BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

dokumen-dokumen yang mirip
hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SMP NEGERI 3 MENGGALA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN PEMULA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PEMERINTAH DESA KUCUR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia diberi anugerah oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Disusun Oleh: Faisal Rahmad H Fabian

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PEMERINTAH KOTA PADANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

MUSEUM ZOOLOGI DI BOGOR PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 33 TAHUN 2008

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN LAHAN PERTAMBAKAN DI WILAYAH TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

Transkripsi:

1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertingi yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri, membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan satwa di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar perdagangan satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul memperhatikan kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar dapat diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan 1. Satwa-satwa tersebut tersebar di seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan Tim Cegah Satwa Punah dari ProFauna Indonesia sekitar 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% dari jenis satwa di dunia berada di Indonesia. Indonesia bahkan menempati urutan pertama dalam hal kekayaan mamalia dengan 515 jenis dan menjadi habitat dari 1539 jenis unggas serta sekitar 45% jenis ikan di dunia hidup di Indonesia 2. Satwa yang ada di habitat wilayah Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut, 1 Website WWF Indonesia.co.id, Choirul Saleh, Pelaksanaan CITES di Indonesia, 13 Februari 2009. 2 Website Profauna Indonesia.co.id, Slamet Khoiri, Satwa Liar Indonesia, 12 Februari 2009.

2 karena ekosistem di dalamnya mendukung akan perkembangbiakan satwa tersebut. Berbagai jenis satwa tersebut tersebar di Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau. Namun hal tersebut tidak berarti semua pulau dapat didiami semua satwa. Berdasarkan kenyataan ada satwa yang termasuk satwa endemik yakni hidup secara terbatas pada habitat di daerah tertentu dan tidak terdapat di tempat lain, misalnya anoa di Sulawesi, cendrawasih di Irian Jaya, siamang dan harimau Sumatera di Sumatera dan lain-lain. Indonesia menyimpan banyak keanekaragaman jenis satwa liar, namun juga merupakan salah satu negara yang mempunyai laju kepunahan jenis satwa yang cukup tinggi. Daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah tersebut dapat dilihat dari sulitnya untuk melihat beberapa jenis satwa liar di habitat aslinya. Satwa-satwa liar tersebut diantaranya yang sudah jarang ditemui di tempat aslinya, seperti harimau Sumatera, badak bercula satu, anoa, burung cendrawasih, gajah Sumatera, harimau Jawa, dan masih banyak lagi satwa-satwa yang hidup di daratan, perairan, dan di udara yang terancam punah. Saat ini diperkirakan jumlah jenis satwa liar yang terancam punah terdiri dari 147 jenis mamalia, 114 jenis unggas, 28 jenis reptile, 91 jenis ikan dan 28 jenis invertebrata 3. Banyak hal yang menyebabkan tingginya ancaman kepunahan dari jenis satwa liar tersebut. Hutan dikonversi menjadi pemukiman, lahan pertanian, perkebunan serta terjadi eksploitasi sumber daya alam di hutan secara berlebihan. Lahan habitat alami satwa liar yang kemudian menjadi korban. Kondisi ini diperparah dengan 3 Ibid.

3 tingginya perburuan dan perdagangan liar yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Semua ini disebabkan rendahnya tingkat pengawasan dan penegakan hukum terhadap berbagai eksploitasi ilegal satwa liar dan tingkat perburuan liar sangat tinggi. Tingginya tingkat perburuan dan perdagangan liar ini karena tingginya permintaan pasar terhadap jenis-jenis satwa liar, ditambah penawaran harga yang tinggi untuk jenis-jenis satwa yang sangat langka. Satwa liar telah sulit ditemui di habitat aslinya karena populasinya hampir punah, hal ini membuat Pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan untuk perlindungan satwa langka dari kepunahannya. Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mana Undang-Undang ini menentukan pula kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengamanan keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya. Peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan satwa selain Undang- Undang No. 5 Tahun 1990, antara lain : a. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar b. Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 104/Kpts-II/2000 Tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar Dan Menangkap Satwa Liar c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

4 d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Peraturan-peraturan tersebut di atas mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh negara, baik yang dimiliki masyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat, dikarenakan satwa langka tersebut sudah hampir punah, di habitat aslinya sudah jarang ditemui. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 telah ditetapkan mana yang disebut satwa langka yang boleh dipelihara dan tidak boleh dipelihara oleh manusia. Perdagangan satwa liar dapat menyebabkan eksploitasi besar-besaran yang menimbulkan ancaman kepunahan bagi satwa tersebut. Pada saat sekarang ini untuk memiliki dan/atau memelihara satwa-satwa liar tersebut dapat dengan cara membeli, misalnya di pasar hewan yang menjual satwa-satwa langka yang dilindungi, serta dengan cara berburu di alam liar, nantinya satwa yang diburu itu kebanyakan akan diawetkan, diambil kulitnya dan bagian tubuh lainnya untuk dijadikan pajangan atau hiasan hanya demi kesenangan dan kepuasan bagi yang memilikinya. Akibat perdagangan liar yang semakin meningkat akhir-akhir ini, selain ekspor satwa liar hidup, ekspor kulit dari beberapa jenis reptilia mencapai puluhan ribu lembar. Keinginan manusia untuk memakai produk berbahan bagian tubuh dari satwa seperti kulit buaya, harimau, ular maupun jenis satwa lain cukup tinggi 4. Banyaknya satwa liar yang dipelihara, dimiliki ataupun diperdagangkan merupakan satwa yang tergolong dilindungi atau yang termasuk hampir punah. 4

5 Tingginya peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi dikarenakan penjual ataupun pengusaha hanya melihat dari segi keuntungan ekonomi dari satwa yang diperdagangkan tetapi kurang memperhatikan dari segi kelangsungan kelestarian dari satwa tersebut. Padahal eksploitasi terus menerus tanpa memperhatikan kelestarian dapat mengancam kelangsungan hidup satwa tersebut di alam dan dapat berakibat kepunahan. Satwa liar yang dilindungi dilarang untuk dipelihara, dimiliki, diburu maupun diperdagangkan, namun masyarakat tidak dapat membedakan satwa yang dilindungi dan yang tidak dilindungi. Perilaku manusia ini yang dapat mengancam kepunahan dari satwa langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya di habitat asalnya. Kepunahan satwa langka ini dapat dicegah dengan ditetapkan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Satwa langka tidak boleh dibunuh, dimiliki, ditangkap, diburu serta diperdagangkan, hal ini untuk menjaga kelestarian satwa tersebut dari kepunahan. Pencegahan ini bertujuan agar satwa-satwa langka yang hampir punah, hanya menjadi cerita bagi anak cucu kita nantinya karena keserakahan manusia dalam mengambil keuntungan dari yang diperolehnya. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebuah institusi yang berdiri sendiri dan berkedukan langsung di bawah Presiden Republik Indonesia. Tugas pokok kepolisian salah satunya adalah menegakkan hukum. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya Terutama Bab XI tentang Penyidikan, yang menegaskan bahwa

6 Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan pejabat yang berwenang melakukan penyidikan dalam tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kewenangan penyidik tersebut antara lain untuk: a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; c. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; d. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; e. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; f. Membuat dan menandatangani berita acara; g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti Pada prakteknya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap peredaran illegal satwa liar yang dilindungi, biasanya dilakukan bekerjasama dengan institusi pemerintah lainnya seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam maupun

7 Pusat Penyelamatan Satwa. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menegaskan bahwa hubungan dan kerjasama di dalam negeri dilakukan terutama dengan unsur-unsur Pemerintah Daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansi lain serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dan subsidiaritas. Selain itu dalam Keputusan Bersama Menteri Kehutanan Republik Indonesia Dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10/Kpts-II/1993 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata kerja Jagawana terutama Bab V, juga menegaskan tentang hubungan tata kerja antara Kepolisian dengan Jagawana dalam arti luas. Kegiatan tersebut antara lain razia serta penyitaan terhadap satwa langka yang dipelihara oleh individu maupun yang diperdagangkan secara ilegal di pasar hewan. Seperti operasi penertiban yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta bersama Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakarta dan Reserse Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta pada hari Senin tanggal 24 Maret 2003. Sasaran dari operasi tersebut adalah sejumlah hotel dan rumah warga. Hasilnya sejumlah satwa langka berhasil disita untuk kemudian dikembalikan ke habitatnya. Satwa langka yang berhasil disita antara lain Harimau, burung merak, siamang, owa dan burung kakatua jambul kuning 5. Diharapkan operasi seperti ini dapat mengurangi peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi, sehingga dapat menekan laju kepunahan berbagai jenis satwa liar yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, dan yang paling penting penegakan hukum 5 Ferry Ardyanto,Kompas, Satwa Langka Disita dari Toko dan Hotel,25 Maret 2003.

8 dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu terhadap para pihak yang terkait dengan perbuatan ilegal terhadap satwa yang dilindungi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan yaitu, Bagaimanakah upaya dari Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui upaya dari Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap peredaran satwa liar yang dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Memberi sumbangan pemikiran kepada aparat Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap peredaran satwa liar yang dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

9 E. Keaslian Penelitian Penelitian hukum ini adalah merupakan karya asli dari penulis bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Permasalahan hukum yang akan diteliti sepengetahuan peneliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain, dalam hal ini penulis memfokuskan pada peran kepolisian dalam penegakan hukum terhadap peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta. F. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang berfokus pada norma dan penelitian ini memerlukan data sekunder sebagai data utama. b. Sumber Data Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif sehingga penelitian ini memerlukan data sekunder, data utama terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer

10 (a) Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (b) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (c) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 104/Kpts- II/2000 Tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar dan Menangkap Satwa Liar (d) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 301/Kpts- II/1991 Tentang Inventarisasi Satwa Liar yang Dilindungi dan Dimiliki Perorangan dan bagian-bagiannya. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder diperoleh melalui buku majalah, jurnal dan internet. c. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber yang berkaitan dalam permasalahan. d. Narasumber Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan Brigpol Slamet Tri Yuliawan dari Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Edi Warsito Polhut dari

11 Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta dan 5 orang pedagang hewan di Pasar Ngasem. e. Metode Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan maupun wawancara, diolah dan dianalisis secara kualitatif. Data yang diperoleh dari kepustakaan maupun lapangan baik secara lisan maupun tertulis, kemudian diarahkan dan dibahas serta diberi penjelasan dengan ketentuan yang berlaku kemudian ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal umum ke hal khusus. G. Batasan Konsep a. Pengertian Kepolisian Kepolisian yang disebut di sini adalah aparat Kepolisian seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah segala hal ikhwal yang dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebuah institusi yang berdiri sendiri dan berkedudukan langsung dibawah Presiden Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terutama Pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah segala hal ikhwal yang dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

12 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Polri memiliki posisi yang unik di kalangan birokrasi negara, karena mengemban 3 sistem administrasi sekaligus yang tidak dilakukan oleh fungsifungsi eksekutif maupun kalangan birokrasi yang lain. Sistem administrasi tersebut seperti, sistem administrasi negara, sistem administrasi pertahanan dan keamanan, serta sistem peradilan pidana mulai dari upaya preventif sampai represif. Fungsi utama dari Kepolisian meliputi penegakan hukum, pembinaan kekuatan Polri maupun potensi masyarakat yang bersama sama kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab mengamankan dan menyukseskan pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan bangsa. Fungsi organik Kepolisian meliputi 2 hal yaitu, fungsi organik operasional dan organik pembinaan. Fungsi organik operasional Kepolisian baik rutin maupun khusus dan operasional kamtibmas maupun bantuan administrasi secara teknis maupun taktis. Fungsi organik di bidang pembinaan antara lain meliputi bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan dan pengorganisasian, sampai ke tingkat pengawasan dan pengendalian.

13 Fungsi teknis pada dasarnya meliputi unsur-unsur penggerak operasional Kepolisian yaitu terdiri dari intelijen, pengamanan, reserse, samapta, lalu lintas dan bimbingan masyarakat. Fungsi teknis yang bersifat lebih administrasi yaitu, masalah personel, pendidikan dan logistik sedangkan yang lebih bersifat sosial antara lain bidang sejarah, psikologi kedokteran dan interpol. Fungsi khusus Kepolisian meliputi bidang keuangan, pembinaan sistem informasi, komunikasi dan elekronika, penerangan, hukum, pembinaan mental dan search and rescue (SAR). b. Pengertian satwa liar yang dilindungi Satwa liar menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifatsifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Satwa liar dibedakan menjadi 2 kategori yaitu satwa liar dilindungi dan satwa liar tidak dilindungi. Perlindungan terhadap satwa umumnya ditujukan terhadap satwa yang cenderung punah atau mengalami kelangkaan di habitat aslinya. c. Pengertian Peredaran ilegal satwa liar Peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi adalah kegiatan yang merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup satwa. Peredaran ilegal ini berupa perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap satwa antara lain, dengan sengaja menangkap, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut

14 dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup 6. Hal ini ditegaskan pada Undang Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya pada Pasal 21 ayat (2) yang menyebutkan mengenai perbuatanperbuatan yang dilarang dan Pasal 40 mengenai ketentuan pidananya. H. Sistematika Penulisan Hukum Bab I : Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Keaslian Penelitian f. Metode Penelitian g. Batasan Konsep h. Tinjauan Pustaka i. Sistematika Penulisan Hukum Bab II : Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Peredaran Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta a. Tinjauan Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia b. Tinjauan Tentang Peredaran Ilegal Satwa Liar yang Dilindungi 6 Leden Marpaung, 1995, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan satwa, Penerbit Erlangga, Jakarta.,.hlm. 55.

15 c. Upaya yang Dilakukan Kepolisian dalam Penegakan Hukum terhadap Peredaran Ilegal Satwa Liar yang Dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta Bab III: Penutup a. Kesimpulan b. Saran