BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XXV : Perbuatan Curang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

ABSTRACT Keywords: the key points of the insurance, insurance law Kata kunci : poin-poin penting dalam asuransi, hukum asuransi A.

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

Bab XII : Pemalsuan Surat

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PERUSAHAAN ASURANSI

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Bagian Kedua Penyidikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Batang Tubuh Penjelasan Tanggapan TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Transkripsi:

32 BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI A. Syarat-syarat Pengajuan Klaim Asuransi Dalam dunia perasuransian, penyebutan kata klaim menjadi sesuatu yang sensitif. Sering didengar istilah klaim yang dapat berarti pergantian risiko. Dalam asuransi jiwa, klaim mencakup beberapa hal. Dapat mengajukan klaim ketika Anda rawat inap di Rumah Sakit, mengalami cacat tetap total (yang disebabkan oleh sakit kritis terlebih dahulu, kecelakaan, maupun tidak), penyakit kritis, kecelakaan yang disertai meninggal, dan meninggal dunia. 18 Jenis-jenis klaim dan syarat-syaratnya : 1. Rawat Inap di Rumah Sakit Jika terjadi Rawat inap, maka dokumen yang diperlukan untuk pengajuan klaim adalah sebagai berikut : a. Formulir Klaim karena kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ. b. Surat keterangan Dokter. c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi (jika ada). d. Kwitansi asli berikut rinciannya (PHS) atau kwitansi yang dilegalisir (PRU Med) dari RS. e. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis. f. dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi. April 2015) 18 https://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ (diakses tanggal 11

33 2. Cacat Total dan Tetap Jika terjadi keadaan cacat tetap total baik yang diakibatkan oleh kecelakaan, pasca penyakit kritis, maka dokumen yang perlu disiapkan untuk pengajuan klaim adalah : a. Formulir Klaim Cacat Total dan tetap yang ditandatangani Pemegang Polis sesuai dengan tanda tangan SPAJ. b. Surat keterangan Dokter Klaim Cacat Total dan Tetap (TPD). c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi (jika ada). d. Surat Berita Acara Kepolisian Asli untuk cacat yang disebabkan oleh kecelakaan dan melibatkan pihak kepolisian. e. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis. f. dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi. 3. Penyakit Kritis Jika penyakit kritis tiba-tiba menyerang Anda, maka dokumen yang diperlukan untuk pengajuan klaim adalah : a. Formulir Klaim Penyakit Kritis yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ. b. Surat Keterangan Dokter Penyakit kritis yang sesuai dengan penyakit kritisnya. c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. d. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis. e. dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi.

34 4. Kecelakaan yang disertai keadaan Meninggal Jika terjadi Kecelakaan yang disertai dengan keadaan meninggal, maka Anda sebagai kerabat dekat si pemilik polis akan mengajukan manfaat asuransi Pru PADD (Personal Accident Death and Disablement). Dalam hal, ini, jika si pemilik polis mendapatkan kecelakaan dan kemudian meninggal, maka syaratsyarat yang harus diajukan terkait pengajuan klaim adalah : a. Formulir Klaim karena Kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ. b. Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal. c. Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS dan Pemerintah setempat. d. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. e. Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat. f. Surat Berita Acara Kepolisian Asli jika meninggal karena kecelakaan. g. Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat (jika ada). h. Polis Asli dan Dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh asuransi. 5. Meninggal Dunia Jika terjadi keadaan meninggal dunia bagi si pemilik polis, maka sama seperti pada keadaan kecelakaan yang menyebabkan meninggal, maka Anda sebagai kerabat dekat akan membantu proses pengajuan klaim ini. Dalam hal ini, dokumen-dokumen yang harus Anda siapkan meliputi : a. Formulir Klaim Meninggal karena Kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ.

35 b. Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal. c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. d. Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat. e. Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS. f. Surat Keterangan Meninggal dari Pemerintah setempat. g. Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat (jika ada). h. Surat Keterangan Kepolisian (BAP) asli jika tertanggung meninggal karena kecelakaan. i. Polis Asli, dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi. Jadi, jika ingin mengajukan klaim sesuai dengan kondisi yang terjadi, orang pertama yang hubungi adalah Agen Asuransi yang menjual Manfaat Asuransi kepada Anda. Jika misalkan Agen Asuransi Anda sedang berada di luar kota atau luar negeri, janganlah cemas. Anda bisa langsung menghubungi nomor telepon Manager Agen Anda di Polis. Atau, Anda juga dapat menghubungi perusahaan asuransi tersebut. Anda bisa melihat nomor kontak perusahaan di Polis yang Anda miliki. Seringkali perusahaan asuransi memiliki beberapa orang yang dipekerjakan di Rumah Sakit untuk membantu nasabah-nasabah asuransi dalam pengajuan klaim. Ada juga beberapa Agen Asuransi yang sudah berkomitmen dengan temannya untuk membantu pengajuan klaim jika salah satu dari mereka sedang dalam keadaan darurat. (Dalam hal ini Agen Asuransi Anda membawa seorang teman yang berprofesi sebagai Agen Asuransi juga untuk menyatakan

36 bahwa jika saya tidak bisa, maka ia akan menggantikan tugas dan tanggung jawab saya). B. Proses Penyidikan Tindak Pidana Penggelapan Asuransi Langkah- langkah yang diambil Penyidik dalam mengungkap tindak pidana penggelapan di bidang asuransi yang terjadi, adalah sebagai berikut: 1. Adanya laporan dari masyarakat 2. Identifikasi perkara dari penyidik 3. Menindaklanjuti laporan, apabila: a. Kasus Pidana b. Adanya alat bukti yang cukup 4. Membuat pemberkasan tahap penyidikan Apabila kelengkapan administrasi sudah dipenuhi, maka penyidik dapat langsung melakukan proses penyidikan. Pertama-tama penyidik menuju ke TKP, tindakan yang dilakukan penyidik di TKP adalah untuk mencari keterangan, petunjuk, identitas tersangka dan korban maupun saksi untuk kepentingan penyidikan selanjutnya, serta mengumpulkan bukti-bukti baik di tempat kejadian perkara maupun di tempat lain yang memungkin ditemukannya bukti-bukti lain sehingga membuat terang suatu tindak pidana penipuan di bidang asuransi yang sedang terjadi.

37 Berdasarkan Pasal 39 KUHAP mengenai denda sitaan, maka alat bukti yang bisa ditemukan dan dapat dikenakan penyitaan dalam proses penyidikan tindak pidana penipuan di bidang asuransi adalah: a. Surat keterangan dokter b. Surat rekam medis c. Bukti pengajuan klaim asuransi d. Bukti pencairan dana klaim asuransi e. Uang hasil pengajuan klaim asuransi Setelah dilakukan pemeriksaan dan diketahui telah terjadi tindak pidana penipuan di bidang asuransi, maka penyidik segera melakukan proses penyidikan selanjutnya, yaitu penangkapan dan penahanan terhadap pelaku, penggeledahan, serta penyitaan barang bukti. Adanya tindakan dari pihak tersangka yang beritikad untuk mengganti kerugian yang diderita oleh korban dan persetujuan dari pihak korban dalam hal ini pihak perusahaan asuransi untuk menghentikan penyidikan, maka penyidik beranggapan bahwa kasus tersebut patut untuk dihentikan. Selain itu penyidik beranggapan bahawa penyelesaian perkara tidak harus masuk ke meja hijau, dan penyidik juga menggunakan asas keadilan sebagai dasar dibuatnya surat perintah menghentikan penyidikan. Tindakan ganti kerugian yang dilakukan sebagai pelaku tindak pidana penipuan di bidang asuransi terhadap korban yakni, pihak asuransi merupakan tindakan penyelesaian perkara melalui jalur mediasi penal. Jalur mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan

38 yang lazim diterapkan terhadap perkara perdata. Mediasi penal biasa digunakan untuk menangani tindak pidana pencurian dan tindak pidana ringan lainnya termasuk tindak pidana penipuan di bidang asuransi. Namun seiring perkembangan zaman dan kebutuhan korban, mediasi penal juga digunakan untuk menyelesaikan tindak pidana berat seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Berdasarkan serangkaian tindakan yang telah dilakukan penyidik mulai dari proses penyelidikan hingga proses penahanan tersangka tindak pidana penipuan di bidang asuransi, dapat disebutkan bahwa pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggelapan di bidang asuransi terhadap pengajuan klaim asuransi tidak berjalan optimal. Hal ini karena penerapan SP3 yang dilakukan oleh penyidik dalam menyelesaikan kasus tersebut juga tidak sesuai dengan alasan-alasan limitatif yang telah diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Selain itu terdapat beberapa kendala yang dialami penyelidik selama proses penyidikan. 19 C. Tindak Pidana Penggelapan Asuransi Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam dan situasi yang tertentu oleh undang undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bahkan perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya. 20 Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 Pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, 19 Auliaarahmi.Blogspot.Com/2014_05_01_Archive.Html (diakses tanggal 21 April 2015) 20 Asa-Keadilan.Blogspot.Com/2014/12/Tindak-Pidana-Bidang-Perasuransian_29.Html (diakses tanggal 1 Mei 2015)

39 merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah." 21 Dengan demikian, makna bagian inti atau unsur menggelapkan dalam Undang- Undang Asuransi harus ditafsirkan sebagai penggelapan dalam KUHP. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Asuransi menentukan: Berdasarkan kedua ketentuan di atas, bagian inti atau unsur-unsur tindak pidana penggelapan premi asuransi adalah: 1. dengan sengaja dan melawan hukum; 2. memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 3. yang ada padanya bukan karena kejahatan. Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan. Tindak pidana bidang perasuransian, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dalam kaitan dengan kegiatan perasuransian, yang karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman berupa penjara maupun denda bahkan perampasan (28 Juni 2015) 21 Aprian,Dony.2013.(http://news.okezone.com/read/2013/08/28/339/857185/redirect).

40 kekayaan, Sedangkan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak (perusahaan asuransi dan pemegang polis) yang menjadi dasar bagi penerimaan premi sebagai imbalan untuk : 1. Memberikan penggantian kepada Tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita oleh tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya sesuatu peristiwa yang tidak pasti, atau 2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada Meninggalnya Tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada Hidupnya Tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Selanjutnya bahwa Obyek Asuransi adalah meliputi Jiwa dan Raga serta Kesehatan Manusia, Tanggungjawab Hukum, Benda dan Jasa serta Kepentingan lainnya yang dapat Hilang, rusak, Rugi dan atau berkurang Nilainya. Lebih lanjut bahwa Pemegang Polis adalah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian Asuransi untuk memperoleh manfaat perlindungan atau resiko bagi dirinya, dan bagi Tertanggung. Sedangkan Tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Sasaran pokok ketentuan larangan atau pidana dalam bidang perasuransian tsb, adalah terutama terhadap pelaku penyelenggara atau pelaksana badan usaha perasuransian maupun Nasabah (calon pemegang polis atau calon tertanggung), tanpa membedakan antara perseorangan dengan badan usaha atau koorporasi

41 dalam kedudukannya sebagai subyek hukum, yaitu pendukung hak maupun kewajiban dihadapan hukum, Sedangkan fungsinya adalah selain untuk mewujudkan Kepatuhan terhadap hukum juga untuk melaksanakan Etika dalam arti seluas luasnya. Ketentuan tentang tindak pidana di bidang Asuransi terdapat dalam Pasal 73 Sampai dengan Pasal 82, Undang Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah sebagai berikut : Pasal 73 (1) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi, usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (3) Tiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi tanpa izin usaha sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Rumusan kejahatan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : a. perbuatan menyesatkan, adalah perbuatan yang ditujukan pada orang, dalam hal ini penanggung dari perbuatan mana menimbulkan pesan atau gambaran yang lain dari keadaan yang sebenaranya. b. caranya dengan tipu muslihat, c. pada penanggung asuransi, d. mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan itu, e. sehingga menyetujui perjanjian,

42 f. perjanjian mana : (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya tidak dengan syarat yang demikian, apabila keadaan yang sebenarnya diketahui. Pasal 382 KUHP, yang menyatakan: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang dipertanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Unsur-unsur dari Pasal 382 adalah sebagai berikut: a. Unsur obyektif: 1. Perbuatan: (a) menimbulkan kebakaran (b) ledakan (c) mengaramkan (d) mendamparkan (e) menghancurkan (f) merusakkan (membikin tidak dapat dipakai) 2. Menimbulkan kerugian pagi penanggung atau pemegang surat bodemerij 3. Obyeknya: (a) benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran (b) kapal yang dipertanggungkan, kapal yang muatannya dipertanggungkan, kapal yang upah untuk pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan 4. Kapal-kapal tersebut yang atasnya telah diterima uang bodemerij b. Unsur subyektif: 1. maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain 2. dengan melawan hukum Pasal 74 (1) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c,

43 anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan informasi, data, dan/atau dokumen kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 46 ayat (2) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 75 Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 76 Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 77 Setiap orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pasal 78 Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana

44 penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 79 Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 80 Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otorita s Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 81 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atau Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. (2) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana: a. Dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Pasal 82 Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp. 600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). Industri asuransi hampir seluruhnya berdasarkan nilai saving atau nilai anuitas yang terhitung sejak Nasabah mengikuti program atau produk asuransi, sehingga dalam waktu tertentu, setiap Polisnya telah memiliki Nilai Tunai yang dijadikan dasar perhitungan (aktuaria) terhadap resiko pembayaran klaim Jika terjadi resiko yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Asuransi (Polis), dengan sejumlah variasi yang ditentukan semacam rasio (index) yang berlaku bagi calon Tertanggung yang hidup terlama berbanding dengan Tertanggung yang berusia singkat, berikut perbandingan antara premi yang terhimpun dengan klaim pembayaran resiko yang akan dibayarkan oleh perusahaan asuransi.