BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB II PENGATURAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA. A. Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB 2 DATA DAN ANALISA

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

RAMBU LALU LINTAS JALAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Pasal 48 yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. namun juga dapat kita lihat dari segi kualitas. Peningkatan kejahatan tersebut. keadaan ekonomi yang tidak menentu.

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,


- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

PENYELENGGARA JALAN SEBAGAI SUBYEK HUKUM TINDAK PIDANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGATURAN POLISI TIDUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN JALAN TERKAIT KESELAMATAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pembinaan bidang lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut: 1. urusan pemerintahan di bidang prasarana jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang jalan; 2. urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; 1

2 3. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri; 4. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan 5. urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, manajemen operasional dan rekayasa lalu lintas serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap Pembina bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal-hal yang bersifat teknis operasional, yang semula dalam Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya, dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah diatur secara tegas dan terperinci dengan maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, selain untuk menciptakan lalu lintas dan angkutan

3 jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan model angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan. Di dalam undang-undang ini juga ditekankan terwujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan. Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas

4 pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia. Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan termasuk pengawasan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi sarana dan prasarana lalu lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas. Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan, undang-undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil dan orang sakit. Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan prasarana fisik atau non fisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan. Untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur dan mengamanatkan adanya sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan yang didukung oleh subsistem yang dibangun oleh setiap lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu. Pengelolaan sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan mengenai operasionalisasi sistem

5 informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara terintegrasi melalui pusat kendali dan data. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan, namun terhadap pelaku pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 311 ayat (5) UU Nomor 22 Tahun 2009, yang menentukan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat. Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana upaya penanggulangan dan penerapan sanksi terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas oleh Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penanggulangan dan penerapan sanksi terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas oleh Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Objektif Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya lalu lintas dan angkutan jalan serta bagi para pihak yang memerlukan acuan terhadap penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas jalan raya menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. 2. Manfaat Subyektif Untuk mendapatkan syarat pencapaian gelar kesarjanaan pada tingkat strata satu ilmu hukum.

7 E. Keaslian Penelitian Penulisan ini merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan merupakan duplikasi hasil karya orang lain. Apabila ada penulisan yang sama dengan tema yang penulis angkat, maka penulisan ini merupakan pelengkap atau pembaharuan. Penulis dalam hal inilebih khusus mengkaji tentang upaya Polri dalam penerapan sanksi terhadap pelaku pelanggaran lalu-lintas. F. Batasan Konsep 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan serta pengelolaannya. 2. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan 3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan 4. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel 5. Kendarana Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan 6. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan

8 tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 7. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan 8. Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 9. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan/atau lingkungan. 10. Penegakan Hukum adalah kegiatan menyerasikan unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang berfokus pada perilaku masyarakat (law in action), dan mendasarkan pada data primer sebagai data utamanya dan data sekunder sebagai data pendukungnya. 2. Sumber Data

9 a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis melalui wawancara dengan subjek penelitian. b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. 1 Dalam penulisan karya ilmiah ini, digunakan Peraturan Perundang-Undangan, antara lain: a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 2) Bahan Hukum Sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. 2 Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan bukubuku, hasil penelitian, artikel serta pendapat hukum yang terkait dengan objek yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data 1 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hlm. 141. 2 Ibid, hlm. 141

10 Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang penjabarannya adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku serta literatur dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan subjek penelitian. 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Kepolisian Kota Besar (POLTABES) Yogyakarta 5. Responden Responden adalah subyek yang memberikan jawaban pertanyaan penelitian dalam wawancara. Pada penelitian hukum ini, wawancara dilakukan kepada responden untuk memberikan keterangan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun bertindak sebagai responden dalam penelitian ini adalah Komisaris Polisi Ruminio Ardano, SIK., selaku Kepala Satuan Lalu Lintas Poltabes Yogyakarta. 6. Metode Analisis Disebabkan karena penelitian hukum ini bersifat yuridis empiris maka digunakan analisis dengan ukuran kualitatif yang terpusat pada

11 substansi dengan proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif, berpangkal pada pengajuan premis mayor berupa aturan hukum kemudian pengajuan premis minor yaitu fakta hukum, dari kedua hal tersebut kemudian ditarik konklusi. 3 H. Sistematika Penulisan Hukum Guna memudahkan dalam memahami isi dari skripsi ini, berikut disajikan kerangka penulisan dari skripsi ini yang terbagi ke dalam beberapa bab dan masing-masing bab terbagi lagi ke dalam beberapa sub bab. Adapun masing-masing bab tersebut adalah: BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan batasan konsep yang merupakan bekal dasar bagi penulis dalam menyusun skripsi ini. Selanjutnya pada bab ini juga diuraikan tentang metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, lokasi penelitian, responden dan metode analisis. Pada akhir dari bab ini disajikan sistematika penulisan hukum. BAB II PENANGGULANGAN TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS Pada bab ini diuraikan dan dibahas mengenai tinjauan tentang penegakan hukum, yang berisi tentang pengertian penegakan hukum dan 3 Philipus M. Hadjon, Makalah Pelatihan Argumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Dasar Argumentasi Hukum dan Legal Opinion (Legal Memo), 18 Juni 2004

12 faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Dibahas pula tinjauan tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yang berisi tentang pengertian lalu lintas dan angkutan jalan, asas dan tujuan lalu lintas angkutan jalan dan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Dibahas hasil penelitian tentang upaya penanggulangan dan pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas oleh Kepolisian Kota Besar (Poltabes). BAB III PENUTUP Pada bab ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam skripsi ini dan sekaligus disajikan saran yang merupakan sumbangan pemikiran dan rekomendasi dari penulis tentang penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas jalan raya menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.