BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGERTIAN SOSIOLINGUISTIK

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

MENGENAL SEKILAS DIALEKTOLOGI: KAJIAN INTERDISIPLINER TENTANG VARIASI DAN PERUBAHAN BAHASA *)

FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA *) Oleh Wahya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia

MENGENAL SEKILAS DIALEKTOLOGI: KAJIAN INTERDISIPLINER TENTANG VARIASI DAN PERUBAHAN BAHASA

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA. Wahya*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong,

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. antara lain, letak geografis, sosial, dan sejarah. Kontak dengan bidang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

UNIVERSITAS INDONESIA BAHASA-BAHASA DI KEPULAUAN SERIBU SKRIPSI. Ridwan Maulana

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

VARIASI DIALEK BAHASA JAWA DI WILAYAH KABUPATEN NGAWI: KAJIAN DIALEKTOLOGI. Ika Mamik Rahayu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

DIALEK BAHASA JAWA DI KELURAHAN SAMBIKEREP KECAMATAN SAMBIKEREP DI WILAYAH SURABAYA BARAT

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS)

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

Pemrograman Lanjut. Interface

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

ISOGLOS LEKSIKAL KATA SIFAT BAHASA JAWA DI PERBATASAN ZONA TENGAH DAN ZONA SELATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL SKRIPSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

SISTEM PENGENALAN PENGUCAPAN HURUF VOKAL DENGAN METODA PENGUKURAN SUDUT BIBIR PADA CITRA 2 DIMENSI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Variasi Bahasa di Kabupaten Banyuwangi: Penelitian Dialektologi

TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM MALPRAKTEK KEDOKTERAN MENURUT HUKUM PERDATA

RESUME PAJAK INTERNASIONAL

KESASTRAAN MELAYU TIONGHOA DAN KEBANGSAAN INDONESIA: JILID 2 FROM KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA)

THE LEXICAL INNOVATION OF RIAU MALAY RANTAU KUANTAN DIALECT IN KUANTAN MUDIK DISTRICT

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitan Terdahulu Penelitian mengenai dialektologi semakin jarang dilakukan khususnya mengenai isolek. Berikut ini beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan para peneliti Indonesia yang mendorong penulis melakukan penelitian terhadap isoglos dialek bahasa Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku. Disertasi Diana Rozelin Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (2014) yang berjudul Dialek Melayu Orang Rimba di Provinsi Jambi: Kajian Dialektologi. Penelitian ini menghubungkan kekerabatan isolek Orang Rimba di Provinsi Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Hasilnya status isolek Orang Rimba Provinsi Jambi memiliki dua dialek, empat subdialek, dan empat beda wicara. Tesis Ngumarno Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (2010) yang berjudul Isolek Jawa di Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen: Kajian Dialektologis. Ngumarno memilih enam daerah pengamatan untuk menentukan isolek di Kecamatan Ambal yaitu enam desa dari Kecamatan Ambal dan tiga daerah pengamatan dari luar Kecamatan Ambal sebagai bahan perbandingan. Penelitian ini menghasilkan simpulan adanya empat dialek yakni dialek Ambal (dengan tiga subdialek), dialek Ambarwinangun, dialek Buluspesantren, dan dialek Mirit. Berdasarkan deskripsi bentuk-bentuk linguistik terlihat bahwa bentuk bahasa Jawa Kuna masih dipelihara dan digunakan. Kekhasan lain yaitu mengenai jumlah vokal dan kekhasan bunyi, dialek Ambal memiliki sembilan vokal, dialek Mirit dan Ambarwinangun memiliki delapan vokal, dan dialek Buluspesantren memiliki enam vokal. 11

digilib.uns.ac.id 12 Skripsi Wido Hartanto Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (2013) yang berjudul Perbedaan Geografi Dialek Jogja-Solo Studi Kasus Isolek Bahasa Jawa di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Data penelitian diperoleh dari lima wilayah yang terbagi menjadi 15 daerah. Berdasarkan penghitungan permutasi leksikal dan permutasi fonologis, serta penghitungan dialektometri leksikal dan dialektometri fonologis penelitian itu menghasilkan 6 beda kosakata, 44 beda wicara, 51 beda subdialek, dan 4 beda dialek sedangkan berdasarkan deskripsi perbedaan leksikal ditemukan 32 perbedaan leksikal di setiap daerah pengamatan. Hasil penelitian di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan-kemiripan baik dalam hal geografis, sosial, maupun kebahasaan yang bervariasi. B. Kajian Pustaka Bahasa merupakan hal yang vital dalam sejarah perkembangan hidup manusia. Seiring dengan itu, manusia secara tidak langsung dituntut memiliki pemahaman mengenai kebahasaan. Verhaar menyatakan Ilmu yang secara khusus mempelajari mengenai kebahasaan adalah ilmu linguistik atau yang sering disebut linguistik umum. Artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja, tetapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya (1996: 4). Ilmu bahasa itu (dialektologi) melihat bahasa, sebagai wahana pikiran dan perasaan manusia, memiliki varian-varian, baik dalam bidang struktur maupun leksikonnya (Bawa, 1995: 61). Berkaitan dengan kajian dialektologi, berikut ini disajikan beberapa teori yang berhubungan.

digilib.uns.ac.id 13 1. Disiplin Dalektologi Dialek berasal dari kata Yunani dialektos (logat) dan dialektologi berasal dari kata dialek yang berarti variasi bahasa dan logi yang berarti ilmu. Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang dialek. Berikut ini pernyataan beberapa pakar linguistik mengenai dialek dan dialektologi. Chambers dan Trudgill (1998: 3) mengatakan bahwa dialectology is the study of dialect and dialects. In common usage, a dialect is a substandard, low-status, often rustic form of language, generally associated with the peasantry, the working class, or other groups lacking in prestige. Dialect is also term which is often applied to forms of language, particularly those spoken in more isolated parts of the world, which have no written form. Chambers dan Trudgill menerangkan bahwa dialektologi adalah studi mengenai dialek dan dialek-dialek. Dalam pemakaian umum, dialek adalah substandard, status rendah, acapkali bentuk kasar dari bahasa, biasanya dihubungkan dengan kaum petani, kelas pekerja, atau kelompok kurang berwibawa yang lainnya. Dialek juga merupakan istilah yang sering digunakan untuk bentuk-bentuk bahasa, terutama bahasa yang tidak memiliki bentuk tulis. Dialektologi adalah cabang dari linguistik yang menyajikan analisis dan pemerian variasi-variasi bahasa, baik secara sosial maupun temporal, dan memperlihatkan perbedaan-perbedaan pengucapan, tata bahasa dan kosakata serta distribusi geografisnya (Alwasilah, 1993: 119). Dialektologi atau linguistik geografi ini mempelajari variasi bentuk-bentuk ujaran dan menekuni keadaan mutakhir dari bahasa (bahasa ujaran). Kridalaksana (2001) menyatakan bahwa dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai, variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu (=dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari suatu kelompok bahasawan (=dialek sosial), atau oleh kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu (=dialek temporal). Sementara itu dialektologi diartikan

digilib.uns.ac.id 14 sebagai cabang linguistik yang mempelajari variasi-variasi bahasa dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh. Parera mengatakan bahwa keseluruhan persamaan dan kesamaan yang terbesar dan terbanyak antara idiolek-idiolek dalam satu kelompok masyarakat membentuk satu calon bahasa atau calon dialek. Dengan demikian dialek merupakan bentuk eksistensi idiolek yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat. Parera membedakan dialek menjadi dialek yang bersifat horizontal dan yang bersifat vertikal. Dialek yang bersifat horizontal menunjukkan variasi bahasa yang bersifat geografis, perbedaan antara satu daerah bahasa dengan daerah bahasa yang lain dalam lingkungan satu masyarakat bahasa (1991: 27). a. Sejarah Perkembangan Dialek Perkembangan dialek terbagi menjadi dua masa yaitu masa sebelum 1875 dan sesudah 1875. Sebelum 1875 dialek sempat ditentang pada pertengahan awal abad ke- 16. Metode yang digunakan sebelum 1875 adalah metode pupuan sinurat yang mulai digunakan tahun 1751 oleh para ahli botani dan metode pupuan lapangan yang mulai digunakan tahun 1730 oleh Martin Sarmiento. Sementara itu penelitian kaidah fonetik mulai dikembangkan awal abad ke-19 oleh Franz Bopp. Perkembangan dialek sesudah 1875 terpecah menjadi dua aliran yaitu aliran Jerman dan aliran Perancis. Aliran Jerman diprakarsai oleh Gustav Wenker tahun 1876 dengan menggunakan 40 daftar tanyaan berupa kalimat sederhana. Setelah meninggalnya Gustav Wenker (1911) penelitian geografi dialek dilanjutkan oleh Wrede hingga berhasil mendirikan pusat atlas dan penelitian dialek Jerman serta menerbitkan buku pertama atlas bahasa Jerman. Aliran Perancis diprakarsai Jules Louis Gilieron tahun 1880 dengan penelitian di daerah Vionnaz yang akhirnya dijadikan landasan penelitian gejala-gejala fonetik. Agar penelitian menjadi lebih

digilib.uns.ac.id 15 terarah Albert Dauzat pada tahun 1939 menyarankan penggunaan daftar tanyaan umum dalam ALF dan pertanyaan mengenai daerah penelitian. b. Macam-Macam Dialek Dialek 1 yaitu dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam sekitar tempat dialek tersebut dipergunakan sepanjang perkembangannya. Dialek ini dihasilkan karena adanya dua faktor yang saling melengkapi yaitu faktor waktu dan faktor tempat. Dialek 2 atau yang disebut regiolek (dialek regional) yaitu bahasa yang digunakan di luar daerah pakainya. Dialek sosial atau sosiolek ialah ragam bahasa yang dipergunakan oleh kelompok tertentu yang dengan demikian membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Untuk menentukan seperangkat tuturan merupakan dialek atau bukan merupakan hal yang tidak mudah karena itu Ayatrohaedi (1979: 3-5) dan Zulaeha (2010: 31-34) memberikan lima macam perbedaan sebagai ciri pembeda dialek. 1) Bedaan fonetis yaitu bedaan pada tataran fonologis. Bedaan ini sangat jarang disadari oleh para pemakai bahasa atau dialek. Contoh [c ndelo] dan [j ndelo] yang sama-sama memiliki makna jendela. 2) Bedaan semantis, terjadi sebagai akibat terciptanya kata baru, berdasarkan perubahan fonologis dan geseran bentuk. Dalam hal ini terjadi pergeseran makna yang dapat meliputi sinonimi dan homonimi. Contoh pergeseran makna sinonimi yaitu [c mple] dan [c mpe] yang berarti anak kambing. Contoh pergeseran makna homonimi yaitu [gete?] sebagai bekas luka yang sudah mengering dan [gete?] sebagai alat transportasi air yang berbentuk datar yang dapat mengapung dan biasa untuk menyeberang sungai.

digilib.uns.ac.id 16 3) Bedaan onomasiologis menunjukkan pelambang yang berbeda berdasarkan satu konsep yang dikenal di beberapa tempat yang berbeda. Contoh, untuk menyebut suatu benda yang jatuh dengan [tibo] dan di tempat lain dengan [jiglo?]. 4) Bedaan semasiologis merupakan kebalikan dari bedaan onomasiologis, yaitu berian pelambang yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda. Contoh, [gatot] yang oleh masyarakat Wonogiri merupakan bentuk penganan dari singkong kering yang berwarna kehitaman dimasak dengan cara dikukus kemudian disajikan dengan parutan kelapa, sementara oleh masyarakat Solo diartikan sebagai penganan dari pati yang digoreng dan berbentuk seperti jari atau kipas. 5) Bedaan morfologis dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang bersangkutan, oleh frekuensi morfem yang berbeda, oleh wujud fonetisnya, dan lain sebagainya. Contoh, [t Gkur p] dan [m Gkur p] yang tidak mengalami perubahan kelas kata maupun maknanya meskipun wujud fonetisnya berbeda. Sementara itu Robins (1992: 69) menegaskan kriteria dialek sebagai: 1) Bentuk-bentuk bahasa yang berbeda tetapi yang dapat saling dimengerti oleh penutur-penuturnya tanpa latihan khusus. 2) Bentuk-bentuk bahasa yang dipakai di wilayah yang bersatu secara politis. 3) Bentuk-bentuk bahasa yang digunakan para penutur yang memiliki sistem tulisan yang sama dan seperangkat sastra tertulis yang sama. c. Geografi Dialek Geografi dialek ialah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Ayatrohaedi, 1979: 28).

digilib.uns.ac.id 17 Hudson (1990: 39) mendefinisikan geografi dialek sebagai berikut: If we consider the most straightforward variety differences based on geography, it should be possible, if the family tree model is right, to identify what are called regional dialects within any larger variety such as English. Fortunately, there is a vast amount of evidence bearing on this question, produced by the discipline called dialectology, particularly by its branch called dialect geography. Definisi Hudson di atas menerangkan bahwa perbedaan variasi sebagian besar disebabkan oleh faktor geografi dan untuk variasi dengan melibatkan faktor geografi yang lebih luas disebut dialek regional. Menurutnya terdapat banyak kenyataan yang mempertanyakan tentang disiplin dialektologi terutama mengenai cabangnya yang disebut geografi dialek. Hal ini memperlihatkan pendapat Hudson bahwa geografi dialek merupakan cabang dari disiplin dialektologi yang didasarkan pada geografi dengan variasi yang lebih luas. Keraf memberikan penjelasan lain yaitu geografi dialek merupakan bagian dari linguistik historis yang secara khusus berbicara mengenai dialek-dialek atau perbedaan-perbedaan lokal suatu bahasa. Geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek (1984: 143). 2. Variasi Bahasa Pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa yang antara lain ialah faktor-faktor sosial dan faktor-faktor situasional (Suwito, 1996: 28). Selain itu bahasa memiliki ciri kearbitreran sehingga memiliki banyak variasi dalam pemakaiannya. Variasi dapat didefinisikan sebagai suatu ujud perubahan atau

digilib.uns.ac.id 18 perbedaan dari pelbagai manifestasi kebahasaan, namun tidak bertentangan dengan kaidah kebahasaan (Ohoiwutun, 2007: 46). Nababan membagi variasi bahasa berdasarkan sumbernya menjadi dua, yaitu variasi internal dan variasi eksternal. Variasi internal adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam bahasa itu sendiri. Variasi eksternal adalah variasi yang berhubungan dengan faktor-faktor di luar sistem bahasa itu sendiri. Variasi eksternal dibedakan berdasarkan pemakai dan pemakaiannya. Berdasarkan pemakainya dibedakan menjadi idiolek dan dialek yang mencakup dialek geografis dan dialek sosial. Berdasarkan pemakaiannya variasi bahasa dikenal dengan istilah ragam atau register (1993: 15). Hudson (1990: 24) menjelaskan mengenai variasi bahasa sebagai berikut: If one thinks of language as a phenomenon including all the languages of the world, the term variety of language (or just variety for short) can be used to refer to different manifestations of it, in just the same way as one might take music as a general phenomenon and then distinguish different varieties of music. What makes one variety of language different from another is the linguistic items that it includes, so we may define a variety of language as a set of linguistic items with similar distribution. Menurut Hudson, jika seseorang berpikir bahwa bahasa merupakan sebuah gejala yang mencakup semua bahasa di dunia, maka istilah variasi bahasa dapat digunakan untuk mengacu pada wujud yang berbeda. Misalnya, musik sebagai bahasa dan jenis-jenis musik sebagai variasinya. Hal yang membuat satu variasi bahasa berbeda dengan yang lain adalah aspek linguistik yang melingkupinya sehingga dapat dikatakan sebuah variasi bahasa merupakan seperangkat aspek linguistik dengan distribusi yang sama.

digilib.uns.ac.id 19 3. Lek dan Isolek Kridalaksana (2001) memberi pengertian lek dan isolek sebagai berikut: lek adalah segala fenomen bahasa yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat bahasa, yang menyangkut variasi regional dan sosial sedangkan isolek adalah isoglos pada peta bahasa yang digambarkan melingkari satu unsur morfologis tertentu. Pengertian isolek menurut kajian dialektologi adalah istilah netral untuk menyebutkan suatu bahasa atau variasi dialek yang belum ditetapkan statusnya dalam suatu penelitian (Sumarlam dkk, 2012: 1). Isolek yang bermacam-macam bisa menjadi perbedaan bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, atau hanya perbedaan wicara. Perbedaan itu bisa disebabkan karena kondisi geografis yang tidak sama, kondisi alam, dan jauh dekatnya wilayah itu dengan pusat pemerintahan dan pusat kebudayaan. Semakin jauh suatu wilayah akan semakin besar persentase perbedaannya. Tuturan masyarakat di wilayah Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku merupakan fenomena kebahasaan yang belum ditetapkan sebagai bahasa, dialek, atau subdialek. Penelitian ini menjadikan isolek yang belum diketahui statusnya menjadi berstatus jelas dalam bentuk peta isoglos. 4. Peta Bahasa Peta bahasa merupakan gambaran mengenai gejala kebahasaan dalam suatu wilayah. Gambaran itu dapat mencakup persamaan maupun perbedaan dari satu titik dengan titik lainnya yang diperoleh dari bahan-bahan yang terkumpul selama penelitian.

digilib.uns.ac.id 20 Ayatrohaedi menyatakan bahwa terdapat tiga jenis peta yang harus disiapkan untuk memuat berian atau data yang diperoleh. Ketiga peta itu adalah peta dasar, peta mandiri, dan peta rekonstruksi. Peta dasar adalah peta daerah penelitian dan merupakan peta buta. Peta mandiri dibuat sebanyak data mandiri yang akan dimasukkan ke dalam peta. Peta rekonstruksi adalah peta gabungan yang sengaja dibuat berdasarkan rekonstruksi sejumlah berian yang diperoleh. Peta rekonstruksi digunakan sebagai gambaran akhir hasil penelitian. Peta rekonstruksi terdiri atas peta berkas isoglos (heteroglos), peta gejala kebahasaan yang sama, dan peta matrabahasa (2002: 47 51). Peta berkas isoglos (heteroglos) adalah peta yang di dalamnya memuat garis isoglos dan garis heteroglos. Garis isoglos berfungsi untuk menyatukan titik pengamatan yang menunjukkan persamaan. Garis heteroglos berfungsi untuk memisahkan titik pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan. Peta gejala kebahasaan yang sama adalah peta yang berdasarkan pada gejala kebahasaan, misalnya, gejala fonologis, morfologis, maupun leksikal. Peta matrabahasa adalah peta seperti halnya segitiga dialektometri untuk keperluan matrabahasa. Pengisian berian ke dalam peta dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: a. Mencantumkan berian secara langsung b. Menggunakan lambang Lambang-lambang dibuat dengan sederhana untuk melambangkan berian unsur-unsur bahasa yang diperoleh. Lambang yang sama dapat digunakan untuk berian lain pada peta yang berbeda. Keterangan mengenai lambang dicantumkan dalam ruang legenda. Sementara itu penulisan lambang harus taat asas atau seragam.

digilib.uns.ac.id 21 c. Menggunakan petak atau blok Penggunaan petak atau blok ini memperlihatkan secara langsung persamaan maupun perbedaan dari setiap daerah pengamatan. Petak atau blok ini dapat dilakukan dengan menggunakan garis atau arsir dapat pula dengan isian langsung. 5. Isoglos Isoglos merupakan garis yang terdapat dalam peta bahasa. Istilah isoglos pertama kali digunakan pada tahun 1892 oleh J. G. A. Bielenstein. He apparently modeled his new word on the meteorological term isotherm, a line drawn between two locations with the same average temperature. Isogloss literally means equal language (greek iso+gloss). Presumably, the word is intended to convey the fact that a line drawn across a region will show two areas on either side which share some aspect of linguistic usage but which disagree which each other. Such double lines are sometimes called heteroglosses (Trudgill, 1998: 89). Bielenstein menggunakan kosakata baru seperti halnya isotherm dalam istilah meteorologi yaitu sebuah garis yang ditarik antara dua tempat dengan temperatur yang rata-rata sama. Isoglos sebagai kosakata baru dari bahasa Yunani iso+glos secara harafiah berarti bahasa yang sama. Kata itu digunakan untuk memperlihatkan bahwa sebuah garis yang ditarik melintasi suatu wilayah akan membagi menjadi dua wilayah dengan beberapa aspek pemakaian linguistik yang berbeda. Sedangkan untuk beberapa garis lain disebut sebagai heteroglos. Lebih sederhana Hudson (1990: 39) memberi pengertian isoglos sebagai berikut: The dialect geographer may than draw a line between the area where one item was found and areas where others were found, showing a boundary for each area called an isogloss (from Greek iso- same and gloss- tongue ) yang artinya ahli dialek geografi lebih dari sekedar commit menggambar to user sebuah garis antara wilayah

digilib.uns.ac.id 22 dengan satu aspek ditemukan dan wilayah dengan berbeda aspek ditemukan, untuk menunjukkan batas, yang disebut dengan isoglos (dari bahasa Yunani iso- sama dan gloss- bahasa. Robins (1992: 64) menyatakan isoglos sebagai suatu istilah yang ditiru dari istilah geografi seperti isoterm (garis yang menghubungkan daerah-daerah bersuhu sama) dan isobar (garis yang menghubungkan daerah-daerah bertekanan udara sama). Isoglos berfungsi untuk menunjukkan adanya ketidaksamaan atau perbedaan dalam menggunakan unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan. Selanjutnya, kumpulan dari beberapa isoglos yang membentuk satu berkas disebut dengan berkas isoglos (bundle of isoglosses) (Mahsun 2011: 184 185). Menurut Nababan (1993: 19) isoglos adalah garis yang menghubungkan dua tempat yang menunjukkan ciri atau unsur yang sama, atau garis yang memisahkan dua tempat yang menunjukkan ciri/unsur yang berbeda. C. Kerangka Pikir Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku merupakan kecamatan yang berada di perbatasan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Pacitan. Mengenai sisi kebahasaan masyarakat Giriwoyo adalah masyarakat penutur dialek Jogja-Solo, berbeda dengan masyarakat Punung dan Pringkuku, namun tuturan mereka memperlihatkan adanya variasi. Ketidaksamaan isolek di ketiga kecamatan itu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, politik, dan geografis. Letaknya yang jauh dari pusat kebudayaan dan pusat pemerintahan menjadikan perkembangan kebahasaan masyarakat Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku sedikit berbeda.

digilib.uns.ac.id 23 Keburaman isolek yang ada kiranya perlu untuk diperjelas karena memang pada dasarnya tidaklah seratus persen sama dengan dialek Jogja-solo. Karenanya, diperlukan kajian dialektologi guna menentukan statusnya sebagai dialek, subdialek, atau hanya sekedar perbedaan wicara dari sebuah dialek yang sama. Identifikasi, pendeskripsian, dan pemetaan sebagai visualisasi diperlukan untuk menunjukkan kesamaan dan ketidaksamaan serta untuk menunjukkan inovasi dan kekhasannya. Kerangka pikir yang berkaitan dengan penelitian ini secara garis besar digambarkan dengan bagan berikut ini. Bagan 01 Kerangka Pikir Konteks Sosial, Budaya, Politik, dan Geografi Masyarakat Penutur Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Karakteristik Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Identifikasi Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Deskripsi Bentuk Linguistik Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Penghitungan Dialektometri dan Permutasi Status dan Keberadaan Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku Pemetaan Isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku