KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/MPP/Kep/2/2002 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN")

dokumen-dokumen yang mirip
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Ne

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 311/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

There are no translations available.

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/MPP/Kep/1/1997

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

2018, No Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/MPP/KEP/1/2003 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN

Visi Menciptakan perdagangan yang tangguh di DKI Jakarta dalam bersaing di pasar global

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 67/MPP/Kep/3/2000 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 27/M-DAG/PER/7/2008

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 41/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302MPP/Kep/10/2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 9/MPP/Kep/1/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR BERAS

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2009 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 711/MPP/Kep/12/2003

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 12/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 751/MPP/Kep/11/2002 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA CANAI LANTAIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENDAFTARAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-IND/PER/2/2008

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAFIA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 141/MPP/Kep/3/2002 TENTANG NOMOR PENGENAL IMPORTIR KHUSUS (NPIK)

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 84/MPP/Kep/2/2003

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 04/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH BATANGAN

2017, No Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20/M-DAG/PER/7/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

2015, No terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2012 dan mengatur kembali ketentuan Angka Pengenal Importir; d. b

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 550/MPP/Kep/10/1999 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG. No KODE NAMA FORMULIR DITANDATANGANI OLEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 418/MPP/Kep/6/2003 TENTANG KETENTUAN IMPOR NITRO CELLULOSE (NC)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 417/MPP/Kep/6/2003 TANGGAL 17 JUNI 2003 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 360/MPP/Kep/5/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM

KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA JASA SURVEY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : Mengingat :

TENTANG KETENTUAN IMPOR DAN EKSPOR BERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Or

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 17/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

SURAT PENGANTAR NOMOR SP- 7 /BC.22/ Mei Surat Menteri Perdagangan 1 (satu) Disampaikan dengan hormat untuk

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/M-IND/PER/2/2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 732/MPP/Kep/10/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR TEKSTIL

Transkripsi:

Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/MPP/Kep/2/2002 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN") BARANG EKSPOR INDONESIA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sehubungan dengan berbagai perubahan dalam rangka otonomi daerah dan perubahan dala kesepakatan-kesepakatan mengenai Surat Keterangan Asal (SKA) baik yang berdasarkan perjanji Bilateral, Regional dan Multilateral maupun yang ditetapkan secara sepihak oleh negara tertent perlu meninjau kembali ketentuan-ketentuan tentang Surat Keterangan Asal Barang Eksp Indonesia; b. bahwa prosedur dan tata cara penerbitan SKA sebagai salah satu dokumen penyerta barang eksp yang berlaku selama ini belum sepenuhnya menunjang usaha peningkatan ekspor; c. bahwa berdasarkan hal tersebut pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Surat Keterangan Asal ("Certificate of Origin") Barang Ekspor Indonesia Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trad Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahu 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahu 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4054); 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3210) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3291); 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berik (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334); 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1994 tentang Penggabungan Perusaha

Perseroan (Persero) PT. Pengelola Kawasan Berikat Indonesia ke Dalam Perusahaan Persero (Persero) PT. Kawasan Berikat Nusantara (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 67); 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas d Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1971 tentang Penetapan Pejabat yang Berwenang Mengeluarkan Surat Keterangan Asal; 9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1989 tentang Pengesahan "Agreement on the Global System of Trade Preference (GSTP) Among Developing Countries"; 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1995 tentang Pengesahan "International Coffee Agreement, 1994" (Perjanjian Kopi Internasional 1994); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1995 tentang Pengesahan "Protocol To Amend The Agreement on the Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme for the ASEAN Free Trade Area"; 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 14. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1012/KMK.00/1991 tentang Pemberitahuan Ekspor Barang sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/1995; 16. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 124/MPP/Kep/5/1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor; 17. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 120/MPP/Kep/5/1996 tentang Pemasuka dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Berikat; 18. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 121/MPP/Kep/5/1996 tentang Pemasuka dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE); 19. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 86/MPP/Kep/3/2001 tentang Organisa dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan. MEMUTUSKAN : Mencabut : 1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 130/MPP/Kep/6/1996 tentang Sur Keterangan Asal ("Certificate of Origin") Barang Ekspor Indonesia sebagaimana tel disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nom 101/MPP/Kep/2/1998 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagang Republik Indonesia Nomor 130/MPP/Kep/6/1996 tentang Surat Keterangan Asal ("Certificate Origin") Barang Ekspor Indonesia; 2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 327/MPP/Kep/10/1996 tentan Pelaksanaan Tugas Pembantuan Untuk Menerbitkan Surat Keterangan Asal ("Certificate of Origin

Barang Ekspor Indonesia kepada Pemerintah Daerah di 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat Percontohan Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESI TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN") BARANG EKSPO INDONESIA. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Surat Keterangan Asal ("Certificate of Origin") yang selanjutnya disingkat SKA, adalah sua dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Bilateral, Regional dan Multilateral ser ketentuan sepihak dari suatu negara tertentu wajib disertakan pada waktu barang ekspor terten Indonesia akan memasuki wilayah negara tertentu yang membuktikan bahwa barang tersebut berasa dihasilkan dan atau diolah di Indonesia. 2. Formulir SKA adalah suatu daftar isian SKA sebagaimana tercantum dalam Lampiran I d Lampiran II Keputusan ini yang telah dibakukan baik dalam bentuk, ukuran, warna kertas d peruntukan serta isinya sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian Bilateral, Regional d Multilateral maupun ditetapkan secara sepihak oleh suatu negara tertentu. 3. Ketentuan Asal Barang ("Rules of Origin") adalah kriteria/persyaratan yang ditetapkan ba berdasarkan Perjanjian Bilateral, Regional dan Multilateral maupun ketentuan sepihak dari sua negara tertentu, yang wajib dipenuhi suatu barang ekspor untuk dapat diterbitkan SKA-nya ol Pemerintah di negara asal barang, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini. 4. Instansi Penerbit adalah instansi yang ditetapkan untuk melaksanakan penerbitan SKA, yaitu : a. Instansi atau Dinas yang membidangi perdagangan pada Pemerintah Propinsi, yang selanjutny disebut Instansi atau Dinas Propinsi; b. Instansi atau Dinas yang membidangi perdagangan pada Pemerintah Kabupaten/Kota, yan selanjutnya disebut Instansi atau Dinas Kabupaten/Kota; c. PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan Kantor Cabang di Jakarta; d. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS); e. Lembaga Tembakau Cabang Surakarta dan Medan, Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember; f. Instansi lain yang akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. 5. SKA Preferensi adalah jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai persyaratan dalam memperol preferensi yang disertakan pada barang ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas (berup pembebasan sebagian atau seluruh Bea Masuk), yang diberikan oleh suatu negara/kelompok nega tertentu, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan ini. 6. SKA Bukan Preferensi adalah jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan d atau dokumen penyerta asal barang yang disertakan pada barang ekspor untuk dapat memasuki sua wilayah negara tertentu, sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan ini. 7. Verifikasi adalah suatu proses penyelidikan yang dilakukan atas permintaan pemerintah di nega

tujuan ekspor barang, kepada Instansi Penerbit atas keabsahan dokumen dan atau kebenar pengisian SKA. Pasal 2 (1) SKA diterbitkan atas permintaan eksportir atau pihak lain yang memerlukan SKA, baik karena diwajibkan oleh Pemerintah di negara tujuan ekspor maupun oleh pembelinya. (2) Penerbitan SKA untuk suatu barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenu Ketentuan Asal Barang yang telah ditetapkan dan ketentuan lainnya yang berlaku. (3) Eksportir atau pihak lain yang memerlukan SKA dapat mengajukan permohonan penerbitan SK kepada Instansi Penerbit dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut : a. untuk ekspor barang yang wajib memenuhi Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor : 1). Photo Copy Dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari Kantor Bea dan Cukai di Pelabuhan Muat; dan 2) Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill, atau bukti lain jika pelaksanaan eksporny tidak menggunakan angkutan laut atau udara. b. untuk ekspor barang yang tidak wajib memenuhi Ketentuan Umum Di Bidang Eksp sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 225/Kp/X/1995 j Keputusan Menteri Perindutrian dan Perdagangan Nomor 317/MPP/Kep/9/1997 : 1) Kwitansi Pembelian Barang; dan 2) Photo Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk Indonesia atau Photo Copy Paspor bagi penduduk asing/wisatawan. c. untuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang pengirimannya menggunaka Perusahaan Jasa Titipan, persyaratan sebagaimana ditetapkan pada ayat (3) huruf b angka dapat diganti dengan Surat Kuasa dari pemilik barang. d. khusus untuk penerbitan SKA Form A dan Form D, eksportir atau pihak lain yang memerluk SKA selain melengkapi dokumen-dokumen tersebut pada ayat (3) huruf a juga waj melengkapi dengan : 1) surat Pernyataan dan Struktur Biaya per unit yang bentuknya seperti dalam Lampiran VI Keputusan ini; 2) dalam hal barang ekspor yang sama, untuk permohonan SKA kedua dan seterusnya cukup melampirkan : Keterangan tentang proses produksi atau persentase kandungan impor/lokal; atau Surat Penegasan Pemohon SKA Form A yang bentuknya seperti tercantum dalam Lampiran VII Keputusan ini. Pasal 3 (1) Permohonan SKA hanya dapat diproses oleh Instansi Penerbit apabila diisi dalam bahasa Inggris secara jelas, lengkap dan benar, serta dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksu

dalam Pasal 2 ayat (3) Keputusan ini. (2) Instansi Penerbit wajib meneliti kebenaran pengisian formulir SKA dan kelengkapan dokumen yang diajukan oleh eksportir atau pihak lain yang memerlukan SKA. (3) Bagi permohonan yang memenuhi syarat sebagaimana tersebut pada ayat (1), Instansi Penerbit waji menerbitkan SKA selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan dari eksportir atau pihak yang memerlukan SKA. (4) Bagi permohonan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut pada ayat (1), Instansi Penerbi wajib memberitahukan kepada pemohon selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan dari eksportir atau pihak yang memerlukan SKA. Pasal 4 (1) Tata cara pengisian formulir untuk masing-masing jenis SKA dan masa berlakunya SKA, adal sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan ini. (2) Eksportir atau pihak lain yang memerlukan SKA, wajib bertanggung jawab atas kebenaran data d informasi yang dinyatakan dalam SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 5 (1) Kewenangan dan tanggung jawab penerbitan SKA ditetapkan sebagai berikut : a. pada Instansi atau Dinas Propinsi : 1) Kepala Instansi atau Dinas; 2) Kepala Sub Dinas Perdagangan, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Kepala Seksi Ekspor pada Sub Dinas Perdagangan, sebagai Pejabat Pengganti II. b. pada Instansi atau Dinas Kabupaten/Kota : 1) Kepala Sub Instansi atau Dinas; 2) Kepala Sub Dinas Perdagangan, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Kepala Seksi Ekspor pada Sub Dinas Perdagangan, sebagai Pejabat Pengganti II. c. pada PT (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan Kantor Cabang di Jakarta : 1) Direktur Pemasaran dan Pelayanan; 2) Kepala Unit Usaha Kawasan, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Kepala Bagian Dokumen, sebagai Pejabat Pengganti II. d. pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) 1) Deputi Perdagangan Jasa dan Industri; 2) Deputi Keuangan, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Kepala Bidang Perijinan dan Promosi, sebagai Pejabat Pengganti II. e. untuk SKA Tembakau ("Certificate of Authenticity"), pada Lembaga Tembakau Caban

Surakarta dan Medan : 1) Kepala Lembaga Tembakau; 2) Penguji, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Sekretaris Lembaga Tembakau/Penguji, sebagai Pejabat Pengganti II. f. untuk SKA Tembakau ("Certificate of Authenticity"), pada Balai Pengujian Sertifikasi Mu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember : 1) Kepala Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dan Lembaga Tembakau; 2) Kepala Seksi Pengujian, sebagai Pejabat Pengganti I; 3) Kepala Sub Bagian Tata Usaha, sebagai Pejabat Pengganti II. (2) Kepala Instansi atau Dinas Propinsi atau Kabupaten/Kota, Direktur Pemasaran dan Pelayana Deputi Perdagangan Jasa dan Industri, Kepala Lembaga Tembakau atau Kepala Balai Penguji Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1 apabila berhalangan wajib melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penandatanganan SK kepada Pejabat Pengganti I dan atau Pengganti II. (3) Kepala Instansi atau Dinas Propinsi atau Kabupaten/Kota, Direktur Pemasaran dan Pelayana Deputi Perdagangan Jasa dan Industri, Kepala Lembaga Tembakau atau Kepala Balai Penguji Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1 dapat melakukan pembagian kerja pejabat yang berwenang menandatangani SKA deng mempertimbangkan volume penerbitan SKA pada instansinya masing-masing. (4) Pembagian kerja penandatanganan SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan seca tertulis. (5) Kewenangan penerbitan SKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 huruf d serta Pasal ayat (1) huruf d berada pada BPKS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yan berlaku. Pasal 6 Eksportir atau pihak lain yang memerlukan SKA dapat memilih salah satu Instansi Penerbit, yaitu : a. untuk ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, adalah : 1) Instansi Penerbit yang wilayah kerjanya mencakup tempat barang diproduksi; atau 2) Instansi Penerbit yang wilayah kerjanya mencakup tempat PEB didaftarkan pada Ban Devisa; atau 3) Instansi Penerbit yang wilayah kerjanya mencakup tempat PEB mendapat persetujuan mu dari Pejabat Hanggar Bea dan Cukai di pelabuhan ekspor; atau 4) Instansi Penerbit yang terdekat. b. untuk ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, adalah : 1) Instansi Penerbit yang wilayah kerjanya mencakup tempat pembelian barang; atau 2) Instansi Penerbit yang wilayah kerjanya mencakup tempat pemberangkatan/pengirima

barang; atau 3) Instansi Penerbit yang terdekat. Pasal 7 (1) Bagi barang yang diatur ekspornya dan atau terkena pembatasan ekspor dalam bentuk kuo berdasarkan perjanjian internasional, SKA-nya hanya dapat diterbitkan oleh Instansi atau Din Propinsi atau Kabupaten/Kota atau PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan Kantor Cabang Jakarta, atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Saban (BPKS) sesuai wilayah kerjanya dimana barang dikapalkan (pelabuhan ekspor) atau kuota eksp dialokasikan/dimutasikan. (2) Barang yang diatur ekspornya dan atau terkena pembatasan ekspor dalam bentuk kuota sebagaiman dimaksud pada ayat (1), adalah : a. Kopi; b. Maniok (khusus tujuan Eropa); dan c. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). (3) Khusus untuk kuota ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), SKA atau dikenal sebagai Sur Keterangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (SKET) diterbitkan oleh Instansi Penerbit Sur Keterangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (IPSKET) sesuai dengan ketentuan yang mengatu tentang Kuota Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Pasal 8 Stempel atau Cap yang digunakan dalam penerbitan SKA adalah stempel atau cap khusus deng nomor kode daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Keputusan ini. Pasal 9 Mekanisme pemberitahuan nama-nama Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menandatanga SKA serta Pejabat Pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) serta tata cara pengaju spesimen tanda tangan dan stempel atau cap khusus SKA ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jender Perdagangan Luar Negeri. Pasal 10 Instansi Penerbit wajib melaporkan penerbitan SKA setiap 1 (satu) bulan kepada Direktur Jender Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor dengan menggunakan bentu laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Keputusan ini. Pasal 11 (1) Instansi Penerbit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dan eksportir atau pihak lain yan memerlukan SKA, wajib menyelesaikan setiap permintaan verifikasi SKA dari pemerintah nega tujuan ekspor. (2) Penyelesaian verifikasi SKA diatur sebagai berikut : a. apabila permintaan verifikasi berkaitan dengan keabsahan formulir SKA dan atau tand tangan Kepala Instansi atau Dinas Propinsi atau Kabupaten/Kota, Direktur Pemasaran da Pelayanan, Deputi Perdagangan Jasa dan Industri, Kepala Lembaga Tembakau atau Kepa

Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau atau Pejab Pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan atau stempel atau cap khusus SK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, maka Instansi Penerbit yang bersangkutan waj memberikan jawaban kepada instansi yang berwenang di negara tujuan ekspor tentan keabsahan SKA dimaksud. b apabila permintaan verifikasi berkaitan dengan kebenaran data dan informasi yan dicantumkan pada SKA, maka Instansi Penerbit wajib memberitahukan kepada eksportir ata pihak lain yang memerlukan SKA yang dikenakan verifikasi dan wajib memberikan jawab kepada instansi yang berwenang di negara tujuan ekspor dengan tembusan kepada Direktu Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor. (3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang : a. berkaitan dengan ayat (2) huruf a yang merupakan kekeliruan atau kesalahan Instan Penerbit, maka tanggung jawab penyelesaiannya sepenuhnya dibebankan pada Pejabat yan menandatangani SKA; b. berkaitan dengan ayat (2) huruf a yang merupakan kekeliruan atau kesalahan Instan Penerbit, maka tanggung jawab penyelesaiannya sepenuhnya dibebankan pada Pejabat yan menandatangani SKA; c. berkaitan dengan pemalsuan SKA serta yang berkaitan dengan ayat (2) huruf b yan merupakan ketidakbenaran data dan informasi yang dicantumkan dalam SKA yang dikenaka verifikasi, maka tanggung jawab sepenuhnya dibebankan kepada eksportir atau pihak la yang memerlukan SKA. Pasal 12 Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini beserta peraturan pelaksanaannya dap dikenakan : a. sanksi administratif pelanggaran disiplin bagi pejabat Instansi Penerbit berdasarkan ketentua peraturan pegawai negeri atau peraturan lainnya yang berlaku; b. sanski penangguhan penerbitan SKA bagi eksportir dan atau pembekuan dan atau pencabuta surat - Ijin Usaha Perdagangan (SIUP); - Ijin Usaha Industri (IUI); - Tanda Daftar Industri (TDI). Pasal 13 Pelaksanaan penandatanganan SKA oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab serta penggunaa stempel atau cap pada Instansi Penerbit yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan yang berla selama ini, masih tetap berlaku sampai dengan berlaku efektifnya Keputusan ini. Pasal 14 Dengan berlaku efektifnya Keputusan ini, maka semua ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusa ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 15

Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan, Penyampaian Spesimen Tanda Tangan, Verifikasi dan Pelaporan Sur Keterangan Asal (SKA) ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Pasal 16 Keputusan ini mulai berlaku efektif 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatk dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Februari 2002 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I RINI M.S. SOEWANDI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/MPP/Kep/2/2002 TANGGAL : 21 Februari 2002 SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN") BARANG EKSPOR INDONESIA A. LAMPIRAN I : Bentuk Formulir SKA B. LAMPIRAN II : Mutu, Ukuran dan Warna Kertas Serta Peruntukan Masing-masing Formulir C. LAMPIRAN III : Ketentuan Asal Barang D. LAMPIRAN IV : Jenis-jenis SKA Preferensi dan Negara Tujuannya E. LAMPIRAN V : Jenis-jenis SKA Bukan Preferensi dan Negara Tujuannya F. LAMPIRAN VI : Surat Pernyataan dan Struktur Biaya per-unit

G. LAMPIRAN VII : Surat Penegasan H. LAMPIRAN VIII : Tata Cara Pengisia n Formulir Untuk Masing-masing SKA dan Masa Berlakunya SKA I. LAMPIRAN IX : Stempel atau Cap Khusus SKA dan Nomor Kode Daerah J. LAMPIRAN X : Bentuk Laporan Penerbitan SKA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I RINI M.S. SOEWANDI