BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Pencegahan Infeksi Luka Operasi Dr. Nucki N Hidajat, SpOT(K), M.Kes, FICS FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI NOSOKOMIAL

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi (IDO). 1. dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan praktik kedokteran modern. Saat ini penggunaan kateter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea. Fitri Yuliana, SST

BAB III METODE PENELITIAN

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. beraktivitas, dan adanya kemungkinan terjadinya kecacatan karena proses

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. spinalis dan cairan serebrospinalis (LCS). Cairan ini mempunyai total volume

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, penggunaan. lensa kontak sebagai pengganti kacamata semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

Pengendalian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Luka Operasi 2.1.1. Definisi Infeksi Luka Operasi Infeksi luka operasi adalah infeksi pada tempat didaerah luka setelah tindakan bedah. infeksi luka operasi dibagi atas insisi superfisial (kulit dan jaringan sekitar), insisi dalam (otot dan fasia), dan organ/ruang (Anaya dan Dellinger, 2008). Infeksi luka operasi adalah infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi jika tidak ada tindakan implantasi atau dalam kurun waktu 1 tahun setelah tindakan operasi jika ada dilakukan implantasi dan infeksi yang tampak ada hubunganya setelah dilakukan tindakan operasi (Gray dan Hawn, 2007) 2.1.3. Klasifikasi Luka Operasi Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Operasi Menurut Derajat Kontaminasi (Anaya dan Dellinger, 2008). KELAS LUKA Kelas I (bersih) Kelas II (bersihterkontaminasi) Kelas III DEFENISI Luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak ada inflamasi yang ditemukan dan infeksi tidak menembus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urogenitalis. Luka ditutup dan bila perlu dikeringkan dengan drainage tertutup. Luka operasi setelah trauma tumpul seharusnya termasuk dalam kategori ini jika ditemukan kriteria tersebut. Luka operasi yang menembus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urogenitalis namun masih dalam kondisi yang terkendali dan tanpa kontaminasi yang bermakna. Luka akibat kecelakaan, tebuka dan masih segar.ditambah,

5 (terkontaminasi) Kelas IV (kotor/terinfeksi) operasi dengan daerah kerusakan yang luas dengan teknik steril atau tumpahnya cairan yang terlihat jelas dari traktus gastrointestinalis dan insisional yang akut, inflamasi tidak purulen yang ditemukan adalah termasuk dalam kategori ini. Luka trauma yang sudah lama dengan mempertahankan jaringan yang dilemahkan dan itu meliputi adanya infeksi klinikal atau perforasi viseral. Defenisi ini menyarankan bahwa organisme penyebab infeksi paska operasi ada di tempat operasi sebelum operasi. 2.1.3. Epidemiologi Infeksi luka operasi menunjukan jenis infeksi yang paling sering terjadi di negara berkembang, menurut literatur, kejadian infeksi luka operasi yaitu antara 1,2-23,6 per 100 tindakan operasi. Tingkat resiko yang lebih tinggi dari negara berkembang dimana kejadian infeksi luka operasi rata-rata sekitar 2% 3% (WHO, 2010). Study prevalensi baru-baru ini menemukan bahwa infeksi luka operasi merupakan infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, dilaporkan 31% dari semua pasien rawat inap Healthcare-Associated Infection (HAI). Survey prevalensi HAI CDC menemukan bahwa diperkirakan 157.500 infeksi luka operasi berhubungan dengan pasien operasi rawat inap tahun 2011. NHSN data selama 2006 2008 menunjukan kejadian infeksi luka operasi rata-rata 1,9% (CDC, 2015). Sementara kemajuan telah membuat praktek untuk mengontrol infeksi, meliputi perbaikan ventilasi ruang operasi, metode sterilisasi, barrier, teknik bedah dan pengadaan antimikroba propilaksis. Infeksi luka operasi masih menyebabkan morbiditas, perpanjangan rawat inap, dan kematian. Tingkat kematian akibat infeksi luka operasi yaitu 3% dan 75% kematian yang berhubungan dengan infeksi luka operasi adalah kematian yang diakibatkan oleh infeksi luka operasi tersebut secara langsung (CDC, 2015).

6 2.1.4. Etiologi Infeksi luka operasi berlanjut menjadi masalah yang rumit bagi ahli bedah di zaman modern ini. Walaupun adanya kemajuan antibiotik, anestesi yang lebih baik, peralatan yang unggul, masalah diagnosa bedah yang lebih awal dan perbaikan teknik kewaspadaan post operasi, infeksi luka tetap terjadi. Meskipun beberapa menganggap masalah ini hanya sekedar kencantikan, itu menggambarkan pengertian yang dangkal tetang masalah ini, yang mana menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian dan juga banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk biaya perawatan di rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008) Banyak faktor penyebab terjadinya infeksi luka operasi. Faktor host juga berkontribusi dalam perkembangan infeksi luka operasi. Infeksi luka operasi disebabkan oleh kontaminasi bakteri dari tempat bedah, yang mana dapat terjadi dengan berbagai cara diantaranya: kerusakan dinding viskus berongga, bakteri flora normal pada kulit, dan teknik bedah steril yang buruk sehingga dapat menyebabkan kontaminasi eksogen dari tim bedah, perlatan, atau lingkungan sekitar (Kulaylat dan Dayton, 2008). Faktor bakteri termasuk virulensi dan jumlah bakteri ditempat bedah. Keparahan infeksi dipengaruhi oleh toksin yang dihasilan oleh mikroorganisme dan kemampuan untuk resisten terhadap fagosit dan juga perusakan intrasel. Mengenal mikrobiologi penyebab infeksi luka operasi adalah penting untuk menentukan terapi empirik untuk mengatasi infeksi pasien secara spesifik. (Anaya dan Dellinger, 2008).

7 Tabel 2.2 Patogen yang Diisolasi dari Infeksi Luka Operasi di Rumah Sakit Universitas (Weiss et al, 1999). Patogen Persentase Staphylococcus (koagulase negatif) 25,6 Enterococcus (grupn D) 11,5 Staphylococcus aureus 8,7 Candida albicans 6,5 Escherichia coli 6,3 Pseudomonas aeruginosa 6,0 Corynebacterium 4,0 Candida (non-albicans) 3,4 Α-Hemolytic Streptococcus 3,0 Klebsiella pneumoniae 2,8 Vancomysin-resisten Enterococcus 2,4 Enterobacter cloacae 2,2 Citrobacter species 2,0 2.1.5. Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi Banyak faktor resiko penyebab infeksi luka operasi, faktor tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian diantarnya: faktor mikroorganisme yang kontak selama tindakan bedah, Faktor luka lokal, dan faktor pasien (Beilman dan Dunn, 2015). Tabel 2.3 Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi Menurut Tiga Faktor Utama Penyebab Infeksi (Anaya dan Dellinger, 2008; Beilman dan Dunn, 2015). Mikroorganisme Faktor Luka Lokal Faktor Pasien Rawat inap Teknik pembedahan Usia berkepanjangan Sekresi Toksin Hematoma/seroma Imunosupresan Jumlah bakteri, Nekrosis Steroid virulensi, resisten antibakteri Lamanya tindakan Jahitan Obesitas bedah Rawat inap sebelumnya Saluran (drains) Malignansi Kelas luka Benda asing Malnutrisi Terapi antibiotik Kontaminasi peralatan Faktor komorbid sebelumnya Potong rambut Tranfusi

8 Merokok Oksigen Temperatur Anemia Gagal ginjal Faktor bakteri merupakan faktor yang paling menentukan terjadinya infeksi luka operasi, faktor tersebut meliputi virulensi dan jumlah bakteri di tempat operasi. Infeksi akan semakin berat oleh karena beberapa bakteri dapat menghasilkan toksin, kemampuan bertahan terhadap fagosit dan kemampuan merusak intrasel. Selain itu derajat kelas luka, teknik aseptik dan antiseptik yang digunakan, rawat inap pra-operasi yang lama dan lama tindakan bedah meningkatkan jumlah bakteri dan tingkat kejadian infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008). Faktor luka operasi meliputi tindakan operasi yang menginvasi, ahli bedah khusus dan teknik pembedahan. Faktanya bahwa tindakan operasi yang merusak mekanisme pertahanan barrier dasar seperti kulit dan mukosa gastrointestinal yang merupakan faktor jelas terhadap kejadian infeksi luka operasi. Teknik bedah yang baik, menata jaringan sebaik mungkin, melakukan jahitan, drainase dan menghindari benda asing berdasarkan indikasi yang adekuat adalah cara yang paling baik untuk menghindari infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008). Faktor pasien yaitu meliputi usia, imunosupresan, steroid, malignansi, obesitas, tranfusi perioperasi, merokok, diabetes, penyakit berat lainnya, malnutrisi dan lain sebagainya. Faktor pasien memainkan peran penting terhadap infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008). Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat

9 immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995). Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa muda sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda (Purwandari, 2006). Tingkat infeksi luka operasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien laki laki dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki laki banyak terdapat faktor resiko seperti merokok dan HIV. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa pasien dengan penyakit pre-morbid, seperti diabetes mellitus adalah yang memiliki resiko paling tinggi terjadinya infeksi luka operasi oleh karena rendahnya immunitas (Mawalla et al., 2011). 2.1.6. Penilaian yang Digunakan Untuk Infeksi Luka Operasi Infeksi luka operasi paling sering terjadi 5 6 hari setelah operasi tetapi mungkin saja berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada itu. Sekitar 80% - 90% dari semua infeksi post-operasi yang terjadi dalam 30 hari setelah dilakukan operasi. Dengan bertambahnya pasien operasi rawat jalan dan mengurangi lamanya rawat inap, 30% sampai 40% menunjukan berkurangnya luka infeksi setelah keluar dari rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008). Infeksi luka operasi insisi superfisial dan insisi dalam ditandai oleh eritema, tenderness, edema, dan terkadang ada pengeringan (drains). Luka sering halus dan tidak rata pada sisi yang terinfeksi. Pasien juga dapat mengalami leukositosis dan demam ringan. Menurut The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations, luka bedah disebut terinfeksi bila menemukan kriteria berikut :

10 1. Keluar material purulen yang jelas terlihat dari luka 2. Luka terbuka secara spontan dan keluar cairan yang purulen 3. Luka mengalirkan cairan dimana hasil kultur bakteri positif dan pewarnaan gram positif. 4. Ahli bedah mencatat adanya eritema dan pengeringan (drainage) dan membuka luka setelah menganggap terinfeksi (Kulaylat dan Dayton, 2008). Kriteria untuk mendiagnosa infeksi luka operasi menurut CDC dibagi menjadi tiga yaitu: infeksi luka operasi insisional superficial, infeksi luka operasi insisional dalam, dan infeksi luka operasi organ/ruang. a. Infeksi Luka Operasi Insisional Superfisial Merupakan infeksi yang terjadi pada waktu 30 hari setelah operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut : 1. Terdapat cairan purulen 2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial 3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflamasi 4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat b. Infeksi Luka Operasi Insisional Dalam Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda : 1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi 2.Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflamasi 3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, patologi anatomi atau radiologis

11 4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat c. Infeksi Luka Operasi Organ/Ruang Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda : 1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam 2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam 3. Ditemukan abses 4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter (Mangram A.J. et al., 1999). 2.1.7. Pencegahan Infeksi Luka Operasi Pencegahan infeksi luka operasi harus dilakukan supaya tidak terjadi hal berikut ini: lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team (Hidajat, 2009). Pencegahan infeksi pada pasien yang mengalami tindakan bedah elektif atau yang terluka merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk perawatan pasien yang berkualitas. Kebanyakan infeksi luka operasi terkontak secara langsung dengan flora normal yang ada pada pasien, oleh karena itu persiapan kulit yang baik itu penting dilakukan sebelum tindakan operasi. Pencegahan dengan cara mengurangi waktu tindakan operasi dan menjaga suhu normotermia selama tindakan juga menunjukan pengurangan tingkat kejadian infeksi luka operasi yang signifikan. Teknik bedah yang baik juga berperan penting dalam mengurangi infeksi luka operasi. Selain itu lingkungan tempat operasi juga berkontibusi terhadap terjadinya infeksi luka operasi. Lingkungan tersebut termasuk peralatan, suhu, ventilasi, ahli bedah, dan personil ruang

12 operasi, pakaian di ruang operasi dan penggunaan teknik aseptik dibuat untuk mengurangi sumber kontaminasi (Garrison, N.R. et al, 2013). Prinsip pencegahan infeksi luka operasi yaitu dengan: a. Mengurangi faktor pasien yang menyebabkan infeksi b. Mencegah adanya transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrumen dan pasien itu sendiri. Hal diatas dilakukan sesuai dengan waktu pelaksanaan yaitu pra operatif, intra operatif, ataupun paska operatif. Resiko infeksi luka operasi dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik pasien yaitu umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi (Hidajat, 2009). Pencegahan dapat diklasifikasikan menurut tiga faktor penyebab infeksi luka (faktor mikroorganisme, faktor luka lokal dan faktor pasien) dan tahap pelaksanaan operasi (Pre operatif, intra operatif dan paska operatif) lihat pada tabel 2.4. TAHAP Tabel 2.4 Pencegahan Infeksi Luka Operasi (Anaya dan Dellinger, 2008). PELAKSANAAN Pre-operatif Intra operatif FAKTOR INFEKSI LUKA OPERASI Mikroorganisme Lokal Pasien -Waktu rawat inap yang singkat -Penggunaan antiseptik preoperatif -Pencukuran rambut bila mengganggu operasi -Antibiotik profilaksis -Asepsis dan antisepsis -Pencukuran rambut bila menganggu operasi Teknik operasi: -Hematoma/ seroma -Perfusi yang baik -Mengoptimalkan nutrisi -Penghangatan pre-operasi -Kontrol kenaikan glukosa -Berhenti merokok -Oksigen tambahan -Penghangatan intra operasi -Resusitasi yang adekuat

13 Pasca-operatif -Melindungi insisi selama 48 72 jam -Memindahkan drain sesegera mungkin -Mencegah bakterimia paska operasi -Debridemen yang baik -Dead space -Benang monofilamen -Penggunaan drain yang baik(tertutup) -Membatasi penggunaan benang / benda asing Menunda Penutupan awal ketika diindikasikan -Gaun paska operasi selama 48 72 jam -Kontrol kenaikan glukosa -Nutrisi awal secara enteral -Oksigen tambahan -Kontrol kenaikan glukosa -Program pengawasan Pada tahap pra operatif, beberapa hal berikut ini mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi, yaitu : 1. Klasifikasi luka operasi : a. Kelas I (bersih) b. Kelas II (bersih-terkontaminasi) c. Kelas III (terkontaminasi) d. Kelas IV (kotor/terinfeksi) Pada kejadian fraktur dapat ditentukan dari derajat fraktur itu sendiri, apakah grade I, II, atau III 2. Lama operasi 3. Apakah operasi terencana atau emergensi Perawatan pra operatif perlu dilakukan untuk pencegahan infeksi luka operasi, pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah

14 sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer yang harus cukup luas (Hidajat, 2009). Pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian infeksi luka operasi dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas II dan III. Antibiotik profilaksis juga diberikan jika diperkirakan akan terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada pemasangan implan, penggantian sendi, dan operasi yang lama. Pemberian antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya alergi, resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya (Hidajat, 2009). Hal yang perlu diperhatikan selain hal diatas, pada saat operasi yaitu mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada lengan tim bedah, gaun operasi dan drapping (Hidajat, 2009). Pada tahap intra operatif, bahwa semakin lama operasi berlangsung resiko infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik dan bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monofilamen (Hidajat, 2009). Paska operasi, pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah perawatan luka insisi dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing luka insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang steril (Hidajat, 2009).