PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG P A J A K H O T E L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR : 1 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 1998 SERI A NO. 1

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 5, TAHUN : 2004 SERI : A NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI A.3

PAJAK PENERANGAN JALAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

S A L I N A N Nomor : 7/B 2002

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 17 TAHUN 1997 T E N T A N G

PAJAK RESTORAN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2003 PAJAK HOTEL

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 T ENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kota Yogyakarta )

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN 202 SERI : A NOMR: 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR: 9 TAHUN 2002

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI,

PAJAK RESTORAN BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 02 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HIBURAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 07 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT N O M O R : 6 T A H U N PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 29 Tanggal : 27 Januari 1999 Seri : A Nomor : 3

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pajak Daerah merupakan Sumber Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah untuk menetapkan otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II; b. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan merupakan jenis Pajak Daerah Tingkat II; c. bahwa untuk memungut pajak sebagaimana dimaksud huruf b perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokPertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684); 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 7. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68); 9. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 82); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air; 11. Peraturan.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3691); 12. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/101/M.PE/1994 tentang Pengurusan Administratif Air Bawah Tanah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Daerah Perubahan dan Peraturan Daerah Perubahan; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah; 16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaandi Bidang Pajak Daerah. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan; c. Kepala Daerah adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Tarakan; d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan; e. Dinas Pertambangan adalah Dinas Pertambangan Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan; f. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komenditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; h. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan; i. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumbersumber air, baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan air; j. Air Bawah Tanah adalah air yang berada diperut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas permukaan tanah; k. Air Permukaan adalah air yang berada diatas permukaan bumi tidak termasuk air laut; l. Pengambilan..

l. Pengambilan adalah pengambilan dan atau penggunaan air oleh para pengambil air untuk berbagai macam keperluan; m. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pemboran mekanis dengan menggunakan konstruksi pipa lebih dari 2 inchi ( ± 5 cm) n. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah izin atau kuasa untuk mengambil air bawah tanah dan mengambil air permukaan; o. Izin Pemboran Air Bawah Tanah adalah izin untuk melakukan pemboran air bawah tanah; p. Sumber Air adalah tempat, wadah air baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah; q. Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk Pungutan Pajak atau Pemotongan Pajak tertentu; r. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutangnya menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah; s. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; t. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang; u. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar; v. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; w. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang; x. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak; y. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; z. Pembayaran Pajak Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak sesuai dengan SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditunjuk, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan; aa. Penagihan Pajak Daerah adalah serangkaian kegiatan pemungutan Pajak Daerah, yang diawali dengan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sampai dengan penyampaian Surat Paksa kepada Wajib Pajak agar Wajib Pajak yang bersangkutan melaksanakan kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan jumlah pajak yang terhutang; ab.kelebihan Pembayaran Pajak Daerah adalah kelebihan yang tercantum dalam SKPDLB atau kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau karena pembayaran lebih atas hutang pajak yang tercantum pada SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD; ac.hutang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi admnistrasi berupa kenaikan pajak, bunga dan atau denda yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenis berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah. BAB II.

BAB II PERIZINAN Pasal 2 Tata cara pemberian izin pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB III NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 3 (1) Dengan nam Pajak Hotel dan Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan di hotel dan restoran; (2) Objek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel dan restoran; (3) Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain : gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan, termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan; b. Pelayanan penunjang antara lain telepon, faksimil, telex, fotocopi, pelayanan cuci, seterika, taksid dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel; c. Fasilitas olah raga dan hiburan antara lain Pusat Kebugaran (Fitness Center), kolam renang tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel; d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel; e. Penjualan makanan dan atau minumana ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapannya. Dikecualikan dari objek pajak adalah : Pasal 4 a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; b. Asrama dan pesantren; c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipakai oleh umum dihotel; e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum; f. Pelayanan jasa boga/katering; g. Pelayanan yang disediakan oleh restoran dan rumah makan yang peredarannya tidak melebihi Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Pasal 5 (1) Subjek Pajak Hotel dan Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel dan atau restoran; (2) Wajib..

(2) Wajib Pajak Hotel dan Restoran adalah pengusaha hotel dan atau restoran. BAB IV DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 6 Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada Hotel dan atau Restoran. Pasal 7 Tarif pajak ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen). BAB V WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 8 (1) Pajak yang terhutang dipungut di Wilayah Daerah; (2) Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. BAB VI MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 9 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim. Pasal 10 Pajak terhutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di Hotel dan Restoran. Pasal 11 (1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD; (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya; (3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Kepala Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak; (4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB VII TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 12..

Pasal 12 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1), Kepala Daerah menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD; (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 13 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terhutang; (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan : a. SKPDKB; b. SKPDKBT; c. SKPDN. (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terhutangnya pajak; b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak; c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud apada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut; (5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak; (6) Apabila kewajiban membayar pajak terhutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan d tidak tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua perseratus) sebulan; (7) Penambahan

(7) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah sesuai waktu yang ditentukandalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD; (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah; (3) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 15 (1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas; (2) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepad Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terhutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan; (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yagnbelum atau kurang dibayar; (4) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar; (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 16 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan; (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimaan dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 17 (1) Surat

(1) Surat Peringatan atau Surat Teguran atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran; (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Peringatan atau Surat Teguran atau Surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terhutang; (3) Surat Peringatan, Surat Teguran atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat. Pasal 18 (1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Peringatan atau Surat Teguran atau Surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa; (2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Peringatan atau Surat Teguran atau Surat lain yagn sejenis. Pasal 19 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pasal 20 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada kantor Lelang Negara. Pasal 21 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 22 Bentuk, jenis dan isi formuliryang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23 (1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasaan pajak; (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XI

BAB XI TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24 (1) Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan pembetulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, DKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib pajak kepada Kepala Daerah, atau Pejabat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas; (3) Kepala Daerah atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan; (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN. (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya; (3) Kepala

(3) Kepala Daerah atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan; (4) Apabila sudah lewat waktu 12 (dua belas) bulas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan; (5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 26 (1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan; (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 27 Apabilla pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 28 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Daerah atau pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa pajak; c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas. (2) Kepala Daerah atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 2 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan; (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan; (4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud; (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Paajak (SPMKP); (6) Apabila.

(6) Apabila pengembalian kelebihan poembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannyaskpdlb, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 29 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan juga berlaku sebagaim bukti pembayaran. BAB XIV KEDALUWARSA Pasal 30 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah; (2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10 tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau; b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 31 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terhutang; (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terhutang. Pasal 32 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Selain

(1) Selain Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah dapat diberikan kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah ini; (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Menerima laporan atau pengaduan dari sesorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 35..

Pasal 35 Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan. Ditetapkan di Tarakan pada tanggal 30 September 1998 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN KETUA, PJ. WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II TARAKAN, ttd ttd H. ALI ACHMAD DRS. H. ASRAN BULKIS DISAHKAN Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 973.44-1110 Tanggal 16 Desember 1998 Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan Nomor : 02 Tahun 1999 Seri A No. 01 Tanggal 15 Februari 1999 SEKRETARIS WILAYAH / DAERAH, ttd DRS. H. ABDUSSAMAD Pembina Tingkat I NIP. 010 182 194

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARZAN NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN I. PENJELASAN UMUM Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1997 telah terbentuk Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan, yang sejajar dengan Daerah Tingkat II lainnya di Indonesia. Pada saat terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan, telah diserahkan sebagian urusan-urusan Pemerintah sebagai kewenangan pangkal. Dan sebagai konsekwensi dari penyerahan urusan tersebut, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan harus dapat memanfaatkan potensi yang ada dengan cara menggali sumber-sumber Pendapatan Daerah guna membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Guna mendukung perkembangan Otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah, khususnya yang berasal dari Pajak Daerah perlu terus dioptimalkan, sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada mesyarakat serta usaha meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Upaya peningkatan penyediaan dana dari sumber-sumber tersebut antara lain dilakukan dengan dibuatnya Peraturan Daerah di bidang Perpajakan Daerah, sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah. Langkah-langkah ini diharapkan akan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pungutan Pajak Daerah serta meningkatkan mutu dan jenis pelayana kepada masyarakat, sehingga Wajib Pajak dapat dengan mudah memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk menindak lanjuti Pasal 2 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 perlu dibentuk Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan yang mengatur Pajak Penerangan Jalan. Peraturan Daerah ini ditetapkan untuk mengatur lebih lanjut terhadap Pajak Penerangan Jalan Dalam Wilayah Kotamadya Derah Tingkat II Tarakan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 s/d Pasal 11 Pasal 12 ayat (1) s/d ayat (3) huruf b Pasal 12.

Pasal 12 ayat (3) huruf c Pasal 12 ayat (4) s/d ayat (6) Pasal 13 s/d Pasal 16 Pasal 17 ayat (1) Pasal 17 ayat (2) Pasal 18 s/d Pasal 21 Pasal 22 ayat (1) Pasal 22 ayat (2) Pasal 23 s/d Pasal 24 ayat (1) huruf e Pasal 24 ayat (2) Pasal 24 ayat (3) s/d ayat (5) Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 s/d Pasal 34 : Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. : Dasar hukum pelaksanaan Surat Paksa didasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan dibidang penagihan pajak. : Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak dapat diberikan dengan mempertimbangkan antara lain kemampuan membayar Wajib Pajak. : Yang dimaksud dengan keadaan diluar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak / kekuasaan Wajib Pajak, misalnya karena Wajib Pajak sakit atau terkena bencana alam. : Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar.