PEMANFAATAN TELEKONFEREN SEBAGAI ALAT BANTU PEMBUKTIAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan bukan. negara atas kekuasaan, maka kedudukan hukum baru ditempatkan di atas

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB III PENUTUP. terhadap saksi dan korban serta penemuan hukum oleh hakim.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP)

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENULISAN HUKUM. Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Bidang Ilmu Hukum

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

KEKUATAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. sehubungan dengan istilah pencucian uang. Dewasa ini istilah money

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERIAN KETERANGAN SAKSI MELALUI MEDIA TELECONFERENCE DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. dari lembaga yang bersangkutan yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMERIKSAAN SAKSI DIPERSIDANGAN MELALUI TELECONFERENCE JEMMY MARIANGI / D

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan melalui

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

ANALISIS YURIDIS NORMATIF PERLUASAN MAKNA KETERANGAN SAKSI A DE CHARGE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal

Transkripsi:

PEMANFAATAN TELEKONFEREN SEBAGAI ALAT BANTU PEMBUKTIAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA ABSTRAK Oleh Putu Elik Sulistyawati I Ketut Sujana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Seperti yang kita ketahui belakangan ini teknologi yang diciptakan kian canggih dan beragam yang dapat mempermudah pekerjaan manusia. Hal ini tentu saja membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan kedepannya terhadap peradaban manusia. Salah satu media yang marak diperbincangkan yaitu Telekonferen. Dengan media telekonferen seseorang dapat berkomunikasi secara audio visual tanpa mengenal jarak dan waktu. Apabila dikaitkan dengan pembuktian tentunya dengan adanya teknologi telekonferen tersebut sangat membantu proses pembuktian dalam perkara pidana, yang akan mempersingkat waktu penyelesaian perkara. Kata Kunci: Telekonferen, Pembuktian, Persidangan Pidana. ABSTRACT As we know the technology has recently created a sophisticated and increasingly diverse that can facilitate the work of man. This of course brings a positive and negative impact to the development of the future of human civilization. One of the media s lively discussion that is teleconference. With media teleconference one can communicate in audio visual without knowing the distance and time. When associated with proof of course with the teleconference technology helps the process of proof in criminal cases, which will shorten the time resolution of the matter. Keywords: Teleconference, Proof, Criminal Trial. I. PENDAHULUAN Telekonferen merupakan salah satu bukti dari perkembangan teknologi yang tidak dapat dipungkiri kehadirannya. Dengan media ini kita dapat berkomunikasi secara audio visual dengan seseorang tanpa adanya kendala. Hal ini dikarenakan telekonferen dapat digunakan dalam keadaan apapun tanpa mengenal batas ruang, jarak dan waktu. 1

Berbicara mengenai media telekonferen, hal ini mengundang perdebatan panjang dari kalangan praktisi hukum. Ada pihak yang mendukung dan setuju terhadap media tersebut dan ada pula pihak yang menentang dan menolak secara tegas. Perlu kita ketahui, telekonferen pernah dilakukan dalam perkara peradilan kasus Bom Bali dengan terdakwa Ali gufron alias Muhklas diselenggarakan dengan media teleconference dari kesaksian wan min bin wan dari Malaysia. Alasan digunakan telekonferen pada kasus tersebut bersifat praktis, hal ini dikarenakan saksi tidak perlu datang ke Bali hanya untuk memberikan kesaksian, sehingga dapat mempersingkat waktu dan menghemat biaya. Pihak yang kontra terhadap hadirnya media telekonferen tersebut, menyatakan bahwa dengan memberi kesaksian melalui media telekonferen dianggap tidak sah karena tidak hadir pada persidangan yang sebenarnya dan ketentuan mengenai media tersebut tidak diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Mengenai jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan yaitu penelitian hukum normatif. Penelitian ini mengkaji mengenai asas-asas hukum, sistematika hukum, sejarah hukum dan taraf sinkronisasi hukum. 1 Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu peraturan perundang-undangan sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku-buku ilmu hukum dan internet. 2 Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan historis. 3 Analisis terhadap bahan hukum yang diperoleh penulis dilakukan dengan cara argumentatif. 2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal.41. 2 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,hal.86. 3 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 94. 2

2.2.1. Pro dan Kontra Penggunaan Media Telekonferen Dalam Persidangan Pidana Telekonferen adalah pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan tersebut bisa menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan audio video (video conference) yang memungkinkan peserta konfrensi saling melihat dan mendengar apa yang dibicarakan sebagaimana pertemuan biasa 4. Mengenai teknologi telekonferen perdebatan panjang pro dan kontra penggunaan telekonferen disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kebijakan formulatif (pembuatan undang-undang) dan kebijakan aplikatif (penegakan hukum) di Indonesia mengacu kepada ketentuan hukum positif. Konsekuensi logis demikian membuat muara pada penegakan hukum yang bersifat formal legistik, sehingga terdapat jurang yang relatif tajam dalam mencari keadilan. Keadilan yang dikejar dan diformulasikan oleh kebijakan formulatif adalah keadilan undang-undang. 2. KUHAP tidak mengatur telekonferen, sehingga pro dan kontra penggunaannya tergantung pada apakah merugikan ataukah menguntungkan masing-masing para pihak. 3. Terhadap eksistensi telekonferen hakim menyetujui dilakukan telekonferen. Aspek ini sebenarnya harus dilakukan dunia peradilan di Indonesia apabila tidak ingin dipandang negatif oleh masyarakat. 5 Dengan dasar yuridis ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 disebutkan, Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam menggali, mengikuti, memahami 4 Thomas, Beberapa Pengertian Mengenai Telekonferen, Diakses terakhir pada tanggal: 24 Januari 2012, http://iklankecil.com/pengertian-teleconference.htm. 5 Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana: Perspektif Teoretis dan Praktik, P.T. Alumni, Bandung., hal.125. 3

dan mengejar kebenaran materiil dalam hukum pidana hakim mempunyai peranan yang penting dalam menilai masing-masing alat bukti. Karena tujuan yang hendak dicapai dalam hukum acara pidana dalam pembuktian yaitu untuk menemukan kebenaran materiil yang merupakan kebenaran yang nyata dan sebenar-benarnya. 6 Dalam KUHAP ketentuan mengenai telekonferen tidak diatur. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebutkan 5 jenis alat bukti, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Pada dasarnya, sistem pembuktian yang dianut oleh Indonesia yaitu sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif 7, hal ini berarti hasil dan kekuatan pembuktian berdasarkan alat bukti yang disebut pada undangundang dan daripadanya sehingga Hakim dapat memperoleh keyakinan bahwa memang Terdakwalah yang melakukan tindak pidana. 2.2.2 Upaya Yang Dilakukan Agar Telekonferen Dapat Digunakan Sebagai Alat Bukti Yang Sah Apabila KUHAP dilakukan sebuah revisi khususnya dalam limitasi alat-alat bukti, lima jenis alat bukti dalam KUHAP sudah saatnya untuk dihapus dan ditinggalkan. Pada dasarnya setiap atau semua alat dapat diajukan sebagai bukti, kecuali Undang-Undang menentukan lain diserahkan kepada pertimbangan hakim. 8 Berdasarkan hal tersebut setiap alat bukti yang diajukan dalam persidangan wajib diperiksa oleh hakim termasuk persidangan yang dilakukan melalui media telekonferen, karena hakim memiliki keyakinan yang kuat dalam menilainya sehingga putusan yang dijatuhkan lebih objektif. III. KESIMPULAN 6 Andi Hamzah, 1983, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal.18. 7 Ibid, hal.235. 8 Lilik Mulyadi, op.cit, hal.127. 4

Dalam persidangan, mengenai penggunaan media telekonferen sah saja dilakukan walaupun dalam KUHAP sendiri tidak mengaturnya. Hal ini dikarenakan, hakim memiliki peranan yang penting dalam menilai alat bukti yang diajukan untuk menemukan kebenaran materiil. Agar telekonferen diakui sebagai alat bukti yang sah, amandemen terhadap KUHAP perlu dilakukan untuk mengikuti perkembangan kemajuan tekhnologi yang makin berkembang, sehingga jenis alat bukti lainnya dapat digunakan sebagai alat bukti tambahan dalam pembuktian. DAFTAR PUSTAKA Hamzah, Andi, 1983, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Mahmud Marzuki, Peter, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Mulyadi, Lilik, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana: Perspektif Teoretis dan Praktik, P.T. Alumni, Bandung. Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Sunggono, Bambang, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Thomas, Beberapa Pengertian Mengenai Telekonferen, Diakses terakhir pada tanggal: 24 Januari 2012, http://iklankecil.com/pengertian-teleconference.htm. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 5