1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler sampai bulan September 2014 mencapai 148.187.200 ekor, meningkat pesat dibandingkan tahun 2010 dimana produksi dalam setahun hanya mencapai 105.210.000 ekor. Berkembangnya usaha ayam broiler ini didukung oleh peningkatan kualitas genetik bibit ayam serta meningkatnya kualitas ransum yang digunakan. Peningkatan kualitas genetik tersebut dapat dilihat dari cepatnya pertumbuhan ayam dan efisiensi penggunaan ransum. Peningkatan kualitas genetik dan ransum harus diimbangi oleh pengelolaan atau tata laksana pemeliharaan yang baik agar menghasilkan produksi yang optimal. Tata laksana pemeliharaan yang meliputi manajemen pemeliharaan dan perkandangan merupakan hal fundamental yang berpengaruh secara langsung terhadap keberhasilan usaha ternak. Pada umumnya ada dua sistem perkandangan yaitu sistem kandang tertutup (closed house) dimana iklim mikro dalam kandang dapat diatur sesuai kebutuhan, tipe kandang lainnya adalah kandang terbuka (open house) dimana unsur mikro dalam kandang tergantung pada kondisi alam di sekitar lingkungan kandang. Kandang yang digunakan di Indonesia khususnya di peternakan ayam skala kecil adalah sistem kandang terbuka. Dalam sistem kandang terbuka ada dua tipe kandang yang digunakan yaitu kandang postal dan kandang panggung. Pada kandang postal lantai kandang dapat berupa tanah atau tembok yang dilapisi
2 dengan litter baik sekam, serbuk gergaji, atau bahan lain yang bisa digunakan. Pada kandang panggung lantai kandang berupa slatt yang terbuat dari bilah bambu atau kayu sehingga lantai kandang terdapat celah yang memungkinkan dilakukannya pembuangan litter. Pada saat penggunaan litter kontruksi lantai kandang bertipe lantai rapat dan pada saat litter dihilangkan lantai kandang menjadi tipe slatt floor system yaitu kandang dengan lantai dari bambu yang memiliki celah selebar 2,5 cm (Edjeng dkk, 2005). Pemeliharaan pada kandang panggung yang telah dilakukan pembuangan litter, kandang mirip dengan pemeliharaan pada cage, dimana lantai kandang berupa slatt yang terbuat dari bilah bambu yang diberi jarak sehingga kotoran ayam langsung jatuh ke bawah yang mengakibatkan kandang terbebas dari amonia dan sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik serta suhu kandang pun relatif lebih rendah dibandingkan dengan memakai litter. Kondisi ini dapat memaksimalkan produksi ayam pada fase finisher dimana ayam membutuhkan suhu sekitar 24 o C dan sirkulasi udara yang baik dengan kelembaban berkisar antara 50-70 persen (Borges dkk, 2004). Selain memiliki dampak positif, pemeliharaan tanpa litter pada kandang panggung menimbulkan dampak yang kurang baik dimana zona nyaman ayam akan terganggu diakibatkan oleh kerasnya lantai kandang dan sulitnya ayam menjaga keseimbangan tubuh karena adanya celah pada lantai kandang. Pemeliharaan tanpa menggunakan litter yang terlalu dini dapat menyebabkan ayam mengalami stres dingin, sebab ketika litter diturunkan suhu dalam kandang akan turun dan hembusan angin akan langsung mengenai tubuh ayam, sementara pada masa awal pemeliharaan termoregulasi ayam belum sempurna, oleh karena
3 itu penurunan litter biasanya dilakukan pada periode finisher dari pemeliharaan broiler. Pada pelaksanaannya belum ada ukuran yang jelas sampai umur berapa pemeliharaan pada kandang panggung dilakukan tanpa menggunakan litter. Peternak biasanya melakukan pemeliharaan tanpa menggunakan litter jika ketersediaan bahan yang digunakan untuk litter sudah habis. Berdasarkan uraian di atas diperlukan suatu analisa yang dapat mengungkap bagaimana pengaruh lama pemeliharaan menggunakan litter pada kandang panggung terhadap performa produksi ayam broiler, selain itu perlu juga diketahui sampai umur berapakah pemeliharaan menggunakan litter yang paling baik untuk menghasilkan produksi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh lama penggunaan litter terhadap performa produksi ayam broiler yang dipelihara pada kandang panggung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terdapat beberapa masalah yang dikaji pada penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pengaruh lama penggunaan litter terhadap performa produksi ayam broiler yang dipelihara pada kandang panggung. 2. Sampai umur ayam berapakah pemeliharaan menggunakan litter dapat memberikan performa produksi yang optimal. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pelaksanaan penelitian ini yaitu :
4 1. Mengetahui pengaruh lama penggunaan litter terhadap performa produksi ayam broiler yang dipelihara pada kandang panggung. 2. Mengetahui umur ayam broiler yang dapat memberikan performa produksi paling optimum yang dipelihara menggunakan litter. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai informasi bagi peternak di lapangan dalam manajemen pemeliharaan ayam broiler yang menggunakan sistem kandang panggung dengan alas litter. 1.5 Kerangka Pemikiran Pemeliharaan ayam broiler selalu terkurung di kandang, sehingga untuk menghasilkan produksi yang optimal kondisi kandang harus dijaga sesuai dengan zona nyaman pada ayam. Guna memberikan zona nyaman pada ayam maka harus dilakukan antisipasi terhadap setiap permasalahan yang mungkin terjadi selama proses pemeliharaan. Permasalahan perkandangan yang memerlukan penanganan pada pemeliharaan ayam broiler adalah litter (Setyawati, 2004). Litter yang digunakan sebagai alas kandang dapat menjadi pembawa penyakit dari tempat asal litter tersebut apabila sumber litter yang digunakan tidak terjamin kebersihannya. Dalam pelaksanaannya terkadang litter sulit didapatkan sehingga peternak menggunakan litter secara terus-menerus tanpa penambahan litter baru. Penggunaan litter secara terus-menerus selama masa pemeliharaan tanpa diimbangi dengan penambahan litter yang tepat, dapat mengakibatkan meningkatnya kadar gas amonia yang dihasilkan dari proses dekomposisi kotoran
5 ayam karena adanya aktivitas bakteri terhadap asam urat (Sulaiman dkk, 2012). Bakteri tersebut mengambil sumber asam urat dari ekstreta yang menggumpal pada litter. Pencemaran amonia dalam kandang dianggap serius karena hal ini sering terjadi pada pemeliharaan dan mengakibatkan kerugian, terutama pada pemeliharaan dalam kandang litter. Sampai saat ini dampak negatif polusi amonia terhadap performa ayam broiler dan upaya penanggulangannya belum mendapat perhatian serius, padahal kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Amonia yang terdapat dalam jumlah besar akan sangat mengganggu lingkungan sekaligus akan menurunkan produktivitas ternak. Akibatnya biaya produksi meningkat dan profitabilitas akan menurun. Profitabilitas menurun karena ayam dapat terserang penyakit seperti chronic respiratory disease (CRD), coryza, dan new castle disease (ND). Bagi peternak sendiri keadaan lingkungan yang buruk akan mengganggu kenyamanan bekerja (Diwyanto, 1996). Selain meningkatnya amonia, adanya litter pada lantai kandang panggung dapat meningkatkan suhu dan kelembaban kandang. Ayam broiler termasuk hewan homeothermis yaitu suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun suhu lingkungan berubah-ubah, sehingga tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan panas tubuh yang mutlak harus dikeluarkan (Tri, 2004). Pada unggas termasuk ayam broiler, pengeluaran panas tubuh akan dibatasi karena adanya bulu serta tidak aktifnya kelenjar keringat. Akibat utama dari kondisi ayam broiler pada suhu tinggi dapat menurunkan konsumsi ransum yang akan diikuti dengan lambatnya pertumbuhan. Ayam broiler yang berumur di atas 3 minggu akan menghasilkan pertumbuhan yang optimum pada suhu 20-25 o C dengan kelembaban berkisar
6 antara 50-70% (Borges dkk, 2004). Suhu rata-rata di daerah tropis termasuk Indonesia adalah 29,8-36,9 C pada siang hari (Badan Pusat Statistik, 2001). Jika ditambah adanya litter dalam kandang, suhu bisa mencapai 34 o C. Suhu nyaman bagi ayam sendiri berkisar antara 18-22 C (Charles, 2002). Tingginya suhu tersebut mengakibatkan ayam mengalami cekaman panas dan menyebabkan peningkatan sekresi hormon stres seperti glukokortikoid. Peningkatan kadar glukokortikoid berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan pertumbuhan (Kuczynski, 2002). Hal ini terjadi karena konsentrasi glukokortikoid yang tinggi akan menurunkan absorpsi glukosa. Cekaman panas mengakibatkan aktivitas organ hati dan ginjal mengalami peningkatan terkait dengan fungsinya sebagai organ detoksifikasi dan sekresi sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan organ tersebut (Aengwanich dan Simaraks, 2004). Cekaman panas pada ayam menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) dan packed cell volume (PCV) menurun, sehingga berakibat terhadap berkurangnya asupan oksigen tubuh (Hilman dkk, 2000). Timbunan kotoran ayam pada litter akan mengakibatkan kelembaban meningkat yang berdampak buruk pada kesehatan ayam. Kondisi litter yang basah dapat mengakibatkan suplai oksigen di kandang semakin berkurang karena didominasi oleh gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO 2 ), dan amonia (NH 3 ). Jika kondisi tersebut terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel dan jaringan baik berupa degenerasi maupun nekrosis, hal ini dikarenakan berkurangnya asupan oksigen pada tubuh ayam. Upaya untuk mengurangi amonia dan cekaman panas pada kandang sistem terbuka tipe panggung dapat dilakukan dengan melakukan pemeliharaan tanpa menggunakan litter atau slatt floor system ketika pemeliharaan memasuki periode
7 finisher. Hal ini dilakukan dengan cara membuang litter yang tadinya digunakan sehingga lantai kandang menjadi berongga, sehingga sirkulasi udara lebih baik. Tidak adanya litter di dalam kandang akan menurunkan kelembaban di dalam kandang sehingga nyaman untuk pertumbuhan ayam, terutama dalam menghindari penyakit pernapasan yang sering menyerang karena tingginya kelembaban dalam kandang. Pemeliharaan tanpa menggunakan litter dapat menghemat biaya operasional untuk pembelian sekam dan dapat mulai dilakukan pada umur ayam 18 hari (Pokhpand, 2013). Pemeliharaan tanpa menggunakan litter harus dilakukan pada waktu yang tepat, apabila pemeliharaan tanpa menggunakan litter dilakukan pada umur 18 hari dikhawatirkan ayam akan menerima stres berlebih, sebab terpaan angin pada saat litter diturunkan cukup besar, sementara bulu penutup tubuh belum lengkap. Bulu penutup tubuh ayam baru lengkap setelah ayam berumur 3 minggu (Farrel, 1979). Termoregulasi tubuh ayam mulai bekerja pada saat usia ayam 7 hari dan sempurna pada saat umur 21 hari (Winter dan Funk, 1990). Berdasarkan pengamatan pendahuluan pada umur 21 hari kaki ayam belum terlalu kuat untuk menopang tubuh ayam pada lantai slatt, sehingga apabila pemeliharaan tanpa menggunakan litter dilakukan pada umur 21 hari, ayam akan kesulitan menjangkau tempat ransum sehingga konsumsi ransumnya menurun. Pertumbuhan ayam membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahanlahan kemudian cepat dan kembali perlahan atau berhenti (Rose, 1997), hal itu terjadi karena pada saat awal pertumbuhan didominasi oleh hiperplasi sel, kemudian secara perlahan pertumbuhan didominasi oleh hipertropi dari sel. Puncak pertumbuhan ayam terjadi pada akhir minggu keempat sampai akhir
8 minggu kelima (Pokhpand, 2013), sehingga pemeliharaan litter sampai umur 27 hari dikhawatirkan akan menggangu proses pertumbuhan puncak tersebut, sebab pada saat pengangkatan litter ayam akan mengalami stres. Penggunaan litter secara terus-menerus akan meningkatkan suhu kandang, peningkatan suhu terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pengurai pada litter, selain itu kadar amonia pada kandang litter akan meningkat. Kandungan amonia sebanyak 25 ppm akan menurunkan efisiensi ransum (Ritz dkk, 2004), sehingga pemeliharaan menggunakan litter sampai umur 30 hari akan menyebabkan produksi kurang optimal. Konversi ransum yang dihasilkan dari pemeliharaan menggunakan litter lebih besar dibandingkan denga pemeliharaan pada sistem cage (Santoso, 2002). Idealnya pemeliharaan tanpa menggunakan litter dilakukan setelah bulu penutup lengkap dan termoregulasi tubuh telah sempurna, akan tetapi fase pertumbuhannya belum memasuki fase puncak produksi. Berdasarkan kerangka pemikiran, maka diajukan hipotesis bahwa pada kandang panggung pemeliharaan menggunakan litter sampai umur 24 hari memberikan performa produksi yang optimum. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada bulan Desember 2014 hingga Januari 2015. Tempat penelitian dilakukan di kandang broiler sistem panggung yang berlokasi di Kampung Lumbung Desa Sukakerta Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya.