Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Penilaian Kualitas Sungai di Sungai Cengek Bagian Hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga

dokumen-dokumen yang mirip
PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KUNDUR BERDASARKAN MAKROZOOBENTOS MELALUI PENDEKATAN BIOTIC INDEX DAN BIOTILIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

bentos (Anwar, dkk., 1980).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB 2 BAHAN DAN METODE

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

BAB III METODE PENELITIAN

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

2.2. Struktur Komunitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Nilai fisikokimia perairan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

BAB 2 BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

BAB 2 BAHAN DAN METODA

3. METODE PENELITIAN

Unnes Journal of Life Science

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

BAB 2 BAHAN DAN METODA

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o LU dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

BIOLOGI AIR METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si.

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Determination of the Air Hitam River, Pekanbaru City Water Quality Based Biotic Index Macrozoobenthos

Praktikum Ekologi Perairan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

Analisis Substrat dan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota Medan

PENILAIAN KUALITAS SUNGAI PESANGGRAHAN DARI BAGIAN HULU (BOGOR, JAWA BARAT) HINGGA BAGIAN HILIR (KEMBANGAN, DKI JAKARTA) BERDASARKAN INDEKS BIOTIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diah Ari Dwitawati, Biomonitoring kualitas air...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

Transkripsi:

Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Penilaian Kualitas Sungai di Sungai Cengek Bagian Hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga Widiatmoko dan Wisnu Wardhana Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Email: widi.atmoko7@gmail.com Abstrak Telah dilakukan sampling makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga pada bulan April 2013. Sampel yang diperoleh diawetkan dengan alkohol 70% kemudian diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Hewan, Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. Data hasil penelitian ditabulasi dan digunakan untuk penilaian kualitas perairan dengan indeks biotik. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh empat kelompok makrozoobentos yang dikelompokkan dalam Famili Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Keanekaragaman tergolong rendah, berkisar antara 0,42--0,9 dengan indeks dominansi berkisar 0,49--0,75. Berdasarkan indeks biotik diketahui bahwa kualitas perairan Sungai Cengek bagian hulu masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik, dengan nilai ASPT berkisar 6,26--6,5. Kata kunci : Indeks biotik; kualitas perairan; makrozoobentos; struktur komunitas; Sungai Cengek bagian hulu Community Structure of Macrozoobenthos and the Assessment of River Quality at the Upstream of Cengek River, Payaman Village, Salatiga City Abstract Sampling of macrozoobenthos has been held at the upstream of Cengek River, Payaman Village, Salatiga City in April, 2013. Samples that collected was preserved by 70% ethanol, and identified in Laboratory of Animal Taxonomy, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Indonesia, Depok. The data were tabulated and used to measure the water quality by biotic index. Results of the research was found four group of macrozoobenthos that divided into family of Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, and Pachychilidae. The level of diversity rated low, ranged from 0,42 to 0,9 and dominancy index ranged from 0,49 to 0,75. Based on biotic index, the waterways quality of Cengek River upstream were divided into the fine condition river, with ASPT rate ranged from 6,25 to 6,5. Keywords : Biotic index; community structure; macrozoobenthos; upstream Cengek River; waterways quality PENDAHULUAN Sungai merupakan suatu habitat akuatik dengan massa air yang mengalir. Sebagai suatu habitat, sungai berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan berbagai organisme perairan (Goltenboth dkk. 2006: 147--148 ; Allan & Castillo 2007: 8). Sebagai suatu habitat, sungai mempunyai beberapa karakter fisik seperti arus, substrat, dan penetrasi cahaya. Perbedaan pada karakter fisik, seperti perbedaan substrat, dapat membentuk berbagai macam

relung yang beragam bagi kehidupan biota akuatik seperti makrozoobentos. Perubahan karakter fisik dapat berakibat pada berubahnya relung biota akuatik (McCabe 2010: 6--7). Sungai Cengek secara administratif berada di wilayah Kota Salatiga. Sungai Cengek memberikan tempat hidup bagi berbagai biota akuatik seperti makrozoobentos. Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman mempunyai dua percabangan, yaitu percabangan sebelah timur dan percabangan sebelah barat. Percabangan Sungai Cengek sebelah timur mempunyai substrat dasar batu, sedangkan percabangan sebelah barat mempunyai substrat dasar semen. Penelitian mengenai struktur komunitas makrozoobentos pada substrat dasar batu maupun substrat dasar semen belum pernah dilakukan di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga. Sehingga belum diketahui informasi mengenai perbedaan struktur komunitas makrozoobentos yang disebabkan adanya perubahan substrat dasar di Sungai Cengek bagian hulu. Diketahuinya struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Cengek, berguna untuk penilaian kualitas sungai dengan indeks biotik berdasar kelompok taksa yang ditemukan. Nilai indeks biotik dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok hewan yang ada dalam sampel (Wardhana 2006: 7). Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas makrozoobentos pada substrat dasar batu dan substrat dasar semen, serta menentukan kualitas perairan menggunakan indeks biotik di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga. TINJAUAN TEORITIS Ekosistem Sungai Sungai termasuk ke dalam habitat perairan lotik, yaitu habitat perairan dengan air yang mengalir. Sebagai habitat perairan lotik, arus sungai merupakan faktor pembatas dalam habitat tersebut (McCabe 2010: 1). Sungai merupakan ekosistem akuatik yang berfungsi mengalirkan air dan materi lainnya dari daratan hingga ke laut (Dodds 2002: 69). Sungai terbagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah hulu (upstream), tengah (midstream), dan hilir (downstream). Daerah hulu sungai merupakan daerah mata air dari suatu aliran sungai. Daerah hulu sungai memiliki arus yang paling deras dibandingkan dengan bagian sungai yang lain. Daerah tengah sungai merupakan daerah peralihan antara hulu dan hilir sungai. Daerah tengah sungai memiliki kemiringan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah hulu. Daerah hilir sungai merupakan daerah aliran terakhir sungai menuju ke

