BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh modal tersebut adalah dengan melakukan go public. Go public

BAB I PENDAHULUAN. dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar

BAB I PENDAHULUAN. tambahan dana dalam rangka mengembangkan usahanya yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui mekanisme penyertaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi

harga, yaitu penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB I PENDAHULUAN. Jogiyanto (1998) dan Anggarwal et al. (2001) mengemukakan bahwa salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yaitu, melalui penambahan jumlah kepemilikan saham dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. initial return dari hasil kegiatan tersebut (Handayani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk berkembang dan berinovasi guna berjalannya kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini didukung dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dunia usaha dan investasi untuk investor. Setiap perusahaan tentu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. membayar hutang dan modal kerja (Porman, 2013:59). Underpricing terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. memutuskan untuk go public untuk yang pertama kalinya, saham dilepas terlebih

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan komunikasi menyebabkan iklim persaingan usaha menjadi semakin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan. Ada 2 meode untuk

Abstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage

BAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar

BAB I PENDAHULUAN. penawaran saham ataupun surat utang di pasar modal. Penawaran saham dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Initial Public Offering ) untuk pertama kalinya terjadi di pasar perdana (

BAB I PENDAHULUAN. terdaftar di BEI sekitar 500 perusahaan, hal ini tidak lepas dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan membuat inovasi-inovasi baru di dalam menghadapi persaingan usaha.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang

BAB I. memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang

Repositori STIE Ekuitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan pada umumnya melakukan usaha pendanaan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara kompetitif untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. mewujudkannya dengan kebutuhan dana yang semakin besar pula.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan usaha untuk mencari sumber tambahan dari eksternal, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dinilai mampu menanamkan modalnya ke perusahaan. Rata rata untuk

Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing

Disusun oleh : Karina Dewi Puspitasari B

BAB I PENDAHULUAN. Adler Haymans, (2013:2) bahwa sumber pendanaan perusahaan. pemegang saham lama atau kepada publik. Namun perusahaan lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. atau saham baru perusahaan kepada publik atau go public.

BAB I PENDAHULUAN. iklim persaingan semakin ketat sehingga setiap perusahaan akan memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal sekarang ini dijadikan alternatif pendanaan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, pihak menguntungkan para investor (Johnson,2011).

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public

BAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar

BAB I PENDAHULUAN. memperjualbelikan sekuritas, atau secara formal pasar modal dapat juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan memerlukan modal yang jumlahnya cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan melakukan ekspansi. Seiring dengan ekspansi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Dengan semakin ketatnya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi

PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

tunggal (biasanya investor institusi), secara privat (private placement), dan

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. usahanya adalah dengan cara melakukan go public. Dana yang diperoleh dalam go

BAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. strategi manajemen perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI

Repositori STIE Ekuitas

BAB I PENDAHULUAN. kompetitornya, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu

SKRIPSI. Diajukan oleh; H A R I A N T O /FE/EM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2013

ABSTRAK. Penulis melakukan penelitian terhadap saham-saham yang terdapat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode penelitian dari tahun 1997 sampai

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyedia sumber pendanaan selain perbankkan. Dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut dibutuhkan tambahan dana dalam melakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Banyak perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan perusahaan dalam

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Underpricing Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor. Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar modal manapun saat emiten melakukan IPO. Fenomena underpricing dikarenakan adanya mispriced di pasar perdana sebagai akibat adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak underwriter dengan pihak perusahaan. Dalam literatur keuangan masalah tersebut disebut adanya asimetri informasi. Fungsi penjaminan hanya ada satu yaitu tipe full commitment, sehingga pihak underwriter berusaha untuk mengurangi risiko dengan jalan menekan harga di pasar perdana, agar terhindar dari kerugian (Ghozali dan Mudrik Al Mansur, 2002) dalam Yolana dan Martani (2005). Tipe ini memiliki risiko yang tinggi bagi underwriter. Menurut Beatty (1989) dalam I Dewa (2012) bahwa para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalkan underpricing, karena terjadinya

11 underpricing menyebabkan adanya transfer kemakmuran (Wealth) dari pemilik kepada investor. 2.1.2 Signalling theory Dalam konteks ini underpricing merupakan suatu fenomena yang dijadikan sinyal bagi perusahaan untuk para investor. Dengan adanya auditor berkualitas akan berpengaruh baik terhadap informasi yang diterima investor dalam menilai perusahaan yang melakukan IPO. Gerianta (2008) dalam signaling model menyatakan auditor yang berkualitas mampu menyajikan informasi yang berguna bagi investor dalam menilai perusahaan yang melakukan IPO. Ini sejalan dengan dengan signalling theory yang dikemukakan Leland dan Pyle (1977) dalam Gerianta (2008) yang menunjukkan bahwa laporan keuangan yang audited dan persentase kepemilikan saham akan mengurangi tingkat ketidakpastian. Oleh karena itu, issuer dan underwriter dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar. Underpricing beserta sinyal yang lain (reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, financial leverage, return on asset) merupakan sinyal positif yang berusaha diberikan oleh issuer guna menunjukkan kualitas perusahaan pada saat IPO. 2.1.3 Asimetri Informasi Emiten, underwriter (penjamin emisi), masyarakat pemodal adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana pada saat terjadinya underpricing karena adanya asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi. Model Baron (1982) sebagaimana dikutip oleh dalam (Ayu I 2012), menganggap underwriter

12 memiliki informasi lebih mengenai pasar modal, sedangkan emiten tidak memiliki informasi mengenai pasar modal. Oleh karena itu, underwriter memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk membuat kesepakatan harga IPO yang maksimal, yaitu harga yang memperkecil risikonya apabila saham tidak terjual semua. Karena emiten kurang memiliki informasi, maka emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin besar ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar permintaan terhadap jasa underwriter dalam menetapkan harga. Sehingga underwriter menawarkan harga perdana sahamnya dibawah harga ekuilibrium. Oleh karena itu akan menyebabkan tingkat underpricing semakin tinggi. 2.1.4 Initial Public Offering ( IPO ) Transaksi penawaran umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di pasar perdana (primary market). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana disebut IPO (Initial Public Offerings). Selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar sekunder (secondary market) Rosyati dan Arifin Sebeni (2002) dalam Yolana dan Martani (2005). Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran yang dilakukan emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang telah diatur dalam undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya. Initial Public Offering (IPO) atau sering disebut go public merupakan kegiatan penawaran saham atau efek lainnya (Obligasi, Right, Warrant) yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan

13 peraturan pelaksanaannya. Selain kegiatan penawaran efek kepada pemodal oleh penjamin emisi (underwriter) pada periode pasar perdana, juga mencakup kegiatan penjatahan saham, yaitu pengalokasian efek pesanan para pemodal sesuai dengan jumlah efek yang tersedia dan pencatatan efek saat efek mulai diperdagangkan di bursa. 2.1.5 Initial Return Pihak investor lebih mengharapkan tingginya underpricing karena dengan demikian para investor dapat menerima initial return. Initial return adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder dalam Yolana dan Martani (2005). Setiap investor menginginkan return yang maksimal dari investasinya. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. 2.1.6 Reputasi underwriter Underwriter adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan atau manajer investasi, dalam Ekajaya (2009). Penjamin emisi (underwriter) merupakan mediator yang mempertemukan emiten dengan para pemodal. Lembaga ini bertugas meneliti dan mengadakan penilaian menyeluruh atas kemampuan dan prospek emiten khususnya untuk emisi saham, penjamin emisi juga turut serta dalam menentukan harga saham yang diemisikan. Dalam kegiatan penjaminan emisi, para penjamin peserta emisi memperoleh jasa penjaminan (underwriting fee) yang besarnya dihitung dari nilai penawaran dalam pasar perdana. Reputasi penjamin emisi dapat dipakai sebagai sinyal untuk

14 mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberi sinyal bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa datang tidak menyesatkan. Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Imam Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) dalam Yolana dan Martani (2005) membuktikan bahwa reputasi penjamin emisi signifikan mempengaruhi fenomena underpricing dengan arah koefisien korelasi negatif. Berarti semakin bagus reputasi penjamin emisi maka tingkat underpricing akan semakin kecil. 2.1.7 Reputasi Auditor Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Keputusan Menteri Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Auditor memegang peranan yang penting dalam proses go public, yaitu sebagai pihak yang ditunjuk oleh perusahaan yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan sebagai calon emiten. Auditor yang memiliki reputasi tinggi, akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran informasi dalam laporan keuangan. Jadi auditor adalah orang yang kompeten dan independen dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan yang di audit dalam Ekajaya (2009). Pemakaian auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh investor, bahwa emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya dimasa mendatang. Sehingga akan berpengaruh terhadap reaksi pasar salah satu nya fenomena underpricing.

15 2.1.8 Financial Leverage (DER) Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya (Tambunan, 2007) dalam Dewa I (2012). Apabila financial leverage tinggi, berarti risiko suatu perusahaan tinggi sehingga para investor akan mempertimbangkan hal ini dalam melakukan keputusan investasi (Trisnawati, 1998) dalam (Gerianta 2008). Hal ini akan mempengaruhi underpricing dikarenakan semakin tinggi financial leverage suatu perusahaan maka akan menimbulkan ketidakpastian akan harga saham perdana saat melakukan IPO. Dengan ketidakpastian yang tinggi akan mengakibatkan pergerakan harga dipasar sekunder relative tidak mengalami perubahan yang mana akan berdampak apa rendahnya underpricing. Financial leverage diukur dari hasil persentase antara total hutang dengan equitas perusahaan. Para investor akan menggunakan informasi ini untuk melakukan keputusan investasi. 2.1.9 Return on Equity (ROE) Return on Equity merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Pertimbangan memasukkan variabel ROE karena profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan. Abdullah (2000) dalam Yolana dan Martani (2005), penelitiannya memasukkan variabel profitabilitas perusahaan (ROE) dan besaran perusahaan (total aktiva) untuk tahun terakhir sebelum go publik, jenis industri (variabel dummy industri manufaktur dan non manufaktur), persentase saham yang ditawarkan pada publik. Hasilnya jenis industri signifikan 5% dengan arah positf terhadap underpricing.

16 Sedangkan ROE signifikan 10% dengan arah negatif terhadap underpricing. Arah ROE yang berhubungan negatif dengan tingkat underpricing, mempunyai arti bahwa semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah underpricing. ROE merupakan rasio yang memberikan informasi kepada investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan yang berasal dari kinerja perusahaan memperoleh laba. Semakin besar nilai ROE, maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor akan semakin besar pula (Martani dan Yolana, 2005). Peneliti berharap hasil penelitian kali ini akan memberikan hasil yang lebih baik dan dapat menjelaskan lebih jelas mengenai faktor penyebab underpricing pada penawaran saham perdana dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, variabel profitabilitas yang diwakilkan dengan ROE diasumsikan sebagai ekspektasi investor atas dana yang ditanamkan pada perusahaan yang IPO. Semakin besar profitabilitas (ROE) maka investor akan tertarik membeli atau mencari saham perusahaan IPO tersebut karena berharap di kemudian hari akan mendapatkan pengembalian yang besar atas penyertaannya. Hal ini memungkinkan naiknya harga penawaran saham saat diperdagangkan di pasar sekunder yang disebabkan permintaan akan saham tersebut meningkat. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor faktor yang mempengaruhi underpricing telah dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002) dalam Yolana dan Martani (2005), penelitian tersebut menganalisis kondisi pasar, reputasi underwriter, reputasi auditor, dan umur perusahaan terhadap underpricing saham dalam periode 1997

17 s.d 2000. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel underwriter dan umur perusahaan yang berhasil menunjukkan hubungan signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan, kondisi pasar dan reputasi auditor tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Menurut Yolana dan Martani (2005) dengan judul: Variabel-variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana Di BEJ tahun 1994-2001. Hasilnya terdapat pengaruh secara simultan antara variabel bebas yaitu reputasi penjamin emisi, rata-rata kurs, skala perusahaan, ROE, dan jenis industri terbukti terhadap variabel terikat underpricing. Dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel reputasi penjamin emisi dengan underpricing. Penelitian Rachmawati (2007) yang menganalisis reputasi underwriter, umur perusahaan, ukuran perusahaan, nilai penawaran, financial leverage dan fractional holding terhadap perusahaan go public periode 2000 s.d 2004 menunjukkan bahwa secara simultan variabelvariabel bebas dalam penelitian berpengaruh terhadap variable terikat yaitu tingkat underpricing. Namun, secara parsial hanya variabel reputasi underwriter, nilai penawaran dan financial leverage yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan dalam penelitian Agustin Eka (2009) menghasilkan variabel reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, dan financial leverage tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan ukuran perusahaan secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing. Pagano (1998) dalam kasus di Italia. Hasilnya Menggunakan database besar perusahaan swasta di Italia, peneliti menganalisis faktor-faktor penentu

18 penawaran umum perdana ( IPO ) dengan membandingkan ex ante dan ex karakteristik perusahaan swasta yang melakukan IPO. Kemungkinan IPO meningkat dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan jenis pasar industri. Perusahaan melakukan IPO tidak untuk membiayai investasi masa depan dan pertumbuhan, tetapi untuk menyeimbangkan rekening/account mereka setelah investasi yang tinggi dan pertumbuhan. IPO juga diikuti dengan biaya yang lebih rendah dari kredit dan peningkatan omset dalam kontrol. Berikut beberapa hasil penelitian terdahulu: Tabel 2.1 Penelitian terdahulu tentang underpricing No Tahun Nama Variabel Hasil 1. 1989 Beatty Repitasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan Persentase saham yang ditawarkan Tipe kontrak underwriter Indikator perusahaan migas 2. 1993 Kim et al. Invesment Kualitas underwriter ROA Financial Leverage Gross proceeds Ownership retention 3. 2000 Daljono Reputasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan Saham yang ditawarkan ROA Financial leverage Solvability Ratio 4. 2000 Abdullah Besaran perusahaan ROE Jenis industri 5. 2002 Rosyati dan Sabeni % Saham yang ditawarkan Umur perusahaan Reputasi auditor Reputasi penjamin emisi 6. 2002 Ghozali Reputasi penjamin emisi

19 dan Mudrik 7. 2005 Yolana dan Martani Financial leverage ROA Umur perusahaan Skala perusahaan % saham ditahan Reputasi penjamin emisi Rata-rata kurs Ukuran perusahaan ROE Jenis Industri 8. 2008 Gerianta Reputasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan % Saham yang ditawarkan ROA Financial Leverage Solvability ratio Ukuran perusahaan Kepemilikan pemerintah 9. 2013 Eka Retnowati 10 2012 I Dewa Ayu Sumber : data diolah DER ROA EPS Umur perusahaan Ukuran Perusahaan Prosentase Penawaran Saham Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi, Profitabilitas Perusahaan (ROA), Financial Leverage, Jenis Industri. Signifikan Signifikan Signifikan Contoh-contoh penelitian diatas membuktikan bahwa masih terjadinya inkonsistensi variabel-variabel yang mempengaruhi underpricing. Untuk itu peneliti mencoba melakukan penelitian menggunakan variabel-variabel keuangan dan non keuangan yang mana dituangkan dalam kerangka pemikiran berikut.

20 2.3 Kerangka Pemikiran Fenomena underpricing yang terjadi saat perusahaan melakukan IPO bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Melihat banyaknya penelitian yang ada sebelumnya serta melihat ketidakkonsistensian hasil yang didapat dari faktorfaktor yang dianggap berpengaruh tersebut peneliti mencoba mengambil 4 faktor yang dianggap berpengaruh terhadap fenomena underpricing. REPUTASI UNDERWRITER ( -) REPUTASI AUDITOR ( - ) FINANCIAL LEVERAGE UNDERPRICING ( + ) RETURN ON EQUITY ( - ) Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diduga memiliki pengaruh terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan di Indonesia yang melakukan IPO pada periode 2007-2013.

21 2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Reputasi Underwriter Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana Yolana dan Dwi Martani (2005). Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara peusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek), sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (berdasarkan permintaan dan penawaran). Underwriter adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Underwriter dalam hal ini memperoleh informasi lebih baik mengenai permintaan saham-saham emiten, dibandingkan emiten itu sendiri (Ayu I 2012). Oleh karena itu, underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk memperoleh kesepakatan optimal dengan emiten. Berhubung penentuan harga perdana saham ditentukan oleh emiten dan underwriter sebagai penjamin emisi, sudah selayaknya kalau underwriter tersebut mempunyai peran yang besar dalam menentukan harga perdana saham. Underwriter dengan reputasi tinggi lebih mempunyai kepercayaan diri terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar. Dengan demikian ada kecenderungan underwriter yang bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat underpricing pun rendah. Menurut Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) dalam Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa reputasi underwriter signifikan mempengaruhi fenomena underpricing dengan arah koefisien korelasi negatif. Namun menurut Yolana dan Dwi Martani

22 (2005) bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel reputasi penjamin emisi dengan underpricing. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut: H1 : Reputasi underwriter berpengaruh negatif terhadap underpricing. 2.4.2 Reputasi Auditor Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi baik (Rosyati dan Arifin Sebeni, 2002) dalam Yolana dan Martani (2005). Karena reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Menurut Balvers at al. (1998) dalam Gerianta (2008) penelitian tersebut tentang pengaruh reputasi auditor dan reputasi underwriter terhadap initial return. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa reputasi auditor dan reputasi underwriter berpengaruh negatif terhadap initial return. Menurut Beatty (1989) dalam Ayu I (2012) bahwa initial return dipengaruhi oleh reputasi auditor, reputasi underwriter, prosentase penawaran saham, umur perusahaan, tipe penjamin emisi, dan indikator perusahaan minyak dan gas. Sedangkan pada penelitian Daljono (2000) dalam Ayu I (2012) bahwa reputasi auditor, umur perusahaan, persentase saham yang ditawarkan pada publik, profitabilitas perusahaan yang diwakili ROA, dan solvability ratio, terbukti tidak signifikan mempengaruhi initial return. Dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian dimasa mendatang. Ketidakpastian yang rendah akan sejalan dengan rendahnya tingkat underpricing. Hal ini dikarenakan membantu emiten dan underwriter dalam menentukan harga yang maksimal saat IPO. Harga yang saham yang maksimal saat IPO akan mengurangi tingkat underpricing karena

23 investor percaya dengan laporan keuangan yang diaudit oleh auditor bereputasi tinggi. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut: H2 : Reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap underpricing. 2.4.3 Return on Equity (ROE) Return on Equity merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Pertimbangan memasukkan variabel ROE karena profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan. Abdullah (2000) dalam Yolana dan Martani (2005), penelitiannya memasukkan variabel profitabilitas perusahaan (ROE) dan besaran perusahaan (total aktiva) untuk tahun terakhir sebelum go publik, jenis industri (variabel dummy industry manufaktur dan non manufaktur), persentase saham yang ditawarkan pada publik. Hasilnya jenis industri signifikan 5% dengan arah positf terhadap underpricing. Sedangkan ROE signifikan 10% dengan arah negatif terhadap underpricing. Arah ROE yang berhubungan negatif dengan tingkat underpricing, mempunyai arti bahwa semakin tinggi profitabilitas maka semakin rendah underpricing. Dalam penelitian ini, variabel profitabilitas yang diwakilkan dengan ROE diasumsikan sebagai ekspektasi investor atas dana yang ditanamkan pada perusahaan yang IPO. Semakin besar profitabilitas (ROE) maka investor akan tertarik membeli atau mencari saham perusahaan IPO tersebut karena berharap di kemudian hari akan mendapatkan pengembalian yang besar atas penyertaannya. Hal ini memungkinkan naiknya harga penawaran saham saat diperdagangkan di pasar sekunder yang disebabkan permintaan akan saham tersebut meningkat.

24 H3 : Return on equity (ROE) berpengaruh positif terhadap underpricing. 2.4.4 Financial Leverage Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya (Tambunan, 2007) dalam Ayu I (2012). Financial leverage yang tinggi menunjukkan risiko suatu perusahaan juga tinggi (Kim et al., 1993) dalam Gerianta (2008). Hal ini akan menimbulkan ketidakpastian harga saham perdana yang besar pula, yang pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing. Dengan ketidakpastian yang tinggi akan mengakibatkan pergerakan harga dipasar sekunder relative tidak mengalami perubahan yang mana akan berdampak apa rendahnya underpricing. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut. H4 : Financial leverage (DER) berpengaruh negatif terhadap fenomena underpricing.