BAB I PENDAHULUAN. Selain di media massa, para tokoh masyarakat, ahli, dan para pengamat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun Di Lingkugan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. semuanya mengacu pada pengembangan individu. Upaya pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bangsa yang memiliki karakter tangguh lazimnya tumbuh berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

LEMBAR PENGESAHAN. 4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang. Dosen Pembimbing

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

URGENSI SATUAN ACARAPERKULIAHAN (SAP)DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I P E N D A H U L U A N. Karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ismi Nurlatifah, 2014

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lastri Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN. negara karena maju tidaknya suatu negara itu tergantung dari kualitas sistem

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini permasalahan pendidikan merupakan permasalahan yang. merupakan bagian dari upaya membangun karakter dan budaya.

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan karakter dan budaya bangsa saat ini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para tokoh masyarakat, ahli, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, atau paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang 1

2 diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia melalui pendidikan terus dilakukan dan tidak berhenti selama menusia ada. Proses tersebut berlangsung secara simultan dan berkelanjutan. Keberadaan manusia saat ini ditentukan oleh proses pendidikan saat ini. Kegagalan pendidikan pada suatu generasi akan membawa malapetaka pada generasi berikutnya, sebaliknya keberhasilan pendidikan akan menghasilkan suatu generasi tangguh yang siap menghadapi segala tantangan di masa mendatang. Tujuan utama pendidikan adalah menghasilkan manusia yang matang secara intelektual, emosional dan spiritual. Komponen esensial kepribadian manusia adalah nilai (value) dan kebajikan (virtues). Nilai dan kebajikan ini harus menjadi dasar pengembangan kehidupan manusia yang memiliki peradaban, kebaikan, dan kebahagian secara individual maupun sosial. Dengan demikian, pendidikan di sekolah seharusnya memberikan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan, serta menjelaskan implikasinya terhadap kualitas hidup masyarakat (Mulyana, 2004:106). Djahiri (2007:4-6) mengemukakan mengapa proses pendidikan kurang bahkan tidak memberi dampak terhadap terbentuknya karakter bangsa (siswa) karena diantara disebabkan hal-hal sebagai berikut : Pertama, pembelajaran masih bersifat parsial dan monolitik. Dalam kasus ini para pelaksana kurikulum (guru dan penulis buku/panduan) hanya memakai apa yang tertulis dalam kurikulum secara harfiah, kajian dan pengembangan

3 substansi/ materi pelajaran masih bersifat mono-disipliner, ilmu yang digunakan steril dan realita kehidupan anak dan lingkungannya, dan bersifat kognitif rendah. Kedua, pembelajaran tidak bersifat student centered/based. Dalam pola ini siswa dianggap objek yang tidak utuh dan harus menerima segala hal yang disampaikan guru/buku. Operasionalisasi kurikulum dan pembelajarannya cenderung bersifat: 1) guru sentris, yakni apa yang menurut guru baik dan seharusnya dibelajarkan tanpa memperhitungkan kegunaan serta kemampuan siswa/lingkungannya, 2) curiculum based dan scientific based, dalam model ini rancangan pembelajaran hanya mengacu dan mengoperasionalkan pokok materi pelajaran yang diharuskan dalam kurikulum/buku saja tanpa banyak rekaysa yang bersifat konstektual, 3) pencapaian hasil belajar harapan (HBH) yang optimal sehingga siswa dipacu untuk menghafal apa yang diberikan guru/buku, 4) waktu/durasi pembelajaran terbatas hanya ditetapkan dalam kurikulum dan selama jam pelajaran di kelas saja. Pendidikan adalah suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia untuk menjadi seorang yang memiliki kekuatan intelektual dan spiritual, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya di segala aspek dan menjalani kehidupan yang bercita-cita dan bertujuan pasti. Hal ini menjadi suatu garisan pokok dalam setiap proses didik yang dijalani seseorang (Maarif, 1997:63). Oleh karena itu, siapapun tidak akan pernah bisa membantah tentang pentingnya posisi pendidikan. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa antara lain sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan bangsa yang bersangkutan. Tingkat pendidikan yang dicapai suatu bangsa akan menempatkan bangsa itu pada suatu posisi tertentu dalam hubungannya dengan bangsa-bagsa lain. Pada saat yang

4 bersamaan, pendidikan akan mengantarkan para pemiliknya pada suatu peradaban tertentu. Sebab tahap-tahap pekembangan peradaban manusia dari satu waktu ke waktu yang lain berkorelasi signifikan dengan tingkat pengetahuan manusianya. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap, mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya pencerdasan kehidupan bangsa ini merupakan tujuan negara dan menjadi roh, jiwa dan kompas dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu tujuan pendidikan nasional, institusional dan kurikuler adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana diketahui bersama bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Negara wajib menjamin hak anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang memadai, menjaga mutu pendidikan dan menerapkan prinsip subsidiaritas. Amanat pembukaan UUD 1945 tersebut sangat linear dengan azas dasar pendidikan kristiani sebagaimana yang tertuang dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan (Gravissimum Educationis). Dalam kata pengantarnya dikemukakan bahwa Pendidikan mempunyai makna yang amat penting bagi kehidupan manusia dan mempunyai pengaruh yang makin besar terhadap kemajuan sosial. Dalam isi dokumen tersebut disebutkan beberapa hal berkaitan dengan pendidikan pada umumnya antara lain; bahwa semua dan setiap manusia mempunyai hak yang tidak tergugat atas pendidikan sesuai dengan tujuan dan

5 bakat serta latar belakang budaya, pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi baik untuk tujuan akhir maupun untuk kepentingan masyarakat dan pendidikan juga harus membantu pengembangan bakat fisik, moral dan intelektual secara harmonis serta pendidikan perlu memperhatikan nilai-nilai moral dan iman. Permasalahan-permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke 21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektifitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan, termasuk di dalamnya Pendidikan Agama. Secara umum mata pelajaran agama merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam masing-masing agama. Secara umum di kalangan pelajar tak terkecuali di SMA Santo Bonaventura Madiun dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat masih kerap diperlihatkan oleh kebanyak peserta didik. Kebiasaan menyontek pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka mencari bocoran jawaban dari berbagai sumber yang tidak jelas.

6 Bentuk kenalan lain diantaranya mereka sering menyalahgunakan kemudahan fasilitas teknologi seperti hand phone (HP), mereka tidak hanya memanfaatkannya sebagai alat komunikasi tapi digunakan pula sebagai media menonton film-film porno, minum-minuman keras, terlibat dalam pergaulan bebas dapat menjerumuskan mereka ke dalam kehidupan yang tidak terpuji. Semua perilaku negatif di kalangan pelajar khususnya di SMA Santo Bonaventura Madiun tersebut atas, jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter baik di dalam proses pembelajaran dan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Oleh karena itu, melalui pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

7 Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan. Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter perlu diintegrasikan dan dikembangkan melalui pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. Oleh karena itu, menjadi menarik dilakukan penelitian atas model penanaman dan pengembangan pendidikan karakter dalam perangkat pembelajaran agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter di SMA Santo Bonaventura Madiun telah mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk peduli terhadap kehidupan

8 sosial. Namun dalam kenyataan masih ditemukan adanya kesenjangan antara upaya yang telah dilakukan sekolah dengan realita yang nampak dari perilaku siswa. Misalnya siswa telah diajarkan tentang pola hidup bersih sebagai ekspresi iman tetapi masih banyak siswa yang belum biasa membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Hal lain, siswa masih berlaku tidak jujur dalam mengerjakan soal-soal ulangan (mencontek) baik ulangan harian maupun ulangan sumatif. Berdasarkan permasalahan, fenomena, kondisi, dan kenyataan hal ihwal pendidikan karakter dan nilai dalam pembelajran agama Katolik yang ada di SMA Santo Bonaventura Madiun sebagaimana diurai di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian awal bagaimana proses integrasi pendidikan karakter dalam perangkat pembelajaran agama Katolik dan bagaimana pula model penanamannya? Melalui tesis yang berjudul Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun, penulis berharap semoga penelitian ini dapat menjadi sebuah solusi bagi permasalahan pendidikan dan sebuah atensi dalam membumikan pendidikan karakter di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri. B. Rumusan Masalah Masalah Penelitian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengembangan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik (yang meliputi visi, misi, tujuan, dan strategi)?

9 2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik? 3. Kendala apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik? 4. Upaya apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik? C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, peneliti bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa proses Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun Tujuan Khusus Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Pengembangan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun; 2. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik di SMA Bonaventura Madiun; 3. Kendala pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun; 4. Upaya mengatasi kendala pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik di SMA Santo Bonaventura Madiun;

10 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai wahana ilmu pengetahuan untuk mengembangkan model-model pembinaan nilai karakter yang diintegrasikan dengan mata pelajaran yang berbasis pada pengembangan nilai pada umumnya, khususnya pada pendidikan agama termasuk di dalam agama Katolik di sekolah. Lebih lanjut, penelitian ini dapat memperkuat teori-teori mengenai proses pendidikan nilai karakter dalam mata pelajaran selain pendidikan agama Katolik. Penelitian ini pun diharapkan menjadi bahan kajian bagi teoritis, praktisi pendidikan maupun selanjutnya agar berkenan memberikan perhatian besar terhadap pendidikan nilai karakter, baik dengan mengembangkan teori-teori yang ada atau memperkaya dengan teori-teori baru. 2. Manfaat bagi pemecahan masalah di sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah pendidikan karakter dalam pembelajaran di sekolah serta memberikan jalan keluar yang jelas. Penelitian ini mampu memberikan gambaran awal contoh pendidikan karakter dalam pembelajaran agama Katolik di SMA yang dapat dimanfaatkan secara praktis di lapangan, baik oleh guru, perencana maupun pengelola pendidikan. 3. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Kepala Sekolah

11 Kepala sekolah dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai perannya dalam merumuskan kebijakan dan menentukan sistem nilai yang hendak dicapai sekolah. b. Guru Guru menyadari bahwasannya pendidikan nilai karakter dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan tidak terbatas pada pembelajaran pendidikan agama Katolik saja, melainkan dalam seluruh pembelajaran dan aktivitas sekolah yang menjadi tanggung jawab guru. c. Stakeholder Pendidikan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemegang kebijakan pendidikan dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat demi optimalnya proses pencapaian tujuan pendidikan nasional. d. Peneliti Semoga penelitian ini bisa menjadi atensi bekal bagi peneliti dalam upaya membumikan pendidikan karakter di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan. E. Penegasan Istilah Guna menghindari terjadinya perbedaan pemahaman terhadap pemaknaan beberapa istilah dalam judul tesis ini, maka perlu dibuat penegasan istilah sebagai berikut: 1. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah pengajaran atau bimbingan kepada siswa agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses

12 pertimbangan yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten (Mulyana, 2004:119). Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai bantuan kepada peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter adalah pengajaran atau bimbingan kepada siswa SMA Santo Bonaventura Madiun agar memiliki modal nilai yang menjadi prinsip dan petunjuk dalam kehidupannya. 2. Pendidikan Agama Pendidikan agama adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa SMA Santo Bonaventura Madiun dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama (khususnya Katolik) melalui kegiatan proses belajar mengajar, bimbingan, dan kegiatan keagamaan.