KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BUPATI LAMPUNG BARAT

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor. 333/ Kpts-II/1999 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN DAN PENGAMANAN BATAS HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 146/KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 728/Kpts-II/1998

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 335/KPTS-II/1997 TENTANG RENCANA KARYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKPHTI) MENTERI KEHUTANAN,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /296/ /2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL KERJA IZIN PEMANFAATAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 063/KPTS-II/2000 TENTANG

2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 132/KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 43/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: 70/Kpts-II/2001. Tentang PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkun

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN SURVEI POTENSI, PENGUKURAN DAN PENATAAN BATAS AREAL KERJA HAK PENGUSAHAAN DI BIDANG KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 688/Kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996 telah ditetapkan ketentuan mngenai Tata Cara pembiayaan pelaksanaan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan Hutan, Hak pengusahaan Tanaman Industri, Hak Pengusahaan Pariwisata Alam, dan kegiatan Survei Pencadangan Areal Hak pengushaan Hutan b. bahwa keputusan Menteri Kehutanan tersebut pada butir a. dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dan perkembangan pembanguan kehutanan dan perkebunan saat ini, sehingga perlu untuk disempurnakan c. bahwa berhubung dengan itu, maka dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan tentang Tata Cara pelaksanaan Kegiatan Survei Potensi, Pengukuran dan penataan Batas Areal Hak pengusahaan di Bidang Kehutanan, dengan keputusan menteri Kehutanan dan perkebunan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan kepada Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; 7. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 jo Keputusan Presiden Nomor 192 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 8. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan; 9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 399/Kpts-II/1990 jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 634/Kpts-II/1996 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan; 10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 400/Kpts-II/1990 jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 635/Kpts-II/1996 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas; 11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 57/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Penataan Batas Fungsi; 12. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan;

13. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 138/Kpts-II/1999 jo Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 245/Kpts-II/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 14. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 312/Kpts-II/1999 tentang Tata Cara Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Melalui Permohonan. M E M U T U S K A N : Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN SURVEI POTENSI, PENGUKURAN DAN PENATAAN BATAS AREAL KERJA HAK PENGUSAHAAN DI BIDANG KEHUTANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Survei Potensi adalah survei dalam rangka pemberian areal hak pengusahaan. 2. Pengukuran dan Penataan Batas adalah kegiatan pekerjaan di lapangan dalam rangka proses untuk memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas areal hak pengusahaan. 3. Hak Pengusahaan adalah Hak Pengusahaaan Hutan Alam, Hak Pengusahaan Hutan Tanaman, Hak Pengusahaan Pariwisata Alam, Hak Pengusahaan Taman Buru, Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan atau Hak Pengusahaan lainnya. 4. Panitia Tata Batas adalah Panitia Tata Batas Hutan yang dibentuk oleh Menteri yang pembentukannya dilimpahkan kepada Gubernur. 5. Panitia Tata Batas Fungsi adalah Panitia Tata batas yang dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah dalam rangka penataan batas fungsi hutan. 6. Batas Luar adalah batas antara kawasan hutan dengan bukan kawasan hutan, termasuk batas enclave yang berada di dalam kawasan hutan. 7. Batas Fungsi adalah batas yang menentukan dan atau memisahkan fungsi hutan. 8. Rekanan Pelaksana adalah Badan Usaha yang telah lulus prakualifikasi sebagai rekanan mampu di bidang jasa kehutanan dan perkebunan untuk kegiatan survei potensi atau pengukuran dan penataan batas yang telah terseleksi serta terdaftar pada Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan dan atau Kantor Wilayah.

9. Jenis Batas Areal Hak Pengusahaan adalah batas sendiri atau batas persekutuan yang berada di sepanjang dan atau di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan atau ditunjuk sebagai kawasan hutan sesuai dengan fungsinya. 10. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 11. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan. BAB II KEWAJIBAN PEMOHON DAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN Pasal 2 (1) Bagi pemohon areal hak pengusahaan yang telah memperoleh persetujuan prinsip dari Menteri, diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan survei potensi areal hutan tersebut. (2) Bagi pemegang Hak Pengusahaan diwajibkan untuk : a. menyusun rencana kerja mengenai pengukuran dan penataan batas; b. tata waktu pelaksanaan pengukuran dan penataan batas; c. menyiapkan pembiayaan sesuai dengan rencana kegiatan; d. melaksanakan pengukuran dan penataan batas di lapangan atas areal hak pengusahaannya; Pasal 3 (1) Apabila batas areal Hak Pengusahaan merupakan batas luar atau batas fungsi yang telah di tata batas dengan menggunakan anggaran Pemerintah, Pemegang Hak Pengusahaan yang bersangkutan diwajibkan untuk mengganti biaya penataan batas sebesar anggaran yang telah dikeluarkan. (2) Apabila batas luar atau batas fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah tidak dapat dikenali lagi tanda-tanda batasnya di lapangan, Pemegang Hak Pengusahaan yang bersangkutan diwajibkan melaksanakan dan membiayai rekontruksi batas luar atau batas fungsi tersebut tanpa harus mengganti biaya tata batas yang berasal dari anggaran Pemerintah.

BAB III PERSIAPAN Bagian Pertama Kegiatan Survei Potensi Pasal 4 Berdasarkan persetujuan prinsip Menteri, Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan menyusun rencana kegiatan, rencana biaya dan tata waktu pelaksanaan kegiatan survei potensi. Bagian Kedua Kegiatan Pengukuran dan Penataan batas Pasal 5 Untuk rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pemegang Hak Pengusahaan menyiapkan peta proyeksi batas dengan ketentuan : a. Peta proyeksi batas dibuat dengan mengacu pada peta dasar yang telah ditetapkan. b. Peta proyeksi batas didasarkan pada peta lampiran Keputusan Menteri tentang pemberian Areal Hak Pengusahaan dan informasi lain yang ada di dalam areal Hak Pengusahaan seperti lahan yang telah menjadi hak milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh masyarakat, maka lahan tersebut dideliniasi dalam peta proyeksi batas. c. Peta proyeksi batas menggambarkan cakupan luasan areal Hak Pengusahaan. d. Persiapan peta proyeksi batas dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Keputusan Menteri tentang pemberian areal Hak Pengusahaan diterima oleh Pemegang Hak Pengusahaan. Pasal 6 (1) Peta proyeksi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibahas bersama oleh pemegang Hak Pengusahaan dan Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan dan atau Kantor Wilayah.

(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan untuk batas areal Hak Pengusahaan yang berada di dalam kawasan hutan yang telah ditata batas temu gelang baik berupa batas sendiri atau batas persekutuan dengan satu atau lebih Hak Pengusahaan dan atau batas areal Hak Pengusahaan yang merupakan batas luar atau batas fungsi kawasan hutan. (3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dituangkan dalam Peta Proyeksi Batas dan Pedoman Tata Batas, ditandatangani oleh pihak Pemegang Hak Pengusahaan dan disetujui oleh Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah. BAB IV PENUNJUKAN REKANAN PELAKSANA Bagian Pertama Kegiatan Survei Potensi Pasal 7 (1) Pemohon areal hak pengusahaan mengusulkan Rekanan Pelaksana yang akan melakukan kegiatan survei potensi kepada Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan. (2) Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah setelah melakukan penilaian, dapat menyetujui atau menolak usulan Rekanan Pelaksana yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Bila Rekanan Pelaksana yang diajukan disetujui, maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah menunjuk Rekanan Pelaksana dengan Surat Perintah Kerja. (4) Setelah Surat Perintah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan, maka pihak pemohon areal hak pengusahaan tersebut membuat Perjanjian Kerja dengan Rekanan Pelaksana. Bagian Kedua Kegiatan Pengukuran dan Penataan Batas Pasal 8

(1) Setelah Peta Proyeksi Batas dan Pedoman Tata Batas disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), maka Pemegang Hak Pengusahaan menunjuk Rekanan Pelaksana yang akan melakukan kegiatan pengukuran dan penataan batas di lapangan. (2) Penunjukan Rekanan Pelaksana yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan kepada Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah. (3) Setelah Rekanan Pelaksana ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemegang Hak Pengusahaan membuat Perjanjian Kerja dengan Rekanan Pelaksana tersebut. (4) Perjanjian Kerja yang dibuat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), diketahui oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau pejabat yang ditunjuk atau Kepala Kantor Wilayah. BAB V PELAKSANAAN Bagian Pertama Kegiatan Survei Potensi Pasal 9 (1) Kegiatan survei potensi dilaksanakan oleh Rekanan Pelaksana dengan pengawasan dan bimbingan dari Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah. (2) Pelaksanaan survei potensi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua Kegiatan Pengukuran dan Penataan Batas Pasal 10 (1) Setelah Perjanjian Kerja diketahui/ditandatangani oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau pejabat yang ditunjuk atau Kepala Kantor Wilayah, maka dibentuklah Tim Pelaksana Pengukuran dan Penataan Batas. (2) Tim Pelaksana yang dibentuk oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus segera diberangkatkan

ke lapangan untuk melaksanakan kegiatan pengukuran dan penataan batas areal hak pengusahaan dimaksud. (3) Tim Pelaksana Pengukuran dan Penataan Batas Areal Hak Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), terdiri dari unsur-unsur: a. Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan sebagai Kordinator/Pengawas; b. Instansi Kehutanan di Daerah sebagai Pembimbing Teknis; c. Pemerintah Daerah dan atau Wakil Masyarakat setempat sebagai Pendamping; d. Pemegang Hak Pengusahaan terkait sebagai saksi; e. Rekanan Pelaksana sebagai Pelaksana. Pasal 11 Pengukuran dan Penataan batas luar dan batas fungsi kawasan hutan dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. BAB VI PELAPORAN Bagian Pertama Kegiatan Survei Potensi Pasal 12 Laporan survei potensi yang berupa dokumen data primer hasil kegiatan lapangan menjadi milik Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bagian Kedua Kegiatan Pengukuran dan Penataan Batas Pasal 13 (1) Setelah Berita Acara Hasil Pelaksanaan Pengukuran dan Penataan Batas selesai ditandatangani oleh Tim Pelaksana, Pemegang Hak Pengusahaan menyampaikan konsep laporan kepada Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah.

(2) Setelah laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, selanjutnya dibahas oleh Tim Penilai yang dibentuk oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kepala Kantor Wilayah. (3) Hasil pelaksanaan pengukuran dan penataan batas areal Hak Pengusahaan dinyatakan selesai apabila laporan yang disampaikan oleh Pemegang Hak Pengusahaan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pasal 14 Dokumen-dokumen yang memuat data primer kegiatan pengukuran dan penataan batas menjadi milik Departemen Kehutanan dan Perkebunan. BAB VII S A N K S I Bagian Pertama Kegiatan Survei Potensi Pasal 15 (1) Apabila Pemohon areal hak pengusahaan tidak melaksanakan kegiatan survei potensi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya persetujuan prinsip oleh Menteri, maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan menerbitkan peringatan kepada Pemohon. (2) Apabila setelah diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja, Pemohon belum juga melaksanakan kegiatan survei potensi, maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan dapat mengusulkan kepada Menteri untuk membatalkan persetujuan prinsip yang telah diterbitkan. Bagian Kedua Kegiatan Pengukuran dan Penataan Batas Pasal 16 (1) Apabila Pemegang Hak Pengusahaan tidak melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor

Wilayah memberikan peringatan maksimal 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masingmasing 7 (tujuh) hari kerja sesuai dengan tahapan pelaksanaan. (2) Apabila setelah diberikan peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemegang Hak Pengusahaan masih belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menghentikan pelayanan administrasi (URKT, URKL, dan lain-lain) kepada Pemegang Hak Pengusahaan tersebut. (3) Apabila Pemegang Hak Pengusahaan belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) karena Rekanan Pelaksana belum dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan pada Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah atas dasar laporan Pemegang Hak Pengusahaan, dapat memberikan peringatan maksimal sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja kepada Rekanan Pelaksana. (4) Apabila setelah diberikan peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Rekanan Pelaksana masih belum melaksanakan pekerjaan pengukuran dan penataan batas, maka Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan atau Kantor Wilayah dapat mengusulkan kepada Pejabat yang menerbitkan Daftar Rekanan Mampu agar Rekanan Pelaksana dimaksud dalam ayat (3) untuk dicabut dari Daftar Rekanan Mampu. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 (1) Pembiayaan untuk kegiatan survei potensi dan pelaksanaan pengukuran dan penataan batas areal Hak Pengusahaan, didasarkan pada standar biaya yang berlaku dan menyesuaikan dengan standar biaya yang berlaku di Daerah. (2) Pembiayaan untuk pelaksanaan pengukuran dan penataan batas pada batas persekutuan areal Hak Pengusahaan ditanggung bersama oleh Pemegang Hak Pengusahaan yang bersangkutan. Pasal 18

Untuk pelaksanaan pengukuran dan penataan batas pada batas persekutuan areal Hak Pengusahaan, Rekanan Pelaksana ditunjuk oleh Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan. Pasal 19 Hasil tata batas areal hak pengusahaan pemeliharaan dan pengamanannya dilakukan oleh Pemegang Hak Pengusahaan yang bersangkutan dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan dan atau Kantor Wilayah. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Hasil Survei potensi areal hak pengusahaan hutan, hasil pengukuran dan penataan batas areal hak kerja pengusahaan yang telah dilaksanakan sebelum diterbitkannya keputusan ini masih tetap berlaku, dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan survei potensi, pengukuran dan penataan batas areal kerja hak pengusahaan yang masih dalam tahap pelaksanaan dan yang akan dilaksanakan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam keputusan ini. Pasal 21 Petunjuk Teknis pelaksanaan dari Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 688/Kpts- II/1996 tanggal 25 Oktober 1996 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 23 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 14 Oktober 1999 MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, ttd. Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 2. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 3. Para Direktur Jenderal/Kepala Badan lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 4. Direktur Utama Perum Perhutani; 5. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Seluruh Indonesia; 6. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia; 7. Kepala Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan/Kepala Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Seluruh Indonesia; 8. Pengurus Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI); 9. Pengurus Himpunan Konsultan Kehutanan Indonesia (HIKKINDO)