KAJIAN SISTEM SERTIFIKASI LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DI KOTA TERNATE PROPINSI MALUKU UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Dalam

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010

1.1. LATAR BELAKANG. Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung Di Kota Semarang Tahun 2010

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010

SERTIFIKAT LAIK FUNGSI & GREENSHIP. KhususGedungdiLuarDKI Jakarta

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 17/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 5 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap kinerja aparatur pemerintah Kabupaten Pesawaran sebagai sampel Dinas

BAB III METODE PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN. Data penelitian ini diperoleh dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan,

Tabel 1. Tabel Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengembangan SOP..., Inton Cokronegoro, FT UI, 2010

III. METODELOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ada dua jenis penelitian yang

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kedoya Plaza Blok C No.6 Jl. Raya Pejuangan, Kebon Jeruk - Jakarta Barat

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui apakah peran manajer atau pimpinan secara keseluruhan dapat

PERATURAN MENTERI PU NO.05/PRT/M/2014 TENTANG : PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PU

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 25/PRT/M/2007 TANGGAL 9 AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG. izingedung.

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

BAB III METODE PENELITIAN

SURVEI KESIAPAN MANAJEMEN PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL KAMPOENG KIDZ KOTA BATU BERDASARKAN STANDART ISO 9001:2015

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2008 PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR DI KOTA MANADO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, angkatan 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan, gambaran hubungan antar variabel, perumusan hipotesis sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. pengawasan yang dilakukan oleh atasannya. Pengawasan yang. dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan,

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari landasan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN BERKALA BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. Surakhmad (Andrianto, 2011: 29) mengungkapkan ciri-ciri metode korelasional, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, khususnya di bidang industri. Hal ini terbukti dengan semakin

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2003: 11) penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif (ekplanasi),

METODE PENELITIAN. Penelitian dalam pengembangan modul kesetimbangan kimia berbasis multipel

METODE PENELITIAN. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH PENGENDALIAN KUALITAS PELAKSANAAN PROYEK DERMAGA MILIK PEMERINTAH DI SULAWESI UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KESEHATAN, PELATIHAN DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA KONSTRUKSI DI KOTA TOMOHON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi Profil Organisasi

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan K3 juga salah satu penyebab terjadinya kecelakaan.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian ex post facto, yaitu penelitian yang

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. menyebar kuisioner terhadap RTS-PM. Jenis data yang diperlukan dari. a. Data tentang ketepatan sasaran penerima beras RASKIN.

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005, p.

horizon penelitian ini yaitu cross sectional, di mana informasi yang didapat hanya

BAB III METODE PENELITIAN. atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun tempat yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kantor Dinas Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dipakai adalah penelitian inferensial. Penelitian inferensial

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek Penelitian menurut Husein Umar (2005:303) mengemukakan

BAB III METODE PENELITIAN Jenis dan Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini yang menjadi pusat perhatian adalah hubungan antara pemahaman

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. suatu permasalahan (Azwar,2012:1). Desain penelitian dapat diartikan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofi dan ideologi pernyataan isu

PERAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) DALAM PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan penyedia barang/

BAB III METODE PENELITIAN

PANDANGAN KONTRAKTOR MENGENAI SUMBER DAYA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN ROKAN HULU

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. III.1. Program Rencana Penelitian Program rencana penelitian ini disusun seperti tampak pada gambar berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. mempengaruhi perilaku dosen FKIK UMY dalam penyediaan first aid kit

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, jenis deskriptif dengan model korelasional. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah asosiatif (hubungan)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode juga tergantung pada permasalahan yang akan dibahas, dengan kata lain

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

KAJIAN SISTEM SERTIFIKASI LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DI KOTA TERNATE PROPINSI MALUKU UTARA Endah Harisun Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil Unsrat ABSTRAK Sertifikat Laik Fungsi atau SLF, pemberlakuannya dimulai sejak tahun 2010 akan menjadi dokumen yang wajib dimiliki setiap bangunan gedung, baik yang baru atau Pekerjaan Umum yang sudah lama berdiri. Ketentuan ini dikeluarkan pemerintah demi memastikan keselamatan pengguna bangunan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sistem yang berlaku pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate, menganalisa pemahaman masyarakat dan pelaku jasa konstruksi terhadap pemberlakuan SLF bangunan gedung, dampak yang dihadapi terhadap pemberlakuannya. Selain itu, untuk mengetahui korelasi antara pemahaman terhadap dampak yang dirasakan dengan adanya kewajiban sertifikasi laik fungsi bangunan tersebut. Metodologi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penyatuan data dilakukan dengan cara mengkombinasikan data kualitatif dalam bentuk teks dengan data kuantitatif dalam informasi angka. Penyatuan ini dicapai melalui melaporkan hasil secara bersama-sama di dalam hasil dan pembahasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses belum berjalan sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kota belum siap terhadap pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25 tahun 2007. Pada satu sisi pentingnya pemahaman dari masyarakat dan pelaku jasa konstruksi tentang SLF bangunan gedung sangat berpengaruh terhadap dampak yang akan dirasakan pada pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut. Penelitian yang dilakukan terhadap pemahaman masyarakat dan pelaku jasa konstruksi berdasarkan analisis, terlihat bahwa masyarakat dan pelaku jasa konstruksi kurang mengetahui dan memahami Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung. Demikian juga dengan dampak yang dirasakan dengan pemberlakuan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan khususnya bagi masyarakat, dapat disimpulkan bahwa aturan-aturan maupun sanksi yang diberlakukan dalam Peraturan Menteri tersebut tidak berpengaruh pada masyarakat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin masyarakat dan pelaku jasa konstruksi memahami Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, masyarakat dan pelaku jasa konstruksi akan lebih mematuhi aturanaturan yang diberlakukan oleh Peraturan Menteri tersebut. Demi tertatanya suatu kondisi bangunan gedung yang laik fungsi, pemerintah diharapkan lebih tegas dalam memberikan sanksi-sanksi baik yang teringan berupa sanksi administratif maupun sanksi terberat berupa pembongkaran. Kata kunci: Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Ternate Maluku Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah keselamatan kerja. Perusahaan perlu memelihara kesehatan para karyawan, kesehatan ini menyangkut kesehatan fisik ataupun mental. Kesehatan para karyawan yang buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan produksi yang rendah. Adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material, karena mereka akan lebih jarang absen bekerja dengan lingkungan yang menyenangkan, sehingga secara keseluruhan akan mampu bekerja lebih lama berarti lebih produktif. Keselamatan kerja erat kaitannya dengan peningkatan produksi dan produktivitas. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan yang dapat menyebabkan sakit, cacat dan kematian pada pekerja dapat ditekan sekecil-kecilnya. Tingkat 14

keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan peralatan kerja, mesin yang produktif dan efisien, bertalian dengan tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi. Masih tingginya angka kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi di kota Tomohon, serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja, maka diperlukan upaya-upaya untuk meminimalisasi kecelakaan kerja. Faktor sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi kecelakaan kerja, seperti kurangnya kesadaran untuk bekerja dalam kondisi sehat sampai dengan tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Dari sekian banyak faktor penyebab kecelakaan kerja akan dilakukan suatu penelitian tentang analisis upaya pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi di kota Tomohon yang difokuskan pada faktor Kesehatan Kerja, Pelatihan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistem Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate? 2. Bagaimana pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan pada pelaku jasa Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) dan masyarakat? 3. Bagaimana dampak Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan bagi pelaku jasa Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) dan masyarakat? 4. Bagaimana hubungan antara pemahaman terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan? Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan dari penelitian ini : 1. Menemukan kendala-kendala dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum terhadap proses yang diberlakukan pada tahun 2010 di kota Ternate 2. Menganalisa pemahaman pelaku Jasa Konstruksi tentang Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan.. 3. Menemukan dampak yang terjadi pada pelaku Jasa Konstruksi dan pada masyarakat mengenai pemberlakuan. 4. Menemukan korelasi antara pemahaman terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam mempersiapkan segala perangkat dalam menghadapi pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung berupa : a. Kesiapan Perda b. Kesiapan Tim Ahli c. Sosialisasi kepada masyarakat 2. Sebagai informasi dan sosialisasi kepada pelaku Jasa Konstruksi dan masyarakat tentang pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 3. Sebagai informasi bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian mengenai Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Definisi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2007 bagian I tentang ketentuan umum disebutkan beberapa pengertian. Pedoman adalah acuan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah dalam bentuk ketentuanketentuan penyelenggaraan bangunan gedung. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik 15

berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah atau di air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial budaya maupun kegiatan khusus. Struktur bangunan gedung adalah bagian dari bangunan yang tersusun dan komponenkomponen yang dapat bekerja sama secara satu kesatuan, sehingga mampu berfungsi menjamin kekakuan, stabilitas, keselamatan dan kenyamanan bangunan gedung terhadap segala macam beban, baik beban terencana maupun beban tak terduga, dan terhadap bahaya lain dari kondisi sekitarnya seperti tanah longsor, intrusi air laut, gempa, angin kencang, tsunami, dan sebagainya. Unsur-Unsur Pengelola Konstruksi Proses produksi selalu terdiri dari unsur konstruksi yang terlibat, yaitu: pemberi tugas atau pemilik, konsultan dan kontraktor. Kerja dari ketiga pihak tersebut membentuk suatu mekanisme pengelolaan proyek untuk mencapai suatu tujuan yang sama. (Tarore dan Mandagi, 2006) Penyelenggaraan pekerjaan pembangunan suatu bangunan harus mengikuti atau berpedoman pada ketentuan-ketentuan, persyaratan dan peraturan-peraturan dari pemerintah yang telah ada. Semua pihak dari ketiga unsur pelaksana pembangunan harus tunduk dan patuh kepada peraturanperaturan yang disusun untuk mengatur hubungan kerja perlu disesuaikan dengan peraturan dari pemerintah. Semua pihak dari ketiga unsur pelaksana pembangunan harus tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan yang telah disusun baik dari segi teknis maupun administratif. Penyimpangan yang terjadi akan mengakibatkan kesulitan dan ketidaklancaran pelaksanaan pembangunan. (Djojowirono, 2005) Evaluasi Proyek Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan terbatasnya sumber daya (resources), sehingga dituntut daya upaya untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana bangunan fisik yang didasarkan pada azas optimalisasi dan efisiensi. Konsekuensinya menuntut dalam perencanaan dan perancangan bangunan akan menjadi semakin rumit/kompleks. Kompleksitas bukan hanya dalam rangka untuk memenuhi tuntutan kebutuhan sesuai dengan akan tetapi juga aspek penerapan gagasan struktur bangunan, teknologi, bahan, perlengkapan, metode, dan peralatan yang digunakan. (Tarore dan Mandagi, 2006) Setelah proyek berjalan dan selesai perlu dilakukan tindakan evaluasi. Perbedaan yang mendasar antara evaluasi dan pengendalian adalah evaluasi lebih bersifat menilai sedangkan pengendalian akan mengikutinya dengan tindakan koreksi. Dalam tahap manajemen, evaluasi biasa ditempatkan setelah pengendalian. (Santoso, 2009). Mekanisme umpan balik harus diberlakukan dalam pengelolaan proyek sehingga akan diperoleh masukan mengenai jalannya proyek dan hasil-hasil tiap tahap serta hasil akhirnya. Dengan mekanisme seperti itu akan ada tindakan koreksi yang diperlukan untuk tetap menjaga proyek berjalan sesuai rencana. Tujuan utama dari evaluasi adalah untuk mengungkapkan di mana telah terjadi permasalahan dan membuka semua potensi masalah yang ada. Evaluasi juga akan menghasilkan pemahaman bagi semua pihak mengenai status proyek. Dengan demikian bisa dipahami sebelum diadakan evaluasi 16

perlu adanya tindakan pelaporan, karena dari data, bahan-bahan dan informasi yang dilaporkan akan bisa dievaluasi. Evaluasi juga berguna untuk melakukan pengelolaan yang lebih baik terhadap proyek dimasa yang akan datang. Santoso (2009), menyatakan ada dua macam evaluasi menurut dilaksanakannya evaluasi tersebut : a. Evaluasi Formatif Evaluasi ini dilaksanakan setiap tahap dalam siklus proyek. Tujuannya memberikan tanda perlu tidaknya dilakukan tindakan koreksi. Banyaknya atau frekuensi evaluasi tentunya sangat bergantung pada kondisi yang dihadapi, tidak ada pedoman khusus. Pokok dari kegiatan ini bisa diperoleh informasi perlu tidaknya melakukan tindakan perbaikan b. Evaluasi Ringkas (Summary Evaluation) Evaluasi ini dilakukan setelah proyek selesai. Ini sangat penting khususnya sebagai masukan untuk pengelolaan proyek yang serupa di masa yang akan datang. Kalaupun proyeknya tidak mirip orang-orang yang terlibat bisa mendapatkan informasi mengenai bagian-bagian dari proyek salah satu alat evaluasi adalah audit proyek METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk policy research (metode penelitian kebijaksanaan). Untuk menjawab permasalahan, pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan kantitatif. Sugiyono (2009:26) mengatakan bahwa kedua pendekatan tersebut dapat digunakan bersama-sama atau digabung, dengan catatan pendekatan tersebut digunakan secara bergantian. Julius Slamet (2012), menyatakan bahwa menggunakan lebih dari satu pendekatan dapat membantu memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai realitas sosial dan dapat menghasilkan penjelasan yang lebih lengkap. Populasi dan Sampel Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan dengan masalah yang diteliti. Populasi terdiri dari dua bagian yaitu : - Pelaku jasa konstruksi (kontraktor dan konsultan) - Masyarakat (Wirausahawan dan Pemilik Rumah Tinggal) Dari sekian banyak cara penentuan sampel, penelitian ini menggunakan cara non probability sampling (judgment sampling). Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa Responden adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Total jumlah responden 137 responden yang terdiri dari 60 pelaku jasa konstruksi dan 77 masyarakat Teknik Pengolahan dan Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data : 1. Studi Literatur 2. Teknik Wawancara atau Interview Mendalam 3. Penyebaran kuesioner/angket 4. Membuat variabel penelitian Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara mengkombinasikan data kualitatif dalam bentuk teks dengan data kuantitatif dalam wujud informasi angka. Penyatuan ini dicapai melalui melaporkan hasil secara bersama-sama di dalam hasil dan pembahasan. 1. Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif 2. Pengolahan dan Analisis Data Kuantitatif Hubungan Korelasi Teknik analisa korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Dengan menggunakan bantuan SPSS 16,0 Persyaratan Data dipilih secara acak (random); datanya berdistribusi normal; data yang dihubungkan berpola linier; dan data yang dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subyek yang sama. 17

Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y Pengujian Hipotesis a. Hipotesis Ho: r = 0 pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (X) tidak ada hubungan yang signifikan terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban (Y) b.hipotesis Ha: r 0 pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (X) ada hubungan yang signifikan terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban (Y) HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Sebelum melakukan penelitian dengan sebenar-benarnya, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba instrumen agar dapat memperoleh instrument yang valid dan reliabel. Uji Validitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 responden, 5 Konsultan, 5 kontraktor, 10 pemilik usaha dan 10 pemilik rumah tinggal masyarakat secara acak. Masukan-masukan yang diterima selanjutnya menjadi dasar untuk menyempurnakan materi dan format kuesioner. Berdasarkan pengujian validasi dan realibilitas butiran soal kuisioner semuanya valid dan realibel dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Perubahan yang terjadi hanya sebatas penyempurnaan format penyajian kuesioner agar lebih mudah dimengerti dan diisi oleh responden. Menyangkut materi kuesioner tidak ada perubahan. Hasil Analisis Data Kualitatif Berdasarkan hasil wawancara, persyaratan yang dibutuhkan untuk pemberlakuan Permen PU tersebut hampir semua unsur yang terlampir pada kisi-kisi pertanyaan tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah Kota Ternate dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate. Tidak ada koordinasi yang baik antara Pemerintah Propinsi sebagai unsur pembina dengan Pemerintah Kota sebagai unsur pelaksana. Kendalakendala yang ditemukan seperti kurangnya koordinasi yang baik dengan Dinas PU Provinsi, belum adanya struktur organisasi yang membawahi SLF, perlunya peningkatan SDM baik dari jenjang kuliah maupun melalui pelatihan-pelatihan, belum adanya aturan yang mengikat berupa PERDA tentang bangunan gedung, serta perlunya pembentukkan tim ahli bangunan gedung. Hasil Anaisis Data Kuantitatif 1. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner tentang pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan pada pelaku jasa Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) dan masyarakat, kesimpulan yang dapat diambil antara lain: a. Dengan adanya Permen PU No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, memiliki tingkat pengetahuan yang sangat kurang. Terlihat dengan nilai persentase dari pernyataan responden sebesar 44.53% yang menjawab sangat tidak mengetahui. b. Dari prosentasi jawaban yang mengetahui semua bangunan gedung baik yang selesai dibangun maupun bangunan gedung yang lama termasuk rumah tinggal harus disertifikasi hal ini dapat diihat dari cukup signifikannya prosentasi jawaban tidak mengetahui sebesar 64.96%. c. Dari prosentasi jawaban yang mengetahui bangunan gedung setelah mengalami perubahan fungsi harus mengurus IMB kembali hal ini dapat diihat dari cukup signifikannya prosentasi jawaban tidak mengetahui sebesar 59.85%. d. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat lebih dari 50% 18

jawaban pertanyaan tidak mengetahui tentang lembaga/institusi yang menyelenggarakan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (SLF). e. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat ada keseimbangan antara mengetahui dan tidak mengetahui Dinas PU adalah Instansi yang menyelanggarakan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (SLF) namun responden yang mengetahui masih didominasi oleh pelaku jasa konstruksi. f. Dari prosentasi jawaban yang pernah mengetahui. Dinas PU telah melakukan sosialisai tentang (SLF) hal ini dapat diihat dari cukup signifikannya prosentasi jawaban tidak mengetahui sebesar 70.80%. g. Dari prosentasi jawaban yang pernah mengetahui Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung pemberlakuannya pada tahun 2010 hal ini dapat diihat dari cukup signifikannya prosentasi jawaban tidak mengetahui sebesar 64.96% dan jawaban sangat mengetahui 0.00%. h. Dari prosentasi jawaban yang pernah mengetahui Tahapan proses penerbitan dan Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan (SLF) hal ini dapat diihat dari cukup signifikannya prosentasi jawaban tidak mengetahui 60.00%. 2. Dampak yang dirasakan dengan pemberlakuan bagi pelaku jasa Konstruksi (Kontraktor dan Konsultan) dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Dari prosentasi jawaban responden terlihat bahwa 95.00% responden menjawab telah memiliki tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian dan 3.33% menjawab telah memiliki tenaga ahli konstruksi dan sedang proses Sertifikat Keahlian. b. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa seluruh perusahan baik kontraktor maupun konsultan telah memiliki karyawan tenaga ahli yang mempunyai sertifikat keahlian (SKA) hal ini dapat dilihat dari prosentasi yang menyatakan memiliki 1 karyawan tenaga ahli sebesar 60.00%. dan memiliki 2 karyawan tenaga ahli berjumlah sebesar 26.67%. c. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa kesadaran pelaku jasa konstruksi untuk lebih selektif dalam melakukan tender bangunan gedung cukup kecil dimana yang menyatakan Selektif hanya sebesar 20.00% dan yang menyatakan tidak selektif sebesar 61.67%. d. Prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa kesadaran pelaku jasa konstruksi untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di peusahan cukup tinggi dimana yang menyatakan Lebih Meningkatkan sebesar 40.00%, dan yang menyatakan Meningkatkan sebesar 53.33%. 3. Dampak yang dirasakan dengan pemberlakuan bagi masyarakat (pengelola tempat usaha dan pemilik rumah tinggal) dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Dari prosentasi jawaban yang belum terlalu mengetahui bangunan Rumah/tempat usaha wajib di sertifikasi. b. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa kebersediaan masyarakat untuk mendaftarkan rumah tinggalnya/tempat usahanya masih kecil dibandingkan dengan kesediaan untuk mendaftarkan. Hal ini terlihat dari jawaban reponden yang menjawab Tidak Menyetujui sebesar 45.45% dan yang menjawab Menyetujui sebesar 37.66%. 19

c. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa kebersediaan masyarakat untuk menggunakan jasa Arsitek untuk mendesain sekaligus pengawasan pembangunan rumah tinggal/tempat usaha masih kecil. d. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa dalam membangun rumah tinggal/tempat usaha, masyarakat lebih banyak membangun sendiri terutama untuk rumah tinggal. Hal ini ditunjukkan oleh prosentasi Membangun sendiri sebesar 57.14%. sedangkan Menggunakan jasa kontraktor sebesar 1.30%. e. Dari prosentasi jawaban yang diperoleh terlihat bahwa pengaruh Permen PU pada usaha memperbaiki Kualitas tempat tinggal/tempat Usaha bagi masyarakat belum terlalu berpengaruh. Hal ini ditunjukkan oleh prosentasi yang menyatakan Berpengaruh sebesar 32.47%. dan Tidak Berpengaruh sebesar 33.77%. 4. Hubungan korelasi antara pemahaman terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan, dari hasil analisis menggunakan program SPSS terdapat hubungan positif dan signifikan. Semakin masyarakat dan pelaku jasa konstruksi memahami Permen PU No. 25/PRT/M/ 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, masyarakat dan pelaku jasa konstruksi akan lebih mematuhi aturan-aturan yang diberlakukan oleh Permen tersebut. Besarnya pengaruh pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban adalah sebesar 17,98% dan sisanya 82,02% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti. 5. Dari hasil uji hipotesis, dapat dilihat (t > t) atau (5,439 > 2,576). Ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, maka pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan ada hubungan yang signifikan terhadap dampak yang dirasakan dengan adanya kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan. Dapat disimpulkan uji hipotesis yang diajukan peneliti mengenai pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan ada hubungan yang signifikan terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan, dapat diterima. Kajian Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Pemilik bangunan harus mengajukan permohonan untuk pemeriksaan dokumen kepada Tim Ahli Bangunan Gedung terlebih dahulu, yaitu sebuah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per-kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut. Penetapan Tim Ahli Bangunan Gedung diatur dengan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yang berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 26/PRT/M/2007, tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan. Dalam hal Daerah belum mempunyai peraturan daerah sebagaimana disebut di atas, maka pelaksanaan pengaturan Tim Ahli Bangunan Gedung berpedoman pada peraturan Menteri nomor 26/2007 tersebut. Dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung, Pemerintah melakukan peningkatan kemampuan aparat pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota maupun masyarakat dalam memenuhi ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Tugas dan Fungsi Tim), Pasal 4 (Aturan Pembentukan Tim Ahli Bangunan), Pasal 5 (Tata Tertib Pelaksanaan Tugas Tim), dan Pasal 6 (Pembiayaan) dalam Peraturan Menteri nomor 26/2007, untuk terwujudnya penataan bangunan 20

gedung dan lingkungan, serta terwujudnya keandalan bangunan gedung. Demikian hal-hal yang sebenarnya sudah diatur secara rapi, baik, dan cermat, tinggal bagaimana mengimplementasikan peraturan ini di lapangan, agar tidak ada lagi terdengar bangunan publik roboh dan menyengsarakan masyarakat. PENUTUP Kesimpulan 1. Sistem proses Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate belum berjalan sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Kota belum siap terhadap pemberlakuan Peraturan Menteri PU No. 25 tahun 2007. Kendala-kendala yang ditemukan seperti kurangnya koordinasi yang baik dengan Dinas PU Provinsi, belum adanya struktur organisasi yang membawahi SLF, perlunya peningkatan SDM baik dari jenjang kuliah maupun melalui pelatihan-pelatihan, belum adanya aturan yang mengikat berupa PERDA tentang bangunan gedung, serta perlunya pembentukkan tim ahli bangunan gedung. 2. Sebagian besar pelaku jasa konstruksi dan masyarakat kurang mengetahui dan memahami Peraturan Menteri PU No. 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung. 3. Hampir seluruh Kontraktor dan Konsultan telah memiliki tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian, sebagian besar dari kontraktor dan konsultan menyatakan tidak selektif mengikuti tender bangunan gedung serta hampir seluruhnya akan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) baik berupa mengikuti pelatihan mapun meningkatkan soft skillnya. Untuk masyarakat, belum terlalu mengetahui bangunan Rumah/tempat usaha wajib disertifikasi, Kebersediaan masyarakat mendaftarkan rumah tinggalnya/tempat usahanya masih kecil dibandingkan dengan kesediaan untuk mendaftarkan. Kebersediaan masyarakat untuk menggunakan jasa Arsitek untuk mendesain sekaligus pengawasan pembangunan rumah tinggal/tempat usaha masih kecil dan dalam membangun rumah tinggal/tempat usaha, masyarakat lebih banyak membangun sendiri terutama untuk rumah tinggal. Serta pengaruh Permen PU pada usaha memperbaiki Kualitas tempat tinggal/tempat Usaha bagi masyarakat belum terlalu berpengaruh. 4. Antara pemahaman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan terhadap Dampak Yang Dirasakan Dengan Adanya Kewajiban Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan, terdapat hubungan positif dan signifikan. Semakin masyarakat dan pelaku jasa konstruksi memahami Peraturan Menteri PU No. 25/PRT/M/ 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, masyarakat dan pelaku jasa konstruksi akan lebih mematuhi aturan-aturan yang diberlakukan oleh Peraturan Menteri tersebut. Saran 1. Implementasi UU Bangunan Gedung (UUBG) perlu ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Daerah tentang bangung gedung. Untuk itu perlu kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah Propinsi dan pemerintah Kota/Kabupaten. Hal tersebut dikarenakan Pemda lebih memahami situasi dan kondisi daerahnya. 2. Tertatanya suatu kondisi bangunan gedung yang laik fungsi, pemerintah diharapkan lebih tegas dalam memberikan sanksi-sanksi baik yang teringan berupa sanksi administratif maupun sanksi terberat berupa pembongkaran. Hal ini disebabkan karena selama ini banyak IMB yang terbit pada kenyataanya bangunannya tidak layak fungsi. 3. Pemerintah Kota Ternate diharapkan selalu mensosialisasikan Peraturan Menteri PU. No.25/prt/m/2007 tentang pedoman Sertifikat Laik Fungsi 21

Bangunan Gedung kepada masyarakat dan pelaku jasa konstruksi sehingga masyarakat lebih paham dan mentaati peraturan tersebut. Disamping ketersediaan sarana prasarana perlu diadakan seperti laboratorium untuk pengujian kelayakan bangunan. 4. Peraturan Menteri PU. No.25/prt/m/2007 tentang pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, perlu ditinjau kembali pelaksanaannya maupun pemberlakuannya ditingkat daerah. Hal ini disebabkan karena Kedudukan SLF Bangunan Gedung pada sistem pengendalian proses membangun bangunan gedung pemeriksaannya setelah bangunan gedung selesai difungsikan. Hal tersebut sangat tidak efisien disebabkan karena lebih baik jika pada saat pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) pemerintah lebih memperketat aturan-aturan yang berlaku disertai dengan monitoring pada saat pembangunan konstruksi gedung tersebut sehingga terjadi kesinambungan antara fungsi yang direncanakan dengan fungsi bangunan yang dibuat. Tarore, Huibert dan Mandagi, R.J.M., 2006. Sistem Manajemen Proyek dan Konstruksi (Simprokon), Tim Penerbit JTS Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado DAFTAR PUSTAKA Khadiyanto, Parfi, Kajian Teknis Pembangunan Gedung. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan. Peraturan Menteri PU Nomor 26/prt/m/2007 Tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Suprapto, 2008. Tinjauan Eksistensi Standar-standar (SNI) Proteksi Kebakaran dan Penerapannya Dalam Mendukung Implementasi Peraturan Keselamatan Bangunan. Prosiding PPIS Bandung 29 Juli 2008. 22