muara. Daerah hilir memiliki arus yang paling lambat dibandingkan dengan bagian sungai yang lain. Umumnya daerah hilir sungai mempunyai substrat dasar berupa lumpur (Lampert & Sommer 2007: 257). Sebagai suatu ekosistem, sungai mempunyai komponen biologi. Komponen biologi tersebut merupakan organisme yang berperan sebagai produsen, konsumen, maupun dekomposer. Produsen pada ekosistem sungai dapat berupa fitoplankton maupun perifiton. Konsumen pada ekosistem sungai dapat berupa avertebrata seperti makrozoobentos maupun vertebrata seperti ikan. Dekomposer pada ekosistem sungai adalah mikroorganisme yang berupa bakteri maupun fungi (Allan & Castillo 2007: 105). Sungai juga berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota akuatik seperti makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan fauna akuatik yang hidup di dasar perairan, baik di dalam substrat maupun di permukaan substrat. Oleh karena itu kehidupan makrozoobentos di aliran sungai sangat dipengaruhi oleh substrat dasar sungai tersebut karena makrozoobentos hidup pada dasar perairan sungai (Rosyadi dkk. 2009: 16). Makrozoobentos Bentos merupakan organisme yang hidup pada dasar perairan, baik yang menempel pada substrat, bergerak di atas substrat, ataupun yang menggali lubang. Bentos dapat hidup pada substrat yang berupa lumpur, pasir, kerikil, batu, maupun sampah organik di dasar perairan. Berdasarkan produktivitasnya, bentos terbagi menjadi dua kelompok, yaitu fitobentos dan zoobentos. Fitobentos terdiri atas macrophyte dan alga, sedangkan zoobentos terdiri atas hewan-hewan bentos (Fachrul 2007: 101). Berdasarkan ukuran yang dimiliki, bentos terbagi atas tiga kelompok, yaitu mikrobentos, mesobentos, dan makrobentos. Mikrobentos merupakan bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm (<0,1 mm). Mesobentos merupakan bentos yang memiliki ukuran antara 0,1 mm sampai 1 mm (0,1 mm -- 1 mm). Makrobentos merupakan bentos yang berukuran lebih besar dari 1 mm (>1mm) (Fachrul 2007: 101--102). Berdasarkan kebiasaan makan, makrozoobentos dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu pencabik (shredder), kolektor, pengerik (grazer), dan predator. Shredder merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan cara mencabik materi organik kasar seperti daun. Kolektor merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan mengumpulkan materi organik halus. Grazer merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan mengerik

perifiton dari substrat. Predator merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan memangsa hewan lain (McCabe 2010: 3). Makrozoobentos kelompok pencabik (shredder) mempunyai mouth parts khusus untuk memotong detritus yang mempunyai ukuran besar. Sedangkan kelompok pengerik (grazer) mempunyai mouth parts khusus untuk mengerik alga yang menempel. Makrozoobentos kolektor menggunakan filter untuk menyaring materi organik halus yang dihasilkan oleh kelompok pencabik dan pengerik (Covich dkk. 1999: 122). Struktur komunitas makrozoobentos dapat diketahui berdasarkan komposisi makrozoobentos dan kelimpahan relatif. Indeks keanekaragaman dan indeks dominansi juga diperlukan dalam kajian mengenai struktur komunitas makrozoobentos. Struktur komunitas makrozoobentos diperlukan untuk mengetahui kualitas sungai berdasar indeks biotik. Hal tersebut dikarenakan penilaian indeks biotik dilakukan dengan skoring terhadap kelompok taksa makrozoobentos yang hadir pada unit sampel. Indeks Biotik Kualiatas perairan sungai dapat ditentukan dengan menggunakan indeks biotik. Indeks biotik merupakan nilai berupa skoring terhadap organisme berdasarkan pada tingkat toleransi organisme terhadap cemaran. Nilai indeks dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok hewan yang ada dalam sampel. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon (BMWP-ASPT). Seperti yang terlihat pada tabel 1, sistem tersebut mengelompokkan biota bentik menjadi 10 tingkatan berdasarkan kemampuannya dalam merespon cemaran di habitatnya (Wardhana 2006: 7--8). Tingginya nilai skor menunjukkan sensitifitas biota bentik terhadap cemaran, di mana semakin sensitif biota bentik, maka semakin tinggi pula nilai skor yang dimiliki. Biota bentik dengan skor 10 merupakan biota yang sangat sensitif terhadap cemaran, sedangkan biota bentik dengan skor 1 merupakan biota yang paling toleran terhadap cemaran (Tatole 2004: 350). Penentuan kualitas sungai berdasar indeks biotik ditentukan dengan melakukan skoring terhadap makrozoobentos yang ditemukan pada lokasi penelitian. Skor 1--10 diberikan pada suatu kelompok taksa berdasar toleransi terhadap cemaran. Nilai BMWP diperoleh dengan menjumlahkan skor makrozoobentos yang ditemukan. Nilai BMWP yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah kelompok makrozoobentos yang ditemukan untuk memperoleh nilai ASPT.

