PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK- TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA.

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

Undang Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang : Perairan Indonesia

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002

LAPORAN PEMILIHAN LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN PLTU NATUNA 2X7 MW

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.35/MEN/2011 TENTANG

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.65/MEN/2009 TENTANG

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA DI LAUT NATUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang ditetapkan sebagai implementasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982 mengandung ketentuan bahwa garis pangkal kepulauan Indonesia dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya, atau dapat pula dibuat daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia; b. bahwa berhubung dengan kebutuhan yang mendesak berkaitan dengan penetapan alur-alur laut kepulauan Indonesia, maka sambil menunggu penyelesaian penetapan koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan secara keseluruhan, perlu ditetapkan terlebih dahulu daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia di Laut Natuna; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia di Laut Natuna; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA DI LAUT NATUNA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Koordinat geografis adalah koordinat yang besarnya ditetapkan dalam derajat, menit, dan sekon busur pada sistem sumbu lintang dan bujur geografis; 2. Lintang dan Bujur adalah sistem referensi sumbu koordinat geografis; 3. Mil laut adalah mil geografis yang besarnya seperenampuluh derajat lintang. BAB II GARIS PANGKAL KEPULAUAN Pasal 2 (1) Penarikan garis pangkal kepulauan di Laut Natuna dilakukan dengan tetap menghormati persetujuan dan perjanjian yang ada dengan negara tetangga yang menyangkut perairan yang merupakan perairan kepulauan. (2) Garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna ditarik dari titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau terluar sebagai berikut:

a. Antara Tanjung Berakit di bagian utara Pulau Bintan dengan Pulau Sentut di timur Pulau Bintan; b. Antara Pulau Sentut di timur Pulau Bintan dengan Pulau Tokongmalangbiru di c. Antara Pulau Tokongmalangbiru di Pulau-pulau Anambas dengan Pulau Damar di d. Antara Pulau Damar di Pulau-pulau Anambas dengan Pulau Mangkai di Pulau-pulau Anambas; e. Antara Pulau Mangkai di Pulau-pulau Anambas dengan Pulau Tokongnanas di f. Antara Pulau Tokongnanas di Pulau-pulau Anambas dengan Pulau Tokongbelayar di g. Antara Pulau Tokongbelayar di Pulau-pulau Anambas dengan Pulau Tokongboro di Pulau-pulau Natura Utara; h. Antara Pulau Tokongboro di Pulau-pulau Natuna Utara dengan Pulau Semiun di Pulau-pulau Natura Utara; i. Antara Pulau Semiun di Pulau-pulau Natuna Utara dengan Pulau Sebetul di sebelah barat Pulau Laut di Pulau-pulau Natuna Utara; j. Antara Pulau Sebetul di sebelah barat Pulau Laut di Pulau-pulau Natuna Utara dengan Pulau Sekatung di sebelah timur laut Pulau Laut di Pulau-pulau Natuna Utara; k. Antara dua titik yang terletak di Pulau Sekatung bagian Utara; l. Antara Pulau Sekatung di sebelah timur laut Pulau Laut di Pulau-pulau Natuna Utara dengan Pulau Senua di timur Pulau Bunguran di Pulau-pulau Natuna Besar; m. Antara Pulau Senua di timur Pulau Bunguran di Pulau-pulau Natuna Besar dengan Pulau Subi Besar di Pulau-pulau Natuna Selatan; n. Antara Pulau Subi Besar di Pulau-pulau Natuna Selatan dengan Pulau Kepala di Pulau-pulau Natuna Selatan; o. Antara Pulau Kepala di Pulau-pulau Natuna Selatan dengan Tanjung Datu di Kalimantan Barat. BAB III DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN DI LAUT NATUNA Pasal 3 (1) Posisi titik-titik garis pangkal untuk menetapkan lebar laut teritorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditetapkan dalam koordinat geografis yang dapat disertai dengan referensi datum geodetik yang dipergunakan. (2) Koordinat geografis dari titik-titik garis pangkal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Pemerintah ini. (3) Daftar koordinat geografis titik-titik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memuat posisi geografis titik-titik yang disebutkan dalam lintang dan bujur dan disertai dengan keterangan tentang perairan dimana titik-titik tersebut berada, data-data petunjuk di lapangan, jarak antara titik-titik garis pangkal, jenis garis pangkal yang dipergunakan, dan peta-peta referensi dengan keterangan skalanya. (4) Daftar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (5) Koordinat geografis titik-titik garis pangkal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digambarkan dalam peta yang dicantumkan pada lampiran II Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 4 Apabila terdapat perbedaan penetapan titik-titik pangkal kepulauan di lapangan dengan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), maka posisi titik-titik garis pangkal yang berlaku adalah posisi titik-titik garis pangkal yang sesuai dengan kekayaan di lapangan. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1998 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AKBAR TANJUNG Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1998 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 100

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG DAFTAR GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA DI LAUT NATUNA UMUM Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia menentukan bahwa garis-garis pangkal kepulauan Indonesia harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya, atau dapat pula dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang dapat disertai dengan referensi datum geodetik yang dipergunakan. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-undang tersebut diatas Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyelesaikan penetapan Peraturan Pemerintah tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal perairan kepulauan yang sejalan dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982. Peta ilustratif yang dilampirkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, khususnya di Laut Natuna yang meliputi perairan pulau Bintan, perairan pulau-pulau Anambas, perairan pulau-pulau Natuna Utara, dan perairan pulau-pulau Natuna Selatan, telah memberikan gambaran secara umum garis-garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut. Sesuai dengan peta yang dilampirkan pada Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, perairan bagian selatan Laut Natuna yang sebelumnya berkedudukan sebagai laut bebas adalah laut teritorial dengan lebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal dan laut bebas di luar laut teritorial tersebut. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perairan bagian Selatan Laut Natuna berubah menjadi sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perairan bagian selatan Laut Natuna berubah menjadi sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan penarikan garis pangkal seperti yang digambarkan pada peta ilustratif yang dilampirkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, perairan yang terletak pada sisi dalam garis-garis pangkal tersebut adalah perairan kepulauan dan bukan lagi sebagian dari Zona Ekonomi Ekslusif sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif atau sebagai laut teritorial dan laut bebas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Sementara itu sesuai dengan Pasal 19 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 dan Pasal 53 ayat (9) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, Indonesia sedang menyelesaikan penetapan alur-alur laut kepulauan dengan Organisasi Maritim Internasional yang salah satu dari kelompok alurnya melintasi perairan kepulauan Riau, perairan kepulauan Anambas, perairan kepulauan Natuna dan perairan kepulauan Natuna Selatan. Mengingat bahwa sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, alur-alur laut kepulauan ditetapkan di perairan kepulauan, sedangkan status perairan di Laut Natuna sebagai perairan kepulauan baru digambarkan secara ilustratif pada peta yang dilampirkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996, maka dalam

rangka penyelesaian alur laut di Laut Natuna tersebut dengan Organisasi Maritim Internasional perlu segera ditetapkan koordinat geografis titik-titik garis pangkal pada perairan di Laut Natuna tersebut. Berhubung dengan itu sambil menunggu penyelesaian penetapan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan secara keseluruhan perlu ditetapkan terlebih dahulu Perairan Pemerintah tentang daftar koordinat geografis titik-titik pangkal kepulauan tertentu di Laut Natuna. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Pasal 3 Ayat (1) Persetujuan dan Perjanjian yang dimaksud adalah Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Kontinen antara Kedua Negara Tahun 1969 dan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang Rejim Hukum Nusantara dan Hak-hak Malaysia di Laut Teritorial dan Perairan Nusantara serta Ruang Udara di atas Laut Teritorial, Perairan Nusantara dan Wilayah yang terletak di antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat Tahun 1982. Ayat (2) Garis-garis pangkal kepulauan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf j dan huruf l sampai dengan huruf o adalah garis pangkal lurus kepulauan, dan garis pangkal kepulauan sebagaimana dimaksud dalam huruf k adalah garis pangkal biasa. Penarikan garis-garis pangkal kepulauan seperti dimaksudkan dalam pasal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan Pasal 47 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982. Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini merupakan garis lurus yang ditarik dari titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau terluar, karang kering terluar atau elevasi surut terluar yang satu ke titik terluar yang serupa pada pulau terluar, karang kering terluar atau elevasi surut terluar yang lain yang berdampingan. Garis pangkal biasa adalah garis air rendah sepanjang pantai. Garis air rendah adalah datum hidrografis peta navigasi yang ditetapkan pada kedudukan rata-rata garis air rendah perbani. Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini ditarik mengikuti konfigurasi umum kepulauan di lingkungan tempat tersebut. Penarikan garis pangkal lurus kepulauan tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan titik-titik terluar pada garis air rendah pada setiap elevasi surut yang diatasnya terdapat suar atau bangunan serupa yang secara permanen berada diatas permukaan air atau elevasi surut yang sebagian atau seluruhnya terletak dalam 12 (dua belas) mil laut dari garis air rendah pulau terdekat. Panjang garis pangkal kepulauan tersebut tidak lebih dari seratus mil laut. Ayat (1) Datum geodetik adalah referensi metamatik untuk menetapkan koordinat geografis titik-titik dalam pemetaan hidrografis.

Pasal 4 Pasal 5 Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Koordinat geografis titik-titik garis pangkal sebagaimana tercantum dalam daftar yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah koordinat geografis titik-titik berdasarkan hasil survey. Ayat (5) Peta lampiran II merupakan peta ilustratif untuk menggambarkan keseluruhan kedudukan garis-garis pangkal kepulauan di Laut Natuna yang koordinat geografis titik-titik terluarnya adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Pemerintah ini. Mengingat sulitnya menetapkan secara benar dan tetap semua titik-titik garis pangkal kepulauan yang meliputi seluruh garis pantai Indonesia atau menetapkan kembali titik-titik garis pangkal yang berubah karena alam, maka demi kepastian hukum penetapan titik-titik garis pangkal di daerah demikian dapat dilakukan melalui pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3768