KUTU DAN RELAPSING FEVER

dokumen-dokumen yang mirip
APA ITU BORRELIA RECURRENTIS?

infeksi bakteri : Borrelia spp. vektor : louse (kutu) dan tick (sengkenit)

Rickettsia prowazekii

Waspada penyakit yang menyebar di musim kemarau : Nocardiosis!

RABBIT FEVER?? Francisella tularensis

COCCIDIOIDES IMMITIS

DEFINISI KASUS MALARIA

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

Actinomyces israelii

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

AKABANE A. PENDAHULUAN

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

Proses Penularan Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

Chlamydia psittaci merupakan salah satu bakteri dari genus Chlamydophyla. dikenal juga sebagai Miyagawanella atau Bedsonia. Chlamydia psiitaci

: Clostridium perfringens

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

1. Poliomyelitis Poliomyelitis adalah suatu penyakit virus yang dalam stadium beratnya menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

PEDOMAN KEWASPADAAN UNIVERSAL BAGI PETUGAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri).

PERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA. Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

All about Tinea pedis

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

Trypanosoma cruzi Ciri Morfologi

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

Staphylococcus aureus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Enterobacter sakazakii dan Meningitis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penanggulangan Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.terlebih lagi dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

bio.unsoed.ac.id MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH PENDAHULUAN penderita dan keluarganya, karena kurangnya pengertian dan pemahaman tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

KEDARURATAN LINGKUNGAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

marcescens bersifat tidak patogen. Bakteri ini berwarna kemerahmerahan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

TERUMBU KARANG JUGA BISA SAKIT LHO...!!!

(Cryptococcus neoformans)

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

Variola vera MORFOLOGI. Group I (dsdna)

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

Transkripsi:

KUTU DAN RELAPSING FEVER Oleh Martinus Supriyadi Krisantoro / 078114065 ABSTRAK Relapsing Fever (demam berulang) bersifat endemik di sebagian besar Negara di dunia. Sumber utama dari penyakit ini adalah binatang pengerat yang berperan sebagai sumber infeksi untuk kutu, genus Ornithodorus. Distribusi fokus-fokus endemik dan kejadian musiman dari penyakit sebagaian besar ditentukan oleh ekologi kutu pada daerah-daerah yang berlainan. Di Amerika Serikat, kutu yang terinfeksi ditemukan di seluruh bagian barat, khususnya pada daerah-daerah pegunungan, tetapi kasus-kasus klinik jarang. Pada kutu borrelia dapat disebarkan secara transovarial dari generasi ke generasi. KLASIFIKASI BAKTERI Kingdom Phylum Class Order Family Genus : Bacteria : Spirochaetes : Spirochaetes : Spirochaetales : Spirochaetaceae : Borrelia Species : Borrelia recurrentis Borrelia recurrentis MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI B. recurrentis adalah bakteri berbentuk spiral tidak teratur, panjang antara 10 30 µm dan lebar 0,3 µm. Jarak antara putaran berkisar antara 2 4 µm. Fakultas Farmasi USD 1

Organisme ini sangat lemas dan bergerak dengan rotasi dan membelit. B. recurrentis mudah diwarnai dengan zat warna bakteriologik dan zat warna darah seperti zat warna Giemsa dan Wright. Bakteri ini bersifat gram negatif. Organisme ini dapat dibiakkan pada media cair yang mengandung darah, serum, atau jaringan, tetapi bakteri ini dapat dengan cepat kehilangan sifat patogeniknya untuk binatang bila dipindahkan secara berulang-ulang. Pembiakannya cepat dalam embrio ayam bila darah dari penderita diinokulasikan ke dalam selaput khorioalantois. Bakteri ini dapat juga dibiakkan dalam cairan hidrokel dan asites yang mengandung potongan ginjal kelinci yang masih segar. Suhu pertumbuhan optimum bakteri ini adalah antara 28 30 o C dan dapat disimpan lama pada suhu -76 o C. Pada suhu 4 o C bakteri ini dapat hidup selama bebarapa bulan. Siklus Hidup dari bakteri ini adalah: Fakultas Farmasi USD 2

PATOLOGI Pada kasus-kasus yang fatal menunjukan spirokheta dalam jumlah besar dalam limfa dan hati, focus-fokus nekrosis pada organ parenkhimatosa lainnya, dan lesi-lesi hemoragik pada ginjal dan saluran pencernaan. Kadang-kadang spirokheta ditemukan dalam cairan spinal otak orang yang telah menderita meningitis. Pada binatang percobaan (mamot, tikus), otak dapat berperan sebagai sumber borrelia setelah kuman menghilang dari darah. PATOGENESIS Massa inkubasi adalah 3-10 hari. Permulaan penyakit secara tiba-tiba, dengan tanda menggigil dan kenaikan suhu yang mendadak. Suhu meninggi karena bakteremia. Demam terjadi selama 3-5 hari, setelah itu normal lagi, dan badan terasa lemah. Masa tanpa demam berlangsung selama 4-10 hari dan diikuti dengan serangan kedua dengan tanda menggigil, demam, sakit kepala hebat, dan lesu. Kejadian ini dapat berulang 3-10 kali dengan derajat kesakitan yang semakin berkurang. Selam stadium demam, bakteri berada di dalam darah, dan selama masa tanpa demam bakteri tidak berada dalam darah. Bakteri ini jarang terlihat dalam air kemih. Semua bentuk demam memberikan gejala disertai dengan nyeri otot dan persendian, limfa agak membesar dan gejalagejala ikterus. DIAGNOSA LABORATORIUM A. Bahan : darah diperoleh waktu demam meningkat, untuk sediaan darah dan binatang percobaan B. Pewarnaan sediaan : Sediaan darah tipis atau tebal yang diwarnai oleh zat warna Giemsa atau Wright menunjukkan spirokheta dengan belitan longgar diantara sel-sel darah merah. Fakultas Farmasi USD 3

C. Inokulasi binatang : tikus putih atau tikus muda diinokulasi secara intraperitoneal dengan darah. Sediaan darah ekor diwarnai dan diperiksa terhadap spirokheta 2 4 hari kemudiaan. D. Serologi : spirokheta yang tumbuh dalam biakan dapat bwerperan sebagai antigen dengan tes CF, tetapi penyediaan antigen yang memuaskan sulit. KEKEBALAN Semua orang rentan terhadap penyakt ini. Lama dan tingkat imunitas setelah muncul gejala klinis tidak diketahui; infeksi ulangan dapat terjadi. PENGOBATAN Evaluasi pengobatan sulit dilakukan karena remisi spontan yang bervariasi. Tetrasiklin, terutama klortetrasiklin merupakan obat pilihan. Selain itu eritomisin, penisilin diduga juga efektif untuk pengobatan. Pengobatan selama satu hari mungkin cukup untuk menghentikan suatu serangan. Belum ditemukan vaksin untuk penyakit ini. EPIDEMIOLOGI Penyebaran dan insidensi penyakit tergantung pada ekologi kutu. Borrelia dapat ditularkan secara transovarium (dari generas ke generasi berikutnya). Spirochaetae dijumpai dalam semua jaringan kutu ditularkan lewat gigitan. Jika penderita demam berulang (Relapsing Fever) terjangkit kutu, maka 4 5 hari kemudian kutu yang telah menghisap darah penderita dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Penularan oleh kutu manusia ini dapat mengakibatkan terjadinya epidemik pada penduduk yang telah terjangkit kutu dan penyebarannya dipermudah dalam keadaan : Fakultas Farmasi USD 4

1. jumlah penduduk padat 2. kekurangan gizi 3. iklim yang dingin 4. banyaknya kutu (kepala) Tungau (louse) menjadi infektif 4-5 hari setelah menghisap darah dari orang yang terinfeksi dan tetap infektif selama hidupnya (20-40 hari). Kutu (tick) yang terinfeksi dapat hidup beberapa tahun tanpa makan; mereka tetap infektif selama hidupnya dan terjadi penularan secara transovarian kepada keturunannya. CARA-CARA PENANGGULANGAN A. Cara-cara pencegahan 1) Berantas tungau. 2) Berantas kutu. Habitat manusia dengan lingkungan banyak kutu dapat menjadi masalah dan upaya pembasmian penyakit menjadi sulit. Struktur bangunan yang tidak dapat dimasuki tikus sangat penting untuk mencegah kolonisasi tikus beserta kutu lunaknya. Sebagai upaya dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit ini, penyemprotan dengan acaricidies yang telah diijinkan beredar seperti diazinon, chlorpyrifos, propoxur atau permethrin dapat dicoba. Untuk pemberantasan kutu badan bisa dilakukan dengan mencuci pakaian dengan sabun biasa. Ini akan mematikan semua stadium dari kutu badan. Pada pakaian dari wol kutu-kutu bisa dimatikan dengan proses dry-cleaning. Cara lain ialah, dengan mentaburi pakaian dengan 10% DDT dalam pyrophylite atau 1% lindane dalam pyrophyllite. Bubuk DDT atau lindane ini harus ditaburi rata pada pakaian dalam, terutama pada tempat sambungan dan lipatan-lipatan. Juga baju luar Fakultas Farmasi USD 5

dan celana luar harus ditaburi dengan bubuk ini. DDT bekerja lebih lambat dan tidak mematikan telur-telur kutu. Tetapi DDT tahan lebih lama, karena itu nimfa yang menetas dari telur dimatikan oleh DDT. Biasanya DDT cukup ditaburi hanya 1 x. Lindane tidak lama daya kerjanya, karena itu harus ditaburi lagi setelah 7-10 hari. 3) Gunakan upaya perlindungan diri sebagai pengganti repellent dan permethrin pada baju dan tempat tidur untuk orang yang terkena gigitan pada daerah endemis. 4) Antibiotika chemoprophylaxis dengan tetracycline dapat digunakan setelah gigitan serangga untuk mengurangi risiko terkena infeksi tinggi. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporkan kepada instansi kesehatan setempat. 2) Isolasi. Lakukan kewaspadaan universal terhadap darah/cairan tubuh. Penderita, beserta pakaiannya dan semua kontak serumah dan lngkungan sekitarnya harus dibebaskan dari tungau dan kutu. 3) Disinfeksi serentak (Tidak perlu dilakukan disinfeksi apabila upaya disinfeksi telah dilakukan dengan tepat). 6) Investigasi sumber infeksi. 7) Pengobatan spesifik: Dengan tetracycline. C. Cara-cara Penanggulangan Wabah Untuk louseborne relapsing fever, apabila sistem pencatatan dan pelaporannya baik dan jumlah kasus terlokalisir maka taburkan bubuk yang mengandung permethrin 1% atau lakukan penyemprotan dengan Fakultas Farmasi USD 6

mengunakan insektisida yang memunyai efek residual terhadap kontak dan pakaian yang mereka pakai. Dan lakukan juga penyemprotan dengan permethrin sebanyak 0,003 0,3 kg/hektar (2,47 acre) terhadap lingkungan di sekitar penderita. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis sediakan fasiltas untuk mandi dan mencuci pakaian secukupnya dan lakukan kegiatan active survellance. Apabila infeksi menyebar, lakukan penaburan permethrin secara sistematis kepada semua anggota masyarakat sedangkan untuk tickborne relapsing fever, permethrin atau arcaricide lainya ditaburkan di wilayah dimana kutu sebagai vektor penyakit ini diperkirakan ada di wilayah tersebut. Agar sustainabilitas upaya pemberantasan tercapai maka lakukan upaya-upaya di atas selama masa penularan dengan siklus setiap bulan sekali. D. Implikasi Bencana Di wilayah dimana infestasi tungau (louse) sangat padat maka potensi terjadi penularan sangat besar. KLB sering terjadi di wilayah yang mengalami peperangan, kelaparan dan di wilayah dengan situasi dimana terjadi peningkatan pediculosis. Misalnya di wilayah dengan hunian yang padat, wilayah dengan penduduk yang mengalami malnutrisi disertai dengan sanitasi lingkungan yang jelek. E. Tindakan Internasional Apabila di suatu wilayah terjadi KLB louseborne relapsing fever, dimana sebelumnya di wilayah tersebut belum pernah dilaporkan ada kasus maka harus segera dilaporkan kepada WHO dan disampaikan kepada negara tetangga bahwa telah terjadi KLB penyakit ini. Fakultas Farmasi USD 7

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?abjad=r&id=20 05111810220104830709&count=5&page=1, Diakses tanggal 3 Mei 2008 Anonim, Borrelia, http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/borrelia, Diakses tanggal 3 Mei 2008 Jawetz, E., dkk., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, 329-330, EGC, Jakarta Rintiswati, N., dr., Spirochaeta, Jurnal HSC Fakultas Kedokteran UGM Santi, D.N., Dr., 2004, Pemberantasan Arthopoda yang Penting dalam Hubungan dengan Kesehatan Masyarakat, http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmdevi.pdf, Diakses tanggal 3 Mei 2008 Roy, S., Dr., Relapsing Fever, http://www.histopathology-india.net/refe.htm, Diakses tanggal 3 Mei 2008 Fakultas Farmasi USD 8