BAB II DASAR TEORI. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

II. TINJAUAN PUSTAKA. (proses handover dari macrocell ke femtocell) telah dilakukan secara luas dalam

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

Universal Mobile Telecommunication System

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

BAB 2 DASAR TEORI. Selain istilah sel, pada sistem seluler dikenal pula istilah cluster yaitu kumpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERENCANAAN DAN ANTISIPASI REVOLUSI MASIF JARINGAN SELULER DI INDONESIA

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB I PENDAHULUAN I-1

DASAR TEORI. Merupakan jaringan packet-switched yang ditumpangkan (overlaid) ke jaringan

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi person-to-person dapat disajikan dengan tingkat kualitas gambar dan

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

BAB II TEORI PENUNJANG

STUDI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI 4G LTE DAN WIMAX DI INDONESIA

DAFTAR SINGKATAN. xiv

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS

ANALISIS PENGARUH KAPASITAS LOCATION AREA CODE TERHADAP PERFORMANSI PADA JARINGAN 3G Cornelis Yulius Ganwarin, [1] Rendy Munadi [2], Asep Mulyana [3]

Pengenalan Teknologi 4G

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke-tiga (3G), CDMA menjadi teknologi pilihan masa

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK. Pemrograman Sistem

BAB II LANDASAN TEORI

BAHAN SIDANGTUGAS AKHIR RIZKI AKBAR

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS SIMULASI VERTICAL HANDOVER DARI LTE KE WI-FI n PADA LAYANAN VIDEO STREAMING

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB II LANDASAN TEORI

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi 3G yang menawarkan kecepatan data lebih cepat dibanding GSM.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III. KONFIGURASI MSC DAN MSS PT. INDOSAT, Tbk.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun

BAB II JARINGAN WIRELESS. cepat berkembang dan banyak digunakan saat ini. Berkembangnya jaringan

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Simulasi Vertical Handover dari LTE ke Wi-Fi n pada Layanan Video Streaming

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

10/13/2016. Komunikasi Bergerak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

MEKANISME HANDOVER PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI CDMA

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

TUGAS AKHIR PENGARUH KAPASITAS LOCATIONS AREA CODE (LAC) PADA KUALITAS CSSR YANG DIAMATI DI MSS PADA JARINGAN KOMUNIKASI BERGERAK GENERASI KE 3(3G)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB 2 TEKNOLOGI DAN TREN PERTUMBUHAN WCDMA/HSPA

BAB III DASAR TEORI. atas tiga subsistem yaitu Base Station Subsystem (BSS), Network Switching

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Abstrak

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

Home Networking. Muhammad Riza Hilmi, ST.

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... Error! Bookmark not defined.

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Sel Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile station (MS) dan base transceiver station (BTS) melalui sinyal radio. Setiap BTS hanya dapat berkomunikasi dengan MS pada area terbatas berdasarkan daerah cakupan BTS. Dengan sebutan lain, bahwa pengiriman sinyal radio dibatasi pada rentang frekuensi tertentu, sehingga membutuhkan beberapa BTS supaya dapat melayani area luas. Sebuah BTS yang mencakup area tertentu disebut sel. Umumnya pemodelan sel yang digunakan berbentuk heksagonal berulang dengan bentuk yang sama dalam seluruh area yang dilayani BTS. Setiap cakupan sel menyediakan sejumlah kanal tertentu, sehingga sebuah MS atau lebih, dapat berkomunikasi dengan BTS secara bersamaan. Biasanya kanal didefenisikan berdasarkan slot waktu, rentang frekuensi, kode sandi atau kombinasi dari TDMA, FDMA atau CDMA [5]. Dengan meningkatnya trafik user atau laju pertambahan MS, maka dibutuhkan penambahan kapasitas kanal. Dalam penambahan kapasitas kanal, tidak efektif jika hanya dengan mempertimbangkan teknik modulasi saja. Solusi untuk penambahan kapasitas kanal dapat juga dilakukan dengan mengecilkan area sel (mikro sel) dan penggunaan alokasi kanal secara dinamik dan frekuensi reuse. Dalam merencanakan penambahan kapasitas kanal pada sistem seluler, perlu dipertimbangkan interferensi yang terjadi, yaitu; interferensi co-channel dan adjacent channel [6]. 5

Bentuk jaringan sistem selular berkaitan dengan luas cakupan daerah pelayanan. Bentuk sel yang terdapat pada sistem komunikasi bergerak selular digambarkan dengan bentuk hexagonal dan lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Tetapi, bentuk hexagonal dipilih sebagai bentuk pendekatan jaringan selular, karena dari sel yang lebih sedikit dengan bentuk hexagonal diharapkan dapat mencakup seluruh wilayah pelayanan. Sel berbentuk hexagonal atau bentuk yang lain hanya digunakan untuk mempermudah penggambaran pada layout perencanaan. Gambar 2.1 Struktur sel [7] Setiap sel memiliki alokasi sejumlah channel frekuensi tertentu yang berlainan dengan sebelahnya. Karena channel frequency merupakan sumber terbatas, maka untuk meningkatkan kemampuan pelayanan frekuensi yang terbatas tersebut dipakai secara berulang-ulang, yang dikenal dengan istilah pengulangan frekuensi (frequency reuse). Oleh karena itu, pengulangan frekuensi merupakan hal yang penting dalam komunikasi selular [7]. 2.2 Propagasi Gelombang Radio Pengetahuan tentang karakteristik propagasi radio merupakan prasyarat dalam perencanaan untuk mendesain sistem komunikasi seluler. Berbeda halnya dengan 6

komunikasi tetap, bahwa profil lingkungan komunikasi seluler sulit untuk diprediksi. Propagasi gelombang radio sangat ditentukan oleh profil daerah, faktor benda-benda bergerak, sifat frekuensi radio, kecepatan MS dan sumber-sumber interferensi. Mekanisme propagasi sinyal di antara transmitter dan receiver adalah bervariasi, tergantung pada profil daerah di sekitar lingkungan komunikasi seluler. Mekanisme propagasi sinyal ini mengakibatkan sinyal yang diterima MS mengalami fluktuasi. Fluktuasi sinyal dapat terjadi dalam tiga mekanisme, yaitu; reflection, difraction dan hamburan atau scatter [8]. 2.2.1 Reflection Reflection atau pemantulan sinyal terjadi ketika sinyal yang merambat membentur permukaan benda yang dimensinya relatif besar dibandingkan panjang gelombang sinyal tersebut. Pemantulan sinyal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman. Redaman sinyal akibat reflection dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti; frekuensi radio, sudut sinyal memantul, sifat-sifat material dan ketebalan bidang permukaan pantulan. Reflection dapat terjadi melalui permukaan bumi, bangunan dan permukaan dinding [8]. 2.2.2 Difraction Difraction (pembelokan) atau difraksi terjadi ketika sinyal yang merambat di antara transmitter dan receiver, dihalangi oleh sisi permukaan yang tajam. Pembelokan sinyal dapat terjadi ke berbagai arah yang bersumber dari sisi penghalang yang dilalui sinyal tersebut. Gelombang sekunder yang dihasilkan dari 7

permukaan penghalang dapat mencapai ruangan dan bahkan belakang penghalang, sehingga menyebabkan lenturan gelombang disekitar penghalang. Pada frekuensi tinggi, difraksi bergantung pada geometri objek, amplitudo, fasa dan polarisasi gelombang dimana titik terjadinya difraksi [8]. 2.2.3 Scatter Sinyal akan mengalami scatter atau hamburan ketika membentur benda yang memiliki dimensi disekitar atau lebih kecil dari dimensi panjang gelombang sinyal. Benda yang dapat menyebabkan hamburan sinyal, seperti: dedaunan, kendaraan, tiang-tiang lampu, rambu-rambu lalu lintas dijalan dan perabot dalam ruangan. Sinyal yang terhalangi oleh benda-benda tersebut, tersebar menjadi beberapa sinyal yang lebih lemah sehingga sinyal asli sulit diperkirakan [8]. Kinerja sistem komunikasi dipengaruhi oleh efek propagasi sinyal, sehingga efek propagasi sinyal perlu dipertimbangkan dalam perencanaan. Bila sinyal yang langsung diterima oleh receiver (mobile station) secara LOS (line of sight), maka pengaruh difraction dan scatter merupakan masalah kecil, meskipun reflection dapat berakibat besar. Bila sinyal diterima tidak ada LOS, maka penerimaan sinyal terutama terjadi melalui difraction dan scatter [8]. Pada Gambar 2.2 memperlihatkan mekanisme propagasi radio (scatter, reflection dan difraction). Gambar 2.2 Mekanisme propagasi radio [8] 8

2.3 Model Propagasi Dalam sistem komunikasi seluler, MS menerima sinyal dari BTS secara bervariasi. Variasi level sinyal ini dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu; model pathloss, shadowing dan multipath. Pada Gambar 2.3 menunjukkan ketiga komponen dari variasi sinyal. Gambar 2.3 Pathloss, shadowing dan fast fading terhadap jarak [9] Masing-masing pathloss, shadow fading dan fast fading dijelaskan sebagai berikut [9]. 2.3.1 Pathloss Pada komponen pathloss, sinyal diterima MS dari BTS dipengaruhi oleh tiga sumber rugi-rugi (loss), yaitu; rugi-rugi ruang bebas, rugi-rugi gelombang tanah dan rugi-rugi difraction. Hal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman yang bergantung pada beberapa variabel, yaitu: variabel yang dapat dikontrol seperti: frekuensi, tinggi antena; variabel yang dapat diukur seperti: jarak; dan variabel tidak dapat dikontrol juga tidak dapat diukur secara pasti seperti: bukit, topografi lingkungan dan lembah. Jadi, pengaruh keseluruhan faktor ini diperkirakan sebagai 9

pathloss [10]. Faktor pathloss terjadi akibat sinyal mengalami rugi-rugi dari pemancar dan pengaruh propagasi dalam kanal radio. Variasi daya sinyal akibat pathloss terjadi pada jarak 100 sampai 1000 meter. 2.3.2 Shadow Fading Shadowing atau slow fading merupakan fluktuasi daya rata-rata sinyal terima disekitar letak kejadian fluktuasi cepat, dengan perubahan sinyal yang lambat. Fenomena shadowing terjadi karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima dilingkungan yang memiliki kontur menonjol seperti: pegunungan, hutan, bangunan dan persimpangan jalan. Sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman karena sinyal mengalami absorption, reflection, difraction dan scatter. Variasi sinyal karena shadowing, sebanding dengan panjang objek penghalang antara pemancar dan penerima, yang terjadi pada jarak 10 sampai 100 m. 2.3.3 Fast Fading Fast fading terjadi karena sinyal yang merambat dari transmitter ke receiver dapat melalui beberapa jalur propagasi atau disebut dengan propagasi multipath. Multipath terjadi karena sinyal dipantulkan dari objek seperti; bangunan, dinding dan pegunungan, sehingga level sinyal yang diterima merupakan penjumlahan dari sinyal multipath yang mengalami perubahan amplitudo, fasa dan sudut datang dipenerimaan. Hal ini dapat menyebabkan sinyal saling menguatkan (konstruktif) atau menurunkan (destruktif). Fenomena multipath ini menyebabkan sinyal diterima mengalami fluktuasi daya cepat atau fast fading dalam waktu singkat. 10

2.4 System Architecture Evolution (SAE) SAE adalah arsitektur jaringan yang dirancang untuk menyederhanakan jaringan berdasarkan komunikasi IP. SAE menggunakan enb untuk melebur Node B dan RNC dari arsitektur jaringan 3G, untuk membuat jaringan mobile sederhana. Hal ini memungkinkan jaringan yang akan dibangun sebagai arsitektur jaringan berbasis "All-IP". SAE juga mencakup entitas yang memungkinkan jaringan secara penuh bekerja dengan teknologi nirkabel lain seperti: WCDMA, WiMAX, WLAN, dll [11]. Arsitektur SAE dan hubungan dengan jaringan LTE ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 SAE (system architecture evolution) UMTS dan LTE network [11] 2.4.1 E-UTRAN (Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network) Sederhananya, enodeb adalah radio base station yang mengendalikan semua fungsi radio dicakupan sistem tesebut. BTS seperti enodeb biasanya didistribusikan ke seluruh area cakupan jaringan, masing-masing enodeb berada di dekat antena radio yang sebenarnya. ENodeB bertindak sebagai penghubung antara UE dan EPC, dengan menjadi titik terminasi dari semua protokol radio yang menuju UE, dan menyampaikan data antara koneksi radio dan konektivitas berbasis IP yang 11

sesuai terhadap EPC. Dalam peran ini, enodeb melakukan pengkodean/menguraikan data, dan juga dekompresi/kompresi header IP, yang berarti menghindari berulannya pengiriman data yang sama atau penghematan penggunaan resource. Fungsi utama dan koneksi antar enodeb ditunjukkan pada Gambar 2.5. ENodeB juga bertanggung jawab untuk fungsi control plane (CP). ENodeB bertanggung jawab atas radio resourse management (RRM), yaitu mengendalikan penggunaan interface radio, yang mencakup, mengalokasikan sumber daya berdasarkan permintaan, prioritas dan penjadwalan traffic sesuai dengan yang dibutuhkan quality of service (QoS). Selain itu, enodeb memiliki peran penting dalam management mobility (MM). enodeb mengontrontrol dan menganalisis pengukuran radio signal level yang dilakukan oleh UE, membuat pengukuran yang sama itu sendiri, dan menjadikan dasar pembuatan keputusan untuk menyerahkan UE antara sel-sel [12]. Gambar 2.5 Koneksi enodeb dan fungsi utamanya [12] 12

2.4.2 EPC (Evolved Packet Core) Mobility management entity (MME) adalah elemen kontrol utama di EPC. Biasanya MME akan diletakkan di lokasi yang aman di tempat operator. MME hanya beroperasi di control plane, dan tidak terlibat dalam jalur data (user plane). Berikut fungsi utama dari MME pada konfigurasi dasar yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 [12]: Authentication dan Security Ketika UE akan mendaftar ke jaringan untuk pertama kalinya, MME akan melakukan inisialisasi otentikasi. Mobility Management MME melacak lokasi dari semua UE di wilayah layanan tersebut. Ketika UE membuat pendaftaran pertama untuk jaringan, MME akan menciptakan sebuah entri untuk UE, dan memberikan sinyal ke lokasi HSS di jaringan asal UE itu. Managing Subscription Profile and Service Connectivity Pada waktu UE mendaftar ke jaringan, MME akan bertanggung jawab untuk mengambil profil berlangganan dari jaringan asal. MME akan menyimpan informasi ini untuk durasi melayani UE. Gambar 2.6 Koneksi MME dan fungsi utamanya [12] 13

Home Subscriber Server (HSS) Home Subscriber Server (HSS) adalah repositori data pelanggan untuk semua data pengguna permanen. Hal ini juga mencatat lokasi pengguna, seperti MME. HSS adalah database server dipertahankan terpusat di tempat operator. HSS menyimpan salinan master dari profil pelanggan, yang berisi informasi tentang layanan yang berlaku ke pengguna, termasuk informasi tentang koneksi PDN diperbolehkan, dan apakah roaming ke jaringan dikunjungi tertentu diperbolehkan atau tidak. Serving Gateway (SGW) Selama mobilitas antara enodeb, SGW bertindak sebagai pengikat mobilitas lokal. MME perintah SGW untuk beralih tunnel ke enodeb lain. MME juga dapat meminta SGW untuk menyediakan sumber daya tunneling untuk forwarding data, ketika ada kebutuhan untuk meneruskan data dari enodeb sumber ke enodeb target. Skenario mobilitas juga mencakup perubahan dari satu SGW ke yang lain, dan MME kontrol perubahan ini sesuai, dengan menghapus tunnel di S-GW lama dan pengaturan mereka di S-GW baru. Packet Data Network Gateway (PDN GW) Packet gateway (PGW, juga sering disingkat sebagai PDN-GW) adalah router ujung antara EPS dan paket data jaringan eksternal. Ini adalah tingkat tertinggi mobilitas penghubung di sistem. Ia melakukan traffic gating dan fungsi penyaringan yang diperlukan oleh layanan yang bersangkutan. Demikian pula dengan S-GW, P-GWS ditempatkan operator di lokasi yang terpusat. 14

2.5 Konsep Dasar Jaringan UMTS UMTS adalah pengembangan dari GSM yang merupakan standar Release 99/4 yang dikembangkan oleh 3GPP dengan kemampuan yang lebih baik dari sisi data rate karena memiliki banyak pengembangan. Dari sisi downlink UMTS dapat mencapai 2 Mbps dan uplink 384 Kbps. Voice rate dapat mencapai 12.2 Kbps. Teknologi yang paling mencolok dari teknologi sebelumnya adalah wideband-code division multiple acces (WCDMA) [13]. 2.5.1 Wideband-Code Division Multiple Acces (WCDMA) WCDMA merupakan teknik multiple access yang berdasarkan penyebaran spektral, dimana sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang lebih besar daripada lebar pita sinyal aslinya (informasi). Sistem WCDMA hanya memerlukan satu channel frekuensi radio untuk semua pemakainya, masing-masing pemakai diberi kode yang membedakan antara pengguna satu dengan yang lain. Skema metode akses yang digunakan untuk penyebaran sinyal WCDMA adalah direct sequence dimana code sequence digunakan secara langsung untuk memodulasi sinyal radio yang dipancarkan dengan menggunakan sinyal penebar. WCDMA adalah sistem CDMA pita lebar. Bit-bit informasi user disebar melalui bandwidth lebar (5 MHz) dengan cara mengkalikan dengan kode spreading sebelum ditransmisikan dan dikembalikan ke kode asal dengan cara di-decode di penerima [13]. 15

2.5.2 Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) UMTS merupakan suatu revolusi dari GSM yang mendukung kemampuan generasi ketiga (3G). UMTS menggunakan teknologi akses WCDMA dengan sistem DS-WCDMA (direct seqence - wideband CDMA). Terdapat dua mode yang digunakan dalam WCDMA dimana yang pertama menggunakan FDD (frequency division duplex) dan kedua dengan menggunakan TDD (time division duplex). FDD dikembangkan di Eropa dan Amerika sedangkan TDD dikembangkan di Asia. Pada WCDMA FDD, digunakan sepasang frekuensi pembawa 5 MHz pada uplink dan downlink dengan alokasi frekuensi untuk uplink yaitu 1945 MHz 1950 MHz dan untuk downlink yaitu 2135 MHz 2140 MHz. Adapun gambar arsitektur jaringan UMTS dapat ditunjukkan pada Gambar 2.7 [14]: Gambar 2.7 Architecture UMTS Release 99 [14] Dari Gambar 2.7 terlihat bahwa arsitektur jaringan UMTS terdiri dari perangkatperangkat yang saling mendukung, yaitu sebagai berikut: 16

UE (User Equipment) UE merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak. UTRAN (UMTS Terresterial Radio Access Network) o Node B Node B adalah node fisik yang bertanggung jawab untuk transmisi radio dan penerimaan antara peralatan pengguna (UE) dan sel UMTS. Node B dapat dikatakan sebagai BTS pada sistem UMTS. Dimana Node B tunggal dapat mendukung baik mode FDD maupun TDD dan dapat colocated dengan GSM BTS. o RNC (Radio Network Controller) RNC berfungsi sebagai pengontrol Node B (controlling RNC) dengan memanajemen sumber radio yang tersedia pada Node B dan serving RNC yang menghubungkan UE ke CN, SRNC sendiri mengontrol sumber radio yang digunakan oleh UE dan mengakhiri interface Iu ke d an dari CN. CN (Core Network) CN berfungsi sebagai switching pada jaringan UMTS, memanajeman jaringan serta sebagai interface antara jaringan UMTS dengan jaringan yang lainnya. Komponen core network UMTS terdiri dari: o MSC (Mobile Switching Center) MSC didesain sebagai switching untuk layanan berbasis circuit switch seperti video, video call. o VLR (Visitor Location Register) 17

VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai pelanggan terutama mengenai lokasi dari pelanggan pada cakupan area jaringan. o HLR (Home Location Register) HLR merupakan database yang berisi data-data pelanggan yang tetap. Datadata tersebut antara lain berisi layanan pelanggan, service tambahan serta informasi mengenai lokasi pelanggan yang paling akhir (update location). o SGSN (Serving GPRS Support Node) Fungsi SGSN sama seperti fungsi MSC pada GSM, Mobility management, Chipering, kompresi dan paging, Namun pembedanya pada MSC adalah SGSN meng-handle Jaringan Paket. o GGSN (Gateway GPRS Support Node) GGSN berfungsi sebagai gerbang penghubung dari jaringan GPRS ke jaringan paket data standard (PDN). GGSN berfungsi dalam menyediakan fasilitas internetworking dengan eksternal packet-switch network dan dihubungkan dengan SGSN via internet protocol (IP). 2.6 Konsep Dasar Jaringan LTE (Long Term Evolution) LTE adalah sebuah nama yang diberikan pada sebuah projek dari third generation partnership project (3GPP) tepatnya pada release 8 untuk memperbaiki standar mobile phone generasi sebelumnya UMTS. Pada sisi air interface LTE menggunakan OFDMA (orthogonal frequency division multiple access) pada sisi downlink dan menggunakan SC-FDMA (single carrier frequency divison multiple access) pada sisi uplink. Dan pada sisi antena LTE mendukung penggunaan 18

multiple-antenna (MIMO). Bandwidth operasi pada LTE fleksibel yaitu up to 20 MHz, dan maksimal bekerja pada kisaran bandwidth bervariasi antara 10 20 MHz. LTE diciptakan untuk memperbaiki teknologi sebelumnya. Kemampuan dan keunggulan dari LTE terhadap teknologi sebelumnya selain dari kecepatannya dalam transfer data tetapi juga karena LTE dapat memberikan coverage dan kapasitas dari layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional, mendukung penggunaan multiple-antena, fleksibel dalam penggunaan bandwidth operasinya dan juga dapat terhubung atau terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada [15]. 2.6.1 Konfigurasi Jaringan LTE Arsitektur LTE berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada RAN (radio access network) yang menggabungkan fungsi node B dan RNC (radio network controler) menjadi enode B LTE (long term evolution) diperkenalkan suatu jaringan baru yang diberi nama EPS (evolved packet system). EPS terdiri dari jaringan akses yang pada LTE disebut dengan E UTRAN (evolved UMTS terrestrial access network) dan jaringan core yang pada LTE disebut SAE. SAE merupakan istilah yang menggambarkan evolusi jaringan core yang disebut EPC (evolved packet core). Pada LTE konfigurasinya merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya, yaitu baik UMTS (3G) dalam hal ini merupakan release 99/4 dan HSPA release 6, LTE merupakan standar release 8. LTE mempunyai radio access dan core network yang dapat mengurangi network latency dan meningkatkan performansi sistem dan menyediakan interoperability dengan teknologi 3GPP dan non-3gpp yang sudah ada [15]. 19

Gambar 2.8 Arsitektur LTE [15] Terlihat dari Gambar 2.8 ada perbedaan antara arsitektur kedua jaringan. Pada LTE fungsi dari Node B dan RNC yang terdapat pada UMTS dilebur menjadi satu, yaitu enb (evolved node B). Dan pada bagian core network-nya LTE menggunakan EPC (evolved packet core). Gambar 2.9 Arsitektur core LTE [15] Elemen elemen dari arsitektur jaringan LTE yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 adalah [15]: 20

UE (User Equipment) Merupakan terminal radio yang digunakan untuk melakukan hubungan ke jaringan LTE. E UTRAN : o ENB (Elvoved Node B) Peran dari radio access network (RAN) yaitu Node B dan RNC digantikan dengan ENB ini, sehingga dapat mengurangi biaya perawatan dan operasional dari perangkat selain itu arsitektur jaringan lebih sederhana. Core Network. terdiri dari : o Mobility Management Entity (MME) - MME ini merupakan pengontrol setiap node pada jaringan akses LTE. Pada saat UE dalam kondisi idle (idle mode), MME bertanggung jawab dalam melakukan prosedur tracking dan paging yang didalamnya mencakup retransmision. - MME bertanggung jawab untuk memilih SGW (serving SAE gateway) yang akan digunakan UE saat initial attach dan pada waktu UE melakukan intra LTE handover. - Digunakan untuk bearer control, berbeda dangan R99/4 yang masih dikontrol oleh gateway. o Policy and Charging Rules Function (PCRF) Untuk menangani QoS serta mengontrol rating dan charging o Home Subcriber Server (HSS) Untuk subriber management dan security o Serving SAE Gateway (SGW) 21

- Mengatur jalan dan meneruskan data yang berupa packet dari setiap user - Sebagai jangkar/penghubung antara UE dengan enb pada waktu terjadi inter handover - Sebagai link penghubung antara teknologi LTE dengan teknologi 3GPP (dalam hal ini 2G dan 3G) o Packet Data Network Gateaway (PDN GW) - Menyediakan hubungan bagi UE ke jaringan paket - Menyediakan link hubungan antara teknologi LTE dengan teknologi non 3GPP (WiMAX) dan 3GPP2 (CDMA 20001X dan EVDO) 2.7 Handover Handover merupakan fasilitas dalam sistem seluler untuk menjamin adanya kontinuitas komunikasi apabila pelanggan bergerak dari satu cell ke cell lain. Pergerakan user mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap kualitas link dan tingkat interferensi dalam sistem. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah mekanisme perancangan handover yang handal yang diharapkan dapat meningkatkan performansi jaringan. Proses handover terjadi karena kualitas atau daya ratio turun di bawah nilai yang dispesifikasikan dalam BSC. Penurunan level sinyal ini dideteksi dari pengukuran yang dilakukan MS maupun BTS. Konsekuensinya handover ditujukan ke sel dengan sinyal lebih besar. Selain itu, handover dapat terjadi apabila traffic dari sel yang dituju sudah penuh. Saat MS melewati sel, dialihkan ke neighbouring cell dengan beban traffic yang lebih kecil [15]. 22

2.7.1 Tujuan dari Handover Tujuan dengan adanya peristiwa handover adalah sebagai berikut [15]: As imperceptible to user as possible. Sedapat mungkin tidak dirasakan oleh pemakai dengan cara meminimisasi waktu handover dengan menggunakan teknik interpolasi suara. As successfully as possible. Dengan meminimisasi error pada saat estimasi kebutuhan handover As infrequently as possible. MSC melakukan assign (sharing) pada kanal yang sama pada cell tetangga dan meminjam kanal lain dari cell tetangga pada cell sebelumnya (MSC assigns same channel in the second cell and rents another channel from the second to the first cell) 2.7.2 Permasalahan pada Handover Pada saat mobile station (MS) bergerak dari satu cell ke cell lainnya, traffik pada cell sebelumnya harus diubah ke kanal dengan traffik dan kanal control cell yang baru. Apabila terjadi kegagalan handover akan berakibat drop call yaitu terputusnya hubungan saat percakapan sedang berlangsung. Faktor-faktor penyebab gagalnya handover antara lain [15]: Interferensi yang tinggi Setting parameter yang tidak baik Kerusakan hardware Area cakupan radio jelek Neighbouring cell relation yang tidak perlu Masalah antenna receiver atau hardware BTS 23

2.7.3 Prioritas Handover [15] MSC melakukan pencarian kanal baru bagi MS yang akan melakukan handover dan internal call. Langkah terbaik adalah melakukan blocking MS yang baru akan aktif daripada MS yang sedang aktif. 2.7.4 Proses Handover Tahap-tahap dari proses handover dapat dibagi menjadi 3 (seperti pada Gambar 2.10) yaitu [15]: Gambar 2.10 Prosedur handover [15] Tahap Pengukuran (Measurement), dilakukan pengukuran informasi penting yang dibutuhkan untuk tahap decision. Pengukuran arah DL yang lakukan oleh MS adalah (Contoh : sebesar Ec/Io dari CPICH ) sel yang sedang melayani dan sel-sel tetangga. Tahap Keputusan (Decision), hasil pengukuran dibandingkan dengan threshold yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian akan diputuskan apakah akan 24

dilakukan handover atau tidak. Algoritma handover yang berbeda akan memiliki kondisi trigger yang berbeda pula. Tahap Eksekusi (Execution), proses handover selesai dan parameter relatif diubah berdasarkan jenis handover-nya. Sebagai contoh hubungan dengan enode B apakah ditambah atau diputuskan. 2.7.5 Tipe Handover Berikut ini adalah jenis handover berdasarkan transfer kanal di antara BTS handover yang terdiri dari 2 jenis, yaitu [6]: 1. Soft handover Soft handover terjadi apabila MS terkoneksi dengan dua atau lebih BTS dalam waktu yang bersamaan. Handover terjadi secara sempurna, apabila link yang lama telah diputuskan. Kejadian ini disebut dengan make before break. Dalam sistem ini, karena sel-sel menggunakan frekuensi yang sama, maka tidak perlu terjadi pergantian kanal ketika terjadi perubahan BTS dalam melayani MS. Ilustrasi dari soft handover ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2.11a. 25

Gambar 2.11 a). Soft handover dan b). Hard handover [6] 2. Hard handover Pada tipe hard handover, koneksi MS akan terputus dari BTS yang sedang melayaninya sebelum terkoneksi ke BTS baru. Hal ini dikenal dengan sebutan break before make. Pada prinsipnya, bahwa link lama akan terputus dan link yang baru harus terbangun secepat mungkin, supaya mempertahankan kualitas pelayanan. Lamanya waktu komunikasi terputus dalam sistem GSM berbasis TDMA kira-kira 100 ms. Ketika handover ini terjadi, saluran suara dalam kondisi diam (mute) dan biasanya peristiwa ini tanpa disadari user. Di sisi lain, pada transmisi data akan terjadi transmisi data secara berulang, yang mengakibatkan terjadinya antrian dalam sistem. Ilustrasi dari hard handover ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2.11b. 2.8 Vertical Handover atau Inter-system Handover (ISHO) ISHO terjadi di antara sel-sel yang memiliki dua teknologi akses radio (radio access technology : RAT) yang berbeda atau mode akses radio (radio access mode: RAM) yang berbeda. Saat ini kasus yang paling sering untuk handover jenis ini diperkirakan terjadi antara sistem UMTS dan GSM/EDGE. 26

