BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN DAN AGROWISATA 2.1. Pengertian Pariwisata Jika kita tinjau lebih dalam arti dari Pariwisata itu menurut asal katanya, pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar dan wisata yang berarti perjalanan atau bepergian. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain (Yoeti, 1996:112). Kegiatan pariwisata sejak dahulu sesungguhnya sudah banyak dilakukan oleh masyarakat kita, hanya saja istilah tersebut mulai terdengar dan menjadi popular di tengah-tengah masyarakat Indonesia sekitar tahun 1958, yaitu setelah diselenggarakanya Musyawarah Nasional Tourism ke II tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958. Menurut Robert W. Mac Intosh, (Dalam Yoeti, 2003:48) Pariwisata adalah sejumlah gejala dan hubungan yang timbul, mulai dari interaksi antara wisatawan, perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan dan pemerintah serta masyarakat yang bertindak sebagai tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan yang dimaksud, Sedangkan menurut Salah Wahap (Dalam Yoeti, 1996 : 116) Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan dalam suatu negara itu sendiri (diluar negeri), untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beranekaragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan bahwa : 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 3. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengan wisata, yakni semua penyelenggara wisata. 4. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah tour. Dari beberapa batasan yang telah diberikan oleh para ahli seperti di atas, walaupun berbeda cara pengungkapannya namun pada dasarnya memiliki ciri dan arti yang dapat disamakan. 2.1.2 Pengertian Wisatawan Pengertian wisatawan yang diberikan oleh International Union Of Official Travel Organization (IUOTO) dikemukakan dalam The United Conference On International Travel and Tourism pada konferensi Roma tahun 1963 Wisatawan adalah seseorang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dan berdiam di tempat tersebut lebih dari 24 jam, ( Kusudianto Hadinoto, 1996 : 14). 2.1.3 Pengertian dan Defenisi Objek dan Atraksi Wisata Dalam dunia kepariwisataan, objek dan atraksi wisata merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan berkembang tidaknya suatu industri pariwisata. Istilah
objek dan atraksi wisata ini baru dikenal oleh masyarakat kita setelah dikeluarkanya UU No. 24 tahun 1990 tentang kepariwisataan sebagai berikut : 1. Keputusan Menparpostel No. KM. 98/PW/MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha Objek Wisata, menyatakan bahwa Objek Wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan. 2. Keputusan Bersama Menparpostel, Mendikbud dan Mendagri No. KM 139/PW/.004/MPPT-89; No. 0712/u/1989 tentang Pembinaan dan Pengembangan Objek Wisata Budaya, menyatakan bahwa Atraksi Wisata adalah tempat atau keadaan alam, system sosial, budaya serta peninggalan sejarah dan perwujudan ciptaan manusia yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Jika kita perhatikan secara sepintas kedua unsur di atas, yaitu objek dan atraksi wisata memiliki pengertian yang sama, namun sesungguhnya terdapat sedikit perbedaan. Adapun perbedaanya adalah : Objek Wisata yaitu suatu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang sudah ada secara turuntemurun ataupun yang dibangun serta dikembangkan, sehingga mempunyai daya tarik. Sedangkan Atraksi Wisata (Tourist Attraction) yaitu segala sesuatu yang menarik untuk dilihat, dirasakan serta untuk dinikmati yang memerlukan persiapan terlebih dahulu untuk disuguhkan bagi wisatawan, (Dalam yoeti, 1996 : 178, 181). Menurut Marioti (Dalam Yoeti, 1996:172), jika ditinjau dari beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, objek dan atraksi wisata memiliki pengertian sebagai
segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Oleh karena itu objek dan atraksi wisata sebagai daya tarik wisata dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Alam (nature) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dimanfaatkan dan diusahakan menjadi tempat wisata yang dapat dinikmati dan dapat memberi kepuasan bagi wisatawan,misalnya keindahan alam, flora dan fauna, pemandangan alam, dan lain-lain. 2. Kebudayaan (culture) adalah segala sesuatu yang berupa daya tarik yang berasal dari seni dan kreasi manusia, misalnya upacara adat dan upacara keagamaan. 3. Buatan manusia (man made) adalah segala sesuatu yang merupakan hasil karya ciptaan manusia yang dapat dijadikan sebagai objek wisata, misalnya candi-candi, prasasti,monument, dan kerajinan tangan. 4. Manusia (human being) adalah segala sesuatu yang merupakan aktivitas atau kegiatan hidup manusia (way of life) yang khas dan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat dijadikan sebagai objek wisata, misalnya sukusuku pedalaman yang berada di daerah Kalimantan dan Irian Jaya dengan cara hidup mereka yang masih primitif dan unik. Menurut Soekadijo (1997 : 61-62), atraksi wisata yang baik seharusnya memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Kegiatan (act) dan objek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan yang baik. 2. Karena atraksi wisata itu harus disajikan di hadapan wisatawan, maka cara penyajianya harus tepat. 3. Keadaan di tempat atraksi harus dapat menahan wisatawan cukup lama 4. Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata harus diusahakan dapat bertahan selama mungkin 2.2 Pengertian Industri Pariwisata Dalam literatur kepariwisataan luar negeri kata industri pariwisata disebut dengan istilah Tourism Industry atau ada pula yang menyebutnya dengan istilah Travel Industry. Sebenarnya pengertian kedua istilah itu dapat disamakan, hanya saja dalam bahasa Indonesia kedua istilah itu lebih menunjukan sifat jamaknya, sedangkan
yang biasa dipergunakan sehari-hari adalah Industri Pariwisata sama halnya dengan penggunaan istilah Tourism Industry di luar negeri. Pariwisata sebagai suatu industri baru dikenal di Indonesia setelah dikeluarkanya Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus 1969 (dalam Yoeti, 1996:11), dimana dalam Bab II pasal 3 disebutkan Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara. Menurut Kusudianto Hadinoto (1996:11), Industri Pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi, dan pemasaran produk suatu layanan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang berpergian (pelancong atau musafir). Sementara itu Bernecker (1956) mengatakan bahwa, Industri Pariwisata merupakan kesatuan ekonomi yang memberi pelayanan untuk memberi kepuasan serta memenuhi kebutuhan wisatawan atau yang berkaitan dengan itu. (Dalam Yoeti, 2003 :52) Pendapat di atas mempunyai kesamaan pengertian dengan definisi yang diberikan oleh R.S. Damarjadi (Dalam Yoeti, 1996: 153), yakni Industri pariwisata adalah kumpulan dari bermacam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa yang dibutukan wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya selama dalam perjalananya. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa pariwisata dapat dikatakan sebagai suatu industri karena dibentuk oleh beberapa atau gabungan dari
berbagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa ataupun non jasa yang saling bekerja sama dan sama-sama bekerja menghasilkan suatu barang atau produk wisata yang dibutuhkan oleh wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya selama dalam perjalananya semenjak ia meninggalkan tempat kediamanya dimana biasa ia tinggal sampai di tempat tujuan dan kembali lagi ke rumah dari mana ia berangkat semula. Untuk dapat membedakan antara industri biasa pada umumnya dengan industri pariwisata, berikut ini dijelaskan sifat-sifat khusus industri pariwisata yang dapat menuntun kita kepada pengertian yang benar akan industri pariwisata (Dalam Yoeti, 1996: 169-167) : 1. Hasil atau produk industri pariwisata itu tidak dapat di pindah tempatkan. 2. Kegiatan produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan. 3. Hasil dan produk industri tidak dapat ditimbun, seperti halnya terjadi pada industri barang lainya. 4. Hasil atau produk industri pariwisata itu tidak mempunyai standar atau ukuran yang obyektif, seperti halnya dengan industri barang lainya yang mempunyai ukuran panjang,lebar, isi, dan lain-lain. 5. Calon konsumen tidak dapat mencoba atau mencicipi produk yang dibelinya. 6. Dari segi kepemilikan usaha, penyediaan produk industri pariwisata dengan membangun sasaran kepariwisataan yang memakan biaya besar, memiliki tingkat resiko yang tinggi karena perubahan elastisitas permintaan sangat peka sekali. 2.3 Pengertian Agrowisata Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris, agrotourism. Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/kepariwisataan. Agrowisata adalah berwisata ke daerah pertanian. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Pengembangan agrowisata atau desa
wisata akan membangun komunikasi yang intensif antara petani dengan wisatawan. Harapanya petani bisa lebih kreatif mengola usaha taninya sehingga mampu menghasilkan produk yang menyentuh hati wisatawan. Menurut Yoeti (2000:143) Agrowisata adalah suatu jenis pariwisata yang khusus menjadikan hasil pertanian, peternakan, perkebunan sebagai daya tarik bagi wisatawan. Dan menurut R.S. Damardjati (1995:5) Agrowisata adalah wisata pertanian dengan objek kunjungan daerah pertanian atau perkebunan yang sifatnya khas, yang telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga berbagai aspek yang terkait dengan jenis tumbuhan yang dibudidayakan itu telah menimbulkan motivasi dan daya tarik bagi wisatawan yang mengunjunginya. Aspek-aspek itu antara lain jenis tanaman yang khas, cara budidaya dan pengelolaan produknya, penggunaan teknik dan teknologi, aspek kesejarahanya, lingkungan alam dan juga sosial budaya disekelilingnya. Pengembangan agrowisata merupakan kombinasi antara pertanian dan dunia wisata untuk liburan di desa. Atraksi dari agrowisata adalah pengalaman bertani dan menikmati produk kebun bersama dengan jasa yang disediakan. agrowisata telah berkembang dan tercatat dalam basis data Direktorat Jenderal Pariwisata 1994/1995 terdapat delapan propinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Agrowisata umumnya masih berupa hamparan suatu areal usaha pertanian dari perusahaanperusahaan besar hingga petani kecil yang dikelola secara modern maupun tradisional dengan latar belakang keindahan alam.
Agrowisata dapat dikelompokan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), Deptan (2005:94) yakni kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar dilingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Antara ekowisata dan agrowisata berpegang pada prinsip yang sama. Prinsip-prinsip tersebut, menurut Wood, 2000 (Dalam Pitana, 2002) adalah sebagai berikut: 1. Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata. 2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian. 3. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian. 4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, manajemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi. 5. Memberikan penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut. 6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan. 7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi. 8. Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal. 9. Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuhtumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikanya dengan lingkungan alam dan budaya. Menurut Utama (2005) Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup, ruangan terbuka atau kombinasi antara keduanya.
Agrowisata ruang terbuka dapat dilakukan dalam dua pola yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal dimana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatanya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksiatraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat, Suku Tengger di Jawa Timur, Bali dengan teknologi subaknya dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budidaya umbi-umbian. 2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksananya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata yaitu sebagai berikut : 1. Perencanaan agrowisata sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, 2. Perencanaan dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, 3. Perencanaan mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat sekitar, 4. Perencanaan selaras dengan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana dan teknik-teknik yang ada dan 5. Perlu dilakukan evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.
Ada beberapa aspek yang perlu dilaksanakan untuk pengembangan wisata agro menurut Situs Departemen Pertanian (2007) yaitu: 1. Aspek pengembangan sumber daya manusia 2. Aspek sumber daya alam 3. Aspek promosi, baik melalui media informasi atau dari mulut ke mulut 4. Aspek sarana transportasi 5. Aspek kelembagaan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat Pengembangan agrowisata diharapkan sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan sehingga akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian.