DASAR-DASAR PERPAJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

AGENDA. PPh Pasal 26

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

BAB II URAIAN TEORITIS

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Pajak Penghasilan 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

Repositori STIE Ekuitas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU KUP No. 28 tahun 2007 pasal 1 (1)). Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Kontribusi wajib dari rakyat kepada negara 2. Bersifat memaksa dan berdasarkan Undang-undang 3. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung 4. Digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. B. Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetair: Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend): Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. C. Lembaga Pemungut Pajak Menurut lembaga pemungutnya pajak dibagi menjadi : 1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Tontonan, Pajak Reklame. D. Asas Pemungutan Pajak Berikut adalah beberapa Asas Pemungutan Pajak yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan Perpajakan: 1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal): Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku bagi Wajib Pajak Dalam Negeri. 2. Asas Sumber: Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 3. Asas Kebangsaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri. E. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. 2. Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. 3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang.

F. Surat Pemberitahuan (SPT) Pengertian dan Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai berikut : 1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) : Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (UU KUP No.28 tahun 2007 pasal 1). 2. Jenis SPT secara garis besar dibedakan menjadi 2, yaitu : a. SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu Masa Pajak. b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. G. Surat Setoran Pajak (SSP) Pengertian dan Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) adalah sebagai berikut : 1. Pengertian SSP, Surat Setoran Pajak ( SSP ) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (UU KUP No.28 tahun 2007 pasal 1). 2. Fungsi SSP sebagai sarana untuk pembayaran/penyetoran pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. H. Sanksi Perpajakan Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi : a. Sanksi Administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara dan terdiri dari : - Denda Bunga - Denda Administrasi - Denda Kenaikan b. Sanksi Pidana merupakan siksaan atau penderitaan, sebagai alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma pajak dipatuhi. PAJAK PENGHASILAN SECARA UMUM A. Wajib Pajak dan Subyek Pajak Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ( UU KUP No.28 tahun 2007 pasal 1 (2). Yang menjadi Subyek Pajak adalah : (UU RI Nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (1) 1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Badan. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subyek Pajak dapat dibedakan menjadi : (UU RI Nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (3) 1. Subyek Pajak Dalam Negeri adalah :

a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu ksatuan menggantikan yang berhak. 2. Subyek Pajak Luar Negeri adalah: a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. B. Tidak Termasuk Subyek Pajak (UU RI No.36 tahun 2008 pasal 3) Berikut adalah pihak-pihak yang tidak termasuk sebagai Subyek Pajak : 1. Kantor Perwakilan Negara Asing. 2. Pejabat Perwakilan Diplomatik dan Konsulat atau pejabat lain dari negara asing, berikut orang-orang bentukan mereka, dengan syarat Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi International dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat-pejabatan perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. C. Obyek Pajak (UU RI No.36 tahun 2008 pasal 4) Yang menjadi Obyek Pajak adalah Penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan tersebut adalah : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; 3. Laba Usaha; 4. Keuntungan karena pengalihan atau penjualan harta; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun, 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian aktiva; 14. Premi asuransi;

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. Surplus Bank Indonesia. D. Tidak Termasuk Obyek Pajak (UU RI No.36 tahun 2008 ps.4 (3) Berikut adalah penghasilan atau pendapatan yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak : 1. Bantuan atau sumbangan serta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan diterima oleh badan keagamaan, badan sosial, atau yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak mempunyai atau tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan. 3. Iuran yang diterima oleh atau diperoleh oleh dana pensiun atau jamsostek yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang iurannya dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai itu sendiri. 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham saham, persekutuan, firma dan kongsi. E. Tarif Progresif Pajak Penghasilan Lapisan Penghasilan Kena Pajak dengan Tarif Progresif : Wajib Pajak Perorangan (UU RI No.36 tahun 2008 pasal 17) 5% X 0,- sampai dengan Rp. 50.000.000,- 15% X Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,- 25% X Diatas Rp.250.000.000,- sampai dengan Rp.500.000.000,- 30% X Diatas Rp.500.000.000,- sampai dengan tidak terbatas Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tapi tidak memiliki NPWP, besarnya tarif PPh pasal 21 adalah lebih tinggi 20 % daripada tarif normal. Wajib Pajak Badan (UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17) Berdasarkan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang efektif berlaku per 1 Januari 2009, dimana tarif PPh Badan menggunakan tarif tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 (pasal 17 ayat 1 huruf b) dan berubah menjadi 25% untuk tahun pajak 2010 ( pasal 17 ayat (2a)). Berdasarkan UU PPh Pasal 31E: (1) Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 % dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). (2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan: (1) Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dikenakan tarif sebesar 50% X 28% (2) Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto antara Rp. 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) dikenakan 2 (dua) tarif; 50% X 28% 28% (3) Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto diatas Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) dikenakan tarif 28%

Contoh 1. Peredaran bruto PT. Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp. 4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif 50 % dari tarif PPh Badan yang berlaku dikarenakan jumlah peredaran bruto PT. Y tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pajak penghasilan yang terutang adalah: (50% x 28 %) x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 70.000.000,00 Contoh 2. Peredaran bruto PT. X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp. 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) Dikarenakan peredaran bruto diatas Rp. 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka perhitungan pajak penghasilan yang terutang adalah: 1. Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas adalah: (Rp. 4.800.000.000,00/Rp. 30.000.000.000,00) x Rp. 3.000.000.000,00 = Rp. 480.000.000,00 2. Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak mendapatkan fasilitas adalah: Rp. 3.000.000.000,00 - Rp. 480.000.000,00 = Rp. 2.520.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 28 %) x Rp. 480.000.000,00 = Rp. 67.200.000,00 28% x Rp. 2.520.000.000,00 = Rp. 705.600.000,00 Jumlah pajak terutang Rp. 772.800.000,00 F. Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final Dalam ketentuan perpajakan yang berlaku pada saat ini ada beberapa penghasilan (obyek pajak) akan dikenakan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat Final. Penghasilan atau Obyek Pajak yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final tetap dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak menambah atau bukan merupakan kesatuan dengan penghasilan lainnya (yang tidak dikenakan PPh Final) dan pajak atas pemotongan atau pemungutan tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Kredit Pajak. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. Pengertian Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. B. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21(PER 31/PJ/2009 Pasal 2 ayat (1)). 1. Pemberi kerja baik Orang Pribadi atau Badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi/ lembaga pemerintah/ lembaga Negara dan kedutaan besar Republik Indonesia di luar negeri. yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. 3. Perusahaan dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek dan badan penyelenggara jaminan sosial lainnya. 4. Perusahaan, Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang membayar honorarium atau pembayaran lainnya sebagai imbalan atas kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dengan atas nama dirinya sendiri, bukan persekutuannya.

5. Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan dan organisasi yang membayar imbalan yang dilakukan oleh orang pribadi. 6. Perusahaan, Badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang membayar honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan. 7. Penyelenggara kegiatan. C. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 (PER31/PJ/2009 Pasal 3) : 1. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap ataupun pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah. 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, antara lain meliputi : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, dokter, konsultan dll). b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film dll. c. Olahragawan d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator e. Pengarang, peneliti,dan penerjemah f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya g. Agen iklan h. Pengawas atau pengelola proyek i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara j. Petugas penjaja barang dagangan k. Petugas dinas luar asuransi l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : a. Peserta perlombaan dalam segala bidang b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan atau kunjungan kerja c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu d. Peserta pendidikan, pelatihan dan magang e. Peserta kegiatan lainnya. D. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Pengenaan PPh.Ps.21(PER-31/PJ/2009 pasal 8 ): 1. Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh.Ps.21 adalah : a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa. b. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2). c. Iuran Pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan Iuran Tunjangan Hari Tua (THT) atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara Jamsostek yang dibayarkan oleh pemberi kerja. d. Zakat yang diterima orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah dst. e. Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf I UU Pajak penghasilan. 2. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada pasal 1 huruf b.

E. Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai Tetap. a. Penghasilan kena pajak dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran tanggungan hari tua dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). b. Biaya jabatan yaitu biaya untuk menagih dan mempertahankan penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto per-bulan (max. Rp. 500.000,-/ bulan atau max.rp.6.000.000,-/ tahun). c. Penghasilan Tidak Kena Pajak (Tahun 2009), dimana nilainya dapat berubah-ubah sesuai dengan peraturan pemerintah: Keterangan Setahun Sebulan Untuk diri wajib pajak 15.840.000 1.320.000 Tambahan u/ Pegawai yg kawin 1.320.000 110.000 Isteri Bekerja 15.840.000 1.320.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta 1.320.000 110.000 anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang 2. Penerima Pensiun Yang Menerima Pensiun Secara Bulanan. a. Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara penghasilan bruto dikurangi biaya Pensiun dan PTKP. b. Biaya pensiun yaitu biaya untuk menagih dan mempertahankan pensiun, besarnya 5% dari penghasilan bruto per-bulan (max. Rp. 200.000,-/ bulan atau max.rp.2.400.000,-/ tahun). c. PTKP sama dengan PTKP pegawai tetap. d. Tarip yang digunakan sama dengan tarif pasal 17. 3. Pegawai tidak tetap Penerima Upah Harian, Satuan, Mingguan, dan Borongan sepanjang penghasilan tidak dibayar secara bulanan. Mengacu pada (PER-57/PJ/2009 Pasal 9 (1b)) Upah / hari Rp. 150.000,- dan dalam 1 bulan Rp. 1.320.000,- maka dibebaskan dari pajak. Upah / hari > Rp. 150.000,- tetapi dalam 1 bulan < Rp. 1.320.000,- dan upah dibayar tiap minggu. Perhitungan Pajak Penghasilannya adalah sbb: 1. Upah sehari = Upah seminggu dibagi lama hari kerja; 2. Penghasilan Kena Pajak sehari = Upah sehari dikurangi PTKP sehari (Rp.150.000,-) 3. Penghasilan Kena Pajak seminggu = PKP sehari dikali lama hari kerja; 4. PPh terhutang seminggu = PKP seminggu x tarif pasal 17. Upah / hari > Rp. 150.000,- dan dalam 1 bulan > Rp. 1.320.000,- maka menggunakan PTKP sebenarnya. Perhitungan Pajak Penghasilannya adalah sbb: Contoh : Arifin status kawin belum punya anak dan ber NPWP, bekerja pada PT. Agung sebagai pegawai tidak tetap dengan dasar upah harian sebesar Rp.150.000,- sehari dan upah dibayar tiap minggu dan dalam satu minggu Arifin bekerja 5 hari kerja. Hitung PPh Arifin jika bekerja selama 3 minggu. Minggu ke 1 : Upah 5 hari kerja @Rp.150.000,- =Rp.750.000,- Analisa : - upah sehari tidak melebihi PTKP sehari dan upah seminggu tidak melebihi Rp.1.320.000,- >>>> maka atas upah yang diterima Arifin tersebut PT. Agung tidak perlu memotong pajak >>>; Minggu ke 2 : Upah sampai dengan minggu ke 2 Upah 10 hari kerja @Rp.150.000,- =Rp.1.500.000,- Analisa : - upah sehari tidak melebihi PTKP sehari dan upah sampai dengan minggu ke 2 melebihi Rp.1.320.000,- >>> maka atas upah yang diterima Arifin tersebut PT. Agung wajib memotong pajak penghasilan pasal 21 >>>>; perhitungannya sbb:

Upah 10 hari kerja @Rp.150.000,- =Rp.1.500.000,- PTKP sebenarnya =((Rp.1.320.000,- + Rp. 110.000,-) x 10/30 ) =Rp. 477.000,- PKP 10 hr kerja =Rp.1.023.000,- PPh terhutang = 5% x Rp.1.023.000,- =Rp.51.150,- Upah yang diterima minggu ke 2 = Rp.750.000,- - Rp.51.150 =Rp.698.850,- Minggu ke 3 : Upah sampai dengan minggu ke 3 Upah 15 hari kerja @Rp.150.000,- PTKP sebenarnya : PPh terhutang =Rp.930.000,- x 5% =Rp.46.500,- = Rp.2.250.000,- = Rp.1.320.000,- PKP 15 hr kerja = Rp. 930.000,- Pegawai tidak tetap Penerima Upah Harian yang dibayar secara bulanan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah ; Penghasilan bruto sebulan PTKP sebulan (sesuai status wajib pajak) = PKP sebulan, PKP sebulan x 12 = PKP setahun. PPh pasal 21 terhutang setahun = PKP setahun x tarif pasal 17, sedangkan pph pasal 21 terhutang sebulan = PKP setahun : 12. 4. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. ( bukan tenaga ahli ); PPh terhutang = Jumlah Penghasilan Bruto x 50% x tarif pasal 17 Khusus untuk Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, dokter, konsultan, arsitek, notaris, penilai dan aktuaris), PPh terhutang = Tarif pasal 17 x 50 % x jumlah penghasilan bruto 5. Penerima pesangon Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon ( Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 pasal 4 )adalah sebagai berikut: a. Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan 50 juta rupiah. b. Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas 50 juta rupiah sampai dengan 100 juta rupiah. c. Sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas 100 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. d. Sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas 500 juta rupiah. PPh terhutang = Tarif pajak PPh Ps.21 atas uang pesangon x jumlah penghasilan berupa uang pesangon. F. Batas Waktu Pembayaran dan Penyampaian PPh Pasal 21 Batas Waktu Pembayaran dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 adalah: Dibayarkan maximal tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan maximal tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap : Purnomo bernpwp, bekerja pada PT. Harapan dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2.750.000,-. PT. Harapan mengikuti program Jamsostek, Premi Asuransi Kecelakaan Kerja dan Premi Asuransi Kematian dibayar oleh Pemberi Kerja dengan jumlah masing-masing Rp. 50.000,- dan Rp. 50.000,- sebulan, PT. Harapan menanggung iuran THT setiap bulannya sebesar Rp.30.000,- sedangkan Purnomo membayar iuran THT sebesar Rp.17.500,-

setiap bulan. Disamping itu PT. Harapan juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Harapan membayar Iuran Pensiun untuk Purnomo ke Dana Pensiun, yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp.40.000,- sedangkan Purnomo membayar Iuran Pensiun sebesar Rp.25.000,- Purnomo sudah menikah belum mempunyai anak. Perhitungan PPh.Ps.21 di Tahun Takwim 2009. Gaji Pokok Rp. 2.750.000,- Asuransi Kecelakaan Rp. 50.000,- Asuransi Kematian Rp. 50.000,- Penghasilan Bruto Rp. 2.850.000,- Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% X Rp. 2.850.000,- Rp. 142.500,- 2. Iuran Pensiun Rp. 25.000,- 3. Iuran THT Rp. 17.500,- Total pengurangan Rp. 185.000,- Penghasilan Netto Sebulan Rp. 2.665.000,- Penghasilan Netto Setahun Rp. 12 x 2.665.000,- 31.980.000,- 4. PTKP -Untuk WP. Sendiri Rp. 15.840.000,- -Tambahan WP. Kawin Rp. 1.320.000,- Rp. 17.160.000,- Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 14.820.000,- PPh.Pasal 21 Terhutang 5% x Rp. 14.820.000,- PPh.Pasal 21 Sebulan Rp. 741.000,-: 12 Rp. 741.000,- Rp. 61.750,-