Tabel 1. Nilai skoring indeks biotik dengan metode BMWP-ASPT Kelompok Organisma Skor Crustaceae (udang galah), Ephemeroptera (larva lalat sehari penggali), 10 Plecoptera (larva lalat batu) Gastropoda (limpet air tawar), Odonata (kini-kini), 8 Trichoptera (larva pita-pita berumah), 7 Bivalvia (kijing), Crustaceae (udang air tawar); Ephemeroptera (larva lalat sehari perenang), Odonata (larva sibar-sibar), Diptera (larva lalat hitam), Coleoptera (kalajengking air, kumbang air), Trichoptera (larva pita-pita tak berumah), Hemiptera (kepik perenang punggung, ulir-ulir,) 6 5 Platyhelminthes (cacing pipih), Arachnida (tugau air), 4 Hirudinea (lintah), Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), Gamaridae (kutu babi air), Syrphidae (belatung ekor tikus) 3 Chironomidae (larva nyamuk) 2 Oligochaeta (cacing) 1 Sumber (Trihadiningrum & Tjondronegoro 1998 lihat Wardhana, 2006) Kategori kualitas sungai kemudian ditentukan berdasar nilai ASPT yang diperoleh. Kategori kualitas sungai berdasar nilai ASPT adalah sebagai berikut: - nilai ASPT >6 = tidak tercemar - nilai ASPT 5--6 = tercemar ringan - nilai ASPT 4--5 = tercemar sedang - nilai ASPT <4 = tercemar berat (Mandaville 2002: 24). Suhu merupakan faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap organismeorganisme perairan. Suhu yang sesuai untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 20--30 o C (Lampert & Sommer 2007: 37). Keberadaan makrozoobentos pada aliran sungai juga dipengaruhi oleh kecepatan arus, dimana daerah sungai dengan arus yang kuat hanya ditempati oleh kelompok makrozoobentos yang dapat menempel dengan baik pada substrat. Makrozoobentos lebih beragam pada sungai berarus, dibanding pada sungai yang tenang (McCabe 2010: 6). Kedalaman perairan juga memengaruhi keanekaragaman makrozoobentos. Makroozoobentos memiliki keanekaragaman yang lebih rendah pada perairan yang dalam (McCabe 2010: 6). Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis makrozoobentos. Substrat dasar yang diperlukan untuk

tempat tinggal makrozoobentos dapat berupa lumpur, tanah liat, pasir, kerikil, dan batu (Fachrul 2007: 101). Dissolved Oxygen (DO) merupakan faktor abiotik yang sangat penting dalam menunjang kehidupan biota akuatik termasuk makrozoobentos. Kadar oksigen terlarut yang diperlukan dalam perairan mempunyai kisaran 5 mg/l. Oksigen terlarut di perairan dapat bersumber dari udara maupun hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air (Lampert & Sommer 2007: 39--40). Makrozoobentos memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap ph, tergantung pada jenis organismenya. Makrozoobentos mempunyai jumlah jenis yang rendah pada lingkungan dengan ph rendah (Zulkifli & Setiawan 2011: 97). Nilai ph yang optimal untuk kehidupan biota akuatik mempunyai kisaran 6,5--8,2 (Rahayu dkk. 2009: 42). Faktor biologi yang dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos di antaranya adalah kehadiran tumbuhan air. Tumbuhan air dapat berfungsi sebagai sumber pakan bagi kelompok makrozoobentos tertentu. Tumbuhan air juga membentuk relung bagi kehidupan makrozoobentos, yaitu sebagai tempat menempel, tempat berlindung, ataupun tempat mencari makan. Tumbuhan air yang berperan sebagai produsen juga menghasilkan oksigen yang memengaruhi kehidupan biota akuatik seperti makrozoobentos (Lampert & Sommer 2007: 145--147). Faktor biologi lain yang dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos adalah kompetisi dan Predasi. Kompetisi antar kelompok makrozoobentos dalam memperoleh makanan maupun tempat tinggal dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos. Suatu kelompok yang dapat berkompetisi dalam memperoleh makanan dan tempat tinggal akan memiliki kelimpahan yang tinggi (Dudgeon 2008: 96). Predasi merupakan suatu interaksi yang juga memengaruhi kehidupan makrozoobentos. Predasi yang terjadi pada suatu kelompok makrozoobentos dapat memengaruhi kelimpahan makrozoobentos tersebut (Dudgeon 2008: 96). METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga pada bulan Februari 2013. Proses analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Taksonomi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Alat dan Bahan Alat--alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas kamera untuk dokumentasi, baki plastik untuk mengumpulkan sampel makrozoobentos, botol sampel untuk menyimpan sampel makrozoobentos, deeping bar untuk mengukur kecepatan arus sungai, mikroskop serta kaca loupe untuk pengamatan makrozoobentos, DO meter untuk mengukur DO dan suhu air, kertas ph universal 0--14 [Merck] untuk mengukur ph, meteran untuk mengukur lebar dan kedalaman sungai, dan Surber stream bottom sampler (30 x 30 cm) untuk sampling makrozoobentos. Bahan--bahan yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, alkohol 70%, kertas label, dan sampel makrozoobentos yang diperoleh. Cara Kerja Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan melakukan survei lapangan terlebih dahulu. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi 7 stasiun seperti yang terlihat pada gambar 3.4.1, dengan jarak antar stasiun ±100 m. Stasiun 1, 2, dan 3 ditentukan berdasarkan daerah sungai dengan substrat dasar yang telah disemen, sedangkan stasiun 4, 5, dan 6 pada daerah dengan substrat dasar batu. Stasiun 1, 2, dan 3 terdapat di percabangan sungai bagian barat. Stasiun 4, 5, dan 6 terdapat di percabangan sungai bagian timur. Stasiun 1 merupakan daerah awal sungai dengan substrat semen, stasiun 2 merupakan daerah tengah, dan stasiun 3 merupakan daerah akhir sungai dengan substrat dasar semen. Stasiun 4, 5, dan 6 disesuaikan dengan jarak stasiun 1, 2, dan 3 dari percabangan. Stasiun 7 merupakan daerah sungai sebelum percabangan. Stasiun 7 ditentukan sebagai pembanding dari stasiun yang lain. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan di bagian tepi kiri, tepi kanan, dan tengah sungai pada 7 stasiun pengambilan sampel. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan alat Surber stream bottom sampler (30 x 30 cm). Alat Surber stream bottom sampler diletakkan pada dasar aliran sungai dengan bagian depan alat menghadap arah datangnya arus air. Daerah di depan alat kemudian diaduk selama 3 menit sehingga makrozoobentos yang berada pada substrat akan terlepas dari substrat tersebut dan terbawa arus masuk ke dalam jaring Surber. Makrozoobentos yang menempel pada jaring Surber

kemudian dikumpulkan sebagai sampel. Sampel yang melekat kuat pada substrat batu, semen, ataupun pada tumbuhan akan diambil secara langsung sebelum dilakukan pengambilan dengan jaring surber. Sampel makrozoobentos yang diperoleh kemudian diawetkan dengan alkohol 70% pada botol sampel. Botol sampel kemudian diberi label lokasi pengambilan sampel. Parameter abiotik diukur secara in-situ dengan waktu yang bersamaan dengan pengambilan sampel makrozoobentos. Pengukuran parameter abiotik dilakukan sebelum pengambilan sampel makrozoobentos. Parameter yang diukur adalah suhu, Dissolved Oxygen (DO), ph, jenis substrat, lebar sungai, kedalaman sungai, dan kecepatan arus. Suhu dan DO diukur menggunakan alat DO meter pada bagian tengah sungai. Derajat keasaman (ph) diukur menggunakan kertas ph indikator skala 0--14 pada bagian tengah sungai. Lebar dan kedalaman sungai diukur menggunakan meteran, dengan pengukuran kedalaman sungai yang dilakukan di bagian tengah sungai. Kecepatan arus sungai diukur menggunakan deeping bar pada bagian tengah sungai. Pengukuran parameter abiotik dilakukan dengan dua kali pengulangan. Hasil pengukuran kemudian dicatat pada lembar kerja. Tipe substrat juga diamati dan dicatat pada lembar kerja. Parameter biotik di sekitar sungai yang diamati selama pengambilan data yaitu kondisi daerah riparian, tutupan kanopi, dan keberadaan tumbuhan air di sungai. Tumbuhan air yang teramati kemudian diambil sebagai sampel untuk data pendukung. Tumbuhan air yang telah diambil kemudian disimpan pada botol sampel. Sampel makrozoobentos yang diperoleh diawetkan dengan alkohol 70 %. Sampel makrozoobentos kemudian diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Hewan Departemen Biologi FMIPA UI. Sampel makrozoobentos diidentifikasi sampai tingkat famili. Identifikasi sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan buku Benthem-Jutting dan sumber acuan lain berupa jurnal mengenai makrozoobentos seperti Köhler & Glaubrecht (2001). Data yang diperoleh kemudian dianalisis berkaitan dengan struktur komunitas makrozoobentos. Struktur komunitas makrozoobentos ditentukan berdasarkan komposisi makrozoobentos, kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi Simpson. Substrat dasar dianalisis berdasarkan jenis substrat yang dominan. Kualitas air ditentukan berdasarkan indeks biotik. Komposisi makrozoobentos ditentukan berdasar jumlah kelompok makrozoobentos yang diperoleh. Hasil yang diperoleh dibandingkan antar stasiun di 3 lokasi, yaitu daerah sebelum percabangan, daerah percabangan sebelah barat, dan daerah percabangan sebelah timur. Nilai indeks keanekaragaman digunakan untuk pengelompokan stasiun dengan dendodgram.

Pembuatan dendogram dilakukan dengan bantuan software SPSS, dengan pengukuran cluster menggunakan average linkage serta pengukuran jarak dengan Euclidean distance. Parameter komposisi makrozoobentos, indeks dominansi, kelimpahan relatif kelompok, dan kualitas sungai dibandingkan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Sungai Cengek Bagian Hulu Kondisi lingkungan yang diamati adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kehidupan makrozoobentos, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor-faktor abiotik yang diukur adalah suhu, dissolved oxygen (DO), derajat keasaman (ph), lebar sungai, kedalaman sungai, kecepatan arus, dan jenis substrat. Data mengenai hasil pengukuran parameter abiotik di Sungai Cengek dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Abiotik di Sungai Cengek pada Bulan Maret 2013 Stasiun Suhu ( o C) DO (mg/l) ph Lebar sungai (m) Kedalaman sungai (cm) Kecepatan arus (m/s) Jenis substrat 1 2 3 4 5 6 7 24,4 5,25 7 3,32 29 0,4 Semen 24,3 5,2 7 2,88 38 0,5 Semen 24,3 5,3 7 3,04 37 0,5 Semen 25,1 4,78 7 2,20 21 0,4 Batu 25 5,32 7 2,90 20 0,5 Batu 25 4,93 7 3,02 20 0,4 Batu 23 8,2 7 3,92 31 1 Batu Faktor biotik yang dimati dalam penelitian adalan vegetasi tumbuhan, yaitu vegetasi tumbuhan pada daerah riparian, tutupan kanopi, serta kehadiran tumbuhan air. Data mengenai hasil pengamatan vegetasi tumbuhan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Vegetasi Tumbuhan di Daerah Sungai Stasiun Kondisi daerah riparian Tutupan kanopi 1 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 2 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 3 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 4 Vegetasi rapat Terbuka Jarang 5 Vegetasi rapat Terbuka Jarang 6 Vegetasi rapat Tertutup Jarang 7 Vegetasi rapat Tertutup Jarang Kehadiran tumbuhan air Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan terdiri dari satu stasiun, yaitu stasiun 7. Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan mempunyai kondisi yang lebih alami jika dibandingkan dengan daerah setelah percabangan. Di sekitar sungai pada daerah sebelum percabangan belum ada pemukiman penduduk. Lahan di sekitar sungai masih dimanfaatkan warga sebagai sawah maupun kebun. Di pinggir sungai banyak ditumbuhi pohon bambu, pohon pisang, maupun rerumputan. Sungai Cengek pada percabangan sebelah barat terdiri dari tiga stasiun, yaitu stasiun 1, 2, dan 3. Tumbuhan air berupa Hydrilla verticillata sangat melimpah pada percabangan sebelah barat, sangat berbeda dengan bagian sebelum percabangan maupun percabangan sebelah timur yang mempunyai kehadiran tumbuhan air yang jarang. Kondisi Sungai Cengek pada percabangan sebelah barat sangat terpengaruh oleh aktivitas manusia. Di sekitar sungai telah padat dengan pemukiman penduduk. Di salah satu sisi sungai merupakan jalan kampung yang telah disemen hingga tepi sungai. Tidak hanya bagian kedua sisi sungai yang yang disemen, tetapi juga bagian dasar sungai. Hanya terdapat sedikit vegetasi pohon maupun rumput di sekitar sungai. Sungai pada daerah percabangan sebelah barat sering dimanfaatkan oleh warga untuk aktifitas mencuci ataupun mandi. Sungai Cengek pada pecabangan sebelah timur terdiri dari tiga stasiun, yaitu stasiun 4, 5, dan 6. Daerah di sekitar percabangan sungai sebelah timur juga telah dipengaruhi oleh aktifitas manusia, akan tetapi pemukiman penduduk tidak sepadat pada daerah percabangan

