POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. secara khusus, dan diancam dengan pidana yang cukup berat. 1. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

I. PENDAHULUAN. Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN KEJAHATAN CYBER. (Beberapa Catatan untuk RUU tentang Teknologi Informasi)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana Pengeroyokan dan Perusakan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Vol 10 No. 2 Oktober 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. konstitusi Indonesia menyebutkannya dalam salah satu Pasal yaitu Pasal 3

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB III PENUTUP. pengaruhi oleh beberapa penyebabnya antara lain:

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

informasi, tetapi setiap pembangunan memiliki dampak negatif dari pembangunan antara lain

I. PENDAHULUAN. baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

POLITIK (PEMBARUAN ) HUKUM PIDANA DI INDONESIA. (Indonesia Criminal Law Reform Policy)

PENEGAKAN HUKUM DALAM MASYARAKAT INDONESIA. Imron Rosyadi. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

ETIK UMB. Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Modul ke: 13Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Kriminal, op.cit, hal.2

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG TENTANG PERKAWINAN 1

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, dan merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilihan Umum (Pemilu)

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) : HUKUM PIDANA

Analisis Sanksi Dalam Tindak Pidana Korupsi

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Transkripsi:

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Hukum UMI Makassar) A. Latar Belakang Pemikiran Judul atau thema ini dipilih dengan pertimbangan bahwa korupsi di Indonesia telah merupakan hal yang menarik perhatian semua pihak dan melibatkan hampir semua elemen, baik pemerintah, birokrat, legislator, tokoh masyarakat, tokoh agamawan, LSM termasuk cendikiawan kampus. Oleh karena itu pula penanggulangan dan penegakan hukumnya harus pula dihadapi dengan melibatkan seluruh elemen bangsa dan tidak terbatas pada para aparat penegak hukum saja. Sekalipun korupsi bukan merupakan hal yang baru dan berbagai kebijakan serta langkah-langkah antisipasi telah dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai regulasi peraturan perundang-undangan serta restrukturisasi dan pembentukan lembaga-lembaga baru dalam menopang political will, namun karena korupsi merupakan tindak pidana yang multi dimensi dan berdampak sangat merugikan tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara sampai sekarang belum optimal dan efektif dalam tataran implementasi berdasarkan berbagai data dan informasi aktual, bahkan telah memposisikan Indonesia sebagai negara terkorup di dunia, suatu hal yang sangat memprihatinkan kita semua.

Karakteristik korupsi yang multi dimensi dan sangat destruktif tersebut telah menimbulkan pendapat dan penafsiran yang berbeda-beda, baik di kalangan para praktisi hukum maupun para teoritisi hukum tentang batasan korupsi, sekalipun hal tersebut sudah dirumuskan dengan konkrit dan tersurat dalam undang-undang tindak pidana korupsi dan lebih diperparah lagi apabila kasus korupsi sudah diintervensi dengan berbagai kepentingan di luar kepentingan hukum dengan berbagai dalil dan argumentasi sehingga tidak mudah mengungkap lebih-lebih menuntaskan kasus korupsi, sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat dan para pemerhati keadilan di negeri ini. Penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia dalam kenyataan tampak tersendat-sendat dan bahkan sering terjadi stagnasi, sehingga menimbulkan citra yang negatif terhadap aparat penegak hukum pada khususnya dan pemerintah pada umumnya. Pendekatan legalistik yang berorientasi repressif hanya merupakan pengobatan simptomatik dan tidak merupakan sarana hukum yang ampuh untuk memberantas korupsi, sehingga diperlukan pendekatan dan kebijakan komprehensif baik keilmuan hukum maupun pendekatan di luar keilmuan hukum seperti pendekatan sosiologi, kultural, keagamaan, ekonomi, manajemen dalam penyelenggaraan negara. Dengan pendekatan yang bersifat komprehensif diharapkan ditemukan solusi dalam pencegahan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang lebih optimal dan efektif. Pandangan tentang perbedaan yang besar antara teori dan praktik mengandung kebenaran namun bersifat relatif dan terkadang bersifat subyektif, namun demikian adanya pandangan

tersebut tidak berarti bahwa perbedaan tidak dapat diatasi atau didekatkan karena pengalaman yang benar sering memerlukan juga perubahan-perubahan terhadap teori-teori yang telah dibangun sebelumnya. Bersikukuh kepada teori tanpa mempertimbangkan pengalaman yang benar juga bukanlah merupakan suatu pendirian atau langkah bijaksana. Dalam konteks tersebut di atas, pengalaman praktik hukum di dalam menanggulangi korupsi sering dihadapkan kepada kendala, baik kendala hukum materil maupun hukum formil, kendala birokrasi, maupun kendala sosial dan psikologis. Teori-teori hukum pidana yang telah dikembangkan selama ini sering kurang mendukung langkah-langkah konkrit penanggulangan korupsi oleh aparat penegak hukum, bahkan teori pembuktian dalam hukum pidana sering kurang relevan lagi dengan perkembangan modus operandi dan kualitas korupsi. B. Politik Hukum Pidana Dalam Penegakan Tindak Pidana Korupsi Politik hukum pidana adalah merupakan bagian dari politik hukum pada umumnya. Menurut Sudarto (Hamdan, 1997: 19) politik hukum pidana pengertiannya dapat dilihat dari politik hukum pada umumnya, yang meliputi: (1) kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwewenang untuk menetapkan peraturanperaturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat untuk mencapai apa yang dicita-citakan, (2) usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.

Sebagai bagian dari politik hukum, maka politik hukum pidana mengandung arti bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemulihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna (Sudarto, 1986: 153). Menurut Marc Ancel (Arief, 1992: 1) politik hukum pidana (penal policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang-undang tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. Mulder (Hamdan, 1999: 20) berpendapat bahwa politik hukum pidana (strafrechts politiek) ialah garis kebijakan untuk memutuskan; (1) seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui, (2) apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana, (3) cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana dilaksanakan (Arief, 1992: 7). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Dengan demikian kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal, atau dengan kata lain politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.

Politik kriminal menurut Sudarto (1986: 113-114) diartikan dalam 3 (tiga) pengertian yaitu: (1) dalam pengertian yang sempit, dimana politik kriminal digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, (2) dalam arti yang lebih luas, dimana politik kriminal merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya cara kerja dari polisi dan pengadilan, (3) dalam arti yang lebih luas, dimana politik kriminal merupakan keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Dalam pengertian yang praktis, politik hukum pidana (politik kriminal) adalah segala usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, usaha tersebut meliputi aktivitas dari pembentuk undang-undang, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan aparat yang terkait dengan eksekuesi pemidanaan. Aktivitas dari badan-badan tersebut tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan satu sama lain sesuai dengan fungsinya masing-masing. Politik hukum pidana (politik kriminal) tidak hanya berdiri sendiri tetapi mencakup kebijakan penegakan hukum yang bisa mencakup, baik oleh hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi negara. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum, khususnya penegakan hukum pidana, oleh karena itu sering pula dikatakan bahwa politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), hal ini

tentunya dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana terpadu (criminal justice system) yang terdiri dari sub sistem kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Usaha penanggulangan kejahatan melalui pembuatan undang-undang (hukum pidana) juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (social defence), oleh karena itu pula kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy). Kebijakan sosial (social policy) dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan akhir (tujuan utama) dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Bertolak dari konsep pemikiran dan kebijakan yang bersifat integral, ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana, yaitu: (1) perlu ada pendekatan integral antara kebijaksanaan penal dan non penal, (2) perlu pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai dalam penggunaan sanksi khususnya sanksi pidana (Arief, 1994: 35). Mencermati fakta aktual yang terjadi dalam upaya pemberantasan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang terjadi dalam berbagai departemen dan instansi maupun lembaga negara baik kasus-kasus nasional maupun di daerah-daerah dengan berbagai modus operandi belum menunjukkan hasil yang optimal, bahkan terkesan masih terjadi diskriminatif perlakuan aparat

penegak hukum mulai dari proses penyidikan, penahanan, penuntutan sampai dengan lahirnya putusan pengadilan yang sangat kontroversial, yang kesemuanya menambah daftar kelabu dan kekecewaan masyarakat dan semakin kaburnya cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan serta bermartabat. Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 3 Tahun 1971 yang kemudian dicabut dan disempurnakan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 lebih disempurnakan lagi bukan merupakan jaminan optimalnya penegakan hukum tindak pidana korupsi, sekalipun harus diakui bahwa secara normatif substansi undang-undang tersebut telah banyak mengalami kemajuan dengan berbagai karakteristik sebagai tindak pidana khusus yang tidak diatur dalam KUH Pidana. Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dengan berbagai kewenangan yang sangat luas serta terbentuknya Tastipikor juga belum banyak bisa berbuat sekalipun harus diakui bahwa munculnya kasus Abdullah Puteh dan terbongkarnya kasus KPU serta kasus pengelolaan Dana Haji yang melibatkan orang-orang yang selama ini tidak diragukan integritasnya dan merupakan putra terbaik bangsa ini adalah merupakan gebrakan yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut, akan tetapi jumlah kasus korupsi yang terjadi dibandingkan dengan yang diselesaikan masih sangat jauh dari harapan penegakan hukum tindak pidana korupsi, apalagi dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut.

Dengan tidak bermaksud menutup mata serta mengurangi penghargaan yang telah dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan dan penegakan hukum korupsi yang terjadi di negeri ini, maka sudah waktunya untuk melakukan evaluasi baik terhadap produk perundangundangan maupun terhadap fungsi dan peranan lembaga-lembaga termasuk aparat penegak hukum dengan melalui pendekatan politik hukum pidana secara komprehensif baik yang berorientasi pada pendekatan penal (sanksi) maupun yang berorientasi pada pendekatan non penal yang lebih mengedepankan pendekatan preventif yang selama ini belum tersentuh dan lebih banyak berorientasi pada pendekatan repressif melalui perpaduan sanksi pidana dengan sanksi denda. C. Penutup Apa yang tertuang dalam makalah ini adalah sesuatu yang bersifat idealis yang didasarkan atas analisis pemikiran dan pengamatan empiris melalui perkembangan yang terjadi. Dengan keterbatasan waktu penulis menyadari pembahasannya tidak akan mungkin tuntas, akan tetapi setidak-tidaknya bisa menjadi bahan diskusi yang menarik untuk lebih dikembangkan dalam forum yang lain. Wallahu Waliyyut Taufiq Walhidayah RUJUKAN PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, 1992. Bahan Bacaan Politik Hukum Pidana. Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta., 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung., 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung., 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Penerbit Alumni, Bandung. M. Hamdan, 1999. Politik Hukum Pidana. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Romli Atmasasmita, 1999. Prospek Penanggulangan Korupsi di Indonesia Memasuki Abad XXI, Suatu Reorientasi Atas Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Madya dalam Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung. Sudarto, 1983. Hukum dan Hukum Pidana. Penerbit Alumni, Bandung., 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Penerbit Sinar Baru, Bandung., 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Penerbit Alumni, Bandung.