SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.03/2015 TENTANG PENETAPAN SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK DAN CAPITAL SURCHARGE

dokumen-dokumen yang mirip
PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN POJK PENETAPAN BANK YANG BERDAMPAK SISTEMIK (D-SIB) DAN CAPITAL SURCHARGE UNTUK BANK YANG BERDAMPAK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.03/2018 TENTANG PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/22/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PEMBENTUKAN COUNTERCYCLICAL BUFFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2

OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR :.../POJK.03/2017 TENTANG RENCANA AKSI (RECOVERY PLAN) BAGI BANK SISTEMIK

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.03/2017 TENTANG TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Le

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR BAGI BANK UMUM SYARIAH

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No e. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.03/2017 TENTANG RENCANA AKSI (RECOVERY PLAN) BAGI BANK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH BURSA EFEK

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PENGUMUMAN HARIAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSA DANA TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG INVESTASI SURAT BERHARGA NEGARA BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENYIMPANAN KEKAYAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2017 TENTANG LAPORAN BANK UMUM SEBAGAI KUSTODIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2015 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PEMEGANG SAHAM TERTENTU

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA

DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.04/2016 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP WAKIL DAN PEGAWAI PERUSAHAAN EFEK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan L

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBATASAN ATAS SAHAM YANG DITERBITKAN SEBELUM PENAWARAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /POJK.04/2015 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2 Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG INVESTASI SURAT BERHARGA NEGARA BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan disektor perbankan dari Bank

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2015 TENTANG PUBLIKASI OLEH PERUSAHAAN PEMERINGKAT EFEK

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.04/2017 TENTANG KEGIATAN PERUSAHAAN EFEK DI BERBAGAI LOKASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.04/2017 TENTANG PENGELUARAN SAHAM DENGAN NILAI NOMINAL BERBEDA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Transkripsi:

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.03/2015 TENTANG PENETAPAN SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengidentifikasi bank-bank yang memiliki dampak signifikan terhadap sistem keuangan domestik, diperlukan suatu metodologi dalam rangka menetapkan systemically important bank dengan mengacu pada standar internasional yang berlaku; b. bahwa risiko yang bersumber dari systemically important bank perlu dimitigasi melalui penetapan capital surcharge berdasarkan tingkat dampak sistemik bank terhadap sistem keuangan domestik; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Systemically Important Bank dan Capital Surcharge; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

- 2-1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENETAPAN SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK DAN CAPITAL SURCHARGE. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Systemically Important Bank, yang selanjutnya disingkat SIB, adalah suatu Bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban, luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau secara keseluruhan bank-bank lain atau sektor jasa

- 3 - keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila Bank mengalami gangguan atau gagal. 3. Capital Surcharge untuk SIB adalah tambahan modal yang berfungsi untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian apabila terjadi kegagalan SIB melalui peningkatan kemampuan Bank dalam menyerap kerugian. Pasal 2 (1) Otoritas Jasa Keuangan menetapkan SIB dan Capital Surcharge untuk SIB. (2) Dalam menetapkan SIB dan Capital Surcharge untuk SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. (3) Penetapan SIB dan Capital Surcharge untuk SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara semesteran setiap tahun pada: a. bulan Maret dengan menggunakan data posisi bulan Desember tahun sebelumnya; dan b. bulan September dengan menggunakan data posisi bulan Juni. Pasal 3 Bank yang ditetapkan sebagai SIB wajib membentuk Capital Surcharge untuk SIB. Pasal 4 (1) Penetapan SIB dilakukan menggunakan metodologi tertentu berdasarkan indikator tertentu. (2) Otoritas Jasa Keuangan mengkaji ulang metodologi penetapan SIB paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

- 4 - BAB II INDIKATOR SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK (SIB) Pasal 5 Indikator yang digunakan dalam metodologi penetapan SIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas: a. ukuran Bank (size); b. keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness); dan c. kompleksitas kegiatan usaha (complexity). Pasal 6 Indikator ukuran Bank (size) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diukur dari sub-indikator yaitu total eksposur Bank. Pasal 7 Indikator keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas sub-indikator: a. aset keuangan berupa tagihan atau penempatan kepada lembaga jasa keuangan (intra financial system assets); b. kewajiban keuangan kepada lembaga jasa keuangan (intra financial system liabilities); dan c. surat berharga yang diterbitkan oleh Bank (securities outstanding). Pasal 8 Indikator kompleksitas kegiatan usaha (complexity) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas sub-indikator: a. nilai nosional spot dan derivatif over the counter; b. surat berharga yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual dan diperdagangkan namun tidak termasuk surat berharga yang dijadikan sebagai high

- 5 - quality liquid asset dalam perhitungan liquidity coverage ratio; c. indikator domestik yang bersifat spesifik yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan d. ketergantian (substitutability) peran Bank dalam aktivitas sistem pembayaran dan kustodian. Pasal 9 (1) Bobot setiap indikator SIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan sama besar (equal weight). (2) Bobot setiap sub-indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 ditetapkan sama besar (equal weight). BAB III METODOLOGI PENETAPAN SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK (SIB) Pasal 10 Otoritas Jasa Keuangan menetapkan SIB berdasarkan perhitungan skor sistemik (systemic importance score). Pasal 11 Skor sistemik (systemic importance score) setiap Bank dihitung dengan cara: a. menghitung nilai masing-masing sub-indikator dalam satuan basis poin, dengan cara menghitung proporsi nilai masing-masing sub-indikator terhadap nilai agregat industri perbankan; b. menghitung nilai pembobotan masing-masing sub-indikator, dengan cara mengalikan nilai masingmasing sub-indikator sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bobot sub-indikator; c. menghitung nilai masing-masing indikator, dengan cara menjumlahkan nilai pembobotan masing-masing sub-indikator sebagaimana dimaksud pada huruf b;

- 6 - d. menghitung nilai pembobotan masing-masing indikator, dengan cara mengalikan nilai masingmasing indikator sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan bobot indikator; dan e. menghitung nilai skor sistemik (systemic importance score), dengan cara menjumlahkan nilai pembobotan masing-masing indikator sebagaimana dimaksud pada huruf d. BAB IV CAPITAL SURCHARGE UNTUK SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK (SIB) Pasal 12 (1) Otoritas Jasa Keuangan menetapkan Capital Surcharge untuk SIB dalam 5 (lima) kelompok (bucket). (2) Besaran Capital Surcharge untuk SIB pada setiap kelompok (bucket) ditetapkan: a. 1% (satu persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 1; b. 1,5% (satu koma lima persen) dari ATMR bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 2; c. 2% (dua persen) dari ATMR bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 3; d. 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 4; dan e. 3,5% (tiga koma lima persen) dari ATMR bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 5. (3) Capital Surcharge untuk SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipenuhi dengan menggunakan komponen modal inti utama (Common Equity Tier 1). (4) Otoritas Jasa Keuangan berwenang meninjau ulang dan menyesuaikan penetapan besaran serta waktu pemenuhan Capital Surcharge untuk SIB, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan stabilitas sistem keuangan.

- 7 - Pasal 13 Berdasarkan penetapan Capital Surcharge untuk SIB dalam 5 (lima) kelompok (bucket) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), untuk pertama kali Otoritas Jasa Keuangan menetapkan SIB dalam 4 (empat) kelompok (bucket) Capital Surcharge untuk SIB yaitu kelompok (bucket) 1, kelompok (bucket) 2, kelompok (bucket) 3, dan kelompok (bucket) 4. Pasal 14 (1) Dalam hal terdapat Bank yang memiliki skor sistemik (systemic importance score) yang sangat tinggi sehingga digolongkan dalam kelompok yang tertinggi, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan: a. pengelompokan SIB bertambah 1 (satu) kelompok (bucket) di atas kelompok tertinggi; dan b. tidak terdapat SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) tertinggi yang baru sebagaimana dimaksud pada huruf a. (2) Setiap penambahan 1 (satu) kelompok (bucket) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran Capital Surcharge untuk SIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) ditetapkan meningkat sebesar 1% (satu persen) dari ATMR. Pasal 15 Pembentukan Capital Surcharge untuk SIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib dipenuhi secara bertahap: 1. bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 1, sebesar: a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2016; b. 0,5% (nol koma lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2017; c. 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2018;

- 8 - d. 1% (satu persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2019; 2. bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 2, sebesar: a. 0,375% (nol koma tiga ratus tujuh puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2016; b. 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2017; c. 1,125% (satu koma seratus dua puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2018; d. 1,5% (satu koma lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2019; 3. bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 3, sebesar: a. 0,5% (nol koma lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2016; b. 1% (satu persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2017; c. 1,5% (satu koma lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2018; d. 2% (dua persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2019; 4. bagi SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 4, sebesar: a. 0,625% (nol koma enam ratus dua puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2016; b. 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2017; c. 1,875% (satu koma delapan ratus tujuh puluh lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2018; d. 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR sejak tanggal 1 Januari 2019.

- 9 - BAB V SANKSI Pasal 16 Bank yang ditetapkan sebagai SIB, yang tidak memenuhi kewajiban penyediaan Capital Surcharge untuk SIB, dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum konvensional atau bagi bank umum syariah. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 Untuk pertama kali, penetapan SIB dan Capital Surcharge untuk SIB dilakukan pada bulan Januari 2016 dengan menggunakan data posisi bulan Juni 2015. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

- 10 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Desember 2015 KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd MULIAMAN D. HADAD Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 28 Desember 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 372 Salinan sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Sudarmaji

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.03/2015 TENTANG PENETAPAN SYSTEMICALLY IMPORTANT BANK DAN CAPITAL SURCHARGE I. UMUM Penentuan SIB di pasar keuangan domestik bertujuan untuk mengidentifikasi Bank yang memiliki dampak signifikan terhadap sistem keuangan domestik. Dengan demikian diperlukan suatu metodologi dalam melakukan asesmen tingkat sistemik suatu Bank secara domestik yang mencerminkan adverse effect yang berpotensi terjadi apabila SIB mengalami kegagalan. Risiko yang bersumber dari SIB dimitigasi melalui penetapan Capital Surcharge untuk SIB berdasarkan tingkat dampak sistemik Bank terhadap sistem keuangan domestik. Penetapan Capital Surcharge untuk SIB tersebut merupakan bagian dari supervisory action yang dilakukan dalam kondisi normal. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka perlu adanya pengaturan tentang Penetapan Systemically Important Bank dan Capital Surcharge. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1)

- 2 - Yang dimaksud dengan Capital Surcharge untuk SIB adalah Capital Surcharge untuk Domestic Systemically Important Bank sebagaimana ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum konvensional atau bagi bank umum syariah. Domestic Systemically Important Bank adalah Bank di Indonesia yang ditetapkan sebagai SIB. Ayat (2) Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dilakukan melalui mekanisme koordinasi. Ayat (3) Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan secara tertulis kepada Bank yang ditetapkan sebagai SIB dan besaran Capital Surcharge untuk SIB. Pasal 3 Penetapan Bank sebagai SIB tidak mencakup kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan metodologi tertentu adalah metodologi yang digunakan sesuai standar internasional dalam menentukan SIB. Ayat (2) Pasal 5 Pasal 6 Yang dimaksud dengan total eksposur Bank adalah penjumlahan dari eksposur pada neraca, eksposur pada rekening administratif, dan potential future exposure dari transaksi derivatif. Yang dimaksud dengan eksposur pada neraca adalah total aset setelah dikurangi pos antar kantor.

- 3 - Yang dimaksud dengan eksposur pada rekening administratif adalah total kewajiban komitmen dan kontijensi. Perhitungan potential future exposure dari transaksi derivatif mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar. Transaksi derivatif di Bank Umum Syariah adalah transaksi lindung nilai syariah yang mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar bagi bank umum syariah. Pasal 7 Pasal 8 Huruf a Bagi Bank Umum Syariah, yang dimaksud dengan nilai nosional derivatif over the counter adalah nilai nosional lindung nilai syariah over the counter yang mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit dengan menggunakan pendekatan standar bagi bank umum syariah. Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan indikator domestik yang bersifat spesifik antara lain terdiri atas: 1. nilai outstanding bank garansi; 2. nilai outstanding irrevocable Letter of Credit; 3. nilai portofolio Surat Berharga Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara yang dimiliki; 4. jumlah rekening dana pihak ketiga; 5. jumlah rekening kredit; dan 6. jumlah kantor cabang dalam dan luar negeri. Huruf d

- 4 - Pasal 9 Ayat (1) Indikator yang digunakan dalam metodologi penetapan SIB terdiri atas 3 (tiga) indikator sehingga setiap indikator memiliki bobot (100/3)%. Ayat (2) Sebagai contoh, indikator keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness) terdiri atas 3 (tiga) subindikator sehingga setiap sub-indikator keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness) memiliki bobot (100/3)%. Pasal 10 Skor sistemik (systemic importance score) setiap Bank adalah nilai yang mencerminkan tingkat (level) sistemik dari setiap Bank. Pasal 11 Nilai Sub Indikator Nilai Indikator Skor Sistemik 1 Menghitung proporsi nilai masing-masing sub-indikator terhadap nilai agregat industri perbankan. 3 Menghitung nilai setiap indikator dengan cara menjumlahkan nilai sub-indikator yang telah dibobotkan. 5 Menghitung nilai skor sistemik dengan cara menjumlahkan nilai indikator yang telah dibobotkan. 2 Melakukan pembobotan terhadap sub-indikator. 4 Melakukan pembobotan terhadap nilai indikator. Pasal 12 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan komponen modal inti utama (Common Equity Tier 1) adalah modal inti utama (Common Equity Tier 1) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum konvensional atau bagi bank umum syariah.

- 5 - Ayat (4) Pertimbangan untuk meninjau ulang dan menyesuaikan penetapan besaran serta waktu pemenuhan Capital Surcharge untuk SIB didasarkan antara lain pada pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit, dan/atau kinerja industri perbankan. Pasal 13 Kelompok (bucket) 5 Capital Surcharge untuk SIB tidak diisi atau dikosongkan karena kelompok (bucket) 5 merupakan kelompok bagi Bank yang memiliki skor sistemik (systemic importance score) yang sangat tinggi. Pasal 14 Ayat (1) Capital Surcharge pada kelompok (bucket) 5 dan seterusnya merupakan disinsentif bagi Bank yang memiliki skor sistemik (systemic importance score) sangat tinggi sehingga mendorong Bank menurunkan risiko sistemik. Sebagai contoh, dalam hal terdapat Bank yang memiliki skor sistemik (systemic importance score) yang sangat tinggi sehingga digolongkan dalam kelompok (bucket) 5, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan: a. penambahan pengelompokan SIB yaitu kelompok (bucket) 6; dan b. tidak terdapat SIB yang digolongkan dalam kelompok (bucket) 6. Ayat (2) Sebagai contoh, besaran Capital Surcharge untuk kelompok (bucket) 5 sebesar 3,5 % (tiga koma lima persen) sehingga Capital Surcharge untuk kelompok (bucket) 6 ditetapkan sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari ATMR. Pasal 15

- 6 - Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5812