sebelah barat. Vegetasi tumbuhan di sekitar sungai pada daerah percabangan sebelah timur lebih rapat jika dibandingkan dengan daerah percabangan sebelah barat. Makrozoobentos di Sungai Cengek Bagian Hulu Berdasarkan hasil sampling, makrozoobentos yang didapatkan di Sungai Cengek bagian hulu terdiri dari 4 famili. Data kelompok makrozoobentos yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Makrozoobentos di hulu Sungai Cengek Phylum Class Order Family Genus Stasiun Arthropoda Malacostraca Decapoda Palaemonidae Palaemonetes 2,3,5,6,7 Insecta Ephemeroptera Heptageniidae 1,2,3,4,5,6,7 Odonata Libellulidae 5,6 Mollusca Gastropoda Sorbeoconcha Pachychilidae Brotia testudinaria 1,2,3,4,5,6,7 Data mengenai jumlah individu makrozoobentos yang diperoleh serta nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi Simpson dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil sampling makrozoobentos di Sungai Cengek Stasiun No Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 Heptageniidae 1 Libellulidae 2 Palaemonidae 3 Pachychilidae 4 Jumlah (individu) Keanekaragaman (H) Dominansi (D) 5 5 7 13 29 30 37 - - - - 1 1 - - 1 1-3 2 2 29 26 25 5 12 9 8 34 32 33 18 45 42 47 0,42 0,57 0,64 0,6 0,9 0,8 0,62 0,75 0,68 0,62 0,6 0,49 0,56 0,65

pada tabel 6. Data mengenai kelimpahan relatif makrozoobentos pada setiap stasiun dapat dilihat Tabel 6. Kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu Famili Genus Kelimpahan relatif di stasiun 1 2 3 4 5 6 7 Palaemonidae Palaemonetes - 3,1% 3% - 6,7% 4,8% 4,3% Heptageniidae 14,7% 15,6% 21,2% 72,2% 64,4% 71,4% 78,7% Libellulidae - - - - 2,2% 2,4% - Pachychilidae Brotia testudinaria 85,3% 81,3% 75,8% 27,8% 26,7% 21,4% 17% Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa terdapat perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek percabangan sebelah barat, percabangan sebelah timur, dan daerah sebelum percabangan. Stasiun 1, 2, dan 3 yang berada di percabangan sebelah barat mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Pachychilidae. Stasiun 4, 5, dan 6 yang berada di percabangan sebelah timur mempunyi makrozoobentos yang mendominasi yaitu dari Famili Heptageniidae. Stasiun 7 yang berada di daerah sebelum percabangan juga memiliki makrozoobentos dengan kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cengek Berdasarkan tabel 4. dapat dilihat bahwa makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Cengek bagian hulu terdiri dari 4 famili, yaitu Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Perbedaan komposisi makrozoobentos antar lokasi dapat disebabkan adanya perbedaan karakter fisik pada suatu lokasi. Perbedaan tersebut terlihat pada hadirnya famili Libellulidae di stasiun 5 dan 6, akan tetapi tidak pada stasiun 7. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan karakter fisik berupa kecepatan arus air. Stasiun 7 yang mempunyai kecepatan arus 1 m/s bukanlah lokasi yang sesuai untuk kehidupan larva sibar-sibar dari famili Libellulidae karena arus yang terlalu deras. Hanya biota dengan kemampuan menempel yang baik yang dapat bertahan dalam kondisi tersebut. Larva sibar-sibar dari famili Libellulidae lebih sesuai hidup pada perairan dengan arus yang lebih tenang seperti pada stasiun 5 dan 6 di bagian tepi sungai. Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa terdapat perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu. Stasiun 1, 2, dan 3 yang berada di percabangan sebelah barat mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Pachychilidae.

Stasiun 4, 5, dan 6 yang berada di percabangan sebelah timur mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Stasiun 7 yang berada di daerah sebelum percabangan juga memiliki makrozoobentos dengan kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Adanya perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu dapat disebabkan adanya perbedaan substrat. Larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae mempunyai nilai kelimpahan relatif yang tinggi pada Sungai Cengek daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur dengan substrat dasar berupa batu. Siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae mempunyai nilai kelimpahan relatif yang tinggi pada Sungai Cengek percabangan sebelah barat dengan substrat dasar berupa semen. Tingginya nilai kelimpahan relatif yang ditunjukkan oleh siput air tawar (Brotia testudinaria) pada percabangan sebelah barat dapat disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik yang mendukung. Faktor biotik berupa melimpahnya tumbuhan air Hydrilla verticillata di daerah percabangan sebelah barat dapat mendukung pertumbuhan siput air tawar yang melimpah. Tumbuhan air dapat menjadi tempat tinggal yang sesuai untuk siput air tawar. Faktor abiotik berupa substrat dasar semen sangat memengaruhi kelimpahan siput air tawar di daerah percabangan sebelah barat. Tepi sungai yang disemen membuat permukaan tepi sungai rata dan memberikan ruang lebih luas bagi pertumbuhan Hydrilla verticillata yang dapat menjadi tempat tinggal siput air tawar. Ketika dilakukan pengambilan sampel, siput air tawar tersebut banyak ditemui menempel di tepi sungai. Nilai indeks keanekaragaman di Sungai Cengek bagian hulu berkisar antara 0,42--0,9. Nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh di seluruh stasiun penelitian menunjukkan keanekaragaman makrozoobentos yang rendah dengan nilai H < 1. Tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap kelompok tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas cenderung rendah (Setiawan 2009: 70). Sungai Cengek bagian hulu mempunyai nilai indeks dominansi berkisar antara 0,49-- 0,75. Nilai yang tinggi tersebut disebabkan sedikitnya jumlah spesies dan adanya jenis makrozoobentos yang jumlahnya lebih besar atau dengan kata lain dominan pada lokasi penelitian. Dominansi dapat terjadi sebagai akibat dari adanya tekanan lingkungan yang menyebabkan hanya jenis tertentu yang mampu hidup dengan baik pada suatu lokasi (Setiawan 2009: 70). Hal tersebut dapat dilihat pada stasiun 1 dengan nilai indeks dominansi 0,75 dimana siput air tawar dari Famili Pachychilidae mempunyai kelimpahan relatif yang tinggi. Stasiun 1 mempunyai substrat dasar semen serta terdapat tumbuhan air Hydrilla verticillata yang melimpah, merupakan habitat yang sesuai untuk makrozoobentos seperti

siput air tawar dari Famili Pachychilidae yang dapat menempel pada substrat semen maupun tumbuhan air. Substrat dasar menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu. Hal tersebut dapat dilihat dengan kelimpahan relatif maupun nilai indeks dominansi antara lokasi yang bersubstrat dasar batu dengan lokasi yang bersubstrat dasar semen. Faktor abiotik lain seperti suhu, ph, dan DO yang tidak jauh berbeda, mengindikasikan bahwa faktor utama yang memengaruhi perbedaan struktur komunitas makrozoobentos adalah substrat dasar. Jenis substrat dasar akan memengaruhi persebaran makrozoobentos (Handayani dkk. 2011: 37). stasiun Gambar 1. Kemiripan stasiun berdasar indeks keanekaragaman Gambar 1. menunjukkan pengelompokan stasiun berdasarkan kemiripan nilai dari indeks keanekaragaman. Berdasarkan gambar 1. diketahui bahwa stasiun 3, 4, dan 7 memiliki kemiripan berdasar nilai indeks keanekaragaman. Dapat dilihat pula bahwa stasiun 5 memiliki kemiripan dengan stasiun 6. Sedangkan stasiun 1 dan 2 lebih mirip dengan kelompok stasiun 3, 4, dan 7. Gambar 1. hanya memperlihatkan kemiripan stasiun-stasiun berdasarkan nilai indeks keanekaragaman, bukan menunjukkan kemiripan berdasar komposisi makrozoobentos ataupun kelimpahan relatif kelompok makrozoobentos.

Penilaian Kualitas Sungai Dengan Indeks Biotik Berdasarkan nilai indeks BMWP dan perhitungan nilai ASPT pada Tabel 7. diketahui bahwa kesehatan Sungai Cengek mempunyai kisaran nilai ASPT 6,25--6,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sungai masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik. No Kelompok organisme 1 Ephemeroptera (larva lalat sehari) 2 Odonata (sibarsibar) 3 Crustaceae (udang) 4 Gastropoda (siput) Tabel 7. Hasil perhitungan indeks biotik Sungai Cengek Skor Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 10 10 10 10 10 10 10 10 6 6 6 6 6 6 6 6 6 3 3 3 3 3 3 3 3 Jumlah 13 19 19 13 25 25 19 Nilai ASPT 6,5 6,3 6,3 6,5 6,25 6,25 6,3 Daerah percabangan sebelah barat masih berada dalam kondisi baik berdasar nilai ASPT sebesar 6,3--6,5. Masih ditemukannya larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae menunjukkan bahwa kualitas perairan masih baik. Keberadaan Famili Heptageniidae pada daerah percabangan sebelah timur menunjukkan bahwa kondisi perairan masih baik. Hal tersebut sesuai dengan nilai ASPT yang cukup tinggi di bagian percabangan sebelah timur sebesar 6,25--6,5 sehingga masuk dalam kategori kondisi perairan yang masih baik. Kategori perairan yang baik berdasar ASPT jika nilai ASPT yang diperoleh >6 (Mandaville 2002: 24). Bagian sungai sebelum percabangan hanya terdiri dari satu stasiun, yaitu stasiun 7, dengan nilai ASPT sebesar 6,3. Sungai pada daerah sebelum percabangan dengan substrat dasar berupa batu dan arus yang deras merupakan habitat yang cocok dan memungkinkan terjadinya dominansi oleh larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae. Melimpahnya larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae yang merupakan biota yang sensitif terhadap cemaran, menunjukkan kondisi perairan Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan masih baik. Hal tersebut sesuai pula dengan nilai indeks biotik yang diperoleh, dimana nilai ASPT pada stasiun 7 sebesar 6,3 yang masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik.

Kualitas perairan sungai dapat ditentukan dengan indeks biotik berdasar nilai ASPT yang diperoleh pada lokasi penelitian. Nilai ASPT di atas 6 diperoleh pada Sungai Cengek daerah sebelum percabangan, percabangan sebelah timur, dan percabangan sebelah barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga lokasi penelitian mempunyai kualitas perairan yang baik, meskipun mempunyai kondisi fisik yang berbeda. Meskipun ditemukan Famili Heptageniidae di semua lokasi penelitian, akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal kelimpahan relatif jenis tersebut. Daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur dengan substrat dasar berupa batu mempunyai kelimpahan makrozoobentos dari Famili Heptageniidae yang lebih tinggi dibanding percabangan sebelah barat. Percabangan sebelah barat dengan substrat dasar berupa semen mempunyai kelimpahan relatif Famili Heptageniidae yang rendah karena daerah tersebut didominasi oleh siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae. Perbedaan struktur komunitas yang disebabkan adanya perbedaan substrat dasar di Sungai Cengek bagian hulu tidak menunjukkan adanya perbedaan kualitas perairan berdasar indeks biotik karena semua lokasi penelitian mempunyai nilai ASPT diatas 6. Nilai ASPT diatas 6 termasuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik (Mandaville 2002: 24). KESIMPULAN DAN SARAN Sampel makrozoobentos terdiri dari 4 Famili, yaitu Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Makrozoobentos yang melimpah pada daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur adalah larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae, sedangkan pada percabangan sebelah barat adalah siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae. Keanekaragaman makrozoobentos rendah, serta terdapat satu kelompok yang dominan. Sungai Cengek bagian hulu pada daerah sebelum percabangan, percabangan sebelah timur, dan percabangan sebelah barat mempunyai kualitas perairan yang baik. Diperlukan penelitian dengan area yang lebih luas pada sungai dengan substrat dasar batu dan semen, untuk mengetahui pengaruh lebih lanjut adanya perbedaan substrat tersebut terhadap kehidupan biota akuatik.

DAFTAR REFERENSI Allan, J. D. & M. M. Castillo. 2007. Stream ecology: Structure and function of running waters. 2 nd ed. Springer, Dordrecht: xiv + 436 hlm. Covich, A. P., M. A. Palmer, & T. A. Crowl. 1999. The role of benthic invertebrate species in freshwater ecosystems: zoobenthic species influence energy flows and nutrient cycling. BioScience. 49 (2): 119--127. Dodds, K. W. 2002. Freshwater ecology: Concepts and environmental applicatios. Academic Press, San Diego: xxi + 569 hlm. Dudgeon, D. 2008. Tropical stream ecology. Elsevier, Amsterdam: xviii + 343 hlm. Fachrul, M.F. 2007. Metode sampling bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta: vii + 198 hlm. Handayani, S. T., B. Suharto, & Marsoedi. Penentuan status kualitas perairan Sungai Brantas hulu dengan biomonitoring makrozoobentos: tinjauan pencemaran dari bahan organik. Biosain. 1 (1): 31--38. Köhler, F. & M. Glaubrecht. 2001. Toward a systematic revision of the Southeast Asian freshwater gastropod Brotia H. Adams, 1866 (Cerithioidea: Pachychilidae): An account of species from around the South China Sea. J. Moll. Stud. 67: 281--318. Lampert, W & U. Sommer. 2007. Limnoecology: The ecology of lakes and streams. 2 nd ed. Oxford University Press, Oxford: ix + 324 hlm. Mandaville, S. M. 2002. Benthic macroinvertebrates in freshwater-taxa tolerance value, metrics, and protocols. Soil & Water Conservation Society of Metro Halifax, New York: xviii + 48 hlm. McCabe, D. J. 2010. Rivers and streams: Life in flowing water. Nature Education Knowledge. 1 (12): 1--14. Rahayu, S., R. H. Widodo, M. van Noordwijk, I. Suryadi, & B. Verbist. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. World Agroforestry Centre, Bogor: ii + 104 hlm. Rosyadi, S. Nasution, & Thamrin. 2009. Distribusi dan kelimpahan makrozoobenthos di sungai Singingi Riau. Journal of Environmental Science. 3: 58--74. Setiawan, D. 2009. Studi komunitas makrozoobentos di perairan hilir Sungai Lematang sekitar daerah pasar bawah Kabupaten Lahat. Jurnal Penelitian Sains 9: 67--72. Tatole, V. 2004. Benthic invertebrates - an estimation parameter for the surface water bodies. Travaux du Museum National d Historie Naturelle Grigore Antipa 17: 345--358.

Wardhana, W. 2006. Metode prakiraan dampak dan pengelolaannya pada komponen biota akuatik. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, Jakarta: 12 hlm. Zulkifli, H. & D. Setiawan. 2011. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Sungai Musi kawasan Pulokerto sebagai instrumen biomonitoring. Jurnal Natur Indonesia. 14 (1): 95--99.