PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh Tanaman. Tanaman kedelai tumbuh di daerah khatulistiwa antara 55ºLU-55ºLS. Kedelai juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Kacang Tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, P. falciparum, maupun P. malariae. Hampir

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dari

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan memerlukan nutrien berupa mineral dan air untuk pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

BAB I PENDAHULUAN. yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Data statistik menunjukkan bahwa konsumsi cabai mencapai 4.65 kg per kapita per tahun, jika diasumsikan penduduk yang mengkonsumsi cabai berumur 15 tahun ke atas sebanyak 170 juta maka diperkirakan kebutuhan cabai dalam negeri sebesar 790 500 ton per tahun. Luas pertanaman cabai pada tahun 2008 mencapai 103 837 ha, menempati urutan pertama terluas dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Rataan produksi nasional baru mencapai 6.51 ton/ha atau hanya menghasilkan 736 019 ton (Departemen Pertanian 2007). Angka tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan produktivitas negara Cina yang telah mencapai 19,13 ton/ha (Ali 2006). Rendahnya produksi cabai disebabkan antara lain penggunaan benih yang belum memenuhi syarat baik jumlah maupun mutu. Kebutuhan benih Nasional 73 814 kg, sedangkan produksi benih hanya 11 201 kg atau hanya 18.10% dari kebutuhan Nasional (Departemen Pertanian 2006). Kekurangan benih 81.9% masih mengandalkan penanaman benih sendiri atau diperoleh dari sumber lain yang tidak teridentifikasi secara resmi. Penggunaan benih bermutu rendah menghasilkan produksi yang rendah. Selain disebabkan oleh mutu benih, rendahnya produksi juga disebabkan oleh karena sebagian usahatani sayuran dilakukan pada tanah marginal seperti Ultisol. Di Indonesia tanah Ultisol lebih kurang 45.8 juta ha atau 24% luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2000). Tanah Ultisol terbentuk dari batuan liat, ph tanah asam, dan KB rendah. Pada tanah masam ph dibawah 5, kelarutan Al sangat tinggi terdapat dalam bentuk Al 3+ yang sangat beracun bagi tanaman, hal ini merupakan kendala yang sering membatasi pertumbuhan tanaman (Vitorello et al. 2005). Keracunan Al menyebabkan penghambatan perpanjangan akar primer dan sekunder sehingga akar menjadi kerdil yang menyebabkan penghambatan penyerapan hara dan air (Taylor 1988;

2 Marschner 1995). Gangguan penyerapan hara juga terjadi karena pengaruh langsung interaksi Al dengan fosfor (P) sehingga P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Marschner 1995). Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang penting dalam pertumbuhan akar, pertumbuhan bagian generatif (bunga, buah) dan perkecambahan benih. Unsur tersebut berfungsi sebagai penyusun metabolit dalam senyawa kompleks, sebagai aktivator, kofaktor atau penyatu enzim dan berperan dalam proses fisiologis (Soepardi 1983). Selain itu fosfor merupakan molekul pentransfer energi ADP dan ATP (Gardner et al. 1991; Marschner 1995). Jika energi tersedia dalam jumlah cukup maka semua proses metabolisme dapat berlangsung dengan baik, sehingga tanaman akan lebih mampu tumbuh dengan baik. Pemberian pupuk P pada tanah Ultisol yang bertujuan meningkatkan kandungan dan ketersediaan P tanah serta meningkatkan produksi benih cabai, menjadi tidak efisien karena ada fiksasi P yang tinggi pada tanah Ultisol. Mikanova dan Novakova (2002) menyatakan meskipun P total dalam tanah terdapat dalam jumlah yang banyak tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Tanaman hanya mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan dan efisiensi P adalah dengan menginokulasi fungi endomikoriza (Jumaniyazova et al. 2004). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) telah menunjukkan peran yang menguntungkan bagi tanaman yaitu kolonisasi mikoriza membantu tanaman dalam mengatas kondisi kering (Nelson dan Safir 1982; Hapsoh 2003; Hanum 2004; Kartika 2006), menghalangi patogen akar (Gianinazzi-Person dan Gianinazzi 1983), meningkatkan agregasi tanah dalam tanah tererosi. Inokulasi dengan FMA adalah cara yang efisien untuk meningkatkan penyerapan fosfat yang ditransfer ke tanaman (Smith 2002; FAO 2005; Suparno 2008). Hal ini berhubungan dengan peningkatan penyerapan hara P oleh penyebaran hifa mikoriza dan lebih nyata pada tanah dengan kesuburan rendah (Garcia-Garrido et al. 2000). Menurut Marschner (1995), tanaman yang bermikoriza mempunyai

3 laju penyerapan unsur P per unit panjang akar meningkat 2-3 kali dibandingkan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini karena pada akar tanaman yang bermikoriza ditemukan hifa yang memberikan kontribusi sebesar 70-80% dari total penyerapan P. Prinsip kerja dari FMA adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif. Fungi mikoriza arbuskula dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman, seperti hasil penelitian Aguilera-Gomes et al., (1999) yang mendapatkan bahwa FMA dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, bobot kering tajuk, akar dan buah Capsicum annuum L meningkat 450%. Mieke et al., (2003) melaporkan pemberian FMA dan pupuk P dapat meningkatkan umbi kentang sebesar 23.5%. Hasil percobaan Farida (2003) menunjukkan pemberian FMA dapat meningkatkan pertumbuhan stek tebu. Purnomo (2008) bahwa inokulasi Gigaspora margarita dapat meningkatkan bobot buah panen sebesar 94.49% pada cabai Cilibangi 3 dan 80.37% pada cabai Helm. Kemampuan FMA memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan tanaman berkaitan dengan peranannya dalam penyerapan fosfor, seperti hasil penelitian Kalpulnik, dan Douds (2000) menyatakan bahwa biji yang berasal dari tanaman bermikoriza mengandung P lebih banyak dari tanaman tanpa mikoriza. Fosfor total dalam benih berfungsi sebagai cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi. Benih dengan kandungan P total tinggi dapat meningkatkan vigor benih, sehingga mampu mempertahankan viabilitasnya selama periode simpan (Bewle dan Black - 1978). Fosfor dalam benih berbentuk: 1) fosfat an organik yaitu H 2 PO 4, 2) senyawa cadangan yaitu fitin, 3) senyawa fosfor yang terikat pada fosfolipid, asam nukleat dan sebagainya, 4) intermediat metabolisme misalnya gula fosfat, NAD dan 5) senyawa kaya energi yaitu ATP. Benih yang berkembang dalam tanaman induk yang disuplai hara optimum akan menghasilkan kemampuan menghimpun energi yang baik, sebaliknya benih yang mempunyai kandungan P yang rendah akan mempunyai status vigor yang rendah (Sadjad, 1993). Vigor benih mencerminkan mutu dari suatu benih. Ilyas (2003) menyatakan mutu dapat diklasifikasikan menjadi mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisik. Mutu genetik benih mengait pada sifat-sifat yang menurun yang dibawa oleh benih dari masing-masing spesies atau varietas. Mutu fisiologis mengait pada mutu benih

4 untuk tingkat viabilitasnya dan mutu benih apabila disimpan dan ditranslokasikan. Mutu fisik mengait pada mutu kebersihan dan homogenitas fisik. Volume tanah yang dijelajah oleh 1 cm akar tanaman tanpa FMA hanya sekitar 1-2 cm 3, sedangkan 1 cm akar tanaman ber FMA dapat menjelajah 12-15 cm 3 (6-15 kali) (Sieverding 1991). Akibat pembesaran volume jelajah akar serap bermikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman adalah (1) peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobile seperti P, Cu dan Zn, juga yang relatif mobile seperti K, S, NH + 4, Mo; (2) penurunan stress tanaman akibat infeksi patogen akar, kondisi tanah salin, kelembaban tanah yang rendah, temperatur tanah yang tinggi serta faktor-faktor merugikan lainnya, (3) peningkatan toleransi tanaman terhadap defisiensi hara pada tanah tidak subur, dan terhadap kemasaman dan toksisitas Al, Fe, dan Mn pada tanah masam dan (4) peningkatan nodulisasi dan daya fiksasi N 2 oleh Rhizobium pada simbiosis legum, (5) meningkatkan serapan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas Zn (Dueck et al. 1986; Burkert dan Robson 1994); (6) merangsang laju fotosintesis dan transportasi fotosintat ke akar, produksi hormon seperti IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, auksin dan giberelin dan eksudasi asam-asam organik dari akar, serta permeabilitas membran terhadap lintasan hara (Abbott dan Robson 1984; Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi 1983); (7) mempercepat fase fisiologis definitif, sehingga waktu berbunga dan panen dipercepat, serta meningkatkan daya survival tanaman pada awal pertanaman (Linderman dan Hendrix 1984); dan (8) berperan penting dalam konservasi dan pendauran hara dalam tanah, dalam agregasi tanah dan mengurangi erosi/pelindian hara tanah (Sieverding 1991). Penelitian inokulasi FMA pada kelapa sawit asal kultur in vitro menunjukkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan efisiensi pemupukan P (Blal et al. 1990) dan meningkatkan daya hidup serta serapan hara tanaman (Widiastuti dan Tahardi 1993). Efisiensi serapan berkaitan dengan karakterisasi morfologi, fisiologi maupun biokimia akar. Blair (1993) mengemukakan ada tiga katagori utama untuk mendifinisikan efisiensi P yaitu: (1) Efisiensi serapan yang berdasarkan pada parameter akar (2) Efisiensi pembentukan yang berhubungan

5 dengan hasil tajuk (3) Efisiensi penggunaan meliputi keseluruhan tanaman (akar dan tajuk). Aplikasi fungi mikoriza dan berbagai taraf pupuk P berinteraksi positif dalam meningkatkan produksi cabai dan mutu benih yang dihasilkan serta meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P pada lahan-lahan marginal. Penelitian terdiri atas empat percobaan yang saling melengkapi dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu: (1) isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA, (2) seleksi FMA yang efektif terhadap pertumbuhan cabai, (3) pengujian efektivitas inokulasi dalam menekan penggunaan pupuk P dan peningkatan produksi dan mutu benih cabai genotip Laris dan Tegar, (4) tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer. Tujuan Penelitian 1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi FMA pada lahan penanaman cabai di daerah Cianjur. 2. Mendapatkan jenis FMA yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan bibit cabai. 3. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dalam meningkatkan efisiensi pemupukan P 4. Mengkaji pengaruh inokulasi FMA dan pupuk P terhadap peningkatan hasil dan mutu benih cabai. Kegunaan Penelitian 1. Dengan ditemukan isolat FMA yang efektif maka isolat tersebut dapat digunakan pada usahatani cabai di tanah Ultisol. 2. Dengan diketahui mekanisme kerja FMA dalam peningkatan penyerapan hara P, maka dapat memperbaiki teknik budidaya khususnya dalam pemupukan. 3. Sebagai salah satu alternatif paket teknologi dalam meningkatkan produksi benih cabai.

6 Hipotesis 1. Terdapat keragaman jenis-jenis FMA pada rhizosfer cabai. 2. Terdapat FMA jenis tertentu yang efektif tinggi pada tanaman cabai di tanah Ultisol. 3. Inokulasi FMA dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P. 4. Inokulasi FMA dan pemupukan P meningkatkan produksi dan mutu benih. Strategi Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga topik penelitian, dan masing-masing topik penelitian saling berkaitan. Topik pertama bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi isolat-isolat FMA yang terdapat pada tanah Utisol, dengan judul Isolasi, karakterisasi dan pemurnian FMA dari tanah Ultisol lahan penanaman cabai. Isolat-isolat yang ditemukan pada penelitian pertama, diuji keefektifannya terhadap pertumbuhan bibit cabai pada penelitian kedua. Judul penelitian kedua "Seleksi FMA efektif terhadap pertumbuhan cabai. Selanjutnya hasil penelitian kedua digunakan untuk penelitian ketiga dengan judul " Efektivitas inokulasi fungi mikoriza arbuskula dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P, penelitian keempat dengan judul Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum FMA Mycofer. Bagan alir penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1

7 INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH CABAI (Capsicum annuum L) SERTA EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK P Percobaan 1 Inokulasi, karakterisasi, pemurnian dan perbanyakan FMA dari lokasi penanaman cabai pada tanah Ultisol Jenis FMA indigenous Karakteristik Percobaan 2 Seleksi fungi mikoriza arbuskula (FMA)hasil percobaan 1 yang efektif dalam pertumbuhan cabai FMA efektif dalam meningkatkan pertumbuhan Percobaan 3 Efektivitas inokulasi FMA hasil percobaan 2 dalam meningkatkan produksi dan mutu benih cabai serta menekan kebutuhan pupuk P FMA meningkatkan produksi, mutu benih dan penggu naan pupuk p Percobaan 4 Tanggap tanaman terhadap inokulasi inokulum FMA indigenous campuran dan inokulum Mycofer FMA campuran efektif dalam meningkatkan produksi Gambar 1. Bagan Alir Penelitian