangan) sampai hilir (pemasaran/penjualan) 3. Melaksanakan pemberlakuan dan penerapan hukum secara konsisten. tugas dengan penerapan sanksi yang maksimal 4. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan akuntabel. 5. Melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundangan di bidang pertambangan. F. Program Jangka pendek (1 tahun) 1. Menertibkan PETI secara fungsional oleh Instansi yang terkait 2. Sosialisasi kebijakan penanganan PETI di Media Massa. 3. Menerbitkan Inpres Penanggulangan PETI dengan Substansi pembentukan Tim Terpadu Pusat dan Tim Terpadu Daerah. 4. Pelaksanaan ujicoba penertiban PETI ch Pongkor, Jawa Barat dan di wilayah PT. Indomoro Kencana Kalimantan Tengah. 5. Pelaksanaan operasi penerbitan PETI di seluruh daerah mulai dan lokasi penambangan, pengangkutan, penimbunan serta penjualan.

G. Program Jangka Panjang 1. Melaksanakan penelitian model penanggulangan PETI dan studi banding ke negara yang telah berhasil dalam penyelesaian masalah PETI. 2. Inventarisasi permasalahan yang terkait dengan PETI sebagai bahan masukan penyusunan RUU Pertambangan Umum. 3. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan terhadap penambang tradisional mengenai tata cara penambangan bahan galian. 4. Merumuskan pola kebijakan mengenai keikutsertaan rakyat pada usaha pertambangan. 5. Melaksanakan sertifikasi dan standarrisasi Produk pertambangan sebagai sarana pengendalian PETI. 6. Melaksanakan kerjasama internasional dengan negara pengimport produk bahan galian Indonesia untuk mewaspadai komoditi bahan galian yang diproduksi secara ilegal. 7. Rehabilitasi lingkungan yang disebabkan oleh PETI baik akibat penertiban maupun wilayah yang ditinggalkan sebelumnya. 8. Pemberdayaan masyarakat PETI