Pengenalan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Kesehatan Hewan dan Peternakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

1 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOJONEGORO 2 KEGIATAN : Peningkatan Sarana dan Prasarana Puskeswan 3 LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

MATERI DAN METODE. Prosedur

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

Geographic Information System (GIS) Arna Fariza TI PENS. Apakah GIS itu?

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi bereferensi geografis,


I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB V SUMBER DAYA ALAM

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

Tujuan. Pengenalan SIG

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB I PENDAHULUAN.

Task 1. Sistem Informasi Geografis Kompetensi Dasar. Memahami dasar-dasar Sistem Informasi Geografis.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

RANCANG BANGUN SISTEM PENGELOLAAN PEMETAAN WILAYAH JAWA TENGAH BERBASIS GIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang sekarang ini semakin berkembang. Teknologi tidak mengenal

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah informasi yang akurat. Sistem informasi pengolahan data

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan. Melalui pendidikan akan melahirkan generasi-generasi

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat. Perkembangan usaha peternakan di Indonesia meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

Pengenalan Sistem Informasi Geografis

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Pengenalan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Kesehatan Hewan dan Peternakan Oleh: Roostita L. Balia Latar Belakang Pembangunan sub-sektor peternakan pada dasarnya saat ini sangat berbeda dengan peternakan pada zaman dahulu. Kebijakan dan langkah-langkah yang telah diambil mengandung arti yang sangat luas yang meliputi pelayanan kesehatan hewan, budi daya ternak dan pengamanan lingkungan. Pengamanan sumber daya alam dan pengamanan produksi ternak di Indonesi adalah sangat rumit dan berat melihat luasnya wilayah tersebut. Oleh sebab itu dalam menjangkau pembangunan peternakan ini maka dibutuhkan piranti (tools) yang handal agar dapat mengantisipasi pertumbuhan peternakan yang akan menuju kepada agro industri dan pada akhirnya akan membentuk pertumbuhan kelompok ekonomi regional. Tentunya pertumbuhan kelompok ini akan sangat membantu peningkatan perekonomian secara regional (daerah). Hal ini akan sesuai dengan otonomisasi suatu daerah yang dicanangkan oleh pemerintah. Dimana dalam otonomi daerah diarahkan pada wilayah kabupaten. Keadaan ini sangat memacu pada pihak-pihak yang terkait untuk berpartisipasi agar pembangunan peternakan mencapai titik keberhasilannya didalam pembangunan nasional seutuhnya. Keberhasilan pembangunan sub-sektor peternakan ini sangat berpengaruh pada kontribusi sumber protein hewani bagi bangsa dimana ini merupakan salah satu komponen pangan yang terpenting untuk skala nasional maupun internasional. Dalam hal ini kita tentunya akan semakin dituntut untuk penyediaan suatu sistim informasi yang dapat dipakai sebagai referensi secara cepat dan tepat. Pekerjaan dalam bidang kesehatan hewan dan peternakan adalah suatu yang tidak mudah dan sering melibatkan sektor lain dan seringkali juga dalam pengamanan ternak dilakukan secara lintas sektoral bahkan nasional maupun internasional. Dapat dikatakan disini bahwa keberhasilan suatu pembangunan di suatu sub-sektor apa saja sangat 1

bergantung kepada kualitas dan keandalan sistim pendataan dan pengolahan data yang digunakan. Dalam hal ini maka makalah ini telah mencoba untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana tentang sistim informasi yang handal dengan cara pengolahan yang dilakukan secara baik dan benar akan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan subpeternakan yang demikian luas, dari segi teknis operasional sehingga dapat secepatnya dibantu dalam pengambilan keputusan dengan tepat. Teknologi Sistem Informasi Geografis Teknologi sistim informasi ini sudah sangat maju di segala bidang baik itu di bidang pertanian, sosial, ekonomi dan budaya. Apalagi pada era globalisasi ini maka salah satunya yang sudah dikenal sejak tahun 1980-an adalah Sistim Informasi Geografis (SIG). Dimana salah satu terobosan yang gemilang yang diperkenalkan oleh salah satu pakarnya adalah Stanley Aronoff (1989). Suatu sistem yang mengaitkan informasi yang berasal dari suatu titik yang berada di bumi ini. Teknologi ini dengan mengandalkan komputer yang tepat guna dan mudah digunakan. Sistim ini mampu menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi yang telah diikat dengan lokasi geografisnya dimana informasi tadi berasal. Sehingga SIG sangat mendukung bagi suatu informasi yang berbasiskan data peta (spasial) dan data teks (tabular) secara bersamaan. Sebagai contohnya pada peta akan memperlihatkan dimana sebenarnya aktivitas itu terjadi atau type pekerjaan yang terpenting dari pemakaian suatu wilayah. Sedangkan data tabular akan menunjukkan informasi seberapa besar jumlah yang terlihat baik dalam bentuk teks ataupun angka. Pada akhirnya hasil tampakan dari kedua informasi ini akan berguna bagi semua pihak yaitu: pengambil kebijakan, peneliti dan masyarakat lain secara luas. Suatu SIG kemudian akan memproduksi suatu informasi yang lebih cepat, selalu rapi disimpan, dan informasinya selalu baru. Yang lebih mendasar disini adalah informasi ini akan berbeda bentuknya sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Melihat hal bahwa jenis data dan masalah didalam pengembangan sub-sektor peternakan ini banyak 2

bersangkut paut dengan data suatu wilayah maka penerapan SIG untuk mengelola data tersebut dirasa sangat tepat. Sistem Informasi Geografis Bidang Peternakan Indonesia yang memiliki wilayah demikian luas tentunya membutuhkan suatu sistem yang handal untuk penyediaan data dalam bidang peternakan dan penyakit hewan. Dibandingkan dengan wilayah propinsi maka daerah wilayah kabupaten dirasa saat ini paling tepat untuk dipakai sebagai sentral suatu informasi yang lengkap. Sesuai dengan batas wilayah dan batas administrasi yang memadai untuk penulusuran suatu informasi. Data-data yang terkumpul di suatu wilayah kabupaten tidak terlalu sulit untuk dilacak apabila data tersebut berasal dari desa ataupun kecamatan karena tentunya sudah dicatat dengan seksama. Oleh sebab itu data yang terkumpul di propinsi dan pusat nantinya akan lebih ringkas dalam pelaporan dan analisanya. Terobosan ini tentunya sangat mendukung dengan adanya program desentralisasi terutama bidang peternakan secara luas. Kabupaten sebagai ilustrasinya dalam hal ini tentunya terdapat sebagai sumber ternak baik sapi, kambing, ayam ras dan buras serta lainnya. Sampai sekarang daerah kerapkali merupakan penyuplai ternak bagi ibukota propinsi maupun kota-kota besar lainnya. Kenyataan ini membuat Pemerintah Daerah Tk.II menjadi lebih mengintensipkan pembangunan dibidang ini baik untuk kepentingan daerah sendiri hingga pusat. Pengembangan Sistim Informasi dibidang Peternakan berdasar geografisnya untuk Pemda Tk.II ini sangatlah dibutuhkan. Sistem yang akan dikembangkan ini tentunya diharapkan dapat mengantisipasi masalah tersebut. Sistem ini dalam pemakaiannya sangat luas sekali, sehingga sistem ini akan dapat pula digunakan sebagai sarana untuk membantu memecahkan masalah-masalah perencanaan tata-ruang daerah secara umum (Soesilo and Mardanus, 1994). 3

Definisi Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis seperti halnya Sistim Informasi yang lain yang berbasiskan komputer akan mengikuti metodologi dan tahapan pengembangan aplikasi komputer secara umum. Tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam menerapkan sistem ini adalah: 1. Analisa dan Rancangan Sistem Dalam hal ini akan merupakan suatu rangkaian pekerjaan penelitian yang akan menghasilkan bentuk, mekanisme dan teknik pengolahan data yang diperlukan dalam pembangunan SIG peternakan dan kesehatan hewan. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dengan memasukkan atau memindahkan data tabular kedalam media komputer. Data tersebut berupa peta (spasial) dan informasi ternak (tabular) yang diperlukan. Data tabular akan dikumpulkan dengan key berdasarkan kepada lokasi dimana data tersebut berasal. Lokasi yang paling kecil dalam kabupaten yang dapat digunakan adalah desa. Ada juga yang berdasarkan lokasi kabupaten ataupun kecamatan semuanya ini bergantung kepada siapa informasi tadi akan diberikan. Dapat dikatakan disini bahwa informasi ternak atau dengan penyakit hewan yang akan dikumpulkan dan disimpan menurut desa dimana ternak tersebut berada. Hal ini disebabkan di Indonesia ternak masih banyak dipelihara secara tradisional sehingga ternak banyak yang dimiliki oleh petani-peternak (small-holder farming). Hasil yang didapatkan dari pemindahan data tadi berupa informasi peta yang dibutuhkan merupakan lokasi geografis dan batas pada setiap desa/kecamatan ataupun kabupaten. Data ini didapatkan dengan cara men-digitasi peta dengan teliti dan yang paling mutakir. Peta digital yang dihasilkan tersebut akan menjadi peta dasar bagi setiap pengolahan dan penyajian informasi. 4

Untuk lebih menunjang analisa spasial yang menyeluruh diperlukan juga lokasi dari infrastruktur yang penting (contoh: jalan), hijauan pakan, wilayah hutan dan pertanian. Sebagai data tambahan tadi juga didigitasi dari peta yang sama. Sebagai masukkan dapat digunakan peta-peta yang dihasilkan oleh Bakosurtanal atau BPN. 3. Pengembangan Sistim Pertama kalinya pengembangan sistim ini akan memanfaatkan paket program MapInfo. Paket ini merupakan desk-top mapping system yang dioperasikan pada komputer mikro (PC). Pemilihan paket berdasarkan pengalaman selama pendataan dengan memakai program ini selain murah dan mudah untuk mengoperasikannya (Balia, 1994). Program ini juga mempunyai fasilitas makro yang ada pada paket ini, sehingga dapat juga dibuat berbagai aplikasi baku lainnya dalam pengolahan data peternakan yang diperlukan. Sebagai contoh pada Penerapan SIG bidang Peternakan telah dilakukan di daerah Bojonegoro (Jawa Timur) (Lihat lampiran): 1. Dalam pemanfaatan SIG pada bidang peternakan ini dapat dihasilkan suatu mekanisme pendataan yang mengikuti arus pemerintahan dimana suatu daerah mempunyai batas administrasi yaitu desa. Hal ini juga sangat berkaitan erat dengan kehidupan dari ternak itu sendiri yang sejak dari dulunya selalu dekat dengan kehidupan petani-peternak di pedesaan. Ditambah lagi dengan kondisi kemudahan untuk mendapatkan data, mudah untuk mengorganisir data dan mekanisme pendataannya sudah berjalan dari dahulu hingga sekarang hingga mudah didapatkan. 2. Data spasial dari peta adalah peta-peta digital sesuai dengan kebutuhannya maka dibagi dua yaitu 1. peta dasar yang terdiri dari peta-peta batas administrasi, gunung, sungai, danau dll. 2. Peta tematis dari sektor yang terkait misalnya: pertanian, kehutanan, kondisi tanah dll. Peta-peta ini bisa didapatkan dari Bakosurtanal, BPN, PU dll. Peta ini semua sudah dalam bentuk digital. Dari hasil inputan data baik tabular maupun peta kita 5

kembangkan suatu data-base yang mengacu pada data-data ternak yang berada didesa dan tentunya apabila dikembangkan lagi akan menjadi data di-kecamatan. 3. Dalam penelitian ini telah dihasilkan suatu bentuk dasar database yang datanya disusun dalam bentuk tabel dimana desa sebagai kunci / key dari semua pendataan yang sudah ada. Untuk hal ini data kemudian dirancang secara modular yang setiap modulnya berisi informasi yang sejenis: seperti harus kita pisahkan data ternak, data geografis dan data penunjang yang lainnya. 4. Tampilan di-peta adalah hasil dari pendataan yang kita lakukan. Untuk daerah pedesaan yang datanya belum lengkap akan menghasilkan peta yang tidak lengkap juga. Sebagai contoh penyebaran ternak didesa-desa pada kecamatan Ngasem tidak terlihat padat hal ini disebabkan pemasukan datanya yang belum selesai. 5. Sebaliknya bagi data yang sudah sempurna akan dapat diberikan gambaran pada peta sebagai berikut: populasi padat ternak potong sapi adalah terlihat sangat tinggi di desa-desa yang letaknya dekat dengan perbatasan dengan kabupaten lain. populasi kambing yang terbesar adalah di kecamatan Purwosari, Sugih Waras, Kedung Adem dan Temayang. Populasi ayam kampung hingga jumlah 160.000 terdapat didaerah Kapas dan Sumberejo. Penyakit fasiolasis pada sapi banyak tersebar pada kecamatan-kecamatan yang berada dekat aliran sungai B. Solo contohnya Baureno, Kanor, Kapas, Trucuk, Kalitidu dan Malo sehingga apabila hendak melakukan perbaikan gizi pada sapi dengan misalnya UMB hendaknya perlu diobati dahulu dengan obat cacing. Sehingga hasil peningkatan berat badan sapi dapat mencapai kondisi yang maksimal. Pada kasus penyakit ND yang terlihat pada peta didapatkan bahwa daerah yang dekat dengan kasus dengan radius 5 km yaitu desa-desa yang berada di kecamatan Kanor 6

dan untuk kecamatan Sumberejo (tetangganya) harus dijaga untuk daerah penyebaran epidemi penyakitnya. Demikian juga untuk kepentingan-kepentingan lainnya di bidang peternakan ataupun kesehatan hewan ataupun dari sektor yang lain, yang tentunya membutuhkan masukan data yang harus sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Kesimpulan dan Saran Telah dapat disimpulkan disini bahwa peta yang akan dibuat harus dikaitkan dengan key nya yaitu baik itu desa, kecamatan atau kabupaten sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Kesimpulan yang didapat dengan masalah ini adalah bahwa data desa lebih teliti dan lebih lengkap. Akan tetapi tentunya lebih memakan waktu. Disini dapat dianjurkan bahwa SIG ini dapat dibuat berdasarkan kepada siapa data tersebut akan ditampilkan, sehingga akan berpengaruh pada cara pengambilan datanya. Sebagai contoh untuk pemerintah pusat data ini diterima setelah diolah ditingkat kabupaten sehingga data pedesaanlah yang sebaiknya diolah didaerah Tk. II. Tampilan petanya akan sangat sesuai dengan data pelaporan sehingga disini diharapkan data yang dimasukan hendaklah benar-benar data yang terjadi di daerah tersebut. Apabila terjadi keraguan maka akan dapat dilakukan pelacakan kembali dimana data tadi berasal (dilapangan) yang tentunya akan dapat dibuktikan sendiri oleh SIG tersebut atau dapat juga disarankan menggunakan alat bantu yang lain yang dapat segera dihubungkan ke komputer PC. Salah satunya adalah menggabungkan data satelit yang direkam oleh GPS (Global Positioning System) dengan data SIG. Sehingga akan didapatkan posisi letak yang sebenarnya dari kasus penyakit yang terjadi dan perhitungan kasusnya akan dapat dipertanggung jawabkan kalau memang diinginkan. Oleh karena itu teknologi SIG ini sangat membantu sekali karena sangat mudah berkomunikasi dengan sektor lain dalam waktu yang simultan. Hal ini sangat dibutuhkan sebagai piranti yang handal yang akan dapat menunjang program pembangunan peternakan yang tangguh. 7

Daftar Bacaan Aronoff, S., 1989, Geographic Information Systems: A Management Perspective pp. 1-29,. Canada. Balia, L. M., 1994, Sistim Informasi Geografis: Manfaat dan Penerapanya di Departement Pertambangan dan Energi., PUSLITBANG Teknologi Mineral, Bandung. MapInfo user s guide, 1994, MapInfo Corporation, New York. Hutasoit S., 1986, Peternakan di Indonesia : 1-30, Jakarta. Susilo, I. and Mardanus, B., 1994, Geographic Information System (GIS) to Support the Proverty Alleviation Program: A case study at West Nusa Tenggara Province, Indonesia., Remote Sensing and Geographic Information Systems; BPPT, Jakarta 8

LAMPIRAN 9