Berikut ini adalah algoritma ISHO pada UMTS dan LTE, antara lain [16]: APG Based handover Dalam skema ini, UE diasumsikan memiliki APG (average path-gain) dari setiap sektor yang meliputi pathloss, gain antena dan lognormal Shadowing. Algoritma ini tidak termasuk efek fast fading yang berarti mengasumsikan filter fast fading yang ideal. APGTS APGSS + HOM RSS Based Handover Dalam algoritma ini UE mengukur RSS yang meliputi pathloss, gain antenna, log-normal shadowing dan fast fading. Penyaringan RSS di ukur setiap periode yang ditentukan (Tu). RSS(nTu)TS RSS(nTu)SS + HOM RSS Based Handover with Time-To-Trigger (TTT) Window Dalam algoritma ini, hanya terjadi penambahan syarat dalam RSS based Handover dengan penambahan time-to-trigger. Kondisi HOM harus dipenuhi dalam waktu tersebut. Hal ini dilakukan untuk menekan handover yang tidak perlu. Setiap handover memerlukan sumber daya jaringan untuk merutekan kembali call ke BS yang baru. Dengan demikian, meminimalkan jumlah yang diharapkan berarti meminimalkan sinyal overhead handover. 27

Gambar 2.12 Intersystem handover UMTS ke LTE [12] Intersystem handover antara jaringan UMTS ke jaringan LTE dapat ditunjukkan pada Gambar 2.12. SGSN (serving GPRS support node): gerbang penghubung jaringan BSS/BTS ke jaringan GPRS. Komponen ini berfungsi untuk mengantarkan paket data ke MS, update pelanggan ke HLR, registrasi pelanggan baru [12]. EPC adalah core network untuk mendukung teknologi LTE dengan konsep arsitektur All-IP, artinya jaringan tersebut menggunakan protokol IP yang berbasis packet dan tidak lagi menggunakan TDM/ATM. EPC dibuat dan distrandarisasi oleh 3GPP pada Release 8 dan terus dikembangkan hingga saat ini (release 10) [12]. Elemen dari EPC terdiri dari [12]: Mobility Management Entity (MME) Serving Gateway (SGW) Packet Data Network (PDN) Gateway (PGW) Policy & Charging Rule Function (PCRF) 28

2.9 Parameter Inter-system Handover (ISHO) Ada beberapa parameter pada sistem UMTS-LTE yang digunakan pada saat proses intersystem handover terjadi. Parameter ISHO diantaranya adalah [17]: 1. Received Signal Code Power (RSCP) Received Signal Code Power adalah level penerimaan dari UMTS (serving cell) 2. Reference Signal Received Power (RSRP) Reference Signal Received Power adalah level penerimaan dari LTE (target cell) 3. Handover Margin (HOM) HOM adalah parameter yang mengontrol daerah-daerah handover. Station bergerak secara berkala memilih salah satu stasion base aktif yang memiliki atenuasi seketika minimum ke mobile station sebagai base station pemancar. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa dalam kondisi buruk, daya kanal yang ditransmisikan lebih besar. Sebagai akibatnya, interferensi downlink meningkat. Karena yang berlaku adalah suara pelayanan dalam sistem selular konvensional, base station mencoba untuk menjaga sambungan station mobile bahkan dalam kondisi saluran yang buruk, sehingga menyebabkan penurunan kinerja sistem yang dramatis. HOM juga bisa didefinisikan sebagai parameter standar, yang ditetapkan pada titik di mana kekuatan sinyal sel tetangga (B) telah mulai melebihi sinyal kekuatan sel arus (A) dengan jumlah tertentu dan/atau selama waktu tertentu. 4. TTT (Time to Trigger) TTT (Time-to-Trigger didefinisikan sebagai waktu minimum kondisi HOM yang harus dipenuhi untuk handover atau bisa dikatakan sebagai waktu picu. TTT disesuaikan berdasarkan kualitas sinyal bahwa penerima merasakan dari sekitar 29

daerah tersebut. Sebagai contoh, semakin rendah nilai kualitas sinyal pertama pada saat yang sama maka nilai dari sebuah kualitas sinyal kedua adalah lebih besar daripada upper threshold, semakin pendek akan menjadi parameter TTT. Parameter TTT digunakan oleh UE, seperti telepon selular dan terminal remote lain, dalam berbagai sistem komunikasi nirkabel, termasuk sistem telepon radio selular seperti UMTS. UMTS adalah generasi ketiga (3G), sistem komunikasi bergerak yang dikembangkan oleh european telecommunications standards institute (ETSI) dalam ITU (international telecommunication union). UMTS menggunakan WCDMA untuk air interface antara nilai dan base station (BS) dalam sistem. 30