Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT)

dokumen-dokumen yang mirip
Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

HIGH-LEVEL ROUNDTABLE DISCUSSION

LAYANAN PENASIHAT DAN KERJA SAMA TEKNIS DI BIDANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 3. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

BAB I MONITORING TEMPAT PENAHANAN DALAM KONTEKS

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

UNOFFICIAL TRANSLATION

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

BAB IV. Penetapan dan Penunjukan Mekanisme-Mekanisme Pencegahan Nasional Berdasarkan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Prinsip Dasar Peran Pengacara

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Bagian 2: Mandat Komisi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

Dalam dua dekade terakhir, tren jumlah negara yang melakukan eksekusi hukuman mati menurun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur.

Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

PEDOMAN PRAKTISI ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi

Komentar Global Witness untuk konsultasi publik mengenai Rancangan Undang- Undang (RUU) Dana Minyak Timor Leste.

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

Komite Hak Asasi Manusia. Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

METODE-METODE MENENTANG PENYIKSAAN. Lembar Fakta No. 4 (Revisi 1) Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

BEBERAPA MODEL LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Bismillahirrohmannirrohiim Assalamu alaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

BAB V PENUTUP. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sejatinya dibentuk untuk memenuhi

Rancangan Undang Undang No./I Pendirian Lembaga untuk Memori

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Transkripsi:

Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT) CATATAN SINGKAT Januari 2008 Sejak memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2002, Republik Demokratis Timor Leste telah meratifikasi semua perjanjian pokok hak asasi manusia, termasuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, yang diratifikasi pada tanggal 16 April 2003. Pada kunjungannya yang terbaru ke Timor Leste, the Association for the Prevention of Torture (APT; www.apt.ch), sebuah NGO internasional yang berbasis di Jenewa, memperoleh kesempatan untuk berdiskusi dengan sejumlah tokoh hak asasi manusia nasional dan memberikan penilaian terhadap kemungkinan ratifikasi dan implementasi dari Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT), yang ditandatangani oleh Timor Leste pada September 2005. Sejak disahkannya OPCAT pada Desember 2002, APT telah mengambil posisi di garis terdepan dalam kampanye internasional untuk mendukung instrumen ini yang, per Januari 2008, telah diratifikasi oleh 34 negara.

Kendati wilayah yang tidak terlalu luas dan keterbatasan sumber daya, Timor Leste dengan cepat telah menjadi panutan di antara Negara-Negara Asia dalam hal keterlibatannya di dalam mekanisme-mekanisme hak asasi manusia PBB. Meskipun tidak menyampaikan undangan kepada semua prosedur khusus PBB untuk melakukan kunjungan lapangan, Timor Leste telah membuka dirinya terhadap kritikan-kritikan dari dunia luar, sebagaimana terlihat dari undangan yang disampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk membentuk Komisi Penyelidikan untuk meninjau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bulan April dan Mei 2006. 1 Lebih lanjut, sejak Agustus 2006, UNMIT, Misi PBB ke-5 sejak tahun 1999, telah mengirimkan petugaspetugas hak asasi manusia untuk turun ke lapangan. Timor Leste merupakan salah satu negara pertama yang berhasil menyusun sebuah dokumen inti yang bersifat umum untuk semua badan-badan perjanjian PBB, 2 yang dengan demikian menempatkannya sebagai pelopor dalam konteks reformasi badanbadan perjanjian PBB. Saat ini, Pemerintah Timor Leste sedang sibuk menyelesaikan laporan-laporan spesifik untuk masing-masing perjanjian, yang dimaksudkan untuk melengkapi dokumen inti yang telah diselesaikan pada bulan Juli 2007. Kemajuan yang substansiil telah dicapai. Laporan awal ke Komite PBB tentang Hak-Hak Anak telah diserahkan pada bulan Maret 2007 dan telah diuji pada bulan Januari 2008. Lebih lanjut, laporan awal ke Komite PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) telah disetujui oleh Dewan Menteri (Council of Ministers) pada tanggal 10 Januari 2008. Tampaknya Pemerintah Timor Leste berniat untuk menjalankan kewajibannya untuk menyerahkan laporan pertamanya ke Komite Menentang Penyiksaan, yang secara teknis telah melewati batas waktu sejak 16 Mei 2004. 3 Timor Leste memiliki banyak materi untuk dilaporkan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disahkan pada tahun 2005, dan Draf Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diperkenalkan 1 Laporan akhir Komisi Independen Khusus PBB untuk Penyelidikan dikeluarkan pada bulan Oktober 2006 dan dapat diakses di: http://www.ohchr.org/documents/countries/coitimorleste.pdf 2 Lihat UN Doc. HRI/CORE/TLS/2007 (16 Juli 2007). 3 Pada bulan Juli 2005, CAT mengeluarkan seperangkat pedoman mengenai format dan is i dari laporan awal Negara tentang implementasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan: http://daccessdds.un.org/doc/undoc/gen/g05/428/37/pdf/g0542837.pdf?openelement. 2

untuk pertama kalinya pada tahun 2004 diperkirakan akan diamendemen dan diserahkan kembali ke Parlemen dalam periode tahun 2008. Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi juga sedang dalam persiapan. Meskipun kesemua undang-undang tersebut telah sesuai dengan Konvensi PBB Menentang Penyiksaan, langkah legislatif ini jelas merupakan langkah yang tepat. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan keinginan Timor Leste untuk membenahi kondisi hukumnya. Masih ada ruang untuk perbaikan. APT menegaskan bahwa ratifikasi dan implementasi OPCAT akan membantu Timor Leste untuk memenuhi kewajibannya, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Konvensi, untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, judisial atau langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah tindak penyiksaan di dalam wilayah jurisdiksinya. Alasan utama mengapa hal ini harus mendapatkan perhatian yang serius akan terungkap di bagian bawah catatan ini. Apa itu OPCAT dan bagaimana instrumen ini berfungsi? Inspeksi rutin ke tempat-tempat penahanan merupakan salah satu langkah yang paling efektif untuk mencegah penyiksaan dan bentuk-bentuk lain dari perlakuan sewenangwenang. 4 OPCAT mengangkat ide ini sebagai fokus utama dengan membentuk sebuah sistem kunjungan rutin ke semua jenis tempat penahanan, yang akan dilakukan oleh badan-badan pakar nasional dan internasional yang saling melengkapi satu sama lain. Komponen internasional pada sistem ini, Sub-komite PBB untuk Pencegahan Penyiksaan (Sub-komite atau SPT), terdiri dari 10 orang pakar independen dengan latar belakang yang berbeda-beda. Partner lokal SPT, Mekanisme-Mekanisme Pencegahan Nasional (NPMs), dibentuk atau ditunjuk oleh Negara-Negara Pihak dalam waktu satu tahun setelah ratifikasi atau aksesi. Kedua mekanisme tersebut, SPT dan NPMs, akan memonitor semua jenis lembaga yang bersifat tertutup, membuat rekomendasirekomendasi untuk memperbaiki kondisi penahanan terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya, dan akan memiliki kapasitas untuk mengusulkan perubahan-perubahan terhadap kerangka hukum dan administrasi yang digunakan oleh lembaga-lembaga ini untuk beroperasi. 4 Rekomendasi-rekomendasi umum dari Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan, UN Doc. E/CN.4/2003/68, para. 26. 3

Skema monitoring yang digambarkan oleh OPCAT sebagian besar diilhami dari metodologi yang dibangun oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Serupa dengan ICRC, Sub-komite tidak akan, sebagai aturan umum, mempublikasikan hasil observasi dan rekomendasinya ke publik. Publikasi semacam itu hanya akan dilakukan dengan persetujuan dari Negara. Sebaliknya, hanya pada kondisi-kondisi yang luar biasa, di mana Negara menolak untuk bekerja sama dengan Sub-komite atau untuk mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi yang terjadi, pernyataan publik mengenai sebuah Negara dapat dikeluarkan, dan hanya boleh dilakukan oleh Komite Menentang Penyiksaan. Meskipun NPMs tidak terikat oleh aturan kerahasiaan yang sama seperti halnya Sub-komite, semangat kolaborasi dan saling percaya harus tetap menjadi dasar dari setiap tindakan yang mereka lakukan. Mengapa Timor Leste harus meratifikasi OPCAT? Sejak pemberlakuan OPCAT pada bulan Juni 2006, mekanisme-mekanisme PBB menentang penyiksaan telah secara konsisten merekomendasikan Negara-Negara untuk mempertimbangkan secara serius ratifikasi terhadap OPCAT. 5 Mengapa demikian? OPCAT adalah sebuah alat praktis yang bertujuan untuk membantu Negara-Negara memenuhi kewajiban-kewajibannya OPCAT berorientasi pada tindakan nyata dan oleh karena itu berbeda, dalam banyak hal, dari perjanjian-perjanjian lain yang telah dielaborasi oleh sistem hak asasi manusia PBB selama bertahun-tahun. Instrumen-instrumen PBB lainnya biasanya menegaskan hak-hak dan membentuk badan-badan monitoring yang tugas utamanya adalah untuk meninjau laporan-laporan yang diserahkan oleh Negara-Negara Pihak dengan kacamata kritis dan secara publik melaporkan kekurangan-kekurangan yang ada. Pekerjaan dari badan-badan ini hampir semuanya dilakukan di Jenewa dan New York. 5 Ibid. Lihat Kesimpulan dan Rekomendasi Komite Menentang Penyiksaan kepada Pemerintah Jepang, UN Doc. CAT/C/JPN/CO/1 (3 Agustus 2007), para. 27, dan Italia, UN Doc. CAT/C/ITA/CO/4 (16 Juli 2007), para. 25. 4

SPT, yang dibentuk setelah pemberlakuan OPCAT, bekerja dengan cara kerja yang secara radikal berbeda. Meskipun beberapa badan perjanjian dapat, secara terbatas dan sebagai jawaban atas pengaduan-pengaduan khusus, melakukan kunjungan-kunjungan ke dalam negara, kunjungan-kunjungan merupakan inti dari mandat Sub-komite. Pendekatan yang diambil oleh OPCAT adalah untuk memberikan nasihat-nasihat ahli disesuaikan dengan keadaan Negara sebagai dasar untuk reformasi kelembagaan yang kooperatif. Meskipun dimaksudkan untuk melengkapi Konvensi Menentang Penyiksaan, OPCAT tidak memuat kewajiban-kewajiban tambahan terkait dengan pelaporan. Negara hanya akan melapor ke CAT secara berkala, dan OPCAT harus tidak memberatkan tugas pelaporan, yang terkadang mungkin terlihat sedikit membebani, terlebih untuk negaranegara dengan luas wilayah seperti Timor Leste. Sejarah Timor Leste tercoreng oleh insiden penyiksaan. Di dalam laporan akhirnya, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Truth and Reconciliation Commission, CAVR) mengakui realitas ini dan mendesak dibukanya tempat-tempat penahanan untuk pemeriksaan dari dunia luar: Komisi merekomendasikan bahwa: [ [ 3.3.4. Pemerintah menerapkan, secara terus-menerus, kebijakan untuk membuka akses kepada monitoring dunia luar terhadap semua penjara di Timor Leste, oleh lembagalembaga negara, kelompok masyarakat sipil Timor Leste, dan organisasi-organisasi internasional. 3.3.5. Pemerintah menjamin pembentukan dan pemeliharaan prosedur-prosedur yang tepat untuk memastikan bahwa para narapidana yang ditahan berada dalam kondisi yang menghormati martabat manusia [ ]. 6 Meskipun kasus-kasus penyiksaan disinyalir tidak terjadi lagi di Timor Leste pada masa sekarang, insiden-insiden yang melibatkan bentuk-bentuk lain dari perlakuan 6 Lihat Bab 11 Laporan Akhir CAVR: http://www.cavr-timorleste.org/chegareport.htm. 5

kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia masih tetap terjadi, baik yang dilakukan oleh Kepolisian Nasional (PNTL) dan Angkatan Bersenjata Timor Leste (F-FDTL). 7 Hal ini harus diselesaikan. Kondisi penjara-penjara di Timor Leste tampaknya telah sesuai dengan standardstandard internasional. 8 Meski demikian, ketika melakukan kunjungan khusus, Subkomite tidak akan berharap untuk menjumpai fasilitas-fasilitas penahanan yang dijalankan secara sempurna dan tidak berharap bahwa perlakuan sewenang-wenang akan lenyap dalam semalam. Tujuan yang ingin dicapai oleh Sub-komite, bersama dengan partner lokal-nya (NPMs), adalah untuk secara progresif menghapus penyiksan dan perlakuan sewenang-wenang, dan mengidentifikasi, bersama dengan pejabatpejabat yang berwenang, langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan ini sesuai dengan konteks nasional masing-masing Negara. Mengingat bahwa sistem ini bertujuan untuk memperoleh kredibilitas dan berfungsi secara efektif, maka rekomendasirekomendasi yang dibuat oleh badan-badan monitoring harus didukung, pragmatis dan realistis, sehingga pemerintah dapat mengimplementasikannya. Badan-badan kunjungan yang bekerja berdasarkan OPCAT dapat memberikan saran kepada pemerintah mengenai reformasi-reformasi legislatif APT menghargai usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pejabat-pejabat Timor Leste untuk menyesuaikan kerangka legislatif nasional yang sebagian besar diwarisi dari penguasa-penguasa terdahulu, yakni Portugal dan Indonesia, dengan kewajibankewajiban internasionalnya. Namun demikian, kekosongan-kekosongan yang ada harus segera diisi. Sistem peradilan anak, sebagai contoh, merupakan wilayah yang perlu direformasi. Apabila Timor Leste menjadi pihak pada OPCAT, Sub-komite dan NPMs, yang harus meliputi pakar-pakar terkemuka di lapangan, berada pada posisi yang tepat untuk memberikan nasihat-nasihat ahli kepada pemerintah tentang reformasi legislatif semacam itu. 7 UNMIT, laporan tentang Perkembangan Hak Asasi Manusia di Timor Leste, periode Agustus 2006-Agustus 2007, hlm. 16 dan 18: http://www.unmit.org/unmisetwebsite.nsf/192bda2f4f2cbc284925739500311c4c/$file/report%20on% 20human%20rights%20developments%20in%20Timor-Leste.pdf 8 Ibid., hlm. 24. 6

OPCAT membuka peluang bagi sumber bantuan keuangan internasional yang baru Mengikuti pemberlakuan OPCAT, Special Fund dibentuk untuk membantu membiayai implementasi OPCAT oleh Negara-Negara anggota atas rekomendasi dari Sub-komite. Special Fund ini, yang skema manajemennya mengikuti model Voluntary Fund for Victims of Torture, sangat bermanfaat bagi Negara-Negara yang mau memperbaiki kondisi-kondisi fisik di mana orang-orang yang dirampas kemerdekaannya ditahan, walaupun dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Special Fund juga dapat digunakan untuk membantu program pendidikan untuk NPMs. Hal ini dapat membantu NPMs Timor Leste untuk selanjutnya mendiseminasikan norma-norma hukum internasional dan nasional yang berkaitan erat dengan pencegahan penyiksaan. Menjadi pihak pada OPCAT berarti bahwa mekanisme monitoring nasional Timor Leste dapat meminta bantuan kepada Special Fund untuk membantu pendanaan program-program pelatihan, termasuk publikasi-publikasi mengenai penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang yang disesuaikan dengan kebutuhan Timor Leste. Mengimplementasikan OPCAT di Timor Leste tidak sulit Monitoring tempat-tempat penahanan sudah diterima menjadi praktik dan dilakukan secara berkelanjutan Timor Leste sudah memiliki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang berfungsi dengan baik, yakni Provedoria de Direitos Humanos e Justiça (PDHJ). Meskipun pembentukannya yang cukup singkat, PDHJ telah berkembang dengan cepat menjadi struktur yang profesional. Pada pertemuan tahunan Asia-Pacific Forum for National Human Rights Institutions ke-12 yang diselenggarakan di Sydney bulan September 2007, PDHJ secara formal disahkan sebagai anggota jaringan. Perlakuan terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya, tak dapat disangkal, telah menjadi perhatian PDHJ. Sebagaimana ditetapkan di dalam dasar hukum yang membentuknya, PDHJ memiliki kewenangan penuh untuk melakukan monitoring dan 7

kunjungan. 9 Fungsi monitoring dijalankan oleh sebuah unit khusus. PDHJ biasanya mengunjungi Kantor Polisi Dili dan Penjara Pusat Dili, sedikitnya, seminggu sekali. Orang-orang yang melakukan monitoring berusaha untuk mengunjungi tempat-tempat penahanan polisi di tingkat daerah sesering mungkin, meskipun belum dilakukan secara sistematis karena kendala-kendala sumber daya. Walaupun APT tidak memiliki kapasitas untuk mengatakan model NPMs mana yang paling tepat untuk dipilih berdasarkan OPCAT, cukup masuk akal apabila Timor Leste mempertimbangkan PDHJ apabila tiba saatnya untuk memutuskan bagaimana OPCAT akan diimplementasikan secara domestik. Lebih lanjut, Timor Leste patut berbangga karena memiliki komunitas NGO hak asasi manusia yang kecil tetapi aktif dan memiliki komitmen yang tinggi. Beberapa dari NGO tersebut telah memiliki pengalaman yang cukup luas dalam bidang pencegahan penyiksaan. Beberapa di antaranya, Forum Tau Matan, Yayasan HAK dan Yayasan Alola, yang tergabung dalam Rede de Monitoramento dos Direitos Humanos (Jaringan Monitoring Hak Asasi Manusia), telah melakukan kunjungan bersama (joint visit) dengan perwakilan-perwakilan dari PDHJ. 10 Peran monitoring NGO semakin lengkap dengan kehadiran Seksi Hak Asasi Manusia dan Keadilan Transisi UNMIT dan Komite Palang Merah Internasional dua badan internasional yang secara permanen berada di Timor Leste yang telah terlibat di dalam melakukan monitoring terhadap penjara dan kantor-kantor polisi. 9 Pasal 28 (e) dan (f) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tertanggal 26 Mei 2004, yang menyetujui statuta Kantor Ombudsman untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, berbunyi: [ ] Ombudsman untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan harus memiliki kewenangan-kewenangan sebagai berikut: [ ] e) untuk memperoleh akses ke semua fasilitas, tempat, dokumen, peralatan, barang atau informasi dalam rangka melakukan inspeksi dan interogasi terhadap siapapun yang terkait dengan pengaduan yang diterima; f) untuk mengunjungi setiap tempat penahanan, perawatan atau pemeliharaan dalam rangka menginspeksi kondisi-kondisi di tempat tersebut dan melakukan wawancara secara rahasia dengan orang-orang yang ditahan. 10 Program Monitoring Sistem Peradilan (JSMP) berharap dapat terlibat di dalam aktivitasaktivitas serupa di masa mendatang. 8

Dialog konstruktif sebagai ciri utama OPCAT telah dimulai Terdapat indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa prinsip transparansi dan dialog kooperatif untuk melakukan reformasi kelembagaan telah diterima dengan baik oleh badan-badan penegak hukum di Timor Leste. Hal inilah yang membuat kami yakin bahwa pengimplementasian Protokol ini tidak akan mengalami kesulitan. Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas fasilitas-fasilitas penahanan, seperti misalnya Kepolisian Nasional dan Direktorat Layanan Kemasyarakatan, telah memberikan akses kepada PDHJ dan tim monitoring NGO dan mengizinkan mereka untuk berbicara secara bebas dengan para tahanan dan staf yang bekerja di sana. Kemauan untuk bekerja sama, yang didasarkan atas rasa saling percaya, jelas menunjukkan perhatian yang besar terhadap kesejahteraan orang-orang yang dirampas kemerdekaannya dan pemahaman yang cukup baik mengenai pendekatan pencegahan yang dipromosikan oleh OPCAT. Pada tanggal 15 November 2007, PDHJ mengadakan diskusi mengenai temuan-temuan pokok dari kunjungannya ke Kantor Polisi Dili selama periode Februari-Oktober 2007. Diskusi tersebut dihadiri oleh pejabat-pejabat senior dari departemen-departemen terkait yang bertanggung jawab untuk menjamin bahwa semua orang yang dirampas kemerdekaannya diperlakukan secara bermartabat (PNTL, Departemen Kesehatan, Kantor Pembela Publik, Departemen Kehakiman, Kejaksaan Agung), delegasi dari badan-badan kunjungan lainnya (ICRC dan UNMIT), serta para pemangku kepentingan (misalnya Asosiasi Advokat Timor Leste). Peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang secara terbuka mendiskusikan (berorientasi pada solusi) tantangan-tantangan pokok yang perlu dijawab melalui sistem pemenjaraan, telah sejalan dengan sifat konstruktif yang dibangun oleh OPCAT, dan menggambarkan bibit-bibit yang dapat dengan mudah berkembang menjadi forum yang permanen. Human Rights Focal Point yang telah ditunjuk oleh semua departemendepartemen pemerintah Timor Leste dapat dipergunakan untuk menyampaikan rekomendasi-rekomendasi NPMs jika dirasa perlu. 9

Mengapa Timor Leste harus segera meratifikasi OPCAT? Aktivitas Sub-komite untuk Pencegahan di tahun-tahun pertama akan menentukan bagaimana badan ini akan bekerja, mungkin untuk masa sepuluh tahun ke depan. Negara-Negara pertama yang menjadi Pihak pada OPCAT dapat mempengaruhi modus operandi dari Sub-komite, yang tentunya akan mencerminkan kepentingan dan harapan mereka, dan peran kepemimpinan mereka secara regional dan global. Mengingat status ratifikasi terkini, besar kemungkinan bahwa Sub-komite akan memperoleh keuntungan dari masukan-masukan yang diberikan oleh Negara-Negara Eropa, Amerika Latin, dan Afrika. Patut disayangkan apabila pandangan-pandangan dari Negara-Negara Asia tidak terwakilkan di dalam Sub-komite. Pemilihan anggota Sub-komite selanjutnya akan berlangsung pada bulan Desember 2008. Apabila Timor Leste berkeinginan untuk menjadi negara ke-4 di kawasan Asia Pasifik yang meratifikasi OPCAT, maka Timor Leste akan dapat turut ambil bagian di dalam komposisi Sub-komite, khususnya terkait dengan cara kerja Sub-komite. Menjadi pihak pada OPCAT akan mengangkat profil Timor Leste sebagai contoh yang dapat diteladani di kawasan Asia Pasifik. Semua ini menjadi sangat penting mengingat bahwa saat ini Timor Leste berencana untuk mencalonkan diri dalam Dewan HAM PBB untuk periode 2008-2011. Seperti layaknya sebagian besar kandidat lain lakukan, Timor Leste sangat mungkin menyampaikan ikrar sukarela untuk mendukung pencalonannya tersebut. 11 Sangat disarankan untuk mengedepankan isu ratifikasi OPCAT yang akan segera dilakukan di dalam dokumen ini, mengikuti preseden sukses seperti yang telah dilakukan oleh Filipina (2007) dan Republik Korea (2006). Negara-Negara Pihak diharuskan, paling lambat satu tahun setelah ratifikasi, untuk membentuk NPMs. Hal ini memberikan kesempatan bagi Negara-Negara Pihak untuk meratifikasi terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan cara bagaimana OPCAT akan diimplementasikan secara domestik. Meskipun tidak melakukan advokasi khusus terhadap model pengimplementasian OPCAT, dengan menyerahkan sepenuhnya pada aktor-aktor nasional untuk memutuskan, APT percaya bahwa Timor Leste memiliki keuntungan-keuntungan yang komparatif, yang akan menempatkannya di dalam posisi 11 Lihat http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/pledges.pdf. 10

yang secara relatif menguntungkan ketika saatnya tiba bagi Timor Leste untuk menentukan model NPMs yang tepat. Kesimpulan Kami mengakui bahwa upaya-upaya penting sedang dilakukan oleh Pemerintah Timor Leste di setiap tingkatan untuk menghilangkan sisa-sisa dari praktik yang serupa dengan perlakuan sewenang-wenang. OPCAT sangat dapat membantu Timor Leste di dalam memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya berdasarkan Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan di dalam memperbaiki situasi domestiknya. Pada saat kunjungannya ke Dili, APT mendapat informasi dari beberapa pejabat public bahwa niat untuk menjadi pihak pada OPCAT telah disepakati, dan bahwa ratifikasi hanya tinggal menunggu waktu. Menteri Kehakiman, Lucia Lobato, telah memasukkan isu rehabilitasi penjara ke dalam agenda prioritasnya. 12 Kami dengan hormat mendesak Pemerintah Timor Leste untuk menggunakan momentum ini untuk mempercepat proses ratifikasi OPCAT. 12 Di dalam Program Konstitusional Pemerintah ke-4 (2007-2012), pejabat-pejabat Negara berjanji untuk menguatkan sistem penjara: Agar keadilan menang dan ada perjuangan yang efektif melawan impunitas, penjara-penjara harus menjalani restrukturisasi yang mendalam. Fasilitas-fasilitas penjara yang ada saat ini harus diperbaiki dan layanan-layanan harus ditingkatkan kualitasnya. Penjara-penjara baru juga harus dikonstruksikan agar, bersamaan dengan penegakan keadilan, martabat harus diberikan kepada mereka yang dihukum atas kejahatan yang dilakukan. Sebagai tambahan, kualifikasi profesional untuk para penjaga penjara juga harus dijamin (p. 66). Lihat http://www.laohamutuk.org/misc/ampgovt/govtprogrameng.pdf 11