2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Umum Masal Perkotaan. Jabodetabek. Jaringan. Rencana Umum.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

2015, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang J

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 29 TAHUN 2016 TENTANG STERILISASI PELABUHAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Lembaran

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

1. BPTJ DAN KONDISI JABODETABEK 2. INDIKATOR KINERJA 3. RENCANA INDUK TRANSPORTASI JABODETABEK

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

2015, No Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pela

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 2. Peraturan Pemerintah 32 Tahun 2011 tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Ma

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

2017, No tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2017; Mengingat : 1. Undang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

2016, No Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan A

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No bapaahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang P

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 18 TAHUN 2018 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS SELAMA MASA PEMBANGUNAN

2017, No Perbatasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 79); 3. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 5

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 3. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 72 Tahun 2013 tentang K

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2018, No Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara R

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara

2017, No Bermotor dan Penutupan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Pada Masa Angkutan Lebaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

2017, No Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Arsip Nasional Republik Indonesia Tahun ; Mengingat : 1. Und

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1666-2015 KEMENHUB. Jabodetabek. Rencana Induk Transportasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 172 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI (JABODETABEK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pengoperasian sistem transportasi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi secara terintegrasi untuk meningkatan pelayanan, keterpaduan, konektivitas dan mobilitas pergerakan orang dan barang di Jabodetabek yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat, telah dibentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dengan Peraturan Presiden; b. bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berpedoman pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; c. bahwa dalam menyusun RITJ sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b diperlukan Pedoman Penyusunan

2015, No.1666-2- RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

-3-2015, No. 1666 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 216); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI (JABODETABEK). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan social dan kegiatan ekonomi; 2. Kawasan Perkotaan Jabodetabek adalah kawasan perkotaan yang meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi; 3. Jaringan jalan adalah seluruh jalan yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum dan terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem; 4. Jaringan prasarana adalah serangkaian simpul yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan;

2015, No.1666-4- 5. Jaringan pelayanan transportasi adalah susunan ruterute pelayanan transportasi yang membentuk satu kesatuan hubungan; 6. Simpul transportasi adalah media alih muat yang mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan keterpaduan dan kesinambungan pelayanan angkutan; 7. Rencana Induk Transportasi Jabodetabek selanjutnya disebut RITJ adalah dokumen perencanaan transportasi Jabodetabek yang memuat pengaturan tentang simpul, jaringan dan pengoperasian transportasi di Jabodetabek; 8. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek selanjutnya disebut BPTJ adalah badan yang mempunyai tanggung jawab dalam menyusun dan mengimplementasikan RITJ. Pasal 2 (1) BPTJ dalam rangka pelaksanaan tugasnya, mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (2) Rencana Induk Transportasi Jabodetabek disusun oleh Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan melibatkan unsur Pemerintah / Pemerintah Daerah terkait, Akademisi, Pengamat Transportasi dan Operator Transportasi

-5-2015, No. 1666 BAB II PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI JABODETABEK Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran RITJ Pasal 3 Tujuan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) antara lain: a. sebagai acuan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi se-jabodetabek dalam rangka integrasi pelayanan transportasi yang tertib, lancar, efektif, efisien, aman, nyaman, dan terjangkau oleh masyarakat tanpa dibatasi oleh wilayah administratif; b. menguatkan integrasi tata ruang dan kebutuhan mobilitas penumpang dan barang yang perlu difasilitasi oleh pemerintah sehingga tercipta ruang perkotaan yang berkelanjutan; c. menciptakan transportasi yang terpadu tertib, lancar, efektif, efisien, aman,nyaman, ekonomis, dan terjangkau oleh masyarakat. Pasal 4 Sasaran Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) harus meliputi: a. terwujudnya integrasi sistem transportasi dengan tataguna lahan; b. tersedianya jaringan dan layanan angkutan umum perkotaan yang berkelanjutan; c. terkelolanya kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi;

2015, No.1666-6- d. tersedianya prasarana transportasi tidak bermotor dan fasilitas pejalan kaki yang terintegrasi dengan layanan angkutan umum perkotaan; e. tersedianya jaringan jalan yang menjangkau kawasan terbangun untuk meningkatkan konektivitas wilayah; f. terwujudnya manajemen rekayasa lalu lintas sesuai dengan tingkat pelayanan yang diinginkan; g. tersedianya moda transportasi yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan; h. terwujudnya sistem angkutan barang perkotaan yang kompetitif; i. tersedianya akses ke pelabuhan dan bandar udara yang efektif. Bagian Kedua Peran dan Fungsi Pasal 5 Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) berperan untuk mengintegrasikan tata ruang dan mobilitas melalui pembangunan, pengembangan dan pengoperasian jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi yang selamat, tertib, lancar, efektif, efisien, aman, nyaman, ekonomis, terjangkau oleh masyarakat dan berkelanjutan. Pasal 6 Rencana Induk Transportasi Jabodetabek memiliki fungsi sebagai pedoman bagi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dalam melaksanakan tugas dan fungsi untuk meningkatan pelayanan, keterpaduan, konektivitas dan mobilitas pergerakan orang dan barang yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat dengan melaksanakan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian sistem transportasi di

-7-2015, No. 1666 wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi secara terintegrasi. Bagian Ketiga Cakupan Wilayah Pasal 7 (1) Kawasan Jabodetabek meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten. (2) Wilayah Provinsi Jawa Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup wilayah Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. (3) Wilayah Provinsi Banten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Bagian Keempat Cakupan Kegiatan Pasal 8 Cakupan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, meliputi kegiatan: a. penetapan tujuan dan sasaran serta indikator kinerja utama transportasi Jabodetabek; b. integrasi perencanaan dan strategi pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi Jabodetabek dengan tataguna lahan yang sesuai dengan RPJMN, RPJMD, Renstra K/L, dan Renstra Daerah dan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan; c. penetapan arah kebijakan, program, rencana aksi dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi Jabodetabek;

2015, No.1666-8- d. program pembangunan, pengembangan dan pengoperasian simpul transportasi; e. program pembangunan, pengembangan dan pengoperasian jaringan dan layanan transportasi; f. program pembangunan, pengembangan dan pengoperasian fasilitas pendukung transportasi; g. pengendalian pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan dan pengoperasian transportasi. Pasal 9 (1) Cakupan wilayah dan cakupan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan Pasal 8 tertuang dalam dokumen Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, (2) Dokumen Rencana Induk Transportasi Jabodetabek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat : a. Indikator Kinerja Utama; b. Sistem Jaringan Prasarana; c. Kebijakan; dan d. Pembiayaan; Pasal 10 (1) Indikator Kinerja Utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf a, pada tahun 2030, meliputi: a. pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum harus mencapai 60% dari total pergerakan orang; b. waktu perjalanan orang rata rata di dalam kendaraan angkutan umum adalah 1,5 jam pada jam puncak dari tempat asal ke tujuan; c. kecepatan rata rata kendaraan angkutan umum pada jam puncak di seluruh jaringan jalanminimal 30 km/jam; d. cakupan pelayanan angkutan umum di daerah perkotaan mencapai 80% dari panjang jalan;

-9-2015, No. 1666 e. akses ke angkutan umum dengan berjalan kaki harus dapat dijangkau dalam jarak maksimal 3.000 m; f. setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal/jaringan cabang (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul transportasi; g. simpul transportasi harus memiliki fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir (park and ride), dengan jarak perpindahan antar moda tidak lebih dari 500m. (2) Sistem Jaringan Prasarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf b, memuat: a. Simpul Transportasi dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, meliputi : 1. Simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik perpindahan penumpang antarmoda maupun intramoda dapat berupa simpul utama, sedang dan kecil. 2. Simpul utama (interchange) merupakan simpul dengan intensitas kegiatan mobilitas penumpang yang tinggi dan atau merupakan pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan wilayah sebagai titik perpindahan antar dua atau lebih moda transportasi. 3. Simpul sedang (terminal) merupakan simpul dengan intensitas kegiatan mobilitas penumpang yang sedang, atau merupakan pusat kegiatan lokal sebagai titik perpindahan untuk satu moda transportasi. 4. Simpul kecil (halte) merupakan simpul dengan intensitas kegiatan mobilitas penumpang yang kecil, atau merupakan pusat kegiatan lokal sebagai tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menurunkan dan/atau menaikkan penumpang mencapai tujuan akhir.

2015, No.1666-10- b. Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi, meliputi : 1. Rencana pembangunan, pengembangan dan pengoperasian jaringan pelayanan transportasi terdiri dari jaringan utama (trunk), jaringan cabang (fedeer) dan jaringan ranting. 2. Jaringan utama (trunk) sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat (1) merupakan jaringan yang menghubungkan antara simpul utama dengan simpul utama lainnya. 3. Jaringan cabang (feeder) sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat (1) merupakan jaringan yang menghubungkan antara simpul utama dengan simpul sedang atau antara simpul sedang dengan simpul sedang lainnya. 4. Jaringan ranting sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat (1) merupakan jaringan yang menghubungkan antara simpul sedang dengan simpul kecil atau antara simpul kecil dengan simpul kecil lainnya. c. Pola Operasi Angkutan Barang, meliputi : 1. Sistem operasi angkutan barang tidak bersinggungan dengan kegiatan lain dalam bentuk pemisahan lajur, waktu operasi dan lokasi bongkar muat. 2. Pengoperasian angkutan barang disusun berdasarkan hierarki volume dan jenis simpul yang dilayani serta jenis barang yang diangkut. 3. Jenis moda yang melayani angkutan barang agar mempertimbangkan penggunaan moda yang aman, efisien, dan sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan, jaringan infrastruktur, jenis simpul dan barang yang dilayani serta kondisi lalu lintas yang dilalui. (3) Kebijakan, rencana dan strategi serta pelaksanaan program transportasi di wilayah Jabodetabek sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf c, memuat:

-11-2015, No. 1666 a. pembangunan, pengembangan dan pengoperasian jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan meliputi hierarki dan standar pelayanan yang terpadu dan berkelanjutan; b. pengelolaan kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi, termasuk implementasi pengelolaan dari sisi permintaan dan penawaran dengan sistem disinsentif dan insentif antara lain dengan penerapan retribusi pengendalian lalu lintas; c. pengelolaan tataguna lahan, pengembangan simpul, dan pembangunan berorientasi angkutan umum dan ramah lingkungan, serta dukungan sumber daya manusia, kelembagaan, kerangka peraturan, pendanaan,dan teknologi informasi; d. transportasi tidak bermotor dan integrasi angkutan umum perkotaan melalui pembangunan fasilitas pejalan kaki dan jalur sepeda yang aman dan nyaman serta terjangkau; e. pengembangan sistem informasi berupa penyediaan fasilitas pusat kendali (control center), penyediaan tiket terpadu dan jadwal yang mudah diakses serta aplikasi pelayanan transportasi umum lainnya; f. manajemen jaringan jalan melalui penataan hierarki jalan dan manajemen akses, pembangunan ruas pembentuk jaringan (missing link), pengurangan gangguan samping, peningkatan kualitas permukaan dan geometri jalan yang terintegrasi dengan tata guna lahan dan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan; g. pengaturan lalu lintas kendaraan dan parkir,termasuk pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan transportasi dan pelayanan kepada masyarakat; h. teknologi kendaraan dan bahan bakar yang hemat dan ramah lingkungan; i. sistem angkutan barang perkotaan yang mencakup penyediaan pusat konsolidasi barang dan pengaturan waktu operasi angkutan barang;

2015, No.1666-12- j. akses pelabuhan dan bandar udara melalui pembangunan kereta bandara dan pelabuhan, jalan akses pelabuhan dan perairan daratan. (4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf d meliputi pembiayaan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi Jabodetabek yang dibebankan pada APBN dan/atau APBD, serta sumber pembiayaan lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 11 (1) Dalam menyusun dokumen Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dan unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Perhubungan. (2) Dokumen Rencana Induk Transportasi Jabodetabek dapat ditinjau kembali jika terdapat kebijakan strategis nasional yang mendesak atau setiap 5 (lima) tahun. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-13-2015, No. 1666 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 November 2015 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd IGNASIUS JONAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 November 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA