BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I. Pendahuluan. pengembangan zakat menjadi salah satu pemerataan pendapaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQOH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

Potensi Zakat Nasional: Peluang dan Tantangan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. negara membuat peraturan yang dicantumkan dalam undang-undang. Hal

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut;

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. ingin berkembang. Indonesia yang merupakan Negara berkembang tentunya

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia

ABSTRAKSI PENGGUNAAN DANA ZAKAT OLEH BADAN AMIL (BAZ) SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG,

PEMERINTAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun 2000, perwakilan dari 189 negara termasuk Indonesia menandatangi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 24 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 200

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi pengelola zakat

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu ibadah yang paling penting. Dalam Al-Qur an kerap kali

BAB V PENUTUP. maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai Rekonstruksi Undang-Undang. No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun. ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

Pedoman Pengajuan. Lembaga Zakat Terdaftar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di

Sambutan Presiden RI pada Pencanangan Gerakan Nasional Wakaf Uang, 8 Januari 2010 Jumat, 08 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

LIPUTAN SEMINAR Masa Depan Zakat Indonesia Pasca UU Zakat Baru: Peluang dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sekarang bentuk pendapatan yang paling menonjol adalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 05 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

NOMOR 23 TAHUN Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Tahun 1945;

BAB III TINJAUAN UMUM KANTOR UPZ (UNIT PENGUMPUL ZAKAT) KECAMATAN TANGGEUNG CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan

2014, No.38 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pela

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan akhlak yang mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamai sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan Nasional (Kartika,2007). Zakat, sebagai Rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Secara sosiologi zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan, serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu Rukun Islam yang ketiga, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadist nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan

bagian mutlak dari keislaman seseorang. Di dalam AL-Qur an terdapat dua puluh tujuh ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat dan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Kartika,2007). Zakat sangat erat kaitannya dengan masalah bidang sosial dan ekonomi dimana zakat mengikis sifat ketamakan dan keserakahan. Masalah bidang sosial dimana zakat bertindak sebagai alat yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan seseorang yang memiliki harta yang berlimpah akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki, sedangkan dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan seseorang. Zakat sangat berpengaruh dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi. Zakat di ambil secara vertikal jika telah mencapai nisab, yaitu sebagai ketetapan dengan batasan minimal wajibnya zakat dikeluarkan. Begitu juga dengan ukuran barang yang wajib dikeluarkan pada barang yang wajib dikeluarkan zakat. Kelebihan harta yang dimiliki dikeluarkan sesuai ketetapan yang ditentukan oleh para ahli fiqih. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang disebutkan diayat zakat (Asnaini, 2008). Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat dalam ayat adalah zakat maal atau kekayaan meskipun ayat itu turun di Makkah. Padahal, Zakat itu sendiri diwajibkan di Madinah pada tahun ke-2 Hijriah. Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan saat Nabi SAW menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah Beliau hijrah ke Madinah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima

wahyu berikut ini, Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya disisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah: 110). Disahkannya Undang-Undang (UU) No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat di Indonesia pantas disyukuri. Undang-Undang ini banyak memberikan implikasi positif perzakatan di Indonesia. Undang-Undang pengelolaan zakat secara yuridis menetapkan adanya proses pengesahan dua lembaga pengelola zakat yakni lembaga dibentuk pemerintah disebut Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga dibentuk oleh masyarakat dikukuhkan pemerintah disebut Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam perkembangannya terus dirasakan banyak kelemahan. Undang-Undang zakat dipandang tidak mampu lagi memenuhi tuntutan zaman terutama dalam penggalian potensi harta zakat yang begitu besar. Banyak kalangan menginginkan seharusnya pengelolaan zakat menjadi bagian aktivitas negara otoritas kelembagaan pengelolaan zakat Negara sebagai regulator, pengawas dan operator sebagaimana halnya pajak. Banyak pula kalangan menginginkan pengelolaan zakat di urus pihak swasta lebih akuntabilitas dan dipercayai masyarakat (Zulfahmi, 2007). Peran pemerintah (regulator, operator, pengawas) dalam mengurus zakat justru dirasakan sebagai kebutuhan hukum dalam masyarakat. Paling tidak ada berbagai pertimbangan logis dan realistis pentingnya negara mengintervensi dalam pengelolaan zakat. Zakat membawa kekuatan imperatif pemungutannya dapat dipaksakan (Qs. at-taubah; 9 dan 103). Negara yang mempunyai otoritas

untuk melakukan pemaksaaan seperti halnya pajak, karena negara mempunyai kekuatan dengan perangkat pemerintahannya, dan didukung regulasi yang mengikat dana zakat akan mudah terkumpulkan, kemudian dapat menjadi bagian pendapatan negara seperti halnya pajak. Besarnya jumlah potensi harta zakat yang belum tergali secara maksimal mengharuskan menjadi perhatian. Berdasarkan informasi Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara menyampaikan potensi zakat Indonesia saat ini berkisar Rp. 19 trilyun per tahun. Sedangkan penerimaan zakat harta dan zakat fitrah secara nasional pada tahun 2009 baru mencapai Rp. 1,2 trilyun. Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun dari masyarakat jauh dari potensi yang sebenarnya. Potensi yang besar itu akan dapat dicapai dan disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara melalui departemen teknis pelaksana. Jumlah penduduk miskin/penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 32,53 juta atau 14,15%. Berdasarkan data dari Kementerian Pemda dari keseluruhan kab/kota termasuk daerah tertinggal masih ada sekitar 183 kab/kota dalam kategori daerah tertinggal. Pengentasan kemiskinan ataupun program kesejahteraan umat tidak cukup dilakukan dengan program APBN/APBD. Potensi dana zakat yang cukup besar tersebut sebuah alternatif untuk itu dan akan turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Keadilan menjadi bagian prinsip dasar kenegaraan. Persoalan keadilan dan kesejahteraan umum adalah persoalan struktural yang tidak mungkin terjangkau secara merata tanpa melibatkan negara (indirect giving), Pengelolaan zakat oleh negara, dapat membangun jaringan kerja (net working) lebih terarah, semakin mudah

berkoordinasi, komunikasi dan informasi dengan unit pengumpul zakat (LAZ), sehingga pengentasan kemiskinan semakin terarah, tepat guna dan tidak overlapping dalam penyaluran dana zakat, kepastian dan mendisipilinkan muzakki membayar zakat ke lembaga semakin terjamin, sekaligus terbangun konsistensi lembaga pengelola zakat bisa terjaga terus menerus karena sudah ada sistem yang mengatur. Pengelolaan zakat yang dilakukan negara dapat bersinergi dengan semangat Otonomi Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Dana zakat yang terkumpul dari daerah didistribusikan kembali kepada daerahnya masing-masing. Salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam Prolegnas 2010 dan kini sedang intensif dibahas adalah RUU Pengelolaan zakat, yang merupakan amendemen terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999. Dalam konteks masyarakat madani Indonesia yang demokratis, RUU Zakat akan mengukuhkan peran negara dalam memberi perlindungan bagi warga negara yang menjadi pembayar zakat (muzakki), menjaga ketertiban umum dengan mencegah penyalahgunaan dana zakat, memfasilitasi sektor amal untuk perubahan sosial, dan memberi insentif bagi perkembangan sektor amal (Juwaini, 2009). Di bawah rezim UU No. 38/1999, dunia Zakat Nasional berjalan tanpa tata kelola yang memadai. Hal ini secara jelas rawan memunculkan penyimpangan dana zakat masyarakat oleh pengelola yang tidak amanah. Kebangkitan dunia zakat nasional ditangan masyarakat sipil era 1990-an, yang telah mentransformasikan zakat dari ranah amal-sosial individual ke ranah ekonomi pembangunan keumatan yang terancam. Perkembangan dunia zakat nasional juga berjalan lambat karena tidak ada upaya koordinasi dan sinergi antara organisasi

pengelola zakat yang berjalan dengan agenda masing-masing. Hasilnya, kinerja dunia zakat nasional, khususnya dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan, terasa jauh dari optimal. Maka, agenda terbesar dunia zakat nasional saat ini adalah mendorong tata kelola yang baik dengan mendirikan otoritas zakat yang kuat dan kredibel, yang akan memiliki kewenangan regulasi dan pengawasan ditiga aspek utama, yaitu kepatuhan syariah, transparansi dan akuntabilitas keuangan, serta efektivitas ekonomi dari pendayagunaan dana zakat. Badan Zakat Indonesia dibentuk di tingkat pusat dan dapat membuka perwakilan di tingkat provinsi jika dibutuhkan. Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah. Kinerja zakat justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Kegiatan operasional organisasi nirlaba yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzakki. Kepercayaan ini menjadi kata kunci. Kepercayaan masyarakat inilah yang dibangun melalui tata kelola yang baik, yaitu operator zakat (OPZ) mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai dari otoritas zakat (BZI). Di bawah rezim UU No. 38/1999, jumlah OPZ melonjak sangat pesat. Hal ini secara jelas mengindikasikan inefisiensi dunia zakat nasional dalam kaitan dengan penghimpunan dana zakat yang relatif masih kecil. Hingga kini setidaknya terdapat BAZNAS dan 18 LAZ nasional, 33 BAZ provinsi, dan 429 BAZ kabupaten/kota, belum termasuk 4.771 BAZ kecamatan, ribuan LAZ provinsi, kabupaten, kota dan puluhan ribu amil tradisional berbasis masjid serta pesantren, pengelolaan zakat nasional menjadi tidak efisien. Terdapat beberapa keuntungan

bagi pemerintah bila melakukan pola pendayagunaan dana pengentasan masyarakat miskin melalui kemitraan dengan OPZ. Yakni, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program pengentasan masyarakat miskin, menurunkan tingkat penyalahgunaan dana pengentasan masyarakat miskin dan meningkatkan efektivitasnya (Choir, 2010). Dalam perspektif Nasional, Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat diharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri, melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan demikian, kehadiran Badan Amil Zakat disamping bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna Badan Amil Zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti dilakukan. Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru. Yang menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik. Dimana penulis sangat tertarik ingin meneliti lebih jauh tentang masyarakat yang menyalurkan zakatnya, khusus nya yang menggunakan lembaga Badan Amil Zakat. Oleh karena itu peneliti mengambil penelitian yang berjudul:

Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis Dalam Penyaluran Zakatnya Di Kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara? 2. Faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui seberapa besar minat masyarakat untuk menggunakan jasa bazda di kota Medan.

Manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi, terutama bagi mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. 2. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi masyarakat maupun lembaga pengelola zakat. 3. Menambah sumbangan pengetahuan ilmu zakat khususnya. 4. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jejang sarjana.