KETAHANAN LOGAM ALUMINIUM DAN TEMBAGA DI ATMOSFIR DKI JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN TINGKAT KOROSIFITAS DI DAERAH DKI JAKARTA

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl DENGAN KONSENTRASI 3,5%, 4% DAN 5% TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl DENGAN KONSENTRASI 3,5%, 4% DAN 5% TERHADAP LAJU KOROSI ALUMINUM 5052

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI

PENGARUH KOROSI ATMOSFER LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP DISAIN KETEBALAN PIPA PENYALUR DENGAN METODA PIPELINE RISK MANAGEMENT

STRATEGI PENGENDALIAN UNTUK MEMINIMALISASI DAMPAK KOROSI. Irwan Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36

STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

PENGARUH KEHADIRAN TEMBAGA TERHADAP LAJU KOROSI BESI TUANG KELABU

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas,

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

PEMETAAN KOROSIFITAS BAJA KARBON YANG DILAPISI POLIMER HIBRID POLI(GLYMO) DALAM KONDISI ATMOSFERIK

PENGARUH HUJAN TERHADAP TEGANGAN LEWAT DENYAR ISOLATOR PIRING TERPOLUSI

Elektrokimia. Sel Volta

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR PADA COATING WRAPPING TAPE TERHADAP COATING BREAKDOWN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

CARBON STEEL CORROSION IN THE ATMOSPHERE, COOLING WATER SYSTEMS, AND HOT WATER Gatot Subiyanto and Agustinus Ngatin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UH : ELEKTROLISIS & KOROSI KODE SOAL : A

Bab V Hasil dan Pembahasan

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

ANALISIS LAJU KOROSI MATERIAL PENUKAR PANAS MESIN KAPAL DALAM LINGKUNGAN AIR LAUT SINTETIK DAN AIR TAWAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Oleh : Didi Masda Riandri Pembimbing : Dr. Ir. H. C. Kis Agustin, DEA.

ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pemetaan Korosifitas Baja Karbon pada Kondisi Atmosferik Kawasan Waduk Cirata

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri

Oksidasi dan Reduksi

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENAMBAHAN EDTA SEBAGAI INHIBITOR PADA LAJU KOROSI LOGAM TEMBAGA. Abstrak

PERILAKU INHIBITOR KOROSI PADA RADIATOR

BAB II DASAR TEORI. H 2 + 2OH - evolusi hidrogen dalam basa M e - M deposisi logam M 3+ + e - M 2+ reduksi ion logam

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON DAN BAJA LATERIT PADA LINGKUNGAN AIR SKRIPSI

Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material

Proteksi Katodik dengan Menggunakan Anoda Korban pada Struktur Baja Karbon dalam Larutan Natrium Klorida

2.1 PENGERTIAN KOROSI

Pengaruh Rapat Arus Terhadap Ketebalan Dan Struktur Kristal Lapisan Nikel pada Tembaga

Hasil Penelitian dan Pembahasan

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

TINGKAT LAJU KOROSI KNALPOT KENDARAAN TYPE C 100 PRODUKSI INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN PURBALINGGA

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN TINGKAT KOROSIFITAS AIR DI PERAIRAN PEMBANGKIT LISTRIK AIR WADUK CIRATA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK

Semarang, 6 juli 2010 Penulis

Sulistyani, M.Si.

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II LANDA SAN TEO RI BAB II LANDASAN TEORI. Sulfamic acid juga dikenal sebagai asam amidosulfonic, asam amidosulfuric, asam

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

Transkripsi:

KETAHANAN LOGAM ALUMINIUM DAN TEMBAGA DI ATMOSFIR DKI JAKARTA Ronald Nasoetion dan Sundjono Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong Ged 470, Serpong Tangerang e-mail : rnasoetion@yahoo.com Intisari Pencemaran udara yang diakibatkan oleh tumbuh pesatnya industri dan kendaraan bermotor, akan berpengaruh terhadap tingkat korosifitas lingkungan dan berpengaruh terhadap atmosfir di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan logam aluminium dan tembaga di beberapa lokasi di daerah DKI Jakarta dengan tingkat korosifitas berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi logam di atmosfir seperti faktor cuaca dan materi pencemaran udara; gas buangan industri dan ion klorida yang berasal dari laut. Laju korosi aluminium dan tembaga untuk keperluan industri seperti struktur serta peralatan proses lainnya diukur secara periodik dengan metoda kehilangan berat. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan kedua logam baik aluminium dan tembaga menurut ISO 9223 mempunyai kategori yang tinggi (> C 5 ). Sedangkan hasil penelitian lapangan menunjukkan baik untuk daerah tepi pantai, industri, perkotaan dan perumahan kategori korosi yang ditunjukkan oleh logam aluminium adalah sedang (C 3 ) sedangkan logam tembaga kategori korosi yang ditunjukkan oleh logam tembaga adalah tinggi (C 4 -C 5 ). Kata kunci : Pencemaran udara, ketahanan logam, aluminium, tembaga, tingkat korosifitas, metoda kehilangan berat. Abstract The contamination of enviromental will increase degree of corrosivity due to industrial growing and motor vehicles consuming. The aim of this research is measuring degree of athmospheric corrosivity of aluminum and copper at several locations in DKI Jakarta such as : marine, industries, urban and rural. This study concern to various factors that affect to metal corrosion rate in atmospheric, such as : climated factors, polutant, waste gas and ion chloride from sea water. Corrosion rate of various metal for structures or process tools of industries is measured periodically by weight loss method. The result at laboratory shown both of metal using ISO 9223 have a high corrosion category (> C 5 ). While at field exposes at several location shown that aluminum using ISO 9223 have medium corrosion category (C 3 ) and copper have a high corrosion category (C 4 -C 5 ). Key words : contamination of environmental, resistant of metal, aluminum, copper, degree of corrosivity. weight loss method PENDAHULUAN Struktur dan peralatan proses yang mengalami kerusakan akibat proses korosi banyak disebabkan oleh pengaruh lingkungan udara yang tercemar dan mempengaruhi atmosfir disekelilingnya. Di daerah DKI Jakarta, pencemaran lingkungan ini bertambah agresif dengan adanya materi pencemar yang berasal dari gas buangan industri seperti SO 2, NOx, H 2 S, ion klorida (Cl - ), debu dan lain-lain. Bila udara mempunyai kelembaban yang cukup tinggi (>60%), maka akan terjadi lapisan air pada permukaan logam yang bertindak sebagai 1

elektrolit. Korosi atmosferik akan terjadi bila ada kesetimbangan antara reaksi anodik dan katodik. 1) Reaksi anodik terjadi di daerah anoda dimana logam akan terurai menjadi ion : Anodik : 2 M 2 M n+ + ne M adalah logam aluminium dan tembaga. Sedangkan reaksi katodik terjadi di daerah katoda dimana oksigen akan tereduksi : Katodik : O 2 + 2H 2 O + 4e 4OH - Penelitian ini akan menguji ketahanan logam aluminium dan tembaga dibeberapa lokasi yang ada di DKI Jakarta. Selain percobaan lapangan dilakukan juga pengujian skala laboratorium sebagai bahan perbandingan. Untuk mengetahui ketahanan logam tersebut pada tingkat korosifitas dibeberapa daerah di DKI Jakarta maka dilakukan penelitian dengan mengekspos logam pada waktu tertentu dan laju korosi dihitung dengan metoda kehilangan berat. Sedangkan untuk pengujian skala laboratorium akan dilakukan Salt Spray test, humidity test dan UV test. Dari hasil perhitungan laju korosi maka dapat diketahui ketahanan logam aluminium dan tembaga pada beberapa daerah di DKI Jakarta. LATAR BELAKANG TEORI Faktor yang mempengaruhi laju korosi logam tergantung dari tingkat korosifitas atmosfir sekitarnya. Faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi korosifitas atmosfir adalah kelembaban nisbi (% RH), lamanya pembasahan (time of wetness) curah hujan, kadar debu, gas diudara. Disamping itu, temperatur dan kecepatan dan arah angin, pola aliran udara di atas permukaan logam akan menentukan laju transfer kontaminan pada permukaan logam tersebut. 1) Oleh karena korosi atmosferik adalah proses elektrokimia maka adanya elektrolit sangat diperlukan. Gambar 1 ini memperlihatkan bahwa laju korosi meningkat dengan meningkatnya kelembaban. Bagi negara Indonesia yang beriklim tropis, besarnya perbedaan udara antara siang dan malam biasanya cukup besar berkisar antara 5-15 o C. Pada siang hari suhu udara biasanya cukup tinggi (± 30 o C) dibandingkan pada waktu malam hari dimana kelembaban udara cukup untuk membentuk lapisan elektrolit. 2) Gambar 1. Hubungan antara kelembaban udara dan dan laju korosi 2) 2

Terlihat pada gambar 1 pada kelembaban udara 40% laju korosi sekitar 1 sedangkan pada kelembaban udara 80% meningkat mendekati 10. Selain faktor-faktor tersebut di atas maka polutan hasil gas buangan industri seperti SO 2 cukup signifikan berpengaruh terhadap laju korosi, ini terlihat dari gambar 2 di bawah ini Gambar 2. Pengaruh SO 2 terhadap laju korosi logam 2) Ion sulfat (SO 4 - ) akan terbentuk pada permukaan yang basah akibat oksidasi dari sulfur dioksida SO 2 + O 2 + 2e- SO 4 2- Adanya ion sulfat akan bereaksi dengan logam M membentuk MSO 4, lalu MSO 4 terhidrolisa MSO 4 + 2H 2 O MOOH + SO 4 2- + 3H + + e - Penambahan tingkat keasaman ini yang menyebabkan laju korosi semakin meningkat. 2) Logam aluminium mempunyai ketahanan korosi yang cukup baik pada lingkungan atmosfir yang netral dan banyak digunakan untuk bingkai jendela serta pintu pada bangunan, akan tetapi harus dihindari adanya air yang tergenang. Air yang tergenang pada logam aluminium dapat merubah ph dimana akan menyebabkan noda dan terkorosi. Sedangkan untuk logam tembaga juga banyak digunakan pada atap rumah dan saluran pembuangan di atap, pada saat terkorosi akan terbentuk green patina di permukaan logam. Katagori dari korosi logam diberikan dalam ISO 9223 seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini. 1) Tabel 1. ISO 9223 Corrosion rates after one year of exposure predicted for different corrosivity classes 1) Kategori korosi Baja Tembaga Aluminium Seng C 1 0,2739 0,0246 negligible 0,0191 C 2 0,3013 5,4794 0,0246 0,1369 0,016 0,0191 0,1369 C 3 5,5068 10,9589 0,1369 0,3287 0,016 0,0547 0,1369 0,4109 C 4 10,9863 17,8082 0,3287 0,6849 0,0547 0,1369 0,4109 0,8219 C 5 17,8356 41,0958 0,6849 1,3698 0,1369-0,273 0,8219 1,6438 Keterangan C 1 = korosi rendah C 5 =korosi tinggi 3

METODA PENELITIAN Logam yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah aluminium dan tembaga. Penelitian Laboratorium Pengujian yang dilakukan di laboratorium adalah pengujian kabut garam (salt spray test), pengujian kelembaban (humidity test) dan pengujian sinar ultra violet (UV test). Waktu yang digunakan untuk ketiga pengujian tersebut adalah selama 168, 336 dan 504 jam. Penelitian Lapangan Pengujian di lapangan dilakukan pada beberapa daerah di DKI Jakarta. Pemilihan daerah tersebut meliputi daerah tepi pantai yang diwakili di daerah P2O-LIPI Ancol-Jakarta Utara, daerah industri di daerah PT Gateka Pulogadung-Jakarta Timur, daerah perkotaan di PDII-LIPI, Jalan Gatot Subroto-Jakarta Pusat dan daerah perumahan di Pondok Indah Golf Pondok Indah-Jakarta Selatan. Pada penelitian di lapangan sampel pelat aluminium dan tembaga ditempatkan pada rak uji seperti ditunjukkan pada Gambar 3. aluminium tembaga Gambar 3. Rak uji untuk sampel pelat aluminium dan tembaga yang diekspos dibeberapa daerah DKI Jakarta HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Visual Laboratorium Foto sampel pelat aluminium dan tembaga hasil salt spray test, humidity test dan UV test ditunjukkan pada Gambar 4a dan 4b, sedangkan Tabel 2 menunjukkan besarnya kehilangan berat (gram) dan laju korosi () pada sampel aluminium dan tembaga dengan pengujian Salt Spray. (a) (b) (c) Gambar 4a. Sampel pelat aluminium (a) hasil salt spray test (b) hasil humidity test (c) hasil UV test 4

(a) (b) (c) Gambar 4b. Sampel pelat tembaga (a) hasil salt spray test (b) hasil humidity test (c) hasil UV test Tabel 2. Hasil salt spray test pada sampel pelat aluminium dan tembaga di laboratorium Waktu Ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 14,8185 14,7506 0,0177 0,3217 7,8581 168 jam tembaga 46,8911 46,8737 0,0174 0,3278 7,5819 aluminium 15,3439 15,3218 0,0221 0,3291 4,7955 336 jam tembaga 46,0031 45,9812 0,0219 0,3231 4,8412 aluminium 14,9799 14,9571 0,0228 0,3284 3,3065 504 jam tembaga 46,5226 46,4846 0,0380 0,3256 5,5571 Gambar 5 menunjukkan grafik waktu ekspos terhadap laju korosi pelat aluminium dan tembaga setelah pengujian kabut garam (salt spray test). Dari grafik tersebut terlihat bahwa untuk tembaga pada waktu ekspos 168 jam sebesar 7,5819 dan pada 336 jam terlihat menurun hingga 4,8412 lalu meningkat pada waktu ekspos 504 jam sebesar 5,5571. Sedangkan aluminium pada waktu ekspos 168 jam sebesar 7,8581 dan menurun pada 336 jam sebesar 4,7955 setelah itu laju korosi kembali menurun pada 504 jam sebesar 3,3065. Menurut ISO 9223 baik logam aluminium dan tembaga menunjukkan kategori korosi yang tinggi (> C 5 ). 5

Laju korosi, 10 8 6 4 2 0 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil Salt Spray test 0 100 200 300 400 500 600 Waktu ekspos, jam Al Cu Gambar 5. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil Salt Spray test Salt spray test merupakan pengujian yang mendekati kondisi tepi pantai menggunakan larutan NaCl ± 5%. Proses korosi cenderung meningkat di awal dan untuk waktu yang lebih lama akan menurun (Gambar 5). Hal ini disebabkan terbentuknya oksida yang bertindak sebagai barrier walaupun produk korosi terbentuk. Untuk logam aluminium terlihat proteksi oleh oksidanya lebih baik dibandingkan dengan tembaga. Tabel 3 menunjukkan kehilangan berat (gram) dan laju korosi () pada sampel pelat aluminium dan tembaga setelah uji kelembaban (humidity test) dengan waktu ekspos 168, 336 dan 504 jam. Pengujian ini dilakukan dengan kelembaban yang cukup tinggi yaitu berkisar di atas 90% kelembaban. Tabel 3. Hasil humidity test pada sampel pelat aluminium dan tembaga di laboratorium Waktu Ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 15,3098 15,2880 0,0218 0,6164 5,0504 168 jam tembaga 46,6052 46,5714 0,0338 0,6092 7,9256 aluminium 15,3357 15,3060 0,0297 0,6129 3,4613 336 jam tembaga 46,6317 46,5936 0,0381 0,6056 4,4932 aluminium 15,0531 15,0273 0,0258 0,6104 2,0124 504 jam tembaga 46,3389 46,3051 0,0338 0,6067 2,6526 Gambar 6 menunjukkan penurunan laju korosi dengan humidity test. Dari grafik tersebut terlihat dari waktu ekspos selama 168 jam laju korosi tembaga adalah 7,9256 dan mengalami penurunan menjadi 2,6526 pada waktu ekspos 504 jam. Demikian juga dengan aluminium pada waktu ekspos 168 jam sebesar 5,0504 dan laju korosi menurun 6

Laju korosi, pada waktu ekspos 504 jam sebesar 2,0124. Menurut ISO 9223 baik logam aluminium dan tembaga menunjukkan kategori korosi yang tinggi (> C 5 ). 10 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil Humidity test 8 6 4 2 Al Cu 0 0 100 200 300 400 500 600 Waktu ekspos, jam Gambar 6. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil Humidity test Hasil humidity test seperti ditunjukkan pada Gambar 6 juga menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan laju korosi pada awal pengujian hal ini terjadi karena kelembaban pada pengujian tersebut dapat mencapai 100%, kemudian terjadi penurunan untuk waktu paparan yang lebih lama. Hal ini juga disebabkan adanya barrier karena terbentuknya oksida dari logam aluminium dan tembaga. Tabel 4. Hasil UV test pada sampel pelat baja karbon di laboratorium Waktu Ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 60,5304 60,5285 0,0019 0,5985 0,4058 168 jam tembaga 166,8495 166,8394 0,0101 0,5985 2,4108 aluminium 60,6019 60,6004 0,0017 0,5985 0,2267 336 jam tembaga 157,0934 157,0840 0,0094 0,5985 1,1218 aluminium 61,1727 61,1701 0,0026 0,5985 0,2069 504 jam tembaga 157,9162 157,9078 0,0084 0,5985 0,6683 7

