ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn) PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA ( AIR COOLING) TESIS TRI CHANDRA SURAPATI / FIS

dokumen-dokumen yang mirip
Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

PERBANDINGAN FRAKSI BAJA MANGAN DENGAN BEBERAPA COUNTING METHODS TESIS. Oleh SUKMAWATI /FIS

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENENTUAN PERSENTASE PEMBENTUKAN FASA AUSTENIT PADA TRANSFORMASI BAINIT BAJA MANGAN

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

Pengaruh Lama Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600 o C terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No.

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

STUDI KOMPARASI HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS MATERIAL RING PISTON BARU DAN BEKAS

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

TUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL

Pembahasan Materi #11

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

PENGARUH VARIASI SUHU PADA PROSES SELF TEMPERING DAN VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA AISI 4140

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

BAB II KERANGKA TEORI

Transkripsi:

ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn) PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA ( AIR COOLING) TESIS Oleh : TRI CHANDRA SURAPATI 057026011/ FIS SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn) PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA ( AIR COOLING) TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh : TRI CHANDRA SURAPATI 057026011 / FIS SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

Judul Tesis : ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn) PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA ( AIR COOLING) Nama mahasiswa : TRI CHANDRA SURAPATI Nomor Pokok : 057026011 Program studi : Ilmu Fisika Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Ketua Dra. Justinon M.Si Anggota Ir. Reza Fadhillah, M.I.M Anggota Ketua Program Studi, Direktur, Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc Tanggal Lulus : 23 Agustus 2007

Telah diuji pada Tanggal : 23 Agustus 2007 PANITIA PENGUJI TESIS: Ketua : Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota :1. Ir. Reza Fadhillah, M.I.M 2. Dra. Justinon,MS 3. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS 4. Drs. H. Muhammad Syukur, MS 5. Drs. Nasruddin M.N, M.Eng.Sc.

ABSTRAK Baik fase bainitik maupun fase pearlitik yang terbentuk dalam baja mangan Hadfield, setelah dilakukan dengan pemanasan tetap pada tempratur 450 C, 500 C, 550 C dan 600 C dengan waktu tahan 30 menit dan 60 menit dapat diplot melalui program simulasi dengan menggunakan program Image Analyzeir. Ferit accicular yang terbentuk baik yang berada dibatas butir maupun dibatas butir fasa austenit, dimana butir fasa austenit akan semakin tumbuh dan mengendap dibatas butir yang ditandai dengan meningkatnya kekerasan secara simulasi. Fasa fasa austenit, ferit maupun yang lainnya dapat terdistribusi secara simulasi melalui luas perubahan warna yang ada pada program Image Analyzeir. Kekasaran permukaan dapat juga diprediksi melalui surface simulasi yaitu sekitar 60,2 HRC. Berdasarkan simulasi ini dapat diprediksi bahwa semakin tinggi temperatur heattreatment akan memberikan nilai kekerasan yang tinggi. Kata kata Kunci : Baja mangan Austenit 3401, Pendinginan udara, Pemetaan strukturmikro

ABSTRACT Either bainitic phase or pearlitic phase which formed in heattreatment of Hadfield mangan steel in temperature of 450, 500,550 either 600 C with holding time 30 minute and 60 minute can be plot by simulation program of Image Analyzer. The Ferrite acicular phase which formed both in grain boundary or grain of the austenite phase should be growth to be presipitated in austenite phase, significantly signed by the increasing of the hardness as simulative. The attendance of all phase which should be distributed as simulated can be signed by the area diffrent coloured in Image Analyzeir program. The surface hardness can also predicted by surface simulated around 60,2 HRC. Base to the simulation, it can be assumed that in the higher temperature of heattreatment will increasing the hardness value. Keywords: Austenitic manganese steel 3401, Air cooling, Microstructural Mapping ii

KATA PENGANTAR Pertama dan yang paling utama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, karunia dan ridho yang diberikan Nya kepada penulis sehingga tesis yang diberi judul ANALISIS SIMULASI FRAKSI BAJA MANGAN (Fe Mn) PADA KONDISI PENDINGINAN UDARA (AIR COOLING) dapat diselesaikan sesuai rencana semula. Tesis ini merupakan tugas akhir penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU). Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : - Prof. Chairuddin P.Lubis,DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan - Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing. Dra Justinon,M.Si dan Ir. Reza Fadhillah, M.I.M selaku anggota pembimbing lapangan, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan. - Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. iii

- Bapak dan Ibu seluruh staf tenaga pengajar Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana USU atas kerja sama dan kebersamaannya mengatasi masalah selama perkuliahan bersama penulis - Seluruh staf administrasi Sekolah Pascasarjana USU, yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Sekolah Pascasarjana USU. - Rekan rekan seperjuangan, khususnya adinda S.K.Kurniawan Siregar dan Faridah Nuriana yang telah membantu penulis dan seluruh rekan-rekan mahasiswa angkatan III (05) Sekolah Pascasarjana USU atas kerja sama dan kebersamaan mereka dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan bersama penulis. - Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih dan sayang yang mendalam kepada orang tua penulis, Alm Papanda Achmad Soekardi dan Ibunda Hj Rosma BA dan kedua mertua Alm H. Abd Manaf Siregar dan Almh Hj Tilomsana br Pane dan Istri Dra Nur Intan Siregar Apth serta ananda Andri Lesmana, Anton Pratama, Astri Febrina dan Agung Darmawan yang senantiasa memberi dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta selalu mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya. Medan, Agustus 2007 Penulis, TRI CHANDRA SURAPATI iv

RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama : Drs.Tri Chandra Surapati Tempat/Tanggal lahir : Pematang Siantar, 26 Desember 1953 Alamat Rumah : Jln. Pimpinan No.94 Medan 20233 Telepon/Hp : (061)4568763 / 08126443792 e-mail : trichans@yahoo.com. Instansi Tempat Bekerja : PEMPROVSU Alamat Kantor : Jln. W.Iskandar no.9 Medan Telepon : (061) 6623480 DATA PRIBADI SD : SD Teladan Medan Tamat : 1966 SMP : SMP Negeri XII Medan Tamat : 1969 SMA : SMA Swasta Yosua Medan Tamat : 1972 Strata-1 : FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 1984 Strata-2 : PS MIF SPs Universitas Sumatra Utara Medan Tamat : 2007 v

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii v vi ix x BAB.1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Batasan masalah. 3 1.3.1 Sampel 3 1.3.2 Karakterisasi Sampel 4 1.3.3 Pengujian Fisis 4 1.4 Manfaat Penelitian 4 1.5 Tempat Penelitian 4 1.6 Tujuan Penelitian 5 1.7 Hipotesa 5 vi

BAB.II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Baja 7 2.1.1. Baja Karbon 7 2.1.2. Baja paduan 9 2.2 Diagram fasa Fe C 11 2.3 Diagram fasa Fe Mn 12 2.4 Unsur-unsur paduan (Alloy) 14 2.4.1 Unsur karbon (C) 14 2.4.2 Unsur Belerang (S) 14 2.4.3 Unsur posfor (P ) 15 2.4.4 Unsur Mangan ( Mn ) 15 2.4.5 Unsur Nikel (Ni) 16 2.4.6 Unsur Silikon (Si) 16 2.4.7 Unsur Kromium (Cr) 17 2.4.8 Unsur Molybdenum (Mo) 17 2.5 Proses Perlakuan Panas 17 2.5.1 Proses Anil 18 2.5.2 Waktu penahanan (Holding Time) 19 2.5.3 Pemanasan Kembali 20 2.5.4 Pendinginan 20 2.5.5 Pertumbuhan Butir (Grain Growth) 24 2.6 Kekerasan (Hardenability) 26 2.7 Mikrostruktur 28 vii

BAB.III METODOLOGI PENELITIAN 34 3.1 Diagram Alir Penelitian 34 3.2. Bahan bahan 35 3.3. Alat-alat 35 3.4. Prosedur Penelitian 35 3.4.1 Preparasi sampel 35 3.4.2 Perlakuan panas 36 3.4.3 Pengujian Mikrostruktur 37 3.4.4 Scanning Electron Microscope (SEM) 38 BAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN 41 4.1 Uji Komposisi 41 4.2 Uji Simulasi Mikrostruktur 42 4.3 Uji Simulasi Permukaan (Surface) 51 4.4 Uji Simulasi Kemiringan (Contour) 66 4.5 Uji Simulasi fraksi Volume 73 BAB.V KESIMPULAN DAN SARAN 81 5.1 Kesimpulan. 81 5.2 Saran 82 DAFTAR PUSTAKA 83 LAMPIRAN 85 viii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Load and indentors for Rocwell hardness tests 27 Tabel 3.1 Jenis Larutan dengan Komposisi 38 Tabel 4.1 Komposisi baja mangan Fe Mn dalam % wt 41 ix

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Diagram Keseimbangan Besi Karbon (Fe-C) 12 Gambar 2.2 Diagram fasa Fe Mn 13 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) variasi media pendinginan terhadap mikro struktur yang dihasilkan 21 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) Pada Baja Mangan Fe Mn 22 Gambar 2.5 Pergerakan pertumbuhan butir 25 Gambar 2.6 Batas butir 25 Gambar 2.7 Perubahan struktur mikro Baja Karbon selama pendinginan lambat 29 Gambar 2.8 Struktur Kristal Martensit 30 Gambar 2.9 Dimensi cell unit dari struktur kristal martensit 30 Gambar 2.10 Perubahan struktur mikro dalam baja karbon rendah akibat perbedaan pendinginan 31 Gambar 2.11 Struktur martensit yang berbentuk plat-plat runcing 31 Gambar 2.12 Struktur mikro metode Jeffries 32 Gambar 3.1 Diagram alir Penelitian 34 Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji 36 Gambar 3.3 Proses heat treatment dan Pendinginan cepat (water quenching) 36 Gambar 3.4 Proses reheat treatment dan Pendinginan lambat (air cooling) 37 Gambar 4.2a Mikrostruktur temperatur 450 C dan waktu penahanan 30 menit. 42 Gambar 4.2b Mikrostruktur temperatur 450 C dan waktu penahanan 60 menit 43 x

Gambar 4.2c Mikrostruktur temperatur 500 C dan waktu penahanan 30 menit 44 Gambar 4.2d Mikrostruktur temperatur 500 C dan waktu penahanan 60 menit 46 Gambar 4.2e Mikrostruktur temperatur 550 C dan waktu penahanan 30 menit 47 Gambar 4.2f Mikrostruktur temperatur 550 C dan waktu penahanan 60 menit 48 Gambar 4.2g Mikrostruktur temperatur 600 C dan waktu penahanan 30 menit 49 Gambar 4.2h Mikrostruktur temperatur 600 C dan waktu penahanan 60 menit 50 Gambar 4.3a Simulasi Surface temperatur 450 C dan waktu penahanan 30 menit 52 Gambar 4.3b Simulasi Surface temperatur 450 C dan waktu penahanan 60 menit 54 Gambar 4.3c Simulasi Surface temperatur 500 C dan waktu penahanan 30 menit 55 Gambar 4.3d Simulasi Surface temperatur 500 C dan waktu penahanan 60 menit 57 Gambar 4.3e Simulasi Surface temperatur 550 C dan waktu penahanan 30 menit 59 Gambar 4.3f Simulasi Surface temperatur 550 C dan waktu penahanan 60 menit 61 Gambar 4.3g Simulasi Surface temperatur 600 C dan waktu penahanan 30 menit 62 Gambar 4.3h Simulasi Surface temperatur 600 C dan waktu penahanan 60 menit 64 Gambar 4.4a Simulasi Countour temperatur 450 C dan waktu penahanan 30 menit 66 xi

Gambar 4.4b Simulasi Countour temperatur 450 C dan waktu penahanan 60 menit 67 Gambar 4.4c Simulasi Countour temperatur 500 C dan waktu penahanan 30 menit 68 Gambar 4.4d Simulasi Countour temperatur 500 C dan waktu penahanan 60 menit 69 Gambar 4.4e Simulasi Countour temperatur 550 C dan waktu penahanan 30 menit 70 Gambar 4.4f Simulasi Countour temperatur 550 C dan waktu penahanan 60 menit 71 Gambar 4.4g Simulasi Countour temperatur 600 C dan waktu penahanan 30 menit 72 Gambar 4.4h Simulasi Countour temperatur 600 C dan waktu penahanan 60 menit 72 Gambar 4.5a Simulasi Fraksi Volume temperatur 450 C dan waktu penahanan 30 menit 73 Gambar 4.5b Simulasi Fraksi Volume temperatur 450 C dan waktu penahanan 60 menit 74 Gambar 4.5c Simulasi Fraksi Volume temperatur 500 C dan waktu penahanan 30 menit 75 Gambar 4.5d Simulasi Fraksi Volume temperatur 500 C dan waktu penahanan 60 menit 76 Gambar 4.5e Simulasi Fraksi Volume temperatur 550 C dan waktu penahanan 30 menit 77 Gambar 4.5f Simulasi Fraksi Volume temperatur 550 C dan waktu penahanan 60 menit 78 Gambar 4.5g Simulasi Fraksi Volume temperatur 600 C dan waktu penahanan 30 menit 79 Gambar 4.5h Simulasi Fraksi Volume temperatur 600 C dan waktu penahanan 60 menit 80 xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baja mangan austenit awal, yang mengandung sekitar 1,2% C dan 12% Mn ditemukan oleh Sir Robert Hadfield pada tahun 1882. Baja Hadfield memang unik di mana baja ini mengkombinasikan kekerasan dan kekenyalan tinggi dengan kapasitas kerja yang tinggi (pengerasan) dan biasanya, resistansi yang baik terhadap air. Oleh karenanya, baja mangan cepat diterima sebagai bahan teknik yang sangat berguna. Baja mangan austenit hadfield tetap banyak digunakan, dengan sedikit modifikasi dalam komposisi dan pengolahan panas, terutama di bidang pengerasan jalan, pertambangan, pengeboran sumur minyak, pembuatan baja, pembangunan jalan kereta api, pengerekan, industri kayu dan dalam produksi semen dan produk tanah liat. Baja mangan austenit digunakan dalam peralatan untuk penanganan dan pengolahan bahan dari tanah (seperti mesin penggiling batu, kilang penggerinda, ember keruk, ember dan gigi sekop, dan pompa untuk penanganan kerikil dan batu). Aplikasi lain meliputi palu pemecah dan panggangan untuk daur ulang mobil dan aplikasi militer seperti alas track tank. Banyak variasi baja mangan austenit asli dipakai, yang tidak jarang dengan hak paten yang tidak dieksploitasi, tetapi hanya sedikit yang diadopsi sebagai peningkatan yang berarti. Ini biasanya melibatkan variasi karbon dan mangan, dengan atau tanpa paduan (alloy) tambahan seperti chromium, nikel, molybdenum, vanadium, titanium dan bismuth.

2 Rancangan baja tempaan yang tersedia lebih sedikit dan biasanya mendekati komposisi B-3 ASTM. Sebagian baja tempaan mengandung sekitar 0,8% C dan 3% Ni atau 1% Mo. Dan biasanya dibutuhkan panas yang besar untuk produksi baja tempaan, sementara baja tuang dan modifikasinya lebih mudah diperoleh dalam partai kecil. Penuangan baja mangan dapat menghasilkan banyak bentuk modifikasi pada daftar produksinya. Bentuk modifikasi biasanya diproduksi untuk memenuhi persyaratan aplikasi, ukuran penampang, ukuran penuangan, biaya dan pertimbangan kemudahan pematerian. Sifat-sifat mekanik baja mangan austenit bervariasi sesuai dengan kandungan karbon dan mangan. Apabila karbon meningkat akan semakin sulit menahan semua karbon dalam larutan padat, dan dapat menyebabkan penurunan kekerasan dan kekenyalan. Namun demikian, karena resistansi abrasi cenderung meningkat sesuai dengan kandungan karbon, kandungan karbon yang lebih tinggi daripada 1,2% mungkin lebih disukai sekalipun kekenyalan berkurang. Kandungan karbon di atas 1,4% jarang digunakan karena kesulitan memperoleh struktur austenit yang cukup bebas serat, batas karbida yang merugikan kekerasan dan kekenyalan. Guna meningkatkan kemampukerasan, meningkatkan sifat mekanik pada temperatur tinggi dan rendah, meningkatkan ketangguhan pada nilai kekerasan atau ketangguhan minimum serta meningkatkan ketahanan terhadap keausan dan korosi dibutuhkan adanya perlakuan variasi temperatur dan waktu, sehingga terjadi perobahan. Dalam perobahan fasa terjadi, pembentukan embryo, nuklei, difusi dan butir bermigrasi dari satu kisi ke kisi menuju batas butir dengan proses

3 pemanasan. Seiring dengan hal ini maka perubahan mikrostruktur baja mangan dapat terjadi dan akibat proses dari daerah suhu austenit sampai ke suhu kamar dengan pendinginan udara, maka dengan sendirinya sifat fisis dan sifat mekanik juga berubah. Proses transformasi akan menghasilkan fasa baru dengan selang waktu tertentu, disebabkan terjadinya proses pengintian (nukliasi) butir-butir baru yang tumbuh disepanjang daerah slip yang terdeformasi dan pada umumnya terjadi di batas butir. Secara teoritik, bila temperatur meningkat, maka sejumlah butir-butir dari suatu material akan berimigrasi akibat kenaikan temperatur. 1.2 Perumusan masalah Pembahasan pada material Fe Mn adalah dipengaruhi temperatur, komposisi material, perlakuan panas, waktu penahanan dan laju pendinginan sampai fasa austenit. Untuk memperoleh suatu fasa harus mengacu pada diagram fasa Fe Mn, dengan cara baja mangan (Fe Mn) dipanaskan mencapai fasa austenit, kemudian didinginkan secara lambat (air cooling) dan akan membentuk struktur fasa stabilnya, yaitu fasa ferit dan fasa austenit. 1.3 Batasan masalah Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah : 1.3.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah baja mangan Hadfield Fe - Mn pabrikasi. Dengan perbandingan komposisi % berat paduan mangan dan karbon 10 : 1. Baja mangan tersebut termasuk kedalam golongan baja paduan.

4 1.3.2 Karakterisasi Sampel Karakterisasi sampel yang dilakukan adalah pengujian mikro struktur. Pengujian mikroskopik dari suatu material dilakukan setelah sampel di heat treatment, quenching, re-heattreatment, heat treatment kemudian material dihaluskan permukaannya dengan mesin polishing dan di etsa dengan bantuan larutan kimia, yang dapat memberikan gambaran mikro struktur dan dapat menentukan ukuran butir (grain size), di foto dengan foto elektron, mikro struktur dianalisa diameter butirnya. Fasa terbentuk dan paduan (alloy) yang disebabkan migrasi persifitat kebatas butir. 1.3.3 Pengujian Fisis Proses pemanasan yang diberikan adalah anelisasi pada temperatur 1050 C lalu didinginkan secara tiba-tiba (quenching) pada media air, kemudian di re-heat treatment kembali pada temperatur 450 C sampai 600 C, dengan kenaikan temperatur 50 C dan waktu penahanan 30 menit dan 60 menit. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Pengaruh anelisasi yang mengakibatkan perubahan diameter butir dan sifat fisisnya. 2. Meningkatkan kualitas produksi baja mangan serta pemakaian pada transfortasi umum dan generator dalam keperluan sehari-hari.

5 1.5 Tempat Penelitian. Proses Preparasi sampel di FMIPA USU Medan, Proses perlakuan panas (heat treatment) dan pengujian struktur mikro dilakukan di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). 1.6 Tujuan Penelitian Dari hasil yang dilakukan diharapkan dapat memahami mikro struktur baja mangan yang diberi perlakuan panas pada temperatur 1050 C sampai dengan fasa austenit, lalu didinginkan cepat (water quenching) pada media air, kemudian di re-heat treatment pada temperatur 450 C sampai 600 C, dengan kenaikan temperatur 50 C dan waktu penahanan 30 menit dan 60 menit diiringi dengan pendinginan udara (air cooling), sampai mencapai temperatur kamar. Penelitian ini dapat diharapkan membuat penyusunan peta mikro struktur dari baja mangan yang telah diberi perlakuan sebagai dasar acuan dalam dunia industri dan memperkaya khasanah studi fisika metalurgi bagi para rekayasawan yang berminat dalam bidang material di Indonesia. 1.7 Hipotesis Mempresentasikan perkembangan mikrostruktural baja mangan austenit AISI 3401 disebabkan perlakuan panas yang berbeda-beda diikuti dengan proses pendinginan cepat. Bahan Fe Mn Hadfield dipanaskan hingga 1050 C yang diikuti dengan proses pendinginan cepat yang menyebabkan larutan padat karbida mengendap pada butir fasa austenit murni. Dengan fasa austenit ini, akan terjadi

6 dispersi parsial austenit. Waktu dan temperatur pemanasan akan mempengaruhi luas dispersi pada fasa austenit. Temperatur dispersitas ditetapkan antara 450 C sampai 600 C dengan tahapan peningkatan 50 C. Kajian mikrostruktur sampel menunjukkan bahwa pengendapan pada batas butir fasa austenit dimulai dengan pengendapan besi dan mangan karbida, kemudian secara progresif diikuti oleh kemunculan unsur baru yang kemudian paduan (alloy) menuju interior batas-batas butirnya. Pendinginan cepat biasanya menyebabkan karbida yang mengendap pada batas-batas butir terdispersi kembali pada butir-butir. Pembentukan fasa baru ini meningkat seiring dengan adanya peningkatan temperatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Baja Baja merupakan campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon (C) menjadi dasar campurannya. Disamping itu, baja mengandung unsur campuran lain yang disebut paduan, misalnya Sulfur (S), Posfor(P), Silikon (Si) dan Mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi berdasarkan kegunaanya atau kepentingan fabrikasi, dan disesuaikan berdasarkan standard American Society for Testing and Material (ASTM). (Amanto, 1999). Secara garis besar baja dapat dikelompokkan sebagai berikut (Amstead, 1993, hal : 51) 2.1.1 Baja Karbon Baja karbon terdiri dari besi dan karbon, ditambah dengan unsurunsur lainnya. Baja karbon ini digolongkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Baja karbon rendah (<0.30% wt C) 2. Baja karbon menengah (0.30 < C<0.7% wt) 3. Baja karbon tinggi (0.70<C<1.40% wt) 1) Baja karbon rendah Baja karbon rendah ini mengandung 0,008% - 0,3% wt C dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu: a. Baja karbon rendah mengandung 0,04% wt C digunakan untuk plat strip, dan badan kendaraan.

8 b. Baja karbon rendah mengandung 0,05% wt C digunakan untuk keperluan badan kendaraan. c. Baja karbon rendah mengandung 0,15% - 0,25% wt C digunakan untuk konstruksi dan jembatan. 2) Baja Karbon menengah Baja karbon menengah ini mengandung 0,03% - 0,6% wt C dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu; a. Baja karbon 0,35%-0,45% wt C digunakan untuk roda gigi dan poros. b. Baja karbon 0,4% wt C digunakan untuk keperluan industri kendaraan, mur, poros, engkol, dan batang torak. c. Baja karbon 0,5% - 0,6% wt C digunakan untuk roda gigi. d. Baja karbon 0,55% - 0,6% wt C digunakan untuk pegas. Baja karbon menengah ini memiliki ciri-ciri: a) memiliki sifat mekanik lebih baik dari pada baja karbon rendah b) Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah c) Tidak mudah dibentuk oleh mesin d) Dapat dikeraskan dengan baik (quenching) 3) Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,6%-1,7% wt C berdasarkan kegunaannya dibagi menjadi:

9 a. Baja karbon 0,6% - 0,7% wt C dipergunakan untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alat-alat potong. b. Baja karbon 0,75% -1,7%C digunakan untuk pembuatan pisau cukur mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin. Baja karbon tinggi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan b) Sulit dibentuk oleh mesin c) Mengandung unsur sulfur dan fosfor mengakibatkan kurangnya sifat liat (ductile). d) Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik. Pengklasifikasian baja karbon menurut standar American International and Stell Iron (AISI) dan Society for Automotive Enginers (SAE) diberi kode dengan empat angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menunjukkan nominal 1/100 % sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukkan kadar karbon 0,45 %. 2.1.2 Baja Paduan Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi 1. Baja paduan rendah (low-alloy steel), jika elemen paduannya 2.5% wt misalnya unsur Cr, Mn, S,Si, P, dan lain-lain.

10 2. Baja paduan menengah (medium-alloy steel), jika elemen paduannya 2.5-10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P dan lain-lain. 3. Baja paduan tinggi (high-alloy steel), jika elemen paduannya > 10% wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P, dan lain-lain. Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kuat, kekerasan, dan keliatannya (Amanto, 1999). Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan unsur Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal. Ni dan Cr bersifat katodik terhadap baja dan bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja sehingga baja tahan terhadap karat atau korosi. Bila baja ditambah dengan paduan Cr dan Mo maka menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal yang lebih baik serta tahan terhadap panas (Amanto, 1999). Pada umumnya baja paduan memiliki sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya (Amstead, 1993) : 1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.

11 2. Kemampukerasan sewaktu dicelup dalam minyak maupun didinginkan di udara, dan dengan demikian kemungkinan retak atau distorsinya berkurang. 3. Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya. 4. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak berubah. 5. Memiliki butiran yang halus dan homogen. Baja paduan dengan sifat khusus dikelompokkan menjadi 2 bagian : baja tahan karat (Stainless Stell), baja paduan rendah berkekuatan tinggi (High Strenght-Low Alloy Steel), dan baja perkakas (Tool Steel). 2.2 Diagram Fasa Fe - C. Diagram keseimbangan besi karbon merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui sifat baja, besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan Besi (Iron). Pembagian ini didasarkan atas kandungan karbon yang dimiliki yaitu baja mengandung kurang dari 2 % wt C, dapat dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83 % wt C disebut dengan hypoeutectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83 % wt C sampai dengan 2 % wt C disebut dengan hypereutectoid. Pemanasan pada temperatur 723 0 C dengan komposisi 0.68 % wt disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid memiliki fasa terbentuk pearlit dan ferit.

12 Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi fasa austenit. Gambar 2.1Diagram Keseimbangan Besi Karbon (Fe-C)(Shackelford1996) 2. 3 Diagram Fasa Fe - Mn Pada tahun 1882, Robert Hadfield menemukan Baja manggan austenit yang mengandung 1.2% berat C dan 12% berat Mn. Menurut V.Lipin (1885) baja mangan austenit harus mengandung kadar Mangan 10 persen dibandingkan dengan kadar karbon 1 persen.

13 Gambar 2.2. Diagram fasa Fe Mn (Edgar 1939) Pada Gambar (2.2) Diagram fasa Fe Mn, andaikan fasa baja mangan (Fe Mn) 8 % wt Mn di heat treatment sampai 1050 0 C. Fasa yang terjadi fasa austenit dengan struktur kristal Face Center Cubic (FCC) dan kemudian diturunkan temperaturnya menjadi 769 0 C sampai titik kritis sebagian fasa γ Fe dan sebagian menjadi fasa α Fe, kondisi fasa austenit lebih dominan, dan juga merupakan fasa magnetik dengan kandungan mangan yang lebih kecil 10 % wt Mn, jika temperatur turun menjadi 600 0 C fasa γ lebih banyak dari fasa α dan jika temperatur menjadi 400 0 C maka fasa α akan jauh lebih dominan dengan struktur kristal Body Centre Cubic (BCC).

14 2.4 Unsur-unsur Paduan (Alloy) Unsur paduan yang terkandung didalam besi antara lain (Amanto, 1999) : 2.4.1 Unsur Karbon (C) Karbon merupakan salah satu unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1-1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasinya sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam besi dapat berupa jenis larutan padat intertisi, dengan atom yang kecil dikelilingi oleh atom-atom yang lebih besar. Pada temperatur di bawah 912 0 C, besi murni mempunyai struktur BCC. Diatas temperatur 912 0 C terdapat daerah temperatur tertentu dimana besi mempunyai struktur FCC. Pada kisi FCC terdapat ruang sisipan atau porositas yang lebih besar pada pusat sel satuan. Karbon sebagai atom yang sangat kecil (jari-jari austenit karbon sebesar 0.0075 nm) dapat menduduki porositas tersebut dan membentuk besi karbon yaitu Fe C, dengan jari-jari besi austenit adalah 0,129 nm. 2.4.2 Unsur Belerang (S) Kandungan belerang harus dibuat sedikit mungkin karena mempengaruhi kualitas baja. Dalam jumlah yang banyak belerang dapat membuat baja menjadi rapuh dalam keadaan panas. Dengan adanya unsur mangan dalam baja paduan, belerang cenderung untuk membentuk sulfida-sulfida besi (FeS). Karat atau korosi merupakan masalah yang serius dalam bahan logam. Korosi

15 dengan mudah terjadi pada udara bebas yang mengandung garam atau jika udara mengandung sulfur dioksida. Maka asam sulfur akan menyerang besi dan menghasilkan asam besi belerang sehingga membentuk suatu ikatan FeSO 4. 2.4.3 Unsur Posfor (P) Posfor dalam besi berbentuk stedit (kristal eutektik dan fosfida besi). Fosfor mencegah terjadinya pengendapan grafit. Posfor dapat menjadikan baja rapuh dalam keadaan dingin. Unsur Posfor (P) cenderung bersifat sebagai pengikat kotoran. 2.4.4 Unsur Mangan (Mn) Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0.6% masih belum dapat sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh yang besar pada strutkur baja dalam jumlah rendah. Dengan bertambahnya kandungan mangan maka temperatur kritis menurun secara seimbang. Mangan membuat butiran lebih halus. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit mengurangi regang, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal.

16 2.4.5 Unsur Nikel (Ni) Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan temperatur kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik atau menaikkan sifat kenyal, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur yang mempunyai bentuk kisi FCC larut dengan baik dalam austenit dan unsur yang mempunyai bentuk kisi BCC larut dengan baik dalam ferit. Nikel adalah salah satu unsur yang mempunyai bentuk kisi FCC, yang larut lebih baik dalam austenit dari pada dalam ferit, sehingga mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja. 2.4.6 Unsur Silikon (S) Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Unsur silikon menyebabkan sementit tidak stabil, sehingga memisahkan dan membentuk grafit. Unsur silikon juga merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentuk karbida, silikon juga cenderung membentuk partikel oksida sehingga memperbanyak pengintian kristal dan mengurangi pertumbuhan akibatnya struktur butir semakin halus.

17 2.4.7 Unsur Kromium (Cr) Sifat unsur kromuim (Cr) dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis (Cr sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dapat dikeraskan (hardenability) lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap temperatur tinggi. Kromium mempunyai bentuk kisi BCC yang lebih baik larut dalam ferit. 2.4.8 Unsur Molybdenum (Mo) Unsur molibden sebagai penstabil lapisan pasif dalam lingkungan yang mengandung banyak ion klorida (CI), seperti lingkungan air laut. Mo digunakan untuk mendapatkan sifat tahan panas, meningkatkan keuletan (ductility) baja dan menurunkan kerapuhan. Dengan penambahan unsur molibden maka baja akan semakin keras. Bila molibden dipadu dengan nikel maka diperoleh paduan yang tahan korosi asam keras. Paduan ini banyak dipakai pada mesin-mesin jet, elektroda tabung sinar x, elemen pemanas, dan lain-lain. 2.5 Proses Perlakuan Panas Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan pada logam padat untuk memperoleh sifat-sifat tertentu dari logam dalam batas-batas tertentu. Baja dapat diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan atau

18 mengurangi kekerasan dan kekuatan tarik dari baja. Untuk meningkatkan kekerasan dari baja dilakukan proses pengerasan (hardening) dan untuk meningkatkan elastisitas dari baja dilakukan proses tempering. Perlakuan panas merupakan kombinasi proses pemberian panas pada logam atau paduan pada keadaan padat sampai temperatur dan waktu penahanan (holding time) tertentu, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan yang sesuai, sehingga diperoleh sifat fisis dan sifat mekanis dari baja. Perlakuaan panas baja yang tepat memiliki peranan penting pada proses pengecoran baja, pembentukan / penempaan baja ataupun pengerolan baja sebelum digunakan pada aplikasi sesungguhnya pada peralatan. Baja yang telah diberi perlakuan panas akan menghasilkan manfaat sebagai berikut : 1. Kekerasan dan kekuatan baja bertambah 2. Sifat fisis dan sifat mekanis yang teratur seperti keuletan, ketahanan korosi 3. Memunculkan sifat magnetik dan listrik pada baja 4. Perbaikan ukuran butir di dalam baja 2.5.1 Proses Anil Anilisasi merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk mendapatkan butir yang seragam. Berdasarkan Gambar 2.3 proses anil dilakukan pada temperatur austenit 1000 o C 1400 o C, selanjutnya didinginkan dengan cara dicelupkan kedalam air (water quenching) sampai temperatur kamar.

19 2.5.2 Waktu Penahanan (Holding Time) Pedoman untuk menentukan waktu penahanan dari berbagai jenis baja (Iqbal,2007) : a. Baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah mengandung karbida mudah larut, diperlukan waktu penahanan yang singkat, 5-15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai. b. Baja kontruksi dari baja paduan menengah dianjurkan menggunakan waktu penahanan 15-25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. c. Baja perkakas paduan rendah (Low Alloy Tool Steel) memerlukan waktu penahanan yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0.5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. d. Baja paduan tinggi krom (High Alloy Chrome Steel), membutuhkan waktu penahanan yang paling panjang diantara semua baja perkakas, tergantung pada temperatur pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur dan waktu penahanan yang tepat, dianjurkan menggunakan 0.5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam. e. Baja perkakas pengerjaan panas (Hot Work Tool Steel). Mengandung karbida yang sulit larut, larut pada 10.000 o C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu waktu penahanan harus dibatasi 15-30 menit.

20 2.5.3 Pemanasan kembali (Re-heat treatment) Pemanasan kembali atau re-heattreatment adalah proses pemberian panas kembali pada baja yang telah dianelisasi dengan temperatur yang lebih rendah dari temperatur anelisasi. Bertujuan untuk menghasilkan fasa baru yang mempengaruhi mikro struktur dari baja. Selama proses re-heattreatment berlangsung dengan waktu tahan yang diberikan bervariasi akan menghasilkan mikro struktur yang bervariasi seiring dengan terbentuknya fasa baru. 2.5.4 Pendinginan Untuk proses pengerasan (hardening) kita melakukan pendinginan secara cepat. Pada umumnya pendinginan dengan menggunakan media air bertujuan untuk mendapatkan struktur martensite. Semakin banyak unsur karbon, maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fasa austenite yang didinginkan dengan cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya meningkat. Pada umumnya mikro struktur baja tergantung dari kecepatan pendinginannya dari temperatur daerah austenit sampai ke temperatur kamar. Karena perubahan struktur ini, maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki juga berubah. Proses pendinginan dilakukan setelah perlakuan panas diberikan pada logam atau paduan baja. Pendinginan cepat dan pendinginan lambat dengan berbagai media pendinginan yang digunakan antara lain :

21 1. Pencelupan (quenching) dengan media ; air, minyak, dan es 2. Pendinginan di udara atau dikenal dengan air cooling 3. Pendinginan di dalam tungku atau dapur dikenal dengan furnace cooling Pendinginan cepat bertujuan agar terbentuk mikro struktur yang berubah dari keadaan panas yang tinggi, sehingga dihasilkan baja dengan kekerasan yang mudah getas, sedangkan pendingian lambat bertujuan agar didapat mikro struktur yang lebih stabil dikarenakan perubahan bentuk butir terjadi secara perlahan, sehingga menghasilkan baja yang lunak dan ulet. Hubungan antar kecepatan pendinginan dan mikro struktur yang terbentuk biasanya di Gambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, temperatur dan transformasi (Continous Cooling Transformation atau CCT). Gambar 2.3. merupakan diagram CTT dari baja AISI 4340. Gambar. 2.3 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) variasi media pendinginan terhadap mikro struktur yang dihasilkan (Shackelford 1996 )

22 Dari Gambar 2.3 menunjukkan bila kecepatan pendinginan menurun berarti waktu pendinginan dari temperatur austenit juga menurun, sehingga mikro struktur yang terbentuk adalah dari gabungan ferit-pearlit ke ferit-pearlit-bainitmartensit, kemudian ke bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali mikrostruktur akhirnya martensit. Pembentukan martensit, terjadi dekomposisi austenit dalam ferit + karbida (α + C). Hal ini berarti bahwa ada waktu untuk karbon untuk berdifusi dan berkonsentrasi dalam fasa karbida sehingga ferit kekurangan karbon. Bila austenit didinginkan dengan sangat cepat. Cara lain membentuk (α + C) juga menyangkut pembentukan fasa transisi martensit (M). Fasa polimorf baja tidak stabil karena bila ada kesempatan martensit akan berubah menjadi (α + C). Oleh karena itu tidak terdapat martensit. Meskipun begitu martensit adalah suatu fasa yang sangat penting. Gambar 2.4 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) Pada Baja Mangan FeMn ( Shackelford, 1996)

23 Martensit terjadi pada temperatur dibawah temperatur eutektoid (namun masih diatas temperatur ruang) karena struktur austenit tidak stabil sehingga berubah menjadi struktur pemusatan ruang secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi akan tetapi suatu pergeseran. Semua atom bergeser serentak tanpa ada atom yang bergerak melebihi fraksi manometer. Karena berlangsung tanpa difusi, perubahan ini sangat cepat. Semua karbon yang tertinggal tetap dalam larutan padat. Struktur pemusatan ruang yang terjadi berbentuk tetragonal dan berbeda sekali dengan ferit. Karena martensit mempunyai struktur bukan publik, karbon terperangkap dalam kisi dan slip sulit terjadi, oleh karena itu martensit keras, kuat dan rapuh. Kekerasan yang meningkat ini sangat penting karena dapat diciptakan baja yang keras yang tahan gesekan dan deformasi. Martensit sebagai fasa yang meta stabil yang mengandung karbon sebagai larutan padat dalam struktur pemusatan ruang tidak merubah diagram fasa besi-karbida. Pada temperatur dibawah temperatur eutekhoid dalam waktu cukup lama, larutan karbon yang lewat jenuh ini terus berubah menjadi bentuk ferit dan karbida yang lebih stabil. Proses ini dikenal dengan nama temper (tempering) M (martensit) α + karbida (martensit temper) Mikro struktur (α + C) yang terjadi tidak berbentuk lamel seperti pearlit, yang telah kita lihat. Struktur ini mengandung banyak sekali partikel karbida tersebar, karena dalam baja martensitik terdapat banyak sekali letak pengintian

24 (nukliasi). Martensit temper ini lebih tangguh dari pada martensit metastabil sehingga merupakan bahan yang banyak digunakan meskipun agak lunak. 2.5.5 Pertumbuhan Butir ( Grain Growth ) Pertumbuhan butir merupakan gejala anil yang berlangsung dengan baik, batas butir menjadi lurus, butir yang kecil menyusut dan yang lebih besar tumbuh. Pertumbuhan butir adalah faktor terpenting yang mengendalikan proses pada tegangan batas butir. Besar butir rata-rata dalam baja mangan lama kelamaan akan bertambah besar bila temperatur menghasilkan pergerakan atom yang cukup berarti. Gaya pendorong untuk pertumbuhan kristal ialah energi yang dilepaskan sewaktu atom bergerak melintasi batas butir dari arah butir dengan permukaan cembung kepermukaan butir cekung. Atom rata-rata terkoordinir dengan sejumlah atom tetangga yang lebih banyak pada jarak atom antar keseimbangan, hasilnya batas butir akan bergerak ke pusat garis lengkung. Laju pertumbuhan tergantung sekali pada temperatur. Kenaikan temperatur berakibat meningkatnya energi getaran termal dan butiran yang kecil menuju butiran besar lebih cepat. Penurunan temperatur akan menghambat pergerakan batas butir, dapat dilihat dari Gambar.2.5 Bentuk butir dalam bahan yang padat biasanya diatur oleh adanya butiran-butiran lain disekitarnya. Dalam setiap butir, semua sel satuan teratur dalam satu arah dan satu pola tertentu.

25 Gambar 2.5 Pergerakan pertumbuhan butir (Van Vlack,1985) Pada batas butir, antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola dalam kedua butiran tadi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.6 Gambar. 2.6 Batas butir (Van Vlack,1985) Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumbukan atom yang sepanjang batas butir (Gambar.2.6) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat didalam butir. Karena batas butir berpengaruh atas bahan dalam berbagai hal, diketahui besar daerah batas butir persatuan volume adalah S v. Besarnya dapat dihitung dengan mudah

26 dengan menarik suatu garis melingkar pada Gambar mikro struktur. Bahan dengan butiran yang lebih halus lebih kuat dari pada baja dengan butiran yang kasar. 2.6. Kekerasan (Hardenability) Kekerasan suatu logam didefenisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, memberikan indikasi sifat-sifat deformasinya. Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain ; komposisi kimia, langkah perlakuan panas, cairan pendinginan, temperatur pemanasan, dan lain-lain. Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam. Alat alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tekanan dan gesekan dari logam lain misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi. Dengan cara Rocwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat pada Tabel 2.1 Load and indentors for Rocwell hardness tests.

27 Tabel 2.1 Load and indentors for Rocwell hardness tests (Wahid Suherman,1987) Test A B C D F G Load Kilograms 60 100 150 100 60 150 Indentor Brale 1/16 Ball Brale Brale 1/16 Ball 1/16 Ball Dari Tabel 2.1 Load and indentors for Rocwell hardness tests diperoleh untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, dan angka kekerasannya dinyatakan denga R B dan R C. Untuk skala B harus digunakan indentor berupa bola baja berdiameter 1 dan beban utama 100 kg. Kekerasan yang dapat 16 diukur dengan Rockwell B ini sampai R B 100, bila pada suatu pengukuran diperoleh angka diatas 100 maka pengukuran harus diulangi dengan menggunakan skala lain. Kekerasan yang diukur dengan skala B relatif tidak begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan logam yang keras digunakan Rockwell C (sampai angka kekerasan R C ). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan logam, seperti : Jenis Logam, Unsur Paduan, Besar Butiran, Perlakuan Panas, Temperatur, Pembentukan.

28 Langkah-langkah proses pengerasan (hardening) adalah sebagai berikut (Iqbal,2007) : a. Melakukan pemanasan (heating) diatas temperatur kritis (diatas temperatur 723 0 C) dengan tujuan untuk mendapatkan struktur austenit, yang salah satu sifat austenit adalah tidak stabil pada temperatur di bawah temperatur kritis, sehingga dapat ditentukan struktur yang diinginkan. b. Waktu Penahanan (holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. 2.7 Mikrostruktur Pemilihan bahan baku baja ditentukan oleh faktor komposisi paduan. Faktor komposisi paduan dapat menunjukan sifat fisis dan sifat mekanis dan mikro struktur. Mikrostruktur dapat menginterprestasikan kekerasan dari bahan tersebut. Analisa mikrostruktur adalah salah satu bagian dari metalurgi fisis yang dapat menganalisa mikrostruktur dari baja akibat perlakuan panas dan perlakuan mekanis yang menghasilkan bentuk butir yang nantinya dapat memperbaiki sifat fisis dan sifat mekanis dari baja. andaikan suatu bahan dipanaskan sampai temperatur 800 1200 0 C, dengan komposisi 0,68 % wt C sampai fasa austenit (Gambar 2.1 Diagram Keseimbangan Besi Karbon Fe-C). Kemudian didinginkan sampai 600 0 C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit ( alpha +

29 sementit) tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 738 0 C fasa gamma sebahagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutkan pendinginan dibawah sedikit batas kritis ferit akan bergabung didalam pearlit dan austenit akan bertranformasi menjadi karbida (sementit) andaikan didinginkan secara cepat fasa austenit akan bertransfomasi menjadi sementit (Gambar 2.7). Gambar 2.7 Perubahan Mikrostruktur Baja Karbon Selama Pendinginan Lambat (Adnyana,1994) Tranformasi sementit tidak terjadi dan produk transformasinya akan berubah menjadi fasa bainit dan martensit. Fasa bainit terbentuk akibat pendinginan

30 dengan cepat mencapai temperatur 200 0 C sampai 400 0 C terlihat pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9. Gambar 2.8 Struktur Kristal Martensit (Adnyana,1994) Gambar 2.9 Dimensi cell unit dari struktur kristal martensit (Adnyana,1994)

31 Dari Gambar 2.10 Mikrostruktur campuran ferit dan pearlit dengan temperatur tinggi akan menghasilkan bainit kasar dan bainit halus sekitar martensit sempurna (Mikrostruktur) berbentuk plat-plat yang runcing (Gambar 2.11). Gambar 2.10 Perubahan Mikrostruktur dalam baja karbon rendah akibat perbedaan pendinginan (Adnyana,1994) Gambar 2.11 Struktur martensit yang berbentuk plat-plat runcing (Adnyana,1994)

32 Fasa martensit, bila austenit didinginkan dengan cepat dibawah temperatur pembentukkan bainit, dimana martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom C seluruhnya terperangkap dalam larutan jenuh dan menghasilkan kekerasan yang sangat tinggi dan menimbulkan distorsi pada struktur kristal FCC menjadi BCC dan tingkat distorsi tergantung pada keadaan paduan (Gambar 2.7 dan Gambar 2.8). Gambar 2.12 Mikrostruktur Metode Jeffrei (Vander 1984) dari Gambar 2.12 Mikrostruktur Jeffrei dapat ditentukan diameter butir rata rata dengan antara lain dengan metode Jeffrei ( Rumus) : Jumlah butir per milimeter persegi (Na) (dapat dihitung dengan persamaan Na=f ( n 1 + n 2...(2-1) 2 Dimana f adalah faktor Jeffries M 2 f=,...(2- A 2) A adalah luas lingkaran yang terbentuk pada Gambar 2.12 Mikro struktur

33 A (mm 2 ) = ( A ) = 1 ( Na)...(2-3) Diameter butir rata-rata dapat ditentukan dengan persamaan (2-4) d (mm) = ( A ) 1/2 = 1 ( Na) 1 2...(2-4) Ukuran butir (G) berdasarkan standard ASTM E112 sebagai berikut : Sebagai pembanding diameter butir dari mikro struktur dapat dilihat berdasarkan standar ASTM no.112 E pada lampiran E, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan 2.5 G = log N A - 2.95 log2 )] G=[.322log( N - 2.95...(2-5) 3 A Hasil diameter butir perhitungan dibandingkan dengan Tabel data grain size berdasarkan standar ASTM E 112, Lampiran E.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian SAMPEL (Fe Mn) ANALISA KOMPOSISI XRF,SPEKTROMETER Tanpa perlakuan PERLAKUAN PANAS 1050 0 C Pendinginan air (water quenching) PERLAKUAN PANAS KEMBALI 450 0 C 30 menit 60 menit 500 0 C 30 menit 60 menit 550 0 C 30 menit 60 menit 600 0 C 30 menit 60 menit Pendinginan udara (Air cooling) Metallographic, Analisa struktur fasa Diskusi KESIMPULAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

35 3.2 Bahan-Bahan 1. Baja Mangan Hadfield AISI 3401 2 Larutan Alumina 3. Larutan Etsa ( HNO 3 + Ethanol ) 4. Alkohol 96 % 5. Kertas Pasir ( 100, 350, 600, 800, 1000, 1500, 2000 ) mesh 6. Kain Beludru 7. Air ( Aquades ) 3.3 Alat-Alat 1. Mesin potong sampel 2. Tungku pemanas ( Furnace ) Vectar VHT 3 3. Optical microscopy ( Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V 60 Hz, 80 VA ) 4. Mesin Poles ( polisher ) 5. Scanning Electron Microscopy (SEM) 6. Penjepit sampel 7. Pengering (Specimen dryer) 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel Spesimen test untuk penelitian metallografik dipotong dan dipreparasi dari plat-plat di atas, yang mempunyai ukuran 1 2 2,5 cm dengan mesin pemotong presisi untuk menghindari perubahan transformasi fasa.

36 1 cm 2,5 cm Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji 3.4.2 Perlakuan Panas Setelah semua benda uji selesai dipreparasi, kemudian dilakukan perlakuan panas yang terbagi atas 2 tahap : 1. Proses Anelisasi Benda uji yang telah dipreparasi diolah-panas pada temperatur 1050 C selama 1 jam pada tungku listrik PID pengolah-panas jenis Vectar VHT-3, kemudian semua benda uji didinginkan dengan cara dicelup cepat (quench) ke dalam air (Gambar 3.3) sehingga benda uji akan menjadi keras dengan struktur mikro yang lebih teratur. 2 cm Waktu Penahanan Temperatur ( C ) Laju Pemanasan Laju Pendinginan Waktu (menit) Gambar 3.3 Proses heat treatment Pendinginan cepat (water quenching)

37 2. Proses Pemanasan Kembali (Re-Heat Treatment). Sebagai pengolahan kedua, sampel diolah-panas kembali dalam temperatur yang berbeda dengan waktu yang bervariasi. Temperatur yang dipilih untuk pengolahan-panas kembali sampel adalah dari 450 C sampai 600 C dengan tahapan peningkatan 50 C dengan waktu pemanasan yang bervariasi. Temperatur prediksi ini didasarkan pada diagram fase Fe-Mn. Setelah pemanasan dengan waktu penahanan yang bervariasi (30 menit dan 60 menit), kemudian pendinginan sampel dibedakan medianya, didinginkan dengan udara (air cooling) Gambar 3.4. Waktu Penahanan Temperatur ( C ) Laju Pemanasan Laju Pendinginan Waktu (menit) Gambar 3.4 Proses reheat treatment Pendinginan lambat (air cooling) 3.4.3 Pengujian Mikrostruktur Proses kerja, sampel digerinda dalam mesin pemoles dengan menggunakan kertas ampelas dari 100, 350, 600, 800, 1000, 1500 hingga 2000 mesh. Untuk sebagian besar operasi, dengan laju rotasi 450 putaran/menit. Setelah penggerindaan selesai pada kertas ampelas 2000 mesh, Sampel dipoles dengan menggunakan pasta alumina 1µm untuk memperoleh permukaan mirip cermin, dan kemudian sampel dibersihkan dengan menggunakan mesin pembersih