BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya: Pajak Menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No.

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DAERAH (SSPD)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II BAHAN RUJUKAN

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENT ANG TATACARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH WALIKOTA MOJOKERTO

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 26 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05

PEMERINTAH KOTA BLITAR

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK HOTEL BUPATI WAJO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PAJAK ATAS JASA BIDANG PERHOTELAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN,

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 8), Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Negara untuk

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PAJAK KOS. Menurut Rochmat Soemitro (Zuraida dan Advianto, 2011 : 1), dalam bukunya

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN 202 SERI : A NOMR: 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR: 9 TAHUN 2002

Transkripsi:

13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi atau pengertian Pajak menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang- Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Suandy, 2011) dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dengan penjelasan sebagai berikut : dapat dipaksakan artinya: bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti Surat Paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap

14 pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbale balik tertentu seperti halnya dengan retribusi. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan ciri-ciri pajak yang melekat dalam pengertian pajak diatas sebagai berikut : (Suandy, 2011:10) : 1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah 2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya konraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah 4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah 7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. 2.1.2. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi sebagai berikut, (Mardiasmo, 2009 : 7) :

15 1. Official Assessment System Merupakan suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-cirinya adalah a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus 2. Self Assessment System Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Adapun ciri-cirinya adalah : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri b. Waiib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi 3. With Holding System Merupakan suatu sistem pemungutan pjak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib

16 pajak. Adapun ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 2.1.3. Pembagian Pajak Pembagian pajak dibagi menjadi tiga (Suandy, 2011:35) yaitu : 1. Pembagian Pajak berdasarkan Golongannya : a. Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Misalnya : Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak Tidak Langsung Pajak tidaklangsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung. Misalnya : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Pembagian Pajak berdasarkan sifatnya : a. Pajak Subjektif Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alas an-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialya, yaitu gaya

17 pikul. Gaya pikul adalah kemampuan Wajib Pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum. b. Pajak Objektif Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi, dengan perkataan lain pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya saja. 3. Pembagian Pajak berdasarkan wewenang pemungutnya : a. Pajak Pusat/Negara Pajak Pusat/Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak Pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak pusat/pajak negara yang berlaku saat ini sebagai berikut : 1) Pajak Penghasilan 2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 3) Pajak Bumi dan Bangunan 4) Bea Materai 5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

18 b. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak daerah yang berlaku saat ini dibagi menjadi 2 yaitu : 1) Pajak Daerah Provinsi, sebagai berikut: a) Pajak Kendaraan Bermotor b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d) Pajak Air Permukaan e) Pajak Rokok 2) Pajak Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut: a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g) Pajak Parkir h) Pajak Air Tanah i) Pajak Sarang Burung Walet

19 j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2.2. Pajak Daerah Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang dimaksud dari daerah adalah Kota Yogyakarta. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan tujuan dari pembuatan undangundang pajak daerah adalah sebagai berikut : (Suandy, 2011:38) 1. Untuk menyederhanakan berbagai pajak daerah yang ada selama ini supaya dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pajak daerah yang sebelumnya ada sekitar empat puluh jenis menjadi sebelas jenis. 2. Untuk menyederhanakan system dan administrasi perpajakan,supaya dapatmemperkuat fondasi penerimaan daerah khususnya kabupaten/kota dengan mengefektifkan jenis pajak tertentu yang memang potensial.

20 2.2.1. Jenis Pajak Daerah Jenis Pajak Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 sebagai berikut : 1. Pajak Hotel Setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran dipungut pajak dengan nama Pajak Hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif pajak hotel yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). 2. Pajak Restoran Setiap pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran dipungut pajak dengan nama Pajak Restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Tarif pajak restoran yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). 3. Pajak Hiburan Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran, maka dipungut pajak dengan nama Pajak Hiburan. Hiburan adalah semua jenis

21 tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif pajak hiburan yang tertinggi ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen). 4. Pajak Reklame Setiap penyelenggaraan Reklame dipungut pajak dengan nama Pajak Reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan dan atau dinikmati oleh umum. Tarif pajak reklame yang ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen). 5. Pajak Penerangan Jalan Setiap penggunaan tenaga listrik yang diperoleh dari sumber lain dipungut pajak dengan nama Pajak Penerangan Jalan. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif pajak hotel yang ditetapkan sebesar 8% (delapan persen). 6. Pajak Parkir Setiap penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor, dipungut pajak dengan nama Pajak Parkir. Pajak Parkir adalah

22 pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen). 7. Pajak Air Tanah Setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dipungut pajak dengan nama Pajak Air Tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif pajak air tanah yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen). 8. Pajak Sarang Burung Walet Setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet dipungut pajak dengan nama Pajak Sarang Burung Walet. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta dan collocalia linchi. Tarif pajak sarang burung wallet yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Selain pajak yang tersebut diatas, Peraturan Daerah juga menetapkan kriteria jenis pajak kabupatetn/kota, sebagai berikut : (Suandy, 2011:230) a. Bersifat pajak dan bukan retribusi

23 b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat e. Potensinya memadai f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat h. Menjaga kelestarian lingkungan 2.2.2 Tata Cara Pemungutan Pajak Sistem pemungutan Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu sistem official assessment dan sistem self assessment (Suandy, 2011 : 231). 1. Sistem official assessment Pemungutan Pajak Daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Setelah wajib pajak menerima SKPD atau dokumen yang dipersamakan lalu melakukan pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau

24 bank. Jika wajib pajak tidak membayar atau kurang bayar maka wajib pajak akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). 2. Sistem self assessment Pada sistem self assessment ini wajib pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan oleh wajib pajak adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD merupakan formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang bayar atau salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan STPD. 2.2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan 1) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak. 2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 3) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan

25 kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. 2.2.4 Kedaluwarsa Penagihan Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana Pajak daerah. Jangka waktu 5 tahun ditangguhkan jika : 1. Diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa. 2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung. 2.3. Pajak Hotel 2.3.1. Pengertian Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pajak Hotel, yang dimaksud Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang di pungut atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran. Sedangkan untuk pengertian Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap istirahat, memperoleh

26 pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimilki oleh Pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2.3.2. Subjek Pajak Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan yang menjadi Wajib Pajak adalah Pengusaha Hotel. 2.3.3. Objek Pajak Objek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk : a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel bukan untuk umum d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel

27 Sedangkan yang tidak termasuk Obyek Pajak adalah : a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren. c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran d. Pertokoan, perkantoran; perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel. e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum 2.3.4. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Tata Cara Perhitungan Pajak Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Sedangkan besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak yang telah ditetapkan dengan dasar pengenaan pajak. 2.3.5. Masa Pajak dan Pajak Terutang Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di hotel.

28 2.3.6. Sistem Pemungutan Pajak dan Tata Cara Pemungutan Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah dan untuk Pemungutan Pajak tidak dapat diborongkan. Pengusaha wajib menambah Pajak Hotel atas pembayaran pelayanan di hotel dengan mengenakan tarif pajak hotel yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, yaitu sebesar 10%. Jika dalam hal Pengusaha Hotel tidak menambahkan pajak hotel dalam pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak maka jumlah pembayaran tersebut sudah termasuk Pajak Hotel. Sedangkan untuk tata cara pemungutan pajak sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 2. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD atau Dokumen lain yang dipersamakan 3. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT 4. Terhadap Wajib Pajak dapat diterbitkan STPD, Surat Keputusan Pembatalan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak

29 2.3.7. Tata Cara Pembayaran Tata cara pembayaran pajak menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 sebagai berikut : 1. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan Keputusan Walikota sesuai waktu yang telah ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. 2. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. 3. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan SSPD. 2.3.8. Kadaluwarsa Pajak Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun yang bersangkutan, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Kedaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; 2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak; 3. Diterbitkan SKPDKB atau SKPDKBT

30 2.3.9. Ketentuan Pidana 1. Wajib Pajak yang mengisi SPTPD dengan tidak benar dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar atau tidak menyampaikan SPTPD sehingga merugikan keuangan daerah atau Wajib Pajak tidak bersedia menerima SKPD, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar 2. Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) 3. Tindak pidana yang dimaksud adalah pelanggaran 4. Denda dalam tindak pidana ini akan masuk ke dalam Kas Daerah. 2.4. Golongan Kelas Hotel 2.4.1. Hotel Bintang Hotel Bintang adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata.

31 Persyaratan tersebut antara lain mencakup : 1. Persyaratan fisik, seperti lokasi hotel dan kondisi bangunan 2. Bentuk pelayanan yang diberikan 3. Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan dan kesejahteraan karyawan 4. Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang, dan diskotik 5. Jumlah karyawan yang tersedia 2.4.2. Hotel Melati Hotel Melati adalah usaha pelayanan penginapan bagi umum yang dikelola secara komersial dengan menggunakan sebagian atau seluruh bagian bangunan. Fasilitas yang biasa dimiliki oleh hotel melati antara lain : 1. Kamar ber AC/ ber kipas angin 2. Kamar ber TV 3. Air mandi panas dan dingin 4. Lemari pakaian 5. Meja dan kursi duduk 6. Tempat bermain atau tempat santai 7. Kolam renang 8. ATM 9. WIFI

32 10. Biro/Agen perjalanan wisata 11. Binatu/ Laundry 12. Restoran 13. Pelayanan antar jemput 14. Tempat penitipan barang 15. Minimarket 16. Pusat kebugaran/ fitness center 17. Spa 18. Salon Kecantikan 19. Rak koper 20. Toko Cinderamata 2.5. Kepatuhan Perpajakan 2.5.1. Pengertian Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Dalam sistem self assessment, administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi pengawasan memegang peranan sangat penting dalam sistem self assessment,

33 karena tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, mengakibatkan sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai. Berlakunya sistem self assessment di Indonesia menunjang besarnya peranan Wajib Pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan pajak merupakan pelaksanaan atas kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan. Kepatuhan yang diharapkan dengan sistem self assessment adalah kepatuhan sukarela (valuntary compliance) bukan kepatuhan yang dipaksakan (compulsory compliance). Untuk mengingatkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak, diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan peraturan perpajakan, kesederhanaan peraturan dan prosedur perpajakan serta pelayanan yang baik dan cepat dari Wajib Pajak. 2.5.2. Jenis Kepatuhan Perpajakan Menurut Nurmantu (2003) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal

34 sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan.