2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa

dokumen-dokumen yang mirip
2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Pasal 1 Dalam P

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

PERATURAN KEPALAPUSAT PELAPORAN DAN ANALISISTRANSAKSI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Penjelasanan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 642)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA. PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pelaporan Transaksi. Penyedia Barang. Jasa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUAN6AN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2014 PPATK. Sistem Informasi. Jasa Terpadu. Pengguna.

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

576\; 2. Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2OII. tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN TENTANG. Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUAN6AN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK!NQONES!A SALIN AN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2016, No Service Obligation sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; c. bahwa d

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2017 TENTANG LAPORAN BANK UMUM SEBAGAI KUSTODIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.01/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No undangan mengenai pencegahan dan pemberatasan tindak pidana pencucian uang dan wajib melakukan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Naskah peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

2017, No Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tent

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.04/2017 TENTANG KEGIATAN PERUSAHAAN EFEK DI BERBAGAI LOKASI

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH BURSA EFEK

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PIALANG BERJANGKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 78 /POJK.04/2017 TENTANG TRANSAKSI EFEK YANG TIDAK DILARANG BAGI ORANG DALAM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.010/2007 TENTANG LAPORAN TEKNIS DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /POJK.04/2016 TENTANG LAPORAN LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENYIMPANAN KEKAYAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1821, 2014 PPATK. Sanksi Administratif. Kewajiban Pelaporan. Pelanggaran. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER. 14 /1.02/PPATK/11/14 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN KEWAJIBAN PELAPORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa pihak pelapor memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; b. bahwa laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan sumber utama kegiatan analisis dan pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mendeteksi indikasi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme; c. bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan memiliki kewenangan untuk mengenakan sanksi administratif bagi pihak pelapor yang melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sanksi Administratif Atas Pelanggaran Kewajiban Pelaporan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406); 3. Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN KEWAJIBAN PELAPORAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, selanjutnya disingkat PPATK, adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. 2. Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib menyampaikan laporan ke PPATK. 3. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. 4. Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain

3 yang berhubungan dengan uang. 5. Transaksi Keuangan Mencurigakan, selanjutnya disingkat TKM, adalah: a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola Transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 6. TKM Terkait Pendanaan Terorisme adalah: a. Transaksi Keuangan dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme; atau b. Transaksi yang melibatkan setiap orang yang berdasarkan daftar terduga teroris dan organisasi teroris. 7. Transaksi Keuangan Tunai, selanjutnya disingkat TKT, adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam. 8. Penyedia Jasa Keuangan, selanjutnya disingkat PJK, adalah Pihak Pelapor yang meliputi bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyelenggara jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pergadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. 9. Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain, selanjutnya disingkat PBJ, adalah Pihak Pelapor yang meliputi perusahaan properti/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, atau balai

4 lelang. 10. Lembaga Pengawas dan Pengatur, selanjutnya disingkat LPP, adalah lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor. 11. Aplikasi Pelaporan adalah piranti lunak yang disediakan oleh PPATK bagi Pihak Pelapor dalam melaksanakan kewajiban pelaporan. 12. Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jumat, kecuali Hari Kerja yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional dan/atau cuti bersama. Pasal 2 Peraturan ini berlaku untuk pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran kewajiban pelaporan ke PPATK yang dilakukan oleh Pihak Pelapor. BAB II PRINSIP PENGENAAN SANKSI Pasal 3 Pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan dilakukan berdasarkan prinsip: a. keadilan; b. kepastian hukum; dan c. kemanfaatan. BAB III KEWAJIBAN PELAPORAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 PJK wajib menyampaikan ke PPATK, laporan: a. TKM; b. TKT dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) Hari Kerja; c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri; dan/atau d. TKM Terkait Pendanaan Terorisme.

5 Pasal 5 PBJ wajib menyampaikan ke PPATK, laporan: a. Transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan/atau b. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan sebagai transaksi keuangan mencurigakan. Bagian Kedua Kewajiban Penyampaian Laporan Pasal 6 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 harus sesuai dengan bentuk, jenis, materi/substansi, dan/atau tata cara yang telah ditentukan dalam Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara penyampaian laporan ke PPATK. Pasal 7 (1) PJK wajib menyampaikan laporan TKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sesegera mungkin paling lama 3 (tiga) Hari Kerja setelah PJK mengetahui adanya unsur TKM. (2) PJK wajib menyampaikan laporan TKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. (3) PJK wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan transfer dana dari dan keluar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. (4) PJK wajib menyampaikan laporan TKM Terkait Pendanaan Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d paling lama 3 (tiga) Hari Kerja setelah mengetahui adanya TKM Terkait Pendanaan Terorisme tersebut. (5) Pengetahuan adanya unsur TKM atau TKM Terkait Pendanaan Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) diperoleh setelah: a. penetapan suatu Transaksi sebagai TKM atau TKM Terkait Pendanaan Terorisme oleh pejabat PJK yang berwenang; b. tanggal penerimaan surat permintaan laporan TKM atau TKM Terkait Pendanaan Terorisme dari PPATK; atau c. ditandatanganinya berita acara exit meeting audit.

6 Pasal 8 (1) PBJ wajib menyampaikan laporan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. (2) PBJ wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b paling lama 3 (tiga) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan dari PPATK. Pasal 9 (1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dilakukan baik secara elektronis maupun non elektronis atau manual. (2) Penyampaian laporan secara elektronis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanggal penyampaian (submit) yang tercatat secara otomatisasi di Aplikasi Pelaporan. (3) Penyampaian laporan secara non elektronis atau manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanggal penerimaan laporan oleh jasa pengiriman, ekspedisi, cap pos, atau tanggal penerimaan di PPATK. Bagian Ketiga Pelanggaran Kewajiban Pelaporan Pasal 10 (1) Pelanggaran kewajiban pelaporan meliputi: a. menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan bentuk, jenis, materi/substansi, dan/atau tata cara yang telah ditentukan dalam Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara penyampaian laporan ke PPATK; dan b. terlambat menyampaikan laporan. (2) Terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. menyampaikan laporan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari Kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 berakhir; dan b. menyampaikan laporan dalam waktu lebih dari 20 (dua puluh) Hari Kerja terhitung sejak batas akhir keterlambatan penyampaian laporan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 berakhir.

7 Pasal 11 (1) Pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ditemukan melalui: a. pemantauan; b. audit kepatuhan; c. audit khusus; dan/atau d. analisis dan pemeriksaan. (2) Selain ditemukan melalui pemantauan, audit kepatuhan, audit khusus, dan/atau analisis dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, pelanggaran kewajiban pelaporan juga ditemukan melalui informasi lain dari penegak hukum atau LPP. (3) Temuan pelanggaran kewajiban pelaporan melalui audit kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, baik yang dilakukan oleh PPATK maupun LPP. (4) Temuan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diproses oleh unit kerja pada PPATK yang berfungsi melaksanakan pertimbangan pemberian peringatan atau pengenaan sanksi dan rekomendasi pemberian peringatan, pengenaan sanksi, atau rekomendasi pencabutan izin usaha Pihak Pelapor sesuai peraturan perundang-undangan. BAB IV PENETAPAN DAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 12 (1) Pihak Pelapor yang melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPATK berdasarkan Peraturan ini. (3) Sanksi administratif yang ditetapkan oleh PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan oleh LPP. (4) Dalam hal LPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dibentuk, sanksi administratif terhadap Pihak Pelapor dikenakan oleh PPATK. (5) LPP menyampaikan tindak lanjut pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke PPATK.

8 Pasal 13 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berupa: a. teguran tertulis; b. pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau c. denda administratif. (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas teguran tertulis I dan teguran tertulis II. (3) Teguran tertulis I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat uraian dan jenis pelanggaran kewajiban pelaporan, serta kewajiban bagi Pihak Pelapor untuk menindaklanjuti teguran tertulis I sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan berdasarkan Peraturan ini. (4) Teguran tertulis II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat uraian dan jenis pelanggaran kewajiban pelaporan, serta kewajiban bagi Pihak Pelapor untuk menindaklanjuti teguran tertulis II sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan berdasarkan Peraturan ini. Pasal 14 PPATK dapat mengenakan satu atau lebih sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tanpa melalui proses berjenjang. Pasal 15 (1) PPATK dapat memanggil Pihak Pelapor yang diduga melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan. (2) Selain dapat melakukan pemanggilan Pihak Pelapor yang diduga melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPATK juga dapat meminta penjelasan, data, dan/atau bukti yang mendukung atas dugaan pelanggaran kewajiban pelaporan. (3) Dalam hal Pihak Pelapor tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPATK memproses pengenaan sanksi administratif berdasarkan data yang dimiliki oleh PPATK. Pasal 16 (1) Penjelasan, data, dan/atau bukti yang mendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi PPATK dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor.

9 (2) Penyelesaian dugaan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menyatakan terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan. Pasal 17 (1) Pihak Pelapor yang terbukti melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis I. (2) Dalam hal Pihak Pelapor mengabaikan teguran tertulis I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal penerimaan surat teguran tertulis I oleh Pihak Pelapor, PPATK menyampaikan teguran tertulis II. (3) Dalam hal Pihak Pelapor mengabaikan teguran tertulis II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal penerimaan surat teguran tertulis II oleh Pihak Pelapor, PPATK mengumumkan Pihak Pelapor kepada publik mengenai tindakan atau sanksi. Pasal 18 (1) Pihak Pelapor yang terbukti melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi, atau denda administratif. (2) Besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada PPATK. Pasal 19 (1) Pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (1) dilakukan melalui website PPATK atau media lain. (2) Pengumuman kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan Pihak Pelapor memenuhi kewajiban pelaporan ke PPATK. Pasal 20 (1) Pengenaan sanksi administratif terhadap Pihak Pelapor yang melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b tidak menghapuskan kewajiban penyampaian laporan ke PPATK. (2) Dalam hal Pihak Pelapor mengabaikan kewajiban penyampaian

10 laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPATK dapat: a. merekomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk melakukan penilaian ulang kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) pengurus Pihak Pelapor; b. merekomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk membekukan kegiatan usaha, mencabut, atau membatalkan izin usaha Pihak Pelapor; dan/atau c. melaporkan kepada penegak hukum mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Pihak Pelapor. Pasal 21 (1) PPATK menetapkan pengenaan sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dengan menerbitkan Keputusan Kepala PPATK. (2) PPATK menyampaikan salinan Keputusan Kepala PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke LPP atau Pihak Pelapor. (3) Salinan Keputusan Kepala PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pihak Pelapor yang melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan paling lama 3 (tiga) Hari Kerja sejak ditetapkan atau disampaikan ke LPP. Pasal 22 Dalam hal LPP telah dibentuk, pengenaan sanksi administratif terhadap Pihak Pelapor yang melakukan pelanggaran kewajiban pelaporan dilakukan oleh LPP berdasarkan Keputusan Kepala PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). BAB V TATA CARA PENYETORAN DENDA ADMINISTRATIF Pasal 23 (1) Denda administratif yang diperoleh dari pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. (2) Denda administratif wajib disetor langsung ke kas negara. (3) Penyetoran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 5 (lima) Hari Kerja sejak diterimanya surat pengenaan denda administratif oleh Pihak Pelapor. (4) Penerimaan surat pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan tanggal penerimaan surat pada lembar konfirmasi pengiriman surat atau keterangan yang diberikan oleh jasa pengiriman.

11 Pasal 24 (1) Dalam hal denda administratif belum dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Kepala PPATK menyampaikan surat teguran untuk segera melunasi denda administratif ke Pihak Pelapor. (2) Pelunasan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) Hari Kerja sejak diterimanya surat teguran untuk segera melunasi denda administratif oleh Pihak Pelapor. (3) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) denda administratif belum dilunasi, denda administratif dikatagorikan piutang macet. (4) Pengurusan Piutang macet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VI KEBERATAN ATAS PENGENAAN DENDA ADMINISTRATIF Pasal 25 (1) Pihak Pelapor dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke PPATK atas penetapan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang berupa denda. (2) Format surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 26 (1) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), wajib dilampiri dengan: a. fotokopi bukti tanggal penerimaan surat pengenaan denda administratif; b. fotokopi bukti pembayaran denda administratif; dan c. fotokopi salinan Keputusan Kepala PPATK mengenai penetapan denda administratif oleh Kepala PPATK. (2) Selain melampirkan fotokopi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, pengajuan keberatan juga dapat dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan. Pasal 27 (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), diajukan

12 dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal pembayaran denda administratif. (2) Dalam hal keberatan tidak diajukan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan pengenaan denda administratif oleh Kepala PPATK dianggap diterima. Pasal 28 (1) Kepala PPATK memutuskan keberatan yang diajukan oleh Pihak Pelapor dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan yang telah dinyatakan lengkap. (2) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh Pihak Pelapor tidak memenuhi ketentuan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1), Kepala PPATK menolak keberatan. Pasal 29 (1) Kepala PPATK dapat meminta penjelasan, data, dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2). (2) Penjelasan, data, dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) Hari Kerja sejak tanggal penerimaan surat permintaan dari PPATK. (3) Penjelasan, data, dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan yang disampaikan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. Pasal 30 (1) Keputusan atas pengajuan keberatan oleh Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat berupa mengabulkan atau menolak. (2) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Keputusan Kepala PPATK. (3) Salinan Keputusan Kepala PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pihak Pelapor. Pasal 31 (1) Dalam hal PPATK mengabulkan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Keputusan Kepala PPATK yang mengabulkan keberatan digunakan sebagai dasar untuk:

13 a. pengembalian pembayaran denda administratif; atau b. pengembalian atas kelebihan pembayaran denda administratif. (2) Pengembalian pembayaran atau kelebihan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Pada saat Peraturan Kepala ini mulai berlaku, ketentuan mengenai sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara penyampaian laporan ke PPATK, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini. Pasal 33 Peraturan Kepala ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 November 2014 KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, MUHAMMAD YUSUF Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 November 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY

14 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: PER-14/1.02/PPATK/11/14 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN KEWAJIBAN PELAPORAN CONTOH FORMAT PENGAJUAN KEBERATAN Jakarta,.20 Nomor Sifat : : Lampiran: berkas Kepada Yth. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Dasar Hukum: 1. Peraturan Kepala PPATK Nomor:. tentang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun. Nomor., Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor.) 2. Keputusan Kepala PPATK Nomor: tentang..; Sehubungan dengan pengenaan sanksi administratif berupa denda kepada kami, (nama pihak pelapor), dengan ini kami mengajukan keberatan atas pengenaan denda administratif tersebut. Alasan pengajuan keberatan sebagai berikut: 1. 2.

15 Adapun bersama ini dilampirkan: a. fotokopi bukti tanggal penerimaan surat pengenaan denda administratif; b. fotokopi bukti pembayaran denda administratif; dan c. fotokopi salinan penetapan sanksi administratif berupa denda oleh Kepala PPATK. d. data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan *). (Pejabat) (Nama Pejabat) *) apabila ada KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, MUHAMMAD YUSUF