Laju korosi, Hasil UV test pada Tabel 4 serta Gambar 7 menunjukkan grafik laju korosi dengan waktu ekspos. Pada grafik tersebut terlihat tidak ada penurunan yang signifikan untuk aluminium dari waktu ekspos selama 168 jam sebesar 0,4058 dan pada waktu ekspos 504 jam sebesar 0,2069. Penurunan laju korosi tembaga terlihat cukup signifikan dari waktu ekspos 168 jam sebesar 2,4108 menjadi 0,6683 pada waktu ekspos 504 jam.. Hal ini disebabkan karena daya adhesi lebih rendah dari daya kohesi sehingga lapisan mudah rontok dan kemudian terinisiasi kembali dan ini akan berlangsung terus menerus. Menurut ISO 9223 baik logam aluminium dan tembaga menunjukkan kategori korosi yang tinggi ( C 5 ). 3 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil UV test 2.5 2 1.5 1 0.5 Al Cu 0 0 100 200 300 400 500 600 Waktu ekspos, jam Gambar 7. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos hasil UV test Gambar 8a dan 8b menunjukkan foto visual sampel pelat aluminium dan tembaga setelah diekspos di beberapa daerah DKI Jakarta. (a) (b) (c) (d) Gambar 8a. Sampel pelat aluminium setelah diekspos di DKI Jakarta pada berbagai daerah : (a) Tepi pantai, (b) Industri, (c) Perkotaan, (d) Perumahan 8

(a) (b) (c) (d) Gambar 8b. Sampel pelat tembaga setelah diekspos di DKI Jakarta pada berbagai daerah : (a) Tepi pantai, (b) Industri, (c) Perkotaan, (d) Perumahan Tabel 5. Hasil pengujian lapangan untuk sampel pelat aluminium dan tembaga di daerah P2O-LIPI Ancol Jakarta Utara mewakili daerah tepi pantai Waktu ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 15,4254 15,4239 0,0015 0,2400 0,1894 ± 30 hari tembaga 46,5178 46,5028 0,0150 0,2400 1,8939 aluminium 15,1319 15,1293 0,0026 0,2400 0,0926 ± 100 hari tembaga 46,2940 46,2436 0,0504 0,2400 1,7494 aluminium 15,2586 15,2557 0,0029 0,2400 0,0279 ± 400 hari tembaga 46,9008 46,7614 0,1394 0,2400 1,3414 Gambar 8a (a) dan 8b (a) adalah foto visual sampel pelat aluminium dan tembaga setelah diekspos di daerah tepi pantai, sedangkan Tabel 5 dan Gambar 9 menunjukkan besarnya kehilangan berat dan laju korosi pada sampel pelat aluminium dan tembaga setelah diekspos di daerah tersebut. Terlihat pada grafik tersebut untuk tembaga pada waktu ekspos 30 hari laju korosi sebesar 1,8939 dan laju korosi mengalami penurunan pada waktu ekspos selama 400 hari sebesar 1,3414. Sedangkan aluminium pada waktu ekspos selama 30 hari laju korosi sebesar 0,1894 dan menurun pada waktu ekspos selama 400 hari sebesar 0,0279. Dari tabel 1 menurut ISO 9223 maka untuk daerah tepi pantai kategori korosi selama ekspos 400 hari untuk logam aluminium dengan laju korosi sebesar 0,0279 termasuk kategori C 3. Sedangkan untuk logam tembaga dengan laju korosi sebesar 1,3414 termasuk kategori C 5. 9

Laju korsi, 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah tepi pantai 0 100 200 300 400 500 Waktu ekspos, hari Al Cu Gambar 9. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah tepi pantai Salah satu penyebab terkorosinya logam di daerah tepi pantai adalah adanya ion Cl -. Kadar klorida akan semakin menurun apabila semakin jauh dari pantai. Laju endapan klorida disekitar pantai berkisar 5-1500 mg NaCl/m 2 per hari. Dalam lingkungan urban dan industri, laju endapan klorida, umumnya lebih rendah 10 % dibandingkan dengan SO 2. Tabel 6. Hasil pengujian lapangan untuk sampel pelat aluminium dan tembaga di daerah PT Gateka, Pulo Gadung Jakarta Timur mewakili daerah industri Waktu ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 14,9311 14,9310 0,0010 0,2400 0,0086 ± 30 hari tembaga 46,3683 46,3808 0,0055 0,2400 0,4876 aluminium 15,0378 15,0349 0,0029 0,2400 0,1246 ± 100 hari tembaga 46,3811 46,3698 0,0113 0,2400 0,4854 aluminium 15,2739 15,2693 0,0046 0,2400 0,0467 ± 400 hari tembaga 46,4797 46,4303 0,0494 0,2400 0,5020 10

Laju korosi, md 0.6 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah industri 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 Al Cu 0 0 100 200 300 400 500 Waktu ekspos, hari Gambar 10. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah industri Foto visual sampel pelat aluminium dan tembaga hasil diekspos di daerah industri seputaran PT. Gateka Pulo Gadung Jakarta ditunjukkan pada Gambar 8a(b) dan 8b(b), sedangkan Tabel 6 serta Gambar 10 menunjukkan besarnya kehilangan berat dan laju korosi pada sampel pelat aluminium dan tembaga setelah diekspos selama 30, 100 dan 400 hari di daerah industri tersebut. Dari grafik pada Gambar 10 terlihat pada waktu ekspos 30 hari untuk tembaga menunjukkan laju korosi sebesar 0,4876 dan meningkat pada waktu ekspos selama 400 hari menjadi sebesar 0,5020. Sedangkan untuk aluminium pada waktu ekspos selama 30 hari sebesar 0,0086 dan menurun pada waktu ekspos selama 400 hari sebesar 0,0467. Dari tabel 1 menurut ISO 9223 maka untuk daerah industri kategori korosi selama ekspos 400 hari untuk logam aluminium dengan laju korosi sebesar 0,0467 termasuk kategori C 3. Sedangkan untuk logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,5020 termasuk kategori C 4. Sama halnya dari Tabel 7 terlihat adanya pengaruh S di daerah industri. Seperti kita ketahui untuk daerah industri adanya polutan dari gas buang seperti SO 2, NOx dan lain sebagainya. Komposisi kimia dan sifat fisik dari polutan SO 2 berubah selama transportasinya di udara. SO 2 dioksidasi pada partikel-partikel basah atau butiran air menjadi asam sulfat ( H 2 SO 4 ). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : SO 2 + H 2 O + ½ O 2 H 2 SO 4 Tabel 7. Laju endapan SO 2 dalam beberapa jenis atmosfir 1) Lingkungan atmosfir Laju endapan SO 2 ( mg/m 2 hari ) Perumahan ( rural ) Perkotaan ( urban ) Industri < 10 10 100 sampai 200 11

Laju korosi, Tabel 8. Hasil pengujian lapangan untuk sampel pelat aluminium dan tembaga di daerah PDII-LIPI, Gatot Subroto Jakarta Pusat mewakili daerah perkotaan Waktu ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 15,2599 15,2591 0,0008 0,2400 0,1075 ± 30 hari tembaga 46,0554 46,0497 0,0057 0,2400 0,7661 aluminium 15,3492 15,3474 0,0018 0,2400 0,0658 ± 100 hari tembaga 46,4802 46,4568 0,0234 0,2400 0,8553 aluminium 15,4153 15,4126 0,0027 0,2400 0,0264 ± 400 hari tembaga 46,3777 46,3064 0,0713 0,2400 0,6974 Untuk daerah perkotaan khususnya di Jalan Gatot Subroto Jakarta, foto visual sampel pelat aluminium dan tembaga hasil ekspos ditunjukkan pada Gambar 8a(c) dan 8b(c). Tabel 8 serta Gambar 11 menunjukkan besarnya kehilangan berat pada sampel pelat tembaga yang diekspos selama 30 hari sebesar 0,7661 dan laju korosi meningkat pada waktu ekspos selama 100 hari sebesar 0,8553 lalu kembali menurun setelah diekspos selama 400 hari menjadi sebesar 0,6974. Untuk aluminium pada waktu ekspos selama 30 hari sebesar 0,1075 dan menurun pada waktu ekspos selama 400 hari menjadi sebesar 0,0264. Dari tabel 1 menurut ISO 9223 maka untuk daerah perkotaan kategori korosi selama ekspos 400 hari untuk logam aluminium dengan laju korosi sebesar 0,0264 termasuk kategori C 3. Sedangkan untuk logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,6974 termasuk kategori C 4. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah perkotaan 1 0.8 0.6 0.4 0.2 Al Cu 0 0 100 200 300 400 500 Waktu ekspos, hari Gambar 11. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah perkotaan 12

Laju korosi, Tabel 9. Hasil pengujian lapangan untuk sampel pelat aluminium dan tembaga di daerah Pondok Indah Golf, Pondok Indah mewakili daerah perumahan Waktu ekspos sampel Berat ( gr) Awal Akhir Selisih Luas dm 2 Laju korosi aluminium 15,3597 15,3593 0,0004 0,2400 0,0465 ± 30 hari tembaga 46,6583 46,6517 0,0066 0,2400 0,6707 aluminium 15,0851 15,0838 0,0013 0,2400 0,0609 ± 100 hari tembaga 45,9777 45,9553 0,0224 0,2400 1,1382 aluminium 15,2374 15,2348 0,0026 0,2400 0,0282 ± 400 hari tembaga 46,8028 46,7263 0,0765 0,2400 0,8301 Laju korosifitas dan kehilangan berat di daerah Pondok Indah Golf Jakarta ditunjukkan pada Tabel 9. Pada Gambar 12 terlihat grafik laju korosi pada pelat aluminium dan tembaga setelah dipapar selama 30, 100 dan 400 hari di daerah Pondok Indah Golf untuk tembaga mengalami peningkatan secara signifikan sejalan dengan makin bertambahnya waktu paparan. Laju korosi rata-rata seiring dengan meningkatnya waktu ekspos adalah 2,99; 4,87 dan 7,92 untuk waktu ekspos 30, 100 dan 400 hari. Dari tabel 1 menurut ISO 9223 maka untuk daerah perumahan kategori korosi selama ekspos 400 hari untuk logam aluminium dengan laju korosi sebesar 0,0282 termasuk kategori C 3. Sedangkan untuk logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,8301 termasuk kategori C 5. 1.2 Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah perumahan 1 0.8 0.6 0.4 0.2 Al Cu 0 0 100 200 300 400 500 Waktu, hari Gambar 12. Hubungan antara laju korosi dan waktu ekspos untuk daerah perumahan 13

Cukup menarik bahwa daerah perumahan menunjukkan tingkat korosifitas yang tidak jauh berbeda dengan perkotaan disebabkan adanya polutan baik dari kendaraan bermotor maupun dari partikel yang terbawa. Untuk semua daerah baik tepi pantai, industri, perkotaan dan perumahan sangat tergantung juga akan kondisi adsorpsi lapisan air, embun, curah hujan (Tabel 10). Adsorpsi uap air, yang terjadi di atas kelembaban nisbi tertentu disebut sebagai kelembaban nisbi kritis (critical relative humidity ). Kelembaban nisbi kritis bervariasi dari 70-85 % tergantung jenis dan kadar kontaminan-kontaminan atmosfir. Pada umumnya Critical relative Humidity untuk logam besi, tembaga, nikel dan seng diantara 50 70 %. Jumlah dan ketebalan lapisan air pada permukaan logam yang terkorosi sangat berpengaruh terhadap laju/proses korosi selanjutnya. Korosi meningkat secara signifikan, bilamana kelembaban nisbi naik di atas harga dimana garam-garam mulai mengabsorpsi air dan melarutkan garam-garam tersebut. Tabel 10. Jumlah air pada permukaan logam 3) Kondisi Jumlah lapisan air ( g/m 2 ) Kelembaban nisbi kritis Kelembaban nisbi (100 %) Lapisan Embun Lapisan air hujan 0,01 1,0 10,0 100,0 Lapisan fasa air pada permukaan logam disamping di sebabkan oleh kelembabaan nisbi, juga bisa berasal dari presipitasi air hujan, kabut atau embun yang terbentuk melalui kondensasi uap air pada permukaan logam pada kondisi dingin. Embun merupakan salah satu penyebab utama terhadap korosi logam, khususnya bilamana struktur logam berada pada tempat tersembunyi, tidak secara langsung terekpos terhadap sinar matahari atau curah air hujan. Jumlah air pada permukaan yang tertutup oleh embun sekitar 10 g/m 2, yang mana ini lebih besar dari pada permukaan yang tertutup oleh adsorption layer. Perioda pengembunan di anggap sangat korosif, karena efek pencucian terhadap deposit atau produk korosi sangat sedikit. Salah satu faktor yang menyebabkan embun bersifat sangat korsosif adalah kontaminan-kontaminan agresif dari atmosfir, yang terabsorpsi oleh embun tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Harga ph bisa mencapai < 3 dalam lingkungan industri dan area laut yang sangat tercemar oleh polutan-polutan agresif, konsentrasinya bisa mencapai masing-masing 0,2 g/l sulfat dan 0,35 g/l Cl -. Dimana konsentrasi tersebut sekitar 100 kali lebih besar pada saat adanya curah hujan pada lokasi yang sama. Presipitasi air hujan sangat berpengaruh terhadap laju korosi, dikarenakan lapisan air pada permukaan logam semakin tebal, sehingga polutan-polutan agresif seperti SO = 4 dan H + jumlahnya meningkat. Semakin tinggi konsentrasi SO = 4 dan H + yang terabsorpsi ke dalam lapisan air, laju korosi logam semakin meningkat secara signifikan. Air hujan juga dapat menghilangkan polutan non agresif (seperti partikel-partikel padatan dan garam-garam atau produk korosi yang bersifat higroskopis) dari permukaan logam, yang terbentuk selama perioda sebelumnya pada kondisi kering. Semakin lama waktu pembasahan permukaan logam oleh lapisan air/elektrolit, semakin signifikan pengaruhnya terhadap korosi atmosferik. Lamanya pembasahan sangat bervariasi 14

dengan kondisi cuaca setempat, yang mana ini tergantung kelembaban nisbi atmosfir, lamanya dan frekvensi hujan atau penyinaran langsung oleh sinar matahari, pengembunan (dew), pengkabutan (fog), temperatur udara dan permukaan logam serta arah dan kecepatan angin. KESIMPULAN Dari hasil penelitian tingkat korosifitas pada material baja karbon dan tembaga di laboratorium dan lapangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : Percobaan di laboratorium 1. Untuk salt spray test selama 504 jam terlihat laju korosi logam Aluminium 3,3065 lebih kecil dari logam tembaga 5,5571 walaupun keduanya masuk dalam kategori korosi yang tinggi (> C 5 ). 2. Untuk humidity test selama 504 jam terlihat laju korosi logam Aluminium 0,2069 lebih kecil dari logam tembaga 0,6683 walaupun keduanya masuk dalam kategori korosi yang tinggi (> C 5 ). 3. Untuk UV test selama 504 jam terlihat laju korosi logam Aluminium 2,0124 lebih kecil dari logam tembaga 2,6526 walaupun keduanya masuk dalam kategori korosi yang tinggi (C 5 ). Percobaan di lapangan 1. Ketahanan korosi dari logam aluminium di daerah tepi pantai dengan laju korosi sebesar 0,0279 termasuk kategori C 3, lebih baik dibandingkan dengan logam tembaga dengan laju korosi sebesar 1,3414 termasuk kategori C 5. 2. Ketahanan korosi dari logam aluminium di daerah industri dengan laju korosi sebesar 0,0467 termasuk kategori C 3, lebih baik dibandingkan dengan logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,5020 termasuk kategori C 4. 3. Ketahanan korosi dari logam aluminium di daerah perkotaan dengan laju korosi sebesar 0,0264 termasuk kategori C 3, lebih baik dibandingkan dengan logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,6974 termasuk kategori C 4. 4. Ketahanan korosi dari logam aluminium di daerah perkotaan dengan laju korosi sebesar 0,0282 termasuk kategori C 3, lebih baik dibandingkan dengan logam tembaga dengan laju korosi sebesar 0,8301 termasuk kategori C 5. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan yang dilakukan oleh peneliti dan teknisi Bidang Konservasi Bahan Pusat Penelitian Metalurgi LIPI dalam pelaksanaan penelitian ini 15

DAFTAR PUSTAKA 1. Roberge, Pierre R, Handbook of Corrosion Engineer, McGraw Hill, 2000. 2. Jones, Denny A, Principles and prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, New York, 1992. 3. ASM Handbook, Volume 13, Corrosion. 1987 4. Ronald Nasoetion dan Iing Musalam, Pemetaan Korosi untuk mendukung usaha rehabilitasi DAS Citarum, Prosiding Simposium Sehari rehabilitasi daerah Aliran Sungai Citarum, LIPI-BPLHD Jawa Barat, Desember 2003 5. Iing Musalam dan Ronald Nasoetion, Penelitian Karakteristik Korosi atmosfer di daerah pantai utara Jakarta, KOROSI Volume 14 Nomor 1, April 2005. 16