Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

Hukkam, jamak dari kata hakim, baik di pusat maupun di daerah, bukanlah orang-orang yang

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

Kegiatan impor dan ekspor merupakan bentuk perdagangan (tijârah). Di dalamnya praktik

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

M. Zakaria Mahasiswa S3 Hukum Keluarga, UIN Suska Riau, Pekanbaru

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Tuduhan Bahwa Berpegang Terhadap Agama Penyebab Kemunduran Kaum Muslimin

Suap Mengundang Laknat

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

Muhammad Ismail Yusanto, Juru Bicara HTI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 9 Tahun 2011 Tentang PENSUCIAN ALAT PRODUKSI YANG TERKENA NAJIS MUTAWASSITHAH (NAJIS SEDANG) DENGAN SELAIN AIR

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

KARAKTER PEMIMPIN DALAM ISLAM. HM. Khoir Hari Moekti

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT ULAMA HANAFIYYAH TENTANG QADLI SEBAGAI PIHAK YANG BOLEH MENIKAHKAN DALAM WASIAT WALI NIKAH

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan:

GG(%#C 4FCDE")-"& J H)I Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi la

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

Jelas tidak layaklah. Ini tidak apple to apple, atau orang pesantren bilang, baina as-sama' wa qa'r al-bi'r (antara langit dan dasar sumur).

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

Oleh: Hafidz Abdurrahman

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH KONVERSI

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

BAB II PERAN PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN AMAR MA RUF NAHI MUNGKAR

Mengapa dalam beberapa tahun terakhir setiap Natal, negeri yang mayoritas Muslim ini seolah jadi negeri Kristen?

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sangat pantas dijadikan referensi nomor wahid sepanjang masa. bahkan setan pun tak ingin berpapasan dengannya di jalan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Harus ada perombakan sistem hukum secara total termasuk pelaksana-pelaksana hukumnya. Sistemnya harus diganti dengan sistem Islam.

3 Wasiat Agung Rasulullah

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH Oleh : Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH., S.IP., M.Hum

Pendidikan Agama Islam

BAB 5 PENUTUP. telah dibincangkan secara terperinci merangkumi latar belakang produk berstruktur,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Rancangan Undang-undang Dasar Daulah Khilafah ANGAN. (Edisi Mu tamadah)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021)

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA.

Selain itu hukum wajib atas Khutbah Jum'at, dikarenakan Nabi tidak pernah meninggalkannya. Hal ini termasuk dalam keumuman hadits:

SOAL UJI COBA HASIL BELAJAR PAI

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

Permasalahan Zakat Fitrah dan Pengelolaannya. Ahmad Muntaha AM aswajamuda.com

SILABUS. I. Mata Kuliah : FIKIH JINAYAH Kode : SYA 018. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

Apakah zuhud itu sebenarnya?

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB IV PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN SATU PASANGAN CALON DI KAB. BLITAR TAHUN 2015 DALAM PERSPEKTIF FIKIH SIYASAH

Ditulis oleh Faqihuddin Abdul Kodir Senin, 08 Juni :59 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 16 September :24

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

Jangan Samakan Yang Baik dan Yang Buruk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

Malu Kepada Allah. Khutbah Pertama:

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB 1 RANCANG BANGUN EKONOMI MIKRO ISLAM

IRSYAD AL-FATWA SIRI KE-208: HUKUM WANITA MEMBUKA SYARIKAT SENDIRI

Batasan Aurat Yang Boleh Dilihat Saat Pengobatan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

Wasiat Manfaat Harta Dalam Islam 1. Noor Lizza Mohamed Said. Universiti Kebangsaan Malaysia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN

BAB IV ANALISIS TENTANG KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL MENGAWASI KODE ETIK PERILAKU HAKIM DALAM PRESPEKTIF FIQH SIYASAH

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

Transkripsi:

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Negara sebagai entitas eksekutif (kiyan tanfidzi) yang menjalankan sekumpulan pemahaman ( mafahim ), standarisasi ( maqayis ) dan keyakinan ( qana at ) yang diterima oleh umat, jelas membutuhkan lembaga peradilan. Selain lembaga ini merupakan satu-satunya lembaga yang bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat (Ibn Farhun, Tabshirat al-hukkam, Juz I/12), keberadaan lembaga ini juga merupakan thariqah syar iyyah (metode syariah) untuk menjaga keberlangsungan penerapan pemahaman ( mafahim ), standarisasi ( maqayis ) dan keyakinan ( qana at ) di tengah-tengah umat. Karena itu, keberadaan lembaga ini hukumnya wajib. Para fuqaha menyatakan, bahwa adanya peradilan ini hukumnya fardhu kifayah (Ibn Qudamah, al-mughni, Juz IX/34). Islam telah mensyariatkan adanya tiga kategori peradilan, sesuai dengan obyek masing-masing yang hendak diadili, yaitu qadha khushumat, hisbah dan madzalim (al-farra, al-ahkam as-sulthaniyyah, hal. 62-93 dan 285-308). Qadha khushumat (peradilan sengketa), yang mengadili sengketa di tengah masyarakat. Di sana ada pihak penuntut, yang menuntut haknya, dan terdakwa sebagai pihak yang dituntut. Peradilan ini 1 / 5

membutuhkan mahkamah (ruang sidang). Sedangkan Qadha hisbah, yang mengadili pelanggaran hukum syara di luar mahkamah, bukan karena tuntutan pihak penuntut, tetapi semata-mata karena pelanggaran. Seperti pelanggaran lalu lintas, parkir di jalan raya, penimbunan barang, penipuan harga ( ghabn ) dan barang ( tadlis ), dan lain-lain. Adapun Qadha madzalim, yang mengadili sengketa rakyat dengan negara, dan atau penyimpangan negara terhadap konsitusi dan hukum. Ketiga kategori peradilan ini, masing-masing mempunyai hakim. Seluruh lembaga ini kemudian dipimpin oleh seorang Ketua Hakim, yang lazim disebut Qadhi al-qudhat. Jabatan ketua hakim ini pertama kali dibentuk oleh Khalifah Harun as-rasyid, yang diserahkan kepada Qadhi al-qudhat Abu Yusuf (182 H/798 M), mujtahid mazhab Hanafi, yang terkenal dengan karyanya, al-kharaj (Dr. Isham Muhammad Sabbaru, Qadhi al-qudhat fi al-islam, hal. 9). Karena kedudukannya yang penting dan strategis, maka Islam tidak hanya mengatur mekanisme peradilannya, tetapi juga membersihkan para pemangkunya dengan berbagai kriteria yang ekstra ketat. Selain kriteria Muslim, baligh, berakal, merdeka, mampu dan adil (al-kasani, Bada i as-shana i, Juz VII/2-4), untuk jabatan tertentu, seperti Qadhi Qudhat dan Qadhi Madzalim, misalnya, tidak boleh dijabat oleh perempuan, karena merupakan bagian dari pemerintahan, dan atau bersentuhan langsung dengan pemerintahan. Bahkan, untuk Qadhi Madzalim harus mujtahid (Zallum, Nidzam al-hukmi fi al-islam, hal. ). Selain itu, ada kriteria umum yang harus dimiliki oleh semua hakim, seperti tegas tetapi tidak kasar, lembut tetapi tidak lemah, cerdas, sadar, tidak lengah dan tertipu ketika memutuskan, bersih hatinya, wara, bijak, jauh dari sikap tamak, baik terhadap materi maupun jabatan.. (Ibn Qudamah, al-mughni, Juz IX/21). Selain kriteria di atas, Islam juga menetapkan mekanisme yang jelas dalam pengangkatan qadhi. Karena qadhi ini adalah wakil Khalifah, maka Khalifahlah orang yang mengangkat qadhi 2 / 5

(al-mawardi, Adab al-qadhi, Juz I/137). Meski, bisa juga pengangkatan tersebut didelegasikan kepada Qadhi Qudhat (Ibn Katsir, al-bidayah wa an-nihayah, Juz X/180). Dalam mengangkat mereka, baik Khalifah maupun Qadhi Qudhat akan memilih orang yang layak dan tepat. Untuk mengetahui mereka, bisa bertanya kepada para ulama, bisa juga melalui fit and proper test, agar bisa mengetahui kelayakan dan keadilannya (Ibn Qudamah, al-mughni, Juz IX/38). Dalam menjalankan tugasnya, mereka tidak sendiri, tetapi bisa dibantu oleh para pembantu (a wan ). Para pembantu qadhi ini ada dua: Pertama, mereka yang membantu qadhi dalam memberikan masukan, pandangan dan hukum. Mereka ini terdiri dari para fuqaha, ulama dan orang-orang yang kredibel ( ahl al-fadhl ) (al-mawardi, Adab al-qadhi, Juz I/261-265). Kedua, mereka yang membantu administrasi dan teknis, seperti sekretaris, panitera dan lain-lain (Ibn Abi ad-dam, Adab al-qadhi, hal. 59-65). Dalam menjalankan tugasnya, Qadhi Qudhat-lah yang mengontrol mereka (as-samnani, Raudhatu al-qudhat, Juz I/120 dan 132). Sedangkan Qadhi Qudhat dan lembaga peradilannya diawasi dan dikontrol oleh Khalifah (Ibn Farhun, Tabshiratu al-hukkam, Juz I/77). Meskipun, dalam mengambil keputusan, kedudukannya tetap independen, sebagaimana yang terjadi pada Qadhi Suraikh dan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam kasus baju besi. Meski Khalifah, di pengadilan Ali kalah dari orang Yahudi. Agar dalam menjalankan tugasnya, qadhi tidak masuk angin, maka Islam telah menetapkan mekanisme yang tegas dan jelas terkait dengan profesi mereka. Pertama, Islam memberikan jabatan ini hanya kepada mereka yang layak dan ahli takwa, sebagaimana kriteria yang dijelaskan di atas. Ke dua, Islam melarang mereka menyibukkan diri dalam aktivitas yang bisa melalaikan tugasnya, termasuk berbisnis dan sejenisnya (as-samnani, Raudhatu al-qudhat, Juz I/658). Ketiga, Islam juga melarang mereka menerima hadiah, hibah dan sejenisnya dari mereka yang 3 / 5

mempunyai kepentingan dengan jabatannya. Keempat, Islam telah menetapkan gaji yang lebih dari cukup, sebagaimana yang ditetapkan Umar untuk para qadhinya, agar bisa konsentrasi pada tugasnya dan tidak tergoda dengan materi yang ditawarkan kepadanya (Ibn Qudamah, al-mughni, Juz IX/37). Kelima, Islam menetapkan akhlak para qadhi, antara lain harus berwibawa, menjaga muru ah (harga diri), tidak banyak berinteraksi dengan orang, senda gurau dengan mereka, menjaga ucapan dan tindak tanduknya ( Abd al-karim Zaidan, Nidzam al-qadha, hal. 55). Selain ketentuan di atas, Islam juga menutup celah lahirnya para qadhi yang korup, melalui mekanisme peradilan yang fixed. Pertama, Islam menetapkan, bahwa keputusan peradilan bersifat mengikat ( ilzam). Artinya, setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh pengadilan harus dilaksanakan, tidak bisa digugat, apalagi diubah, hatta oleh qadhi yang sama. Pernah Umar membuat keputusan dalam satu kasus yang sama untuk orang yang berbeda dengan keputusan yang berbeda. Ketika, orang pertama yang diputuskan merasa bahwa keputusan yang diterima orang kedua lebih baik, dia pun mengajukan kembali kasusnya, dan minta keputusan sebagaimana orang kedua, maka dengan tegas Umar menyatakan, Itu adalah keputusan yang sudah aku putuskan sebelumnya, dan ini adalah keputusanku yang baru. Artinya, keputusan baru tidak bisa mengubah keputusan lama. Dari sini, maka Islam tidak mengenal peradilan banding. Karena sifat dari setiap keputusan itu mengikat. Dengan tidak adanya peradilan banding, berarti kepastian hukum dalam Islam jelas terjamin. Kedua, setiap perkara yang diajukan ke mahkamah harus segera diputuskan, tidak boleh ditangguh-tangguhkan, sehingga tidak terjadi penumpukan kasus. Dengan kedua mekanisme ini, maka siapapun yang berkepentingan di pengadilan tidak akan merasa dipimpong. Di sisi lain, celah orang untuk menyuap agar kasusnya segera diselesaikan juga tertutup. Karena selain penyuapnya tidak ada, qadhi yang disuap pun tidak bisa. Namun, jika seluruh kriteria, mekanisme dan pintu di atas telah ditutup, tetapi praktik suap masih juga terjadi, maka hanya sanksi yang keras dan tegaslah yang bisa menghentikan mereka. Karena itu, Islam pun menetapkan sanksi ta zir kepada mereka yang melakukan suap; baik penyuap (ar-rasyi), penerima suap (al-murtasyi) maupun perantara (ar-ra is bainahuma)-n ya. Rasul dengan tegas menyatakan, Allah melaknat penyuap, penerima suap dan perantara tindak suap-menyuap. 4 / 5

(HR. at-tirmidzi). 5 / 5