BAB II TINDAK PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH JESICA KUMALA WONGSO TERHADAP WAYAN MIRNA SALIHIN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hukum hidup dan berkembang di dalam masyarakat karena hukum

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

GRASI DALAM KONSEP TUJUAN PEMIDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG TINDAK PIDANA PEMERASAN TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG MELANGGAR MARKA JALAN DI LALU LINTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA 1 Oleh: Henny C. Kamea 2

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN, PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI. Pembentuk Undang-Undang dalam berbagai perundang-undangan

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana. Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia menyatakan Hukum. sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

Strafbaar feit dalam istilah hukum pidana diartikan sebagai delik atau

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:

DAFTAR ISI... HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PRASYARAT GELAR HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKIRPSI...

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

Transkripsi:

BAB II TINDAK PIDANA DAN SISTEM PEMIDANAAN PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DILAKUKAN OLEH JESICA KUMALA WONGSO TERHADAP WAYAN MIRNA SALIHIN A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk Undang-Undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan perkataan tindak pidana sebagai terjemahan dari strafbaar feit tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan tindak pidana tersebut. Perkataan tindak pidana dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. Akan tetapi, diketahui bahwa yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan. 1 Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah perisitiwa pidana pernah digunakan secara resmi.secara substansif, pengertian dari istilah peristiwa pidana lebih menunjuk kepada suatukejadian yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. 2 Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi sebagaimana dikutip dari oleh Amir Ilyas bahwa tindak pidana mempunyai 5 (lima) unsur-unsur, yaitu: 1 P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 181. 2 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm. 33. 28

29 a. Subjek b. Kesalahan c. Bersifat melawan hukum dari sautu tindakan d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-Undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana e. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya) Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Akan tetapi, sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatanmengenai perbuatannya sendiriberdasarkan asas legalitas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan (Nullum Delictum NullaPoena Sine Praevia Lege Poenali). 2. Unsur-unsur tindak Pidana Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat di jabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah : a. Kesengajaan (dolus)atau ketidaksengajaan (culpa) b. Maksud atau Voornemenpada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP

30 c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lainlain. d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraadyang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. e. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut : 1) Sifat melawan hukum atau weder recht telijkheid. 2) Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri. 3) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 3. Sanksi Tindak Pidana Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, yang dimaksud dengan sebab adalah kasusnya dan akibat yaitu hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi berupa masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. 3 Sanksi Pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana dan atau tindak pidana yang dapat menggangu atau membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, 3 https://www.google.com/search?q=sanksi+pidana+adalah&ie=utf-.hgdthkuhp8&oe=utf- 8&client=firefox-. Diunduh pada tanggal 14 Mei 2016.

31 namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri. Berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 340 disebutkan bahwa : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. 4 B. Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Pengertian Tindak Pembunuhan Berencana Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu: a. Pengertian Menurut Bahasa Kata pembunuhan berasal dari kata dasar bunuh yang mendapat awalan pe- dan akhiran an yang mengandung makna mematikan, menghapuskan (mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan. 5 Menurut Purwadarmita (1976:169): pembunuhan berarti perkosa, membunuh atau perbuatan bunuh. Dalam peristiwa pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang dengan sengaja mematikan atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh (pelaku), sedangkan orang yang dimatikan atau orang yang dihilangkan nyawanya disebut sebagai pihak terbunuh (korban). 4 KUHP, Politea Bogor, 1988, hal 241. 5 http://amakusaaf.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pembunuhan-berencana.html. Diunduh pada tanggal 14 Mei 2016.

32 b. Menurut Pengertian Yuridis Pengertian dari segi yuridis (hukum) sampai sekarang belum ada, kecuali oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri. Menurut penulis itu bukan merupakan pengertian, melainkan hanya menetapkan batasan-batasan sejauh mana suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan dan ancaman pidana bagi pelakunya. Pembunuhan berencana adalah kejahatan merampas nyawa manusia lain, atau membunuh, setelah dilakukan perencanaan mengenai waktu atau metode, dengan tujuan memastikan keberhasilan pembunuhan atau untuk menghindari penangkapan. Pembunuhan berencana dalam hukum umumnya merupakan tipe pembunuhan yang paling serius, dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Istilah "pembunuhan berencana" pertama kali dipakai dalam pengadilan pada tahun 1963, pada sidang Mark Richardson, yang dituduh membunuh istrinya. Pada sidang itu diketahui bahwa Richardson berencana membunuh istrinya selama tiga tahun. Ia terbukti bersalah dan dipenjara seumur hidup. Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebidahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun

33 Adapun unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP yaitu: a) Barangsiapa: Merupakan unsur subjek hukum yang berupa manusia dan badan hukum. b) Dengan sengaja: Artinya mengetahui dan menghendaki, maksudnya mengetahui perbuatannya dan menghendaki akibat dari perbuatannya. c) Dengan rencana: artinya bahwa untuk penerapan pasal 340 KUHP ini harus memuat unsur yang direncanakan (voorbedachte raad), menurut Simons, jika kita berbicara mengenai perencanaan terlebih dahulu, jika pelakunya telah menyusun dan mempertimbangkan secara tenang tindakan yang akan di lakukan, disamping itu juga harus mempertimbangakn kemungkinan-kemungkinan tentang akibat-akibat dari perbuatannya, juga harus terdapat jangka waktu tertentu dengan penyusunan rencana dan pelaksanaan rencana. Nyawa orang lain: nyawa selain diri si pelaku tersebut. 6 2. Sistem Pemidanaan Secara singkat sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai sistem pemberian atau penjatuhan pidana. Hulsman mengemukakan bahwa sistem pemidanaan adalah aturan perundang-undangan yang 6 http://alexanderizki.blogspot.com/2011/03/analisis Pidana Atas Pembunuhan pokok.html.

34 berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. 7 Sistem pemberian atau penjatuhan pidana atau sistem pemidanaan itu dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut fungsional dan sudut substantif. Sudut fungsional terdiri dari hukum pidana materil, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana. Sedangkan dari sudut subtantif terdiri dari aturan umum dan aturan khusus. a. Dari sudut fungsional Dilihat dari sudut bekerjanya/berfungsinya/prosesnya,nsistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi/operasionalisasi/kongkretisasi pidana. Dan atau keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakan atau dioperasionalkan secara kongkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana. Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari subsistem hukum pidana materil/substantif, subsistem hukum pidana formal dan subsistem hukum pelaksanaan pidana. Ketiga subsistem ini merupakan satu kesatuan sitem pemidanaan karena tidak mungkin hukum pidana dioperasionalkan/ditegakan secara kongkret hanya dengan salah satu sub sistem itu. Pengertian sistem pemidanaan yang demikian itu dapat disebut dengan sistem pemidanaan fungsional atau sistem pemidanaan dalam arti luas. 7 Barda Nawawi Arief. 2010. Kapita Selekta Hukum Pidana. Cet. Kedua. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm. 54

35 b. Dari sudut norma subtantif Jika dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemidanaan; atau keseluran sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana. 8 Dengan pengertian demikian, maka keseluruhan peraturan Perundang-Undangan yang ada dalam KUHP maupun undang-undang khusus di luar KUHP, pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan sistem pemidanaan yang terdiri dari aturan umum dan aturan khusus. Aturan umum terdapat dalam Buku I KUHP dan aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III KUHP maupun dalam undang-undang khusus di luar KUHP. Dalam KUHP terdiri dari Tiga Buku yaitu Buku I tentang aturan umum, Buku II tentang Kejahatan dan Buku III tentang pelanggaran sedangkan dalam Konsep RUU KUHP 2004 hanya terdiri dari dua Buku saja yaitu Buku I tentang aturan umum dan Buku II tentang kejahatan. 3. Teori-teori Pemidanaan dalam Hukum Pidana Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang senantiasa mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori 8 Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime: Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cyber Crime. Cet. Pertama. Laksbang Mediatam a. Yogyakarta, 2009.

36 absolut (retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori penggabungan (integratif), teori treatment dan teori perlindungan sosial (social defence). Teori-teori pemidanaan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan pidana. 9 Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan. 10 Penjatuhan pidana pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. 11 Menurut Hegel bahwa, pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. 12 Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu : 1. Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan ; 2. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat; 9 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2009, Hlm 22. 10 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, Hlm 105. 11 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit, Hlm 90. 12 Muladi dan Barda Nawawi, Op. Cit, Hlm 12.

37 3. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana ; 4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar ; 5. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar. 13 Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan. 14 Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan orang lain yang berpotensi atau cederung melakukan kejahatan. Tujuan pidana adalah tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu diperlukan pidana. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang 26. 13 Karl O.Cristiansen sebagaimana dikutip oleh Dwidja Priyanto DALAM BUKU, Hlm 14 Leden Marpaung, Op. Cit, Hlm 106.

38 yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuantujuan tertentu yang bermanfaat. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Dasar pembenaran pidana terletak pada tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Sehingga teori ini sering juga disebut teori tujuan (utilitarian theory). Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu : 1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention) ; 2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat ; 3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana ; 4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan ; 5. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata

39 lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu : 1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat; 2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana. Teori treatment, mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses re-sosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke dalam masyarakat. Menurut Albert Camus, pelaku kejahatan tetap human offender, namun demikian sebagai manusia, seorang pelaku kejahatan tetap bebas pula mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru. Oleh karena itu, pengenaan sanksi harus mendidik pula,

40 dalam hal ini seorang pelaku kejahatan membutuhkan sanksi yang bersifat treatment. 15 Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif. Aliran ini beralaskan paham determinasi yang menyatakan bahwa orang tidak mempunyai kehendak bebas dalam melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor lingkungan maupun kemasyarakatannya. Dengan demikian kejahatan merupakan manifestasi dari keadaan jiwa seorang yang abnormal. Oleh karena itu si pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atas perbuatannya dan tidak dapat dikenakan pidana, melainkan harus diberikan perawatan (treatment) untuk rekonsialisasi pelaku. Teori perlindungan sosial (social defence) merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran modern dengan tokoh terkenalnya Filippo Gramatica, tujuan utama dari teori ini adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Hukum perlindungan sosial mensyaratkan penghapusan pertanggungjawaban pidana (kesalahan) digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial, yaitu adanya seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama tapi sesuai dengan aspirasi-aspirasi masyarakat pada umumnya. 162-163. 15 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010, Hlm

41 Berdasarkan teori-teori pemidanaan yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pemidanaan itu sendiri merumuskan perpaduan antara kebijakan penal dan non-penal dalam hal untuk menanggulangi kejahatan. Di sinilah peran negara melindungi masyarakat dengan menegakan hukum. Aparat penegak hukum diharapkan dapat menanggulangi kejahatan melalui wadah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System). Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan untuk memidana suatu kejahatan. 16 John Hagan membuat suatu perbandingan, mengklasifikasikan teori-teori kriminologi yaitu : 1) Teori-teori Under Control atau teori-teori untuk mengatasi perilaku jahat seperti teori disorganisasi sosial, teori netralisasi dan teori kontrol sosial. Pada asasnya, teori-teori ini membahas mengapa ada orang melanggar hukum sedangkan kebanyakan orang tidak demikian. 2) Teori-teori Kultur, status dan opportunity seperti teori status frustasi, teori kultur kelas dan teori opportunity yang menekankan mengapa adanya 16 Dwidja Priyanto, Op. Cit, Hlm 24.

42 sebagian kecil orang menentang aturan yang telah ditetapkan masyarakat dimana mereka tinggal dan hidup. 3) Teori Over Control yang terdiri dari teori labeling, teori konflik kelompok dan teori marxis. Teori-teori ini lebih menekankan pada masalah mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan.17 17 Ibid, hlm. 73-74