PEDOMAN KRITERIA TEKNIS KAWASAN BUDI DAYA DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PEDOMAN KRITERIA TEKNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Daftar isi. Daftar RSNI 200 BACK

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

BAB 5 RTRW KABUPATEN

19 Oktober Ema Umilia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

Transkripsi:

PEDOMAN KRITERIA TEKNIS KAWASAN BUDI DAYA DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Ruang Lingkup Pedoman Mencakup kriteria teknis kawasan budi daya di kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan budi daya yang diatur dalam pedoman ini hanya meliputi: 1) kawasan peruntukan hutan produksi; 2) kawasan peruntukan pertanian; 3) kawasan peruntukan pertambangan; 4) kawasan peruntukan permukiman; 5) kawasan peruntukan industri; 6) kawasan peruntukan pariwisata; dan 7) kawasan peruntukan perdagangan dan jasa Maksud dan Tujuan Pedoman Pedoman ini dimaksudkan memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penentuan kawasan budi daya pada Rencana Tata Ruang Wilayahnya Tujuannya adalah untuk mewujudkan rencana tata ruang Kabupaten/Kota yang memenuhi kaidah teknis penataan ruang

Acuan Normatif Pedoman UU No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. UU Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No 33 Th 2004 ttg Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat & Pemda. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. PP No 10 Thn 1993 ttg Pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. PP No 80 Thn 1999 ttg Siap Bangun & Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Industri. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah. Keputusan Menteri Kehutanan No 83/KPTS/UM/8/1981 ttg Penetapan Batas Hutan Produksi. Kepmen Perindustrian&Perdagangan No 50/M/SK/1997 ttg Standar Teknis Industri. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. SNI 03-3242-1994, Tata cara pengelolaan sampah di permukiman. SNI 03-2453-2002, Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan. SNI 03-1733-2004, Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.

Budi Daya wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan Lindung Perdesaan wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Perkotaan Hutan Produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan Pertanian

Pertambangan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertambangan bagi wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B, dan C kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan Permukiman Industri kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut Pariwisata Perdagangan dan Jasa kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan

Ketentuan Umum Ketentuan umum dalam pedoman ini berisi fungsi utama, kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan budi daya Ketentuan Teknis Ketentuan teknis dalam pedoman ini berisi karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan, kriteria serta batasan teknis kawasan budi daya

Ketentuan Umum Hutan Produksi Meliputi hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dikonversi Memiliki fungsi utama, yaitu: Penghasil kayu dan bukan kayu; Sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya; Membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat; Sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Ketentuan pokok tentang status dan fungsi hutan; pengurusan hutan; perencanaan hutan; dan pengelolaan hutan SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981 tentang Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan, penetapan batas hutan produksi Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : Penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi; Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi mencakup kegiatan: pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil kayu dan atau bukan kayu, serta pemungutan hasil kayu dan atau bukan kayu; dan Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus memiliki kajian studi Amdal yang dilengkapi dengan RPL dan RKL.

Ketentuan Teknis Hutan Produksi Penetapan batas hutan produksi pada kawasan peruntukan hutan produksi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/KPTS/UM/8/1981 Kriteria teknis, mencakup: Radius atau jarak yang diperbolehkan untuk melakukan penebangan pohon di kawasan hutan produksi: > 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; > 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; > 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; > 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; > 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; > 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. hutan produksi dapat dikonversi dengan ketentuan sebagai berikut: Faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masingmasing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 124 atau kurang, di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam; Secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri. Luas kawasan hutan dalam setiap DAS dan atau pulau minimal 30% dari luas daratan. Berdasarkan pertimbangan tersebut setiap prov. dan kab/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% perlu menambah luas hutannya. Sedangkan bagi prov. dan kab/kota yang luas kawasan hutannya lebih dari 30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya.

Ketentuan Umum Pertanian Meliputi pertanian tanaman pangan dan palawija, perkebunan-tanaman keras, peternakan, perikanan air tawar, dan perikanan laut Memiliki fungsi utama, yaitu: Menghasilkan bahan pangan, palawija, tanaman keras, hasil peternakan dan perikanan; Sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya; dan Membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewani Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis tidak boleh dialihfungsikan; Wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang; Penanganan limbah pertanian, peternakan, dan perikanan, serta polusi yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL disertakan dalam dokumen Amdal; dan Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan

Ketentuan Teknis Pertanian Karakteristik kawasan peruntukan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan pertanian tanaman tahunan. Kriteria teknis, mencakup: Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan; Upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak produktif (tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan secara selektif tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat; pertanian lahan basah mencakup: Pola tanam: monokultur, tumpangsari, campuran tumpang gilir; dan Tindakan konservasi berkaitan dengan pertanian lahan kering dan kawasan pertanian tanaman tahunan mencakup: kemiringan 0 6%; kemiringan 8 15%; dan kemiringan 15 40 % perikanan mencakup luas lahan untuk kegiatan budi daya tambak udang/ikan dengan atau tanpa unit pengolahannya adalah 25 Ha, budi daya perikanan terapung di air tawar luas 2,5 Ha atau jumlah 500 unit; Pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk usaha perkebunan, luas maksimum dan luas minimumnya ditetapkan oleh Menteri dengan berpedoman pada jenis tanaman, ketersediaan tanah yang sesuai secara agroklimat, modal, kapasitas pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis, dan perkembangan teknologi; Hak guna usaha untuk usaha perkebunan diberikan dengan jangka waktu paling lama 35 tahun; Lahan perkebunan besar swasta yang terlantar (kelas V) yang tidak berupaya untuk melakukan perbaikan usaha setelah dilakukan pembinaan, pemanfaatan lahannya dapat dialihkan untuk kegiatan nonperkebunan.

Ketentuan Umum Pertambangan Meliputi penghasil barang hasil tambang yang meliputi minyak dan gas bumi, bahan galian pertambangan secara umum, dan bahan galian C Memiliki fungsi utama, yaitu: Menghasilkan barang hasil tambang yang meliputi minyak dan gas bumi; bahan galian pertambangan secara umum, dan bahan galian C; Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja; Sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil) UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. pasal 4 (2) UU No. 11 Tahun 1967 Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : Kegiatan pertambangan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, penerimaan negara dan pendapatan daerah Rencana kegiatan eksploitasi disetujui oleh dinas terkait dan pelaksanaannya dilaporkan secara berkala. Pada lokasi kawasan fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, jaringan jalan raya, tmp pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor. Kegiatan pertambangan memiliki kajian studi Amdal yang dilengkapi dengan RPL dan RKL.

Ketentuan Teknis Pertambangan Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk kawasan peruntukan pertambangan golongan bahan galian C, yaitu: Bahan galian terletak di daerah dataran, perbukitan yang bergelombang atau landai kemiringan lereng antara (0-17 ), curam (17-36 ) hingga sangat curam (> 36 ), pada alur sungai, dan cara pencapaian; Lokasi tidak berada di kawasan hutan lindung; Lokasi tidak terletak pada bagian hulu dari alur-alur sungai (yang umumnya bergradien dasar sungai yang tinggi); Lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi; Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi; Lokasi penggalian tidak terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah, jalur gempa, bahaya letusan gunung api, dan sebagainya Kriteria teknis, mencakup: Kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan di kawasan lindung; Kegiatan penambangan tidak boleh menimbulkan kerusakan lingkungan; Lokasi tidak terletak terlalu dekat terhadap daerah permukiman. Hal ini untuk menghindari bahaya yang diakibatkan oleh gerakan tanah, pencemaran udara, serta kebisingan akibat lalu lintas pengangkutan bahan galian, mesin pemecah batu, ledakan dinamit, dan sebagainya. Jarak dari permukiman 1-2 km bila digunakan bahan peledak dan minimal 500 m bila tanpa peledakan; Lokasi penambangan tidak terletak di daerah tadah (daerah imbuhan) untuk menjaga kelestarian sumber air (mata air, air tanah); Lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam (> 40%) yang kemantapan lerengnya kurang stabil. Hal ini untuk menghindari terjadinya erosi dan longsor.

Ketentuan Umum Permukiman Memiliki fungsi utama, yaitu: Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi sosial; Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta sarana bagi pembinaan keluarga Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : Pemanfaatan ruang harus sesuai dgn daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh sarana transportasi umum Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah, dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama) Tidak menggangu fungsi lindung yang ada

Ketentuan Teknis Permukiman Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan: Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0-25 %); Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 L/org/hari - 100 liter/org/hari; Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi); Drainase baik sampai sedang; Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan; Tidak berada pada kawasan lindung; Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga; Menghindari sawah irigasi teknis. Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan; Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang memadai; Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; perumahan harus dilengkapi dengan: Sistem pembuangan air limbah sesuai SNI; Sistem pembuangan air hujan yang dilengkapi juga dengan sumur resapan sesuai SNI 03-2453-2002; Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60 liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari; Sistem pembuangan sampah sesuai SNI 03-3242-1994. Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan; Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan; Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah raga; Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga; Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta Permendagri No 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah; Dalam rangka mewujudkan kawasan perkotaan yang tertata dengan baik, perlu dilakukan peremajaan permukiman kumuh yang mengacu pada Inpres No 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota.

Ketentuan Umum Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu tersebut disebut kawasan industri Industri Memiliki fungsi utama, yaitu: Memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien; Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja; Meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang bersangkutan; Mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan Keppres No. 41/1996 tentang Industri dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI SK MENPERINDAG No. 50/M/SK/1997 tentang Standar Teknis Industri Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian. Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : Jenis industri yang dikembangkan harus memiliki hubungan keterkaitan yang kuat dengan karakteristik lokasi setempat, seperti kemudahan akses ke bahan baku dan atau kemudahan akses ke pasar Harus memiliki kajian Amdal sehingga dapat ditetapkan kriteria jenis industri yang diijinkan beroperasi di kawasan tersebut Di dalam kawasan peruntukan industri dapat dibentuk suatu perusahaan kawasan industri yang mengelola kawasan industri

Ketentuan Teknis Industri Karakteristik lokasi & kesesuaian lahan kwsn peruntukan industri yang berorientasi bhn mentah: kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0-25%, pada kemiringan 25-45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 mdpl; hidrologi bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang; Klimatologi lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju permukiman penduduk; geologi dpt menunjang konstruksi bgn, tidak berada di daerah rawan bencana longsor; lahan area cukup luas min 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian. Kriteria teknis, mencakup: Harus memperhatikan kelestarian lingkungan; Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah; Harus memperhatikan suplai air bersih; Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan KLH; Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya dikelola secara terpadu; Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri; Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangundangan yang berlaku; Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri; Pbgn kwsn industri min berjrk 2 km dari permukiman & berjrk 15-20 km dari pusat kota; industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D; Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang; Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau; dan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum.

Ketentuan Umum Pariwisata Jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kwsn peruntukan pariwisata dapat berupa wisata alam /wisata sejarah dan konservasi budaya Memiliki fungsi utama, yaitu: Memperkenalkan, mendayagunakan dan melestarikan nilai-nilai sejarah/ budaya lokal dan keindahan alam; Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah yang bersangkutan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU Nomor 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya Kriteria umum dan norma-norma perencanaan : Memanfaatkan potensi keindahan alam, budaya dan sejarah guna mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, keindahan lingkungan alam serta kelestarian lingkungan hidup Memiliki hubungan fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga Tersedia fasilitas fisik yang meliputi jaringan listrik, telepon, jalan, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor Memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi

Ketentuan Teknis Pariwisata Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan: Memiliki struktur tanah yang stabil; Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan; Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian yang produktif; Memiliki aksesibilitas yang tinggi; Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional; Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih; Terdiri dari lingkungan/ bangunan/ gedung bersejarah dan cagar budaya; Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan tertentu; Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair) Kriteria teknis, mencakup: Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; Pemanfaatan tersebut diatas diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana maks 10% dari luas total; Bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat; Tidak mengubah bentang alam yang ada; dan Tidak mengganggu pandangan visual. Pihak yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam yang dilengkapi dengan AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pemanfaatan kawasan untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun sesuai dengan jenis kegiatannya; Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat meliputi: akomodasi seperti pondokl wisata, bumi perkemahan, karavan, dan penginapan; makanan dan minuman; sarana wisata tirta; angkutan wisata; cenderamata; dan sarana wisata budaya. Dlm rangka pelestarian nilai budaya setempat, pemerintah daerah dapat menetapkan kawasan, lingkungan dan atau bangunan sebagai lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kawasan pariwisata budaya, berdsrkan keterkaitan keruangan, sejarah, dan arkeologi, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kriteria, tolak ukur, dan penggolongan lingkungan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, dan kelangkaan. Sedangkan kriteria penggolongan bangunan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, kelangkaan, tengeran/landmark, dan arsitektur. Berdasarkan kriteria dan tolak ukur, kwsn lingkungan cagar budaya dpt dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang berbeda satu dengan lainnya yang diatur melalui Keputusan Bupati/Walikota setempat; Pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya yang dijadikan kawasan pariwisata harus mengikuti prinsipprinsip pemugaran; dan harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

Ketentuan Umum & Teknis Perdagangan dan Jasa Memiliki fungsi utama, yaitu: Memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi penawaran); Menyerap tenaga kerja di perkotaan dan memberikan kontribusi yang dominan terhadap PDRB Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan: Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam; Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota; Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/atm, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial dan kegiatan pengunjung; Terdiri dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional Kriteria dan batasan teknis: Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani Jauh dari daerah kriminalitas, memiliki akses tinggi ke seluruh penjuru kota, tersedia ruang terbuka cukup luas, ada penduduk yang dilayani, persyaratan teknis kemiringan lahan 0-15% Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain : bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir) : toko, warung, tempat perkulakan, pertokoan bangunan penginapan : hotel, guest house, motel, hostel, penginapan bangunan penyimpanan : gedung tempat parkir, show room, gudang bangunan tempat pertemuan : aula, tempat konferensi bangunan pariwisata (di ruang tertutup) : bioskop